By Merry Fitriyani 1), M. Hasbi 2), Budijono 2)

dokumen-dokumen yang mirip
N, P and K Content in the EM4 Fermented Made From Mixed Fish Market and Tofu Industry Liquid Wastes to the growth of Azolla microphylla

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

Pengaruh Penambahan Effective Microorganisms pada Limbah Cair Industri Perikanan Terhadap Kualitas Pupuk Cair Organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENGARUH PENAMBAHAN GULA DAN AMONIUM SULFAT TERHADAP KUALITAS NATA DE SOYA

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

Pengaruh Campuran Feses Sapi Potong dan Feses Kuda Pada Proses Pengomposan Terhadap Kualitas Kompos

Nur Rahmah Fithriyah

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

I Putu Gde Suhartana Kajian Proses Fermentasi Sludge

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG BARANGAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN PUPUK CAIR

Pengaruh Penambahan Limbah Udang Pada Pupuk Cair Dari Fermentasi Urin Sapi Terhadap Kualitas Unsur Hara Makro

PEMANFAATAN KULIT BUAH PISANG (Musa paradisiaca L. ) DENGAN PENAMBAHAN DAUN BAMBU (EMB) DAN EM-4 SEBAGAI PUPUK CAIR NASKAH PUBLIKASI

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T.

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

MATERI DAN METODE. Materi

PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI

Pengaruh Nisbah C/N pada Campuran Feses Sapi Perah... Prima Adi Yoga

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH IKAN PADA PROSES PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI URIN SAPI TERHADAP KANDUNGAN UNSUR HARA MAKRO (CNPK)

I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh penambahan EM-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

2014 Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau 48

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH UDANG DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI

PENAMBAHAN FERMENTASI URINE SAPI SEBAGAI SUMBER NUTRIEN DALAM BUDIDAYA Daphnia sp.

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik

TINJAUAN PUSTAKA. Fosfor yang ada di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk

Niken Wijayanti, Winardi Dwi Nugraha, Syafrudin Jurusan Teknik Lingkungan,Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Waterlettuce (Pistia statiotes L.) as Biofilter

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

PEMANFAATAN LIMBAH BUDIDAYA AKUAPONIK UNTUK PRODUKSI PAKAN ALAMI (Moina sp.)

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

KOTORAN KAMBING SEBAGAI BAHAN BAKU PUPUK ORGANIK CAIR DENGAN PENAMBAHAN EFFECTIVE MICROORGANISM-4

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades,

PRODUKSI DAN KUALITAS KOMPOS DARI TERNAK SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN LIMBAH ORGANIK PASAR. St. Chadijah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sisa proses yang tidak dapat digunakan kembali. Sisa proses ini kemudian menjadi

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

Made Deviani Duaja 1), Nelyati 1) and Hisar Tindaon 2) Fakultas Pertanian, Universitas Jamabi

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Bahan baku pembuatan tahu adalah

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

PEMBERIAN AIR KELAPA DENGAN LEVEL YANG BERBEDA TERHADAP KANDUNGAN KIMIA PUPUK ORGANIK CAIR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Aquatik, Fakultas

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

EFEKTIFITAS DOSIS EM4 (Effective Microorganism) DALAM PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH ORGANIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

PENGARUH KECEPATAN DEKOMPOSISI PUPUK ORGANIK CAIR LIMBAH TAHU TERHADAP SERAPAN N DAN S TANAMAN JAGUNG PADA ALFISOL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI LIMBAH PENGOLAHAN IKAN TRADISIONAL

Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob menggunakan Sistem Batch

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Transkripsi:

