BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata telah mengalami perkembangan yang pesat dalam satu dekade belakangan ini. Saat ini, pariwisata merupakan industri jasa terbesar di dunia dan memegang peranan penting dalam perekonomian secara global. Industri pariwisata memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan industri lainnya. Proses penyampaian produk dan jasa pada industri ini melibatkan wisatawan secara langsung, oleh karena itu industri penyedia tujuan wisata sebaiknya tetap menjaga citra tujuan wisata dan lebih meningkatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Dewasa ini, banyak ditemui tujuan-tujuan wisata baru, baik tujuan wisata dalam negeri maupun tujuan wisata luar negeri, sehingga mengakibatkan persaingan pada industri pariwisata semakin kompetitif yang pada akhirnya memaksa penyedia tujuan wisata mencari strategi terbaik yang membuat wisatawan tetap memilih berkunjung pada tujuan wisata tersebut. Hal ini perlu dilakukan karena mempertahankan wisatawan yang sudah ada memakan biaya yang lebih sedikit daripada mencari wisatawan baru untuk meningkatkan profitabilitas (Kotler, 2003), dan juga dapat mengurangi biaya pemasaran. Keputusan wisatawan untuk berkunjung menjadi hal yang sangat penting dalam persaingan pasar pariwisata yang semakin ketat. Usaha penyedia tujuan wisata untuk membuat wisatawan melakukan kunjungan 1
2 ulang bukanlah sesuatu yang mudah, mengingat perubahan-perubahan dapat terjadi setiap saat, baik perubahan dalam diri seperti selera wisatawan maupun psikologi, sosial dan budaya. Oleh karena itu memahami mengapa wisatawan melakukan kunjungan ulang sangatlah penting bagi perkembangan kemajuan tujuan wisata. Beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian atau keputusan untuk berkunjung adalah kualitas pelayanan dan kesediaan untuk membayar (willingness to pay). Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai sebuah sikap atau keputusan yang bersifat global dan menyeluruh, yang berhubungan dengan penilaian superioritas suatu jasa (Parasuraman, et al., 1988). Riset-riset empiris yang terkait dengan konsep kualitas pelayanan yang dihubungkan dengan aspek perilaku konsumen (khususnya pengaruhnya terhadap kepuasan maupun loyalitas konsumen) telah banyak dilakukan oleh kalangan akademisi maupun praktisi, dan hal itu semakin memperkuat paradigma akan pentingnya kualitas pelayanan atau service quality, yang merupakan aspek kunci yang bernilai strategis bagi sebuah perusahaan yang bergerak di sektor jasa (Lewis, 1991). Menurut Tamin (1999) willingness to pay adalah kesediaan pengguna untuk mengeluarkan imbalan atas jasa yang diperolehnya, sehingga barang dan jasa yang dijajakan harus mempunyai harga yang sesuai dengan kualitas yang diberikan. Terjadinya ketimbangan antara kualitas yang diberikan dengan harga yang ditetapkan akan berdampak pada rendahnya sikap dan perilaku beli wisatawan terhadap objek wisata yang ditawarkan.
