BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk prosedur tersebut. Angka bedah caesar pada ibu usia 35 tahun ke atas jauh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

Prosedur Penilaian Pasca Sedasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

SKRIPSI. Diajukan Oleh : PARYANTO J

BAB I PENDAHULUAN. selama berabad-abad. Bagaimanapun, kemajuan tehnik anestesi modern. memungkinkan operasi menjadi lebih aman. Ahli anestesi yang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. diinginkan (Covino et al., 1994). Teknik ini pertama kali dilakukan oleh seorang ahli bedah

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapat dari studi pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

Budi Setyono, Lilis Murtutik, Anik Suwarni

BAB 1 PENDAHULUAN. dialami oleh klien diabetes mellitus. Selain permasalahan fisik tersebut, diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. penyesuaian dari keperawatan, khususnya keperawatan perioperatif. Perawat

MANAJEMEN NYERI POST OPERASI

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. didalam tindakan operasi atau pembedahan untuk menghilangkan rasa

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang

BAB I PENDAHULUAN. cara infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

RINI ASTRIYANA YULIANTIKA J500

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Anestesi spinal telah digunakan sejak tahun 1885 dan sekarang teknik ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida nitrat dan siklopropane.

BAB 1 PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB I PENDAHULUAN. (21,8%) diantaranya persalinan dengan Sectio Caesarea (Hutapea, H, 1976).

tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234 juta per tahun (Weiser, et al,

BAB I PENDAHULUAN. anestesi untuk pengelolaan nyeri, tanda vital, juga dalam pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. anestesi dapat menghambat kemampuan klien untuk merespon stimulus

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan operasi sangat beresiko, lebih dari 230 juta operasi mayor

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. caesarea yaitu bayi yang dikeluarkan lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003)

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

BAB 1 PENDAHULUAN. pada ibu dan janin sehingga menimbulkan kecemasan semua orang termasuk

CHECKLIST KELENGKAPAN DOKUMEN AKREDITASI POKJA PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB) NO. MATERI DOKUMEN NILAI KETERANGAN Elemen Penilaian PAB 1.

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. keperawatan kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu kedokteran saat ini telah berkembang jauh. lebih baik. Dari berbagai tindakan medis yang ada,

PANDUAN TEKNIS PESERTA DIDIK KEDOKTERAN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. dinding abdomen dan uterus (Fraser, 2009). Sedangkan menurut Wiknjosastro

SKRIPSI PENGARUH ELEVASI KAKI TERHADAP KESTABILAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN DENGAN SPINAL ANESTESI

Indikator Wajib pengukuran kualitas pelayanan keesehatan di FKRTL. Indikator Standar Dimensi Input/Proses l/klinis 1 Kepatuhan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku

BAB I PENDAHULUAN. dengan membuka sayatan.berdasarkan data yang diperoleh dari World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan data World Health Organization (2010) setiap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Persalinan adalah suatu proses mendorong keluar hasil konsepsi (janin, plasenta dan

GAMBARAN KECEMASAN IBU PRA SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG VK RSUD HASANUDDIN DAMRAH MANNA BENGKULU SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. macam keluhan penyakit, berbagai tindakan telah dilakukan, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang. memberikan pelayanan keperawatan dan menyelengarakan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat

BAB II PELAYANAN BEDAH OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit

NOTULEN. Peserta rapat : Tim Akuntabilitas Kinerja: - Kepala Bagian - Kepala Bidang - Kasubag - Kasi KEGIATAN RAPAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa awal atau muda adalah masa transisi dari remaja ke dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hospitalisasi anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif, menganalisis jenis operasi, memilih jenis dan teknik anestesi, memprediksi penyulit yang mungkin terjadi, mempersiapkan obat dan alat anestesi. Pada bedah elektif evaluasi pra anestesi dilakukan beberapa hari sebelum operasi, kemudian sehari sebelum operasi, selanjutnya pagi hari menjelang pasien dikirim ke kamar operasi dan terakhir dilakukan di kamar persiapan instalasi bedah sentral (IBS) untuk menentukan status fisik (ASA). Pada bedah darurat, evaluasi dilakukan di ruang persiapan operasi instalasi rawat darurat (IRD), karena waktu yang tersedia untuk evaluasi sangat terbatas, sehingga informasi tentang penyakit yang diderita kurang akurat (Mangku, 2010). Penilaian status fisik (ASA) pra anestesi sangatlah penting dilakukan oleh seorang anestetis termasuk perawat anestesi. Tindakan anestesi tidak dibedakan berdasarkan besar kecilnya suatu pembedahan namun pertimbangan terhadap pilihan teknik anestesi yang akan diberikan kepada pasien sangatlah kompleks dan komprehensif mengingat semua jenis anestesi memiliki faktor resiko komplikasi yang dapat mengancam jiwa pasien (Latief, 2009). 1

