BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB III LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

DAFTAR ISI. Instisari... i Abstrak...ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar...viii Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 13 Nomor 1 Juni 2015

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

PENGANTAR LOKAKARYA MANAJEMEN KEDARURATAN DAN PERENCANAAN KONTINJENSI. Painan, 29 November 3 Desember 2005 BAKORNAS PBP KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

LAMPIRAN. Kuesioner Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Becana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

PROVINSI JAWA TENGAH

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dari penelitian ini

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB I PENGANTAR. Wilayah Indonesia terletak pada jalur gempa bumi dan gunung berapi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

Membangun Kemandirian Melalui Desa Tangguh Bencana. Oleh : Yan Agus Supianto, S.IP, M.Si Kasi Pencegahan BPBD Kabupaten Garut

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 10

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

25/02/2015. Manajemen bencana Perencanaan,kedaruratan dan pemulihan. Jenis Bencana (UU 24/2007) Terjadinya Bencana. Potensi Tsunami di Indonesia

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

SUSUNAN PERTANYAAN WAWANCARA PERTANYAAN WAWANCARA KEPADA INFORMAN KUNCI. Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Sinabung?

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

Manajemen Pemulihan Infrastruktur Fisik Pasca Bencana

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal

menyatakan bahwa Kabupaten Klaten memiliki karakter wilayah yang rentan terhadap bencana, dan salah satu bencana yang terjadi adalah gempa bumi.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan the ring of fire. Wilayah ini berupa sebuah zona

DAFTAR USULAN KEGIATAN PEMBANGUNAN MUSRENBANG KABUPATEN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I P E N D A H U L U A N

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Merapi. Ada 8 Desa yang termasuk ke dalam KRB III. Penelitian ini bertujuan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RINGKASAN REVISI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TANGERANG PERIODE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Menurut indeks rawan bencana Indonesia (BNPB, 2011), Kabupaten

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng besar dunia

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap persiapan pelaksanaan rencana penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap tanggap darurat bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap transisi ke tahap pemulihan, dan tahap pemulihan. Namun, dalam penelitian ini hanya dibahas empat tahap karena tahap pemulihan masih berjalan sampai saat ini sehingga peneliti tidak dapat membahasnya. Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014 di Kabupaten Kediri telah terstruktur dengan baik tetapi perencanaan penanggulangan bencananya bersifat mendadak sehingga perencanaan belum dapat melingkupi semua aspek misalnya evakuasi hewan ternak yang tidak sempat dilakukan. Hal tersebut dikarenakan terdapat perencanaan kontinjensi dalam menghadapi bencana letusan Gunung Kelud yang tidak sesuai dengan rencana seperti melesetnya perkiraan letusan Gunung Kelud tetapi dokumen tersebut tidak diperbaiki. Oleh karena itu, peningkatan status Gunung Kelud mempengaruhi tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014. Selanjutnya, dibentuk Prosedur Tetap Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Kelud sebagai pedoman dalam menghadapi letusan Gunung Kelud. Empat tahap penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud tersebut mempunyai fokus kegiatan tertentu, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, berfokus pada kegiatan kerjasama, komunikasi, dan penyebaran informasi untuk hal-hal yang akan dilakukan saat tanggap darurat bencana. 2. Tahap persiapan pelaksanaan rencana penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, berfokus pada persiapan teknis penanganan bencna erupsi Gunung Kelud, kerjasama, komunikasi, dan penyebaran informasi. 153

