: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

dokumen-dokumen yang mirip
Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MINGGU 5. Pokok Bahasan : Sumberdaya dan Energi Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian sumberdaya dan energi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu elemen yang sangat penting bagi kebutuhan manusia

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Permasalahan

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

RUANG TERBUKA PADA KAWASAN PERMUKIMAN MENENGAH KE BAWAH Studi Kasus : Kawasan Permukiman Bumi Tri Putra Mulia Jogjakarta

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

BAB I. Jakarta berbondong-bondong untuk tinggal, belajar, dan bekerja di ibukota. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

GEOGRAFI. Sesi DESA - KOTA : 2. A. PENGERTIAN KOTA a. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 4 Tahun b. R. Bintarto B.

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KONSEP DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

LOGO Potens i Guna Lahan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Feri Susanty Spesial, Tahun 2007, 6). Populasi dan permintaan penduduk terhadap hunian yang semakin

I. PENDAHULUAN. Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan

PENGERTIAN GREEN CITY

BAB I PENDAHULUAN. bagi suatu negara, termasuk Indonesia. Dampak peningkatan jumlah penduduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

Kebijakan Perencanaan Tata Ruang dan Transportasi

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Isu Perkembangan Properti di DIY

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SEMARANG. Ngaliyan) Oleh : L2D FAKULTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penataan ruang adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian

ELEMEN FISIK PERANCANGAN ARSITEKTUR KOTA

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III: DATA DAN ANALISA

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HOTEL BINTANG EMPAT DENGAN FASILITAS PERBELANJAAN DAN HIBURAN DIKAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG

KUESIONER. Lampiran 1. Judul Penelitian : Analisis kesesuaian Lahan dan Kebijakan Permukiman Kawasan Pesisir Kota Medan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan zaman,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pemukim itu sendiri dan sering sekali terbentuk akibat dari proses

Pencemaran Lingkungan

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GREEN TRANSPORTATION

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VII. TATA LETAK PABRIK

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

- 1 - WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB VI DATA DAN ANALISIS

BAB V LAHAN DAN HUTAN

BAB 5 RTRW KABUPATEN

Transkripsi:

MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi yang semakin tinggi dapat menimbulkan masalah pertanahan. Pemakaian tanah yang tidak terencana dan kebijakan pengelolan tanah yang tidak efektif di banyak negara berkembang mengakibatkan timbulnya berbagai dampak negatif pada lingkungan. Sehingga keputusan pemakaian tanah untuk kegiatan urban merupakan penentu kritis terhadap kualitas lingkungan. Masalahmasalah yang diakibatkan oleh tata guna tanah yang kurang baik terlihat pada Kotak 7.1. Kotak 7.1 Masalah lingkungan akibat kurang baiknya tata guna tanah Polusi udara; Kemacetan dan kecelakaan lalu lintas; Kerusakan lingkungan tanah-tanah labil, seperti daerah tangkapan air hujan, daerah pantai, daerah aliran air sungai, hutan; Dipakainya tanah-tanah yang berbahaya untuk tempat tinggal, seperti tanah terjal, daerah aliran sungai, tanah kosong dekat dengan industri yang berpolusi tinggi dan area pembuangan limbah; Hilangnya bangunan atau kawasan bersejarah, ruang terbuka, dan tanah pertanian Dengan anggapan bahwa perencanaan tata guna tanah merupakan bagian integral dari strategi transportasi, banyak negara berkembang yang membiarkan kegiatan transportasi, terutama lalu lintas kendaraan, membentuk pertumbuhan dan perkembangannya sendiri (Lowe, 1992). Luas lahan yang sangat besar untuk kebutuhan sirkulasi lalu lintas telah mengakibatkan masalah-masalah yang berkaitan dengan drainasi, aliran air, dan banjir, begitu juga kemacetan lalu lintas, polusi, kecelakaan, dan kebisingan.