1 The Effectiveness of Liquid Organic Fertilizer Made From Mixed Tofu Liquid Waste, Human Excreta Liquid Waste, Cow s Urine and EM4 as a Media For Phytoplankton Culture By Merry Fitriyani 1), M. Hasbi 2), Budijono 2) ABSTRACT Liquid wastes originated from tofu industries (T), human excreta (HE) liquid waste and cow s urine (CU) are rich in organic materials and they are potential as basic ingredient for liquid fertilizer.to understand the N, P and K content in the liquid fertilizer made from mixed waste and its effectiveness in improving the growth of phytoplankton, a study has been conductedfrom September to October 2015.There were 7 treatments applied, namely P1 (100% T); P2 (90 % T and 10% CU) ; P3(90% T and 10% EM4); P4 (90% T and 10% HE); P5 (80% T, 10% CU and 10% EM4); P6 (80% T, 10% CU and 10% HE) and P7 (70% T, 10% CU, 10% HE and 10% EM4). Results shown that P6 is the best, with 22.590 mg/l Ncontent and 153 mg/l Pcontent. The K content in all treatments was almost the same. Addition of the liquid fertilizer into phytoplankton media significantly increases the abundance of phytoplankton. The highest abundance was obtained in P6. Based on data obtained, it can be concluded that the liquid fertilizer made from mixed tofu liquid wastes, human excreta, cow s urine and EM4 is effective for increasing the phytoplankton abundance. Keyword: Tofu liquid waste, human excreta liquid waste, cow s urine, EM4, Liquid Fertilizer, phytoplankton 1) Student of Fiheries and Marine Science Faculty, Riau University 2) Lecture of Fiheries and Marine Science Faculty, Riau University PENDAHULUAN Dalam proses produksi tahu membutuhkan air yang banyak dan berdampak pada volume limbah cair yang dihasilkan pun besar dan mengandung bahan organik yang tinggi sehingga berpotensi mencemari lingkungan perairan karena sebagian besar pengarajin tahu memiliki unit pengolahan limbah cair. Menurut Lisnasari (1995 untuk mengolah 1 kg kedelai dibutuhkan rata-rata 45 liter air dan akan dihasilkan limbah cair berupa whey tahu (air dadih) rata-rata 43,5 liter yang terbuang begitu saja. Karakteristik limbah cair tahu terdiri dari suhu air berkisar 37-45 C, kekeruhan 535-585 FTU, warna 2.225-2.250 Pt.Co, amonia 23,3-23,5 mg/1, BOD5 6.000-8.000 mg/1 dan COD 7.500-14.000 mg/1 (Herlambang dalam Kaswinarni, 2007). Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N total) sebesar 226,06-434,78 mg/l, sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan

2 meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut (Herlambang dalam Kaswinarni, 2007). Karakteristik limbah cair tersebut yang mendasari bahwa limbah cair tahu memiliki potensi dijadikan pupuk cair organik yang sekaligus dapat mereduksi pencemar dan mendapatkan nilai ekonomi karena kandungan unsur hara yang tinggi. Limbah cair industri tahu mengandung unsur hara makro dan zat-zat seperti N = 38.687 mg/l, P = 446 mg/l, K = 78.554 mg/l, Pb = 0,24 mg/l, Ca = 34,1 mg/l, Fe = 0,19 mg/l, Cu = 0,12 mg/l dan Na = 0.59 mg/l (Lisnasari, 1995). Penelitian limbah cair tahu menjadi pupuk cair organik telah banyak dilakukan dengan aktivator EM4 pengolahan limbah, tetapi N, P, dan K yang diperoleh belum memenuhi standar. Sementara EM4 yang umum di pasaran dengan harga relative murah adalah EM4 kompos yang belum diketahui dan sumber mikroorganisme lain yang dapat dijadikan aktivator seperti mikroorganisme dalam limbah cair tangki septik. Menurut Gandjar (2006), mikroorganisme yang terdapat dalam tangki septic antara lain terdiri dari bakteri coliform, enterococci, fungi, actinomycetes dan protozoa yang diketahui memiliki kemampuan mendegradasi bahan organik. Selain activator, urin sapi juga diketahui mengandung unsur hara yang tinggi dan banyak terbuang sebagai limbah. Menurut Lingga (1999), urin sapi memiliki kandungan hara yang tinggi yaitu N; 0,50 %, P; 1,00 %, K;1,50%, dan air; 92%. Campuran activator (EM4 dan tangki septic) dan urin sapi pada limbah cair tahu ini diduga dapat meningkatkan unsur hara untuk meningkatkan kelimpahan fitoplankton yang berguna sebagai pakan alami pada suatu perairan dan sekaligus dapat memenuhi persyaratan pupuk cair organik yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui (1) nilai N, P dan K dari pupuk cair organic dari limbah cair tahu yang dicampurkan dengan EM4 kompos, limbah cair tangki septik dan urin sapi; dan (2) pengaruh pupuk cair organic yang dihasilkan terhadap kelimpahan fitoplankton. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada September - Oktober 2015 di Laboratorium Pengolahan Limbah Faperika Universitas Riau. Bahan dan alat Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu: limbah cair tahu, limbah cair septic tank, urin sapi, EM4 khusus pengolahan limbah, Aquades dan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk menganalisis N, P dan K. Sedangkan alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu: toples plastik,botol sampel, saringan, timbangan, gelas ukur, jerigen termometer, indikator ph, planktonnet, centrifuge, mikroskop, kamera digital, alat tulis dan alat-alat yang dibituhkan untuk menganalisis N, P dan K. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yang dilakukan dalam skala laboratorium. Rancangan eksperimen yan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).