3. Tahap tanggap darurat bencana erupsi Gunung Kelud 2014, berfokus pada penyelamatan nyawa manusia. 4. Tahap transisi ke tahap pemulihan, berfokus pada kegiatan peralihan dari penyelamatan nyawa manusia ke pemenuhan kebutuhan warga. Keempat tahap penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi tiap tahap penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud. Faktor-faktor tersebut mempunyai empat sifat yaitu dalam kendali, luar kendali, kontinyu, dan sesaat. Selanjutnya, faktor-faktor yang muncul dalam tiap tahap tersebut dikategorikan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang mempengaruhi suatu kejadian dari dalam. Faktor internal tersebut terdiri dari kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Kelud, koordinasi antar pelaku proses, penyiapan kendaraan untuk evakuasi, kecepatan pelaporan kepada ketua bakornas, pemilihan anggota Satlak PBP, perencanaan titik dan jalur evakuasi, pemanfaatan jalur evakausi, penyebaran informasi melalui RAPI, adanya petunjuk jalur evakuasi, dan kebutuhan warga yang harus dipenuhi. Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi suatu kejadian dari luar. Faktor eksternal terdiri dari perubahan status Gunung kelud, letusan Gunung Kelud, keaktifan lembaga swadaya masyarakat, waktu tempuh perubahan status Gunung Kelud yang singkat, kepercayaan warga, datangnya isu yang tidak jelas, mati listrik, dan keadaan panik. Agar penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud dapat mengurangi dampak risiko lebih banyak lagi, maka diperlukan perencanaan mitigasi yang matang. 6.2 Kontribusi Teoritik Berdasarkan perbandingan penanganan bencana erupsi Gunung Kelud dengan penanganan bencana erupsi pada gunung-gunung lain terdapat penahapan dan pola aktivitas pada tiap tahap yang berbeda. Dalam penanganan bencana erupsi Gunung Kelud diperlukan fleksibilitas artinya dapat terjadi perubahan dalam penanganan bencana karena antara perencanaan dan pelaksanaan tidak selalu sama atau bisa mengalami perubahan. Hal tersebut dikarenakan sifat bencana yang sulit 154

untuk diprediksi sehingga pelaksanaan penanganan bencana erupsi gunungapi bergantung pada kondisi bencana yang sedang terjadi. Pernyataan tersebut diperkuat dengan salah satu bukti dalam penanganan bencana erupsi Gunung Kelud 2014 di Kabupaten Kediri bahwa Kabupaten Kediri mempunyai dokumen rencana kontinjensi Kabupaten Kediri dalam menghadapi ancaman bencana letusan Gunungapi Kelud. Dalam dokumen rencana kontinjensi tersebut diperkirakan bahwa Gunung Kelud akan meletus pada 14 Februari 2011 pukul 10.00 WIB. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa Gunung Kelud belum memperlihatkan tanda-tanda akan meletus. Dokumen rencana kontinjensi tersebut belum diperbarui sampai akhirnya Gunung Kelud meletus pada 13 Februari 2014 pukul 22.50 WIB sehingga perencanaan penanganan bencana erupsi Gunung Kelud bersifat spontan yaitu ketika terdapat peningkatan status Gunung Kelud. Hal tersebut juga dikarenakan belum adanya lembaga penanggulangan bencana di Kabupaten Kediri atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Temuan ini termasuk dalam fase tanggap darurat bencana dalam siklus manajemen bencana. 6.3 Implikasi Kebijakan Berdasarkan perbandingan penanganan bencana erupsi pada Gunung Sinabung dan Gunung Merapi, maka terdapat dua jenis rekomendasi untuk kebijakan Pemerintah Kabupaten Kediri yaitu rekomendasi umum dan khusus. Berikut rekomendasi umumnya. 1. Menumbuhkan budaya mitigasi. Supriyono (2014) menyatakan bahwa mitigasi bencana erupsi gunungapi merupakan tindakan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana erupsi gunungapi dengan tujuan untuk mengurangi dampak bencana erupsi yang terjadi. Mitigasi bencana erupsi gunungapi dibagi menjadi mitigasi struktural dan non struktural. Mitigasi struktural yaitu suatu tindakan untuk mendesain bangunan dengan tujuan untuk menahan aliran lahar akibat gunung meletus, awan panas, dan getaran gempa bumi. Mitigasi struktural juga menyangkut pembangunan sungai-sungai yang bertujuan untuk meminimalkan dampak bencana banjir lahar dingin setelah terjadi 155