Kepadatan dan pola-pola spasial dari pembangunan juga mempunyai implikasi penting terhadap berbagai masalah lingkungan. Sebagai contoh, pembangunan kota dengan kepadatan tinggi secara ekonomis efisien dalam penyediaan infrastruktumya, tetapi apabila tidak direncanakan dengan baik akan tidak ekonomis lagi (misalnya penularan penyakit secara cepat akibat tempat tinggal yang berdesakan, atau lebih banyaknya kecelakaan lalu lintas, kebakaran, yang semuanya memerlukan biaya). Daerah-daerah di luar pusat kota cenderung mempunyai kepadatan rendah, termasuk di kawasan permukimannya. Tetapi daerah-daerah tersebut memerlukan biaya yang lebih tinggi untuk penyediaan infrastruktumya. Apabila kondisi transportasi umum kurang baik, tingkat polusi udara dari kendaraan-kendaraan pribadi semakin tinggi. Konsentrasi industri di beberapa lokasi dapat menyebabkan konsekuensi-konsekuensi lingkungan yang serius. Sebagai contoh di daerahdaerah padat penduduk di Bangkok, Lima, Manila, Meksiko, dan Sao Paulo, polusi industri, termasuk dampak dari pembuangan limbah berbahaya yang kurang baik, telah mempengaruhi kondisi kesehatan secara serius. Pemakaian lahan di sepanjang sungai atau tanah-tanah labil untuk permukiman penduduk ilegal dapat membahayakan, baik bagi penduduk sendiri dari ancaman banjir dan erosi, maupun bagi lingkungan, seperti berkurangnya daerah tangkapan air hujan, air sungai terpolusi limbah domestik, dan kualitas tanah sebagai tanah subur berkurang. Apabila penduduk dipindahkan, pemerintah harus menyediakan lahan lain dan perumahan yang memadai untuk mereka. Keadaan ini sering terjadi dan menjadi masalah di kota-kota besar di negara berkembang. Konversi tanah untuk kegiatan urban cukup banyak terjadi. Di Singapura sebagai misal, seluruh area tanaman mangrove (bakau) telah diubah untuk pembangunan urban. Akibatnya daerah tangkapan ikan dan kolam-kolam udang di daerah pantai yang telah menghidupi penduduk sekitamya menjadi hilang. Begitu juga di Sri Lanka, pengeringan situ-situ selama limabelas tahun terakhir untuk kebutuhan kegiatan urban telah mengakibatkan timbulnya banjir yang cukup serius di beberapa bagian kota Kolombo (Bartone, 1994). Contoh lain adalah kota Bangkok, seperti yang dikemukakan oleh Setchell (1995) yang pada awalnya

mempunyai luas 1.600 km2, telah berkembang sejak tahun 1974 menjadi lebih tiga kalinya. Selama tahun 1981-1988, seluas 614,3 km2 tanah pertanian yang produktip telah dikonversi menjadi area urban yang sangat luas, seluas kota Singapura. Jalan-jalan raya baru dibangun melewati tanah-tanah pertanian, yang mengakibatkan tumbuhnya kegiatan urban disepanjang jalan-jalan tersebut. Banyak tanah kosong bekas tanah pertanian yang tidak dimanfaatkan ditemui diantara jalan-jalan tersebut (Setchell, 1995). Perkembangan kota Bangkok ini begitu pesatnya, sebagai contoh selama tahun 1974-1988, Setchell mencatat 45% tanah pertanian yang berubah fungsi menjadi tanah urban muncul pada jarak 11-20 km dari pusat kota. Situasi seperti ini muncul lagi selama 1984-1988. Sekitar 45% tanah konversi untuk kegiatan urban muncul sejauh lebih dari 30 km dari pusat kota (Setchell, 1995). Pola pengembangan yang ekstensif ini berdampak pada dibutuhkannya biaya infrastruktur dan tingkat konsumsi energi yang sangat tinggi di masa datang. Masalah Iingkungan yang berkaitan dengan tata guna tanah lainnya adalah berkurang atau hilangnya sumberdaya budaya, seperti kawasan arkeologi dan paleontologi, kawasan dan bangunan atau monumen bersejarah, serta hilangnya ruang-ruang terbuka akibat adanya alih fungsi. Di dalam kawasan kota, bangunan atau kawasan bersejarah yang penting mungkin dirusak atau dirobohkan sebagai bagian dari upaya pemerintah dan pihak swasta mendirikan bangunan tinggi untuk apartemen atau kantor, pabrik, dan pusat-pusat perbelanjaan di pusat kota. Di Trujillo, Peru, perumahan ilegal banyak dibangun di area reruntuhan bangunan kuno bersejarah Chan Chan, bekas ibukota di masa budaya Chimu, dan pemerintah lokal tidak mempunyai kekuatan untuk mencegah hilangnya warisan budaya yang sangat berharga tersebut. Kerusakan itu mempengaruhi kebanggaan etnis, identitas nasional, dan melukai pariwisata (Bartone, 1994). Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Pada perancangan eko-urban, tata guna tanah (land use) memegang peran penting bagi keberhasilan rancangan, karena tanah mewadahi bangunan, jaringan transportasi dan infrastruktur, tanaman, ruang terbuka, dan sebagainya. Perencanaan dan perancangan tata guna tanah terutama bertujuan untuk efisiensi pemakaian energi dan sumberdaya alam lainnya, mengurangi biaya, serta mencapai keragaman ekonomi dan sosial. Disamping itu tentunya perencanaan dan