3 Prosedur Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) pembiakan bakteri, (2) pembuatan pupuk organik cair dan (3) uji coba pupuk organik cair yang dihasilkan terhadap fitoplankton. Pembiakan bakteri yang dilakukan pada penelitian ini adalah mencampurkan mikroba dalam tangki septic, urin sapi dan EM4 kompos dengan aquades perbandingan 1/10 (10%) yang kemudian didiamkan (difermentasikan) selama 5 hari di suhu ruang. Pembuatan pupuk organik cair dilakukan dengan fermentasi secara anaerob di wadah toples plastik 15 liter sebanyak 21 unit. Penelitian ini terdiri dari 7 perlakuan yaitu: P1(limbah cair tahu 100 %); P2 (limbah cair tahu 90 % + urin sapi 10 %); P3 (limbah cair tahu 90 % + 10 %); P4 (limbah cair tahu 90 % + mikroba angki septic 10 %); P5 (limbah cair tahu 80 % + urin sapi 10 %+ EM4 10 % ); P6 (limbah cair tahu 80 %+ urin sapi 10 %+ tangki septic 10 %) dan P7 (limbah cair tahu 70 % + urin sapi 10 %+ tangki septic 10 %+ EM4 10 %). Pengukuan ph dan suhu dilakukan sebelum dan setelah fermentasi. Sedangkan pengukuran kandungan N, P dan K setelah fermentasi 20 hari. Pupuk organik cair yang dihasilkan diujikan fitoplankton. 22 toples plastik diisi 4 liter aquades, kemudian ditambahkan 20 ml dari masing-masing pupuk organik cair yang dihasilkan lalu ditambahkan 20 ml air kolam yang telah disaring dengan plankton net dan kemudian toples plastik diletakkan diruang terbuka. Sampling fitoplankton pada tiap unit percobaan dilakukan 3 (tiga) hari sekali selama 15 hari. Data N, P dan K dilakukan uji F (ANAVA) dan dilakukan uji lanjut BNT, kemudian hasil analisis data N, P, K, ph, suhu dan kelimpahan fitoplankton dibahas secara deskriptif menerut para ahli dan literatur yang berkaitan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan N total Rata-rata kandungan N total pada pupuk organik cair dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan N Total Selama Penelitian Ulangan Perlakuan 1 2 3 Rata-rata mg/l (%) mg/l (%) mg/l (%) P1 17.100 1,71 16.315 1,63 16.943 1,69 16.786 ± 0,41f P2 18.982 1,89 19.453 1,94 18.512 1,85 18.982 ± 0,47d P3 20.551 2,05 20.080 2,00 20.865 2,08 20.499 ± 0,39b P4 18.198 1,81 17.727 1,77 18.355 1,83 18.093 ± 0,32e P5 P6 P7 19.610 22.434 20.551 1,96 2,24 2,05 19.767 21.806 20.865 1,97 2,18 2,08 19.923 22.590 20.080 1,99 2,25 2,00 19.767 ± 0,15c 22.276 ± 0,41a 20.499 ± 0,39b Keterangan: 1. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) 2. ± Standar Deviasi