erupsi gunungapi. Tindakan mitigasi juga dapat berupa pembaharuan peta kawasan rawan bencana, pembuatan tempat berkumpul, tempat pengungsian, pembuatan jalur, dan petunjuk jalur evakuasi. Peta lontaran material dari bencana erupsi Gunung Kelud 2014 dapat menjadi rekomendasi untuk pembuatan peta kawasan rawan bencana. Rencana tempat titik kumpul perlu dibuat berupa taman bermain anak. Dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan sebagai tempat bermain anak. Saat terdapat potensi terjadi bencana, taman bermain tersebut digunakan sebagai tempat berkumpul sebelum mencapai tempat pengungsian. Lokasi pengungsian diperlukan tempat dengan kondisi bangunan permanen dan tertutup serta menjauhi sungai. Untuk jalur evakuasi diperlebar agar dapat dilewati dua buah kendaraan (truck) dari arah berlawanan. Petunjuk jalur evakuasi juga sebaiknya dibuat secara permanen agar masyarakat lebih tanggap letak tempat pengungsian yang telah disediakan. Diperlukan juga perencanaan evakuasi untuk hewan ternak sebagai aset warga selain lahan pertanian dan diperlukan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat sadar bahwa mereka hidup di daerah rawan bencana. Mitigasi non struktural adalah tindakantindakan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar mempunyai respon yang cepat terhadap bencana sehingga dapat mengurangi risiko bencana. Bentuk-bentuk mitigasi non struktural berupa pendidikan dan pelatihan tentang bencana erupsi gunungapi, simulasi penyelamatan diri, dan penanganan korban. 2. Membangun sistem pengelolaan bencana yang komprehensif dan holistik Membangun sistem pengelolaan bencana yang komprehensif adalah membentuk sistem pengelolaan bencana dengan melibatkan semua aspek dan dimensi kehidupan. Membangun sistem pengelolaan bencana yang holistik adalah membentuk sistem pengelolaan bencana yang tidak terpisahkan satu dengan yang lain yaitu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah terjadi bencana erupsi Gunung Kelud, peran pemerintah tidak selesai sampai di sini tapi 156

mengikuti siklus manajemen bencana atau siklus penanggulangan bencana yang disediakan oleh pemerintah. Berdasarkan Pemerintah Republik Indonesia (2007) melalui Undang-undang Nomor 24 tentang Penanggulangan Bencana pada Pasal 1 menyatakan bahwa Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Jadi, setelah bencana terjadi, pemerintah harus menyiapkan mitigasi, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi untuk bencana erupsi Gunung Kelud yang akan datang serta melakukan evaluasi terhadap penanganan bencana erupsi Gunung Kelud yang telah terjadi. 3. Penataan Ruang yang tepat Penataan ruang yang tepat di kawasan rawan bencana erupsi Gunung Kelud. Penataan ruang misalnya dengan merancang bangunan tangguh bencana, tidak mengubah pemanfataan ruang di kawasan rawan bencana yang dapat menimbulkan bencana lain serta tidak merusak lingkungan seperti pada radius 5 km diperlukan genteng yang tahan dengan lontaran material gunungapi seperti batu, kerikil, dan pasir. Diperlukan juga pengurangan kepadatan rumah pada radius 5 km dari pusat erupsi agar tidak terlalu banyak korban maupun kerusakan yang terjadi. Hal tersebut juga merupakan perencanaan permukiman di lereng Gunung Kelud. Selanjutnya, pembuatan titik kumpul berupa taman bermain anak. Dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan sebagai tempat bermain anak dan jika terdapat potensi bencana, taman bermain tersebut digunakan sebagai tempat berkumpul sebelum mencapai tempat pengungsian. Rekomendasi khusus adalah sebagai berikut: 1. Melakukan pendataan untuk semua jenis ternak 2. Membuat perencanaan evakuasi untuk hewan ternak, dimulai dari identifikasi hewan ternak, titik dan jalur evakuasi hewan ternak, pelayanan kesehatan, pemeliharaan, pendampingan hingga pelaporan. 157

3. Penyiapan sektor pendidikan pada kondisi darurat 4. Perlu adanya rekap kejadian banjir lahar dingin 6.4 Saran Penelitian Lebih Lanjut Penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih detail mengenai Gunung Kelud untuk melengkapi penelitian ini. Berikut ini saran untuk penelitian selanjutnya. 1. Perencanaan dan pelaksanaan mitigasi bencana erupsi Gunung Kelud 2. Pemanfataan jalur evakuasi bencana erupsi Gunung Kelud 2014 3. Keterkaitan antar fase dalam siklus manajemen bencana erupsi Gunung Kelud 4. Tahap pemulihan bencana erupsi Gunung Kelud 2014 5. Mengali lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi tahap tanggap darurat bencana erupsi Gunung Kelud 2014 6. Proses Evakuasi dalam tahap tanggap darurat bencana erupsi Gunung Kelud 2014 7. Evaluasi perencanaan dan pelaksanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014 158