3 Penelitian mengenai keputusan pembelian, antara lain dilakukan oleh Perez et al., (2007) yang menguji pengaruh dimensi kualitas pelayanan pada keputusan pembelian. Sampel dalam penelitian ini adalah pengguna jasa transportasi sektor publik yang berjumlah 100 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima dimensi kualitas pelayanan (tangible, reliability, responsiveness, assurance and empathy) berpengaruh pada keputusan pembelian pengguna jasa transportasi sektor publik. Selain itu, Ladhari (2009) melakukan penelitian mengenai keterkaitan antara kualitas pelayanan, kepuasan emosional dan niat berperilaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh pada kepuasan emosional dan niat berperilaku. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kualitas pelayanan yang baik akan meningkatkan kesediaan seseorang untuk membayar (willingness to pay) jasa yang digunakan. Penelitian ini menguji pengaruh kualitas pelayanan pada kesediaan untuk membayar (willingness to pay) dan keputusan pembelian serta menguji pengaruh kesediaan untuk membayar (willingness to pay) pada keputusan pembelian. Hal ini berdasarkan pada penelitian Perez et al., (2007) dan Ladhari (2009). Penelitian ini mengambil obyek penelitian Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Surakarta. Surakarta, atau yang dikenal dengan sebutan Solo, merupakan salah satu kota termaju di Provinsi Jawa Tengah yang memprioritaskan sektor pariwisata menjadi bagian terpenting dalam pembangunan daerahnya. Bahkan dalam visinya disebutkan, Solo sebagai kota yang bertumpu pada potensi
4 perdagangan, pariwisata, dan olahraga. Secara geografis dan administratif, Solo terletak di tengah Karesidenan Surakarta yang wilayahnya meliputi Kabupaten Karanganyar, Boyolali, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen dan Klaten sehingga memiliki banyak potensi wisata, baik wisata kultural, wisata edukasi, wisata belanja maupun wisata alam. Pada tahun 2007, Pemerintah Kota Surakarta melakukan City Branding dengan tag line atau slogannya: Solo, Spirit of Java dengan tujuan untuk memperkenalkan positioning dan karakter Kota Solo sebagai Semangatnya Jawa serta untuk menarik target pasar (investor, tourist, talent, event) untuk datang ke Solo. Pemerintah Kota Surakarta telah melakukan berbagai hal untuk mendukung kegiatan branding tersebut. Mulai dari melakukan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL), penataan kembali wajah kota, menghidupkan kembali Kampoeng Batik Laweyan, perbaikan pasar-pasar tradisional dan sarana transportasi umum, sampai menyelenggarakan acara-acara internasional untuk lebih mempromosikan Kota Surakarta. Acara-acara tersebut antara lain: SBC (Solo Batik Carnival), SIEM (Solo International Ethnic Music), dan SIPA (Solo International Performing Arts). Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan, di samping Taman Sriwedari, Balekambang, Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Pengembangan Taman Satwa Taru Jurug menjadi taman wisata, area konservasi flora/fauna, dan penyelamatan aset diperlukan perhatian dan peran pemerintah daerah, sehingga dapat mengantarkan Taman Satwa Taru Jurug menjadi sebuah lembaga yang berdaya dan mandiri, hal ini terbukti dari status
5 hukum yang tidak jelas dalam pengelolaannya. Bukti telah menunjukkan bahwa sejak dipindahkannya hewan-hewan dari Kebon Rojo ke Jurug hingga sampai sekarang pengelolaan Taman Satwa Taru Jurug belum mampu memberikan pendapatan bagi pemerintah daerah secara signifikan. Bahkan terkesan bermasalah dalam pengelolaannya, seperti menurunnya kualitas pelayanan oleh petugas kepada pengunjung, juga masalah pemeliharaan satwa, lokasi kurang bersih yang semuanya itu menjadikan brand Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) semakin turun. Untuk memenangkan persaingan di dalam industri pariwisata yang ketat, pihak pengelola Taman Satwa Taru Jurug harus memberikan pelayanan yang baik kepada konsumennya agar konsumen mau melakukan keputusan pembelian, karena perusahaan dikatakan berhasil mencapai tujuan apabila perusahaan berorientasi kepada konsumen dan dapat memenuhi harapan konsumen. Tjiptono (2006) mengungkapkan bahwa kualitas pelayanan yang baik akan memberikan dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan, hubungan yang kuat dengan perusahaan. Selanjutnya ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk lebih memahami dengan seksama keinginan serta kebutuhan konsumen, sehingga dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Willingness To Pay Pada Keputusan Pembelian Wisatawan Taman Satwa Taru Jurug Surakarta.
6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya, yaitu sebagai berikut: 1. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada willingness to pay? 2. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada keputusan pembelian? 3. Apakah willingness to pay berpengaruh pada keputusan pembelian? C. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini, adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh kualitas pelayanan pada willingness to pay 2. Untuk menganalisis pengaruh kualitas pelayanan pada keputusan pembelian 3. Untuk menganalisis willingness to pay pada keputusan pembelian D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Praktisi Penelitian dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan dan willingness to pay pada keputusan pembelian. Diharapkan analisis ini dapat bermanfaat bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan dan penentuan strategi-strategi yang efektif untuk memenangkan persaingan pasar.
7 2. Bagi Akademisi Penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh peneliti selama kegiatan perkuliahan dan peneliti dapat memahami suatu permasalahan yang muncul, khususnya di bidang yang berkaitan dengan penelitian yang dibuat. Manfaat penelitian ini lebih lanjut dapat digunakan sebagai wacana sekaligus menjadi acuan dalam melakukan penelitian mengenai permasalahan yang serupa.