4 Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan N total tertinggi pada P6. Hal ini dikarenakan sedikitnya jumlah bakteri pada p6 yang menyebabkan kandungan N total pada P6 lebih tinggi. Dwicaksono et al.,(2013) menyatakan bahwa Mikroorganisme selain merombak bahan organik menjadi lebih sederhana, juga menggunakan bahan organik untuk aktivitas metabolisme hidupnya. Oleh karena itu semakin sedikit jumlah mikroorganisme semakin sedikit pula bahan organik yang digunakan. Selain itu adanya penambahan limbah cair septic tank dan urin sapi mengandung unsur N cukup tinggi menjadikan P6 memiliki kandungan unsur N teringgi. Kandungan N terendah pada P1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Makiyah (2013) waktu fermentasi terbaik untuk limbah cair tahu adalah 8 hari, sehingga dengan waktu fermentasi 20 hari N total pada perlakuan dengan komposisi limbah cair tahu (P1) berkurang, karena mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Perbedaan kandungan N total pada masing-masing perlakuan berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyadi et al. (2013) menyatakan bahwa nilai N total pada tiap perlakuan tidak sama akibat kecepatan mikroba yang mengurai bahan fermentasi berbeda-beda. Hasil uji analisis variansi P 0,00 < 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa campuran limbah cair tahu dengan campuran limbah cair septic tank, urin sapi dan EM4 (Effective microorganisme 4) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kandungan N total pada tingkat kepercayaan 99%. Hasil uji lanjut beda nyata terkecil diketahui P6 berbeda sangat nyata terhadap P1, P2, P3, P4, P5 dan P7 pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini disebabkan P6 (22.590 mg/l) mengandung N total tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Berdasarkan Kandungan N total maka pupuk organik cair yang dihasilkan belum memenuhi SNI No. 70/Permentan/SR 140/ 2011 yaitu < 3-6% (<30.000 60.000 mg/l). Kandungan P Rata- rata kandungan P dapat dilihat pada Tabel 2.

5 Tabel 2. Kandungan Rata-rata P Selama Penelitian Ulangan 1 2 3 Perlakuan mg/l (%) mg/l (%) mg/l (%) Rata-rata P1 55 0,005 66 0,006 59 0,005 60 ± 2,30f P2 87 0,008 93 0,009 89 0,008 88 ± 3,05e P3 121 0,012 123 0,012 125 0,012 123 ± 1,52b P4 113 0,011 111 0,011 109 0,010 111 ± 2,00d P5 121 0,012 118 0,011 118 0,011 119± 1,73b P6 150 0,015 145 0,014 153 0,015 149 ± 4,04a P7 138 0,013 134 0,013 137 0,013 136 ± 2,08c Keterangan: 1. Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) 2. ± Standar Deviasi Berdasarkan Tabel 2 diperoleh kandungan P tertinggi pada P6 yaitu dengan rata-rata 149 mg/l dan terendah pada P1 yaitu dengan rata-rata 60 mg/l. Tinggi dan rendahnya kandungan fosfor turut dipengaruhi oleh tinggi dan rendahnya kandungan N. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuli et al. (2011) bahwa kandungan fosfor juga dipengaruhi oleh tingginya kandungan nitrogen, dimana semakin tinggi N yang dikandung maka multipikasi mikroorganisme yang merombak P akan meningkat, sehingga kandungan fosfor juga meningkat. Oleh karena itu tingginya kandungan P pada P6 disebabkan tingginya kandungan N total pada P6. Kandungan fosfor terendah pada P1 juga disebabkan karena rendahnya nitrogen pada P1. Selain itu, perbedaan fosfor pada setiap perlakuan juga disebabkan oleh proses penguraian bahan organik oleh aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme selain merombak P organik menjadi P anorganik juga menggunakan unsur P untuk aktivitas metabolisme hidupnya (Notohadiprawiro dalam Fitria, 2008). Hasil uji anava diperoleh P 0,00 < 0,01 sehingga limbah cair tahu dengan campuran limbah cair septic tank, urin sapi dan EM4 (Effective microorganisme 4) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kandungan P pada tingkat kepercayaan 99%. Hasil uji lanjut beda nyata terkecil menunjukkan bahwa P6 berbeda sangat nyata terhadap P1, P2, P3, P4, P5 dan P7 pada tingkat kepercayaan 99%. Kandungan P total dari pupuk organik cair yang dihasilkan belum memenuhi SNI No. 70/Permentan/SR 140/ 2011 yaitu <3-6% (<30.000 60.000 ppm). Kandungan K Rata-rata kandungan K pada pupuk organik cair dapat dilihat pada Tabel 3.