perancangan tata guna lahan bertujuan untuk kenyamanan dan kesejahteraan penduduk kota. Beberapa upaya yang dapat dilakukan pada tata guna tanah dalam perancangan kota ekologi adalah: Tata guna tanah campuran Pemakaian lahan dengan lebih kompak Integrasi antara tata guna tanah dan infrastruktur Pemakaian lahan untuk kegiatan skala kecil Lebih banyak disediakan ruang terbuka Konsep pengembangan tata guna tanah campuran adalah terkonsentrasinya berbagai macam kegiatan penduduk urban di suatu area yang saling berintegrasi, dengan rancangan konfigurasi fisik dan sirkulasi internal yang baik, dan mempunyai pencapaian ekstemal. Berbagai macam kegiatan tersebut dapat berupa permukiman penduduk, area pertokoan, pasar, perkantoran, hotel, area rekreasi, olah raga, parkir, dan sebagainya. Jarak antar area tersebut cukup dekat, yang dapat dicapai dengan mudah dan cepat dengan berjalan kaki, bersepeda,dan kendaran bermotor. Penduduk yang tinggal di daerah ini tidak perlu pergi terlalu jauh untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, sehingga menghemat kebutuhan bensin untuk kendaraannya, menghemat waktu dan tenaga. Penerapan tata guna campuran dapat menghemat tanah, mengurangi polusi udara dan mengurangi pembangunan bangunan-bangunan baru, karena dapat memanfatkan bangunan yang sudah ada di daerah tersebut untuk dialih fungsikan. Upaya mempunyai kota dengan bentuk kompak bertujuan untuk menghambat pemekaran kota yang banyak mengkonversi tanah-tanah produktif di luar kota. Lahan terbangun di dalam kota masih dapat diintensifkan pemakaiannya, dengan misalnya, pemanfaatan bangunan-bangunan lama untuk fungsi baru, pembangunan perumahan berlantai lebih dari satu, dan memanfaatkan tanah-tanah kosong.

Bentuk kota yang kompak akan menghemat biaya dalam pemakaian infrastruktur, yang berupa jaringan jalan, pemipaan, listrik, dan sebagainya. Selain itu kota lebih efisien dalam transportasi dan mengurangi jumlah polusi udara. Bentuk-bentuk kegiatan kota dalam skala kecil merupakan bentuk kegiatan yang paling sesuai untuk kota yang berwawasan lingkungan. Pusat kota yang terdiri dari bangunan-bangunan tinggi yang tertutup dengan jaringan jalan raya akan berkesan angkuh, tidak manusiawi disamping tidak hemat energi dan sumberdaya. Pusat kota dengan tata guna tanah campuran, dengan pertokoan kecil (retail), fisik bangunan yang lebih memperhatikan lingkungan, banyak ruang terbuka, dengan jalan yang Iebih sempit akan menghadirkan suasana hidup dan manusiawi dari kota. Ruang terbuka sangat penting bagi kota, apapun bentuk dan jenisnya. Ruang terbuka dapat berupa taman kota, tempat bermain, plaza, taman-taman di perumahan, atau jalur pejalan kaki, lahan kosong di pinggir sungai dan rel kereta api, dan sebagainya. Ruang-ruang terbuka tersebut dapat memberi manfaat khususnya untuk penghijauan kota dan kegiatan sosial penduduk, disamping untuk keindahan kota.