6 Tabel 3. Kandungan K Selama Penelitian Ulangan Perlakuan 1 2 3 mg/l (%) mg/l (%) mg/l (%) Rata-rata P1 1,765 0,0001 3,471 0,0003 2,971 0,0002 2,736 ± 0,87 P2 3,088 0,0003 3,353 0,0003 3,647 0,0003 3,363 ± 0,27 P3 2,353 0,0002 2,118 0,0002 2,588 0,0002 2,353 ± 0,23 P4 3,676 0,0003 3,412 0,0003 2,618 0,0002 3,235 ± 0,55 P5 4,059 0,0004 3,382 0,0003 2,559 0,0002 3,333 ± 0,75 P6 2,647 0,0002 1,706 0,0001 3,676 0,0003 2,676 ± 0,72 P7 2,382 0,0002 3,176 0,0003 3,824 0,0003 3,127 ± 0,67 Keterangan : ± Standar Deviasi Dari Tabel 3 diperoleh kandungan K dari masing-masing perlakuan tidak jauh berbeda dengan kandungan K tertinggi pada P2 yaitu dengan rata-rata 3,363 mg/l dan kandungan kalium terendah pada P3 yaitu dengan rata-rata 2,353 mg/l. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam organik selama proses penguraian dan menyebabkan daya larut unsur-unsur hara seperti Ca, P dan K menjadi lebih tinggi, dan proses penguraian bahan organik yang dilakukan akan mengurangi kandungan K pupuk organik cair. Hal ini diduga disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme selain merombak kalium juga menggunakan kalium untuk aktivitas metabolisme hidupnya (Notohadiprawiro, 1999). Hasil uji analisis variansi P 0,481> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa cair tahu dengan campuran limbah cair septic tank, urin sapi dan EM4 (Effective microorganisme 4) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan K dan kandungannya masih belum memenuhi SNI No. 70/Permentan/SR 140/ 2011 yaitu <3-6% (<30.000 60.000 ppm). Perubahan ph dan suhu Parameter pendukung dalam fermentasi adalah ph dan suhu. Hasil analisis awal ph limbah cair pada masing-masing perlakuan berkisar 5, sedangkan ph pada limbah cair tahu lebih asam yaitu 4 karena dalam pembuatan tahu dibutuhkan penambahan bahan penggumpal yang bersifat asam, yaitu CH 3 COOH dan CaSO 4 NH 2 O (Hartati dalam Mardiana, 2014). Hasil pengukuran ph akhir fermentasi adalah 4. Akhir proses penguraian menghasilkan pupuk organik cair yang bersifat asam, netral dan alkalis sebagai akibat dari sifat bahan organik. Nilai ph pupuk organik cair yang dihasilkan sudah berada pada kisaran ph pupuk organik cair yang ditetapkan sesuai Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR 140/ 2011 yatu 4-9. Hasil pengukuran suhu selama proses fermentasi bervariasi yaitu suhu berkisar antara 20-33 C. Suhu ini baik untuk fermentasi merujuk pendapat Ginting dalam Santoso (2010) yaitu suhu yang baik untuk fermentasi adalah 25-55 C. Kelimpahan Fitoplankton Pengujian pupuk cair organik yang dihasilkan terhadap fitoplankton mengalami peningkatan kelimpahan. Total kelimpahan

7 fitoplankton yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-Rata Kelimpahan Fitoplankton (Ind/L) Selama Penelitian Perlakuan Kelimpahan Fitoplankton (sel/l) Hari ke 3 Hari ke 6 Hari ke 9 Hari ke 12 Hari ke 15 Kontrol 2400 5200 7600 9200 8800 p1 5066 13600 30800 56533 50800 p2 9733 18533 35733 61733 57066 p3 20666 30533 48533 73866 68266 p4 7600 17067 34266 60533 55200 p5 12400 21867 39600 66000 60800 p6 26533 35733 52666 79600 74000 p7 21466 30666 47600 73466 68666 kematian, yakni penurunan jumlah sel dikarenakan laju kematian lebih tinggi daripada laju pertumbuhan sel sehingga kelimpahan fitoplankton mulai menurun. Menurut Rusyani (2001), terjadi penurunan jumlah sel dikarenakan baik kandungan nutrien maupun media kultur berada dalam jumlah yang terbatas. Pada awal kultur, kandungan nutrien masih tinggi, yang dimanfaatkan oleh masing-masing fitoplankton untuk melakukan proses pertumbuhan. Peningkatan jumlah sel akan Dari Tabel 4 diperoleh kelimpahan fitoplankton selama penelitian berfluktuasi dengan kelimpahan tertinggi pada perlakuan P6 dan terendah pada P1. Hal ini disebabkan P6 memiliki kandungan unsur hara (N, P, K) tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan P1 (kontrol) memiliki kelimpahan fitoplankton terendah karena minimnya unsur hara pada aquades dan penambahan pupuk organik cair yang diujikan. Kelimpahan fitoplankton pada hari ke-3 masih rendah karena masih sedikitnya jumlah sel yang mengalami proses pembelahan. Kelimpahan fitoplankton terus mengalami peningkatan pada hari ke- 6 dan ke-9. Puncak kelimpahan fitoplankton terjadi pada hari ke-12. Kelimpahan fitoplankton tidak lagi meningkat karena telah memasuki tahap stasioner yaitu setelah proses pembelahan sel mencapai puncak, maka tak terjadi proses pembelahan sel lagi, yang artinya laju pertumbuhan seimbang dengan laju kematian. Pada hari ke-15 kelimpahan fitoplankton mulai menurun. Hal ini dikarenakan fitoplankton mulai mengalami tahap terhenti pada satu titik puncak populasi, pada titik tersebut kebutuhan nutrien menjadi semakin lebih besar, sedangkan kandungan nutrien dalam media semakin menurun karena tidak dilakukannya penambahan nutrien. Selain itu, juga terjadi persaingan memperebutkan tempat hidup karena semakin banyak jumlahnya sel dalam volume yang tetap. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Campuran limbah cair tahu dengan limbah cair septic tank, urin sapi dan EM4 kompos mampu meningkatkan kandungan N, P dan K dengan perlakuan terbaik campuran limbah cair tahu, urin sapi dan

8 limbah cair tangki septik, namun belum memenuhi standar pupuk organik cair. Pupuk organik cair yang dihasilkan dapat meningkatkan kelimpahan fitoplankton. Saran Disarankan untuk mengganti komponen atau jenis limbah lain yang mengandung N, P dan K yang lebih tinggi dan mengganti sumber aktivator lain agar dapat memenuhi standar pupuk cair organik. DAFTAR PUSTAKA Dwicaksono, M., B. Suharto dan L.D. Susanawati. 2013. Pengaruh Penambahan EM4 pada Limbah Industri perikanan Terhadap Kualitas Pupuk cair Organik. Jurnal Sumberdaya Alam & Lingkungan. Vol.1 (1):1-6 Fitria, Y. 2008. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan menggunakan Asam Asetat dan EM. Skripsi Institut Pertanian Bogor. 72 Hal Pembuatan Pupuk cair dari Limbah Cair Ikan Terhadap Kandungan Hara Makro C, N, P, dan K. Jurnal Pupuk Organik Cair. Vol 2. (4)1-12 Notohadiprawiro T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rusyani, E., 2001, Pengaruh Dosis Zeolit yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Isochrysis galbana Klon Tahiti Skala Laboratorium dalam Media Komersial, skripsi tidak diterbitkan, Progran Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yuli, A. dan H. Hidayati. 2011. Kualitas Pupuk Cair Hasil Pengolahan Feses Sapi Potong Menggunakan Saccharomyces cereviceae. Jurnal Ilmu Ternak Vol.11 (2):1-11 Gandjar, I., W. Sjamsuridzal dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 238 hal.. Lisnasari, S.F, 1995. Pemanfaatan Gulma Air (Aquatic Weeds) Sebagai UpayaPengolahan Limbah Cair Industri Pembuatan Tahu. Tesis Magister. Program Pascasarjana USU, Medan Mulyadi, Y. Sudarno dan E. Sutrisno, 2013. Studi Penambahan Air Kelapa pada