2 Beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan anastesia yang diberikan kepada pasien yang menjalani pembedahan yaitu: umur, jenis kelamin, status fisik (ASA), jenis operasi (lokasi operasi, posisi operasi, manipulasi operasi, durasi operasi), keterampilan operator dan peralatan yang dipakai, keterampilan / kemampuan pelaksana anestesi dan sarananya, status rumah sakit, permintaan pasien (Mangku, 2010). Spinal anestesi bisa memberikan kepuasan kepada pasien, baik dari segi teknik, kecepatan pemulihan dan minimalnya efek samping yang ditimbulkan, memberikan pengaruh minimal pada sistem pernafasan selama blok anestesi tidak mencapai blok yang tinggi, penurunan resiko aspirasi dan obstruksi jalan nafas, sedikit menimbulkan resiko hipoglikemi saat pasien terbangun, pasien bisa makan segera setelah operasi serta dapat memberikan relaksasi otot yang baik untuk operasi abdomen bagian bawah dan ekstrimitas bawah (Klienman, 2009). Kerugian spinal, diantaranya adalah hipotensi, post dural puncture headache (PDPH), gangguan persyarafan, anestesi blok spinal total, dan kejang yang diinduksi oleh anestetik lokal (Latief, 2009). Anestesi dapat berdampak pada sistem syaraf pusat. Efek pada sistem syaraf pusat lainnya termasuk mengantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi dapat timbul nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi sistem syaraf pusat dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi lokal. Anestesi lokal menimbulkan depresi jalur penghambatan kortikal, sehingga komponen eksitasi sisi sepihak akan

3 muncul. Tingkat transisi eksitasi tak seimbang ini akan diikuti oleh depresi sistem syaraf pusat, umumnya bila kadar anestesi lokal dalam darah lebih tinggi lagi (Katzung, 2008). Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh. Untuk menanganinya dengan pasien ditempatkan pada tempat tidur yang nyaman dan dipasang side railnya (Finucane, 2007). Perawatan post anestesi diperlukan untuk memulihkan kondisi pasien setelah menjalani operasi, baik pemulihan fisik maupun psikis. Terhambatnya pemulihan post anestesi berdampak pada timbulnya komplikasi seperti kecemasan dan depresi sehingga pasien memerlukan perawatan lebih lama di ruang pemulihan. Selain itu pasien tetap berada di ruang post anestesi care unit sampai pulih sepenuhnya dari pengaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien spinal anestesi dikeluarkan dari ruang post anestesi care unit adalah Bromage score 2 yaitu kemampuan pasien untuk menggerakkan kedua kaki (Finucane, 2007). Pasca menjalani pembedahan, pasien post spinal anestesi dipindahkan ke ruang pemulihan (recovery room) untuk dilakukan observasi dengan menggunakan parameter Bromage score. Indikasi keberhasilan paska spinal anestesi ditunjukkan dengan tercapainya Bromage score 2, sehingga pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan. Dampak dari lamanya pemulihan dapat mengakibatkan beberapa kerugian yaitu terganggunya psikologis pasien

4 karena tidak mampu menggerakkan ekstremitas bawah. Dampak lain dari gangguan neurologis yaitu terjadinya parastesi, kelemahan motorik, hilangnya kontrol spinkter meskipun sangat jarang terjadi. Dilaporkan juga adanya gangguan bersifat permanen walaupun pasien berstatus fisik (ASA) 1 dan 2. Penelitian yang dilakukan Sudani (2012) menyebutkan bahwa rata-rata waktu pencapaian skala Bromage score 2 pada pasien ASA I adalah 184,75 menit dan responden pasien ASA II 207 menit. Penelitian yang dilakukan Ervina (2014) menunjukkan rerata waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang menggunakan levobupivakain 0,5% 10 mg adalah sebesar 108,7 menit. Sedangkan angka waktu pulih hambatan motorik pada pasien yang menggunakan bupivakain 0,5% 10 mg adalah sebesar 152 menit. Penelitian Nuriyadi (2012), menunjukkan bahwa pasien pasca sectio caesarea dengan spinal anestesi dosis bupivacain 0,5% 20 mg memerlukan waktu pencapaian Bromage Score 2 pada menit ke 190-235, sedangkan pada bupivacain 0,5% 15 mg tercapai pada menit ke 155-195. Terdapat perbedaan lama waktu pencapaian Bromage Score 2 dengan beda waktu ± 35 menit (lebih cepat pada dosis 15 mg). Penelitian Subiyantoro (2014), menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh indeks masa tubuh (IMT) dengan waktu pencapaian Bromage Score 2 pada responden spinal anestesi. Berdasarkan data rekam medik di Instalasi Anestesi RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang didapatkan hasil bahwa pasien yang menjalani pembedahan dengan spinal anestesi dalam kurun waktu Juni 2016 sampai dengan Agustus 2016 sebanyak 447 pasien atau rata rata 149

5 pasien setiap bulan dengan klasifikasi ASA 1 sebanyak 62 (41,61%) dan ASA 2 sebanyak 87 (58,39). Pengamatan yang dilakukan peneliti di RSUD Kanjuruhan terhadap 5 pasien pasca spinal anestesi diketahui bahwa pasien dengan status ASA 1, waktu pencapaian bromage skor 2 selama 178-212 menit sedangkan pada pasien dengan status ASA 2, waktu pencapaian bromage skor 2 antara 198-254 menit. Dari gambaran tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan status fisik (ASA) pasien dengan waktu pencapaian Bromage score 2 pada pasien spinal anestesi di ruang pemulihan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah hubungan status fisik (ASA) dengan waktu pencapaian Bromage score 2 pada pasien spinal anestesi di ruang pemulihan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang? C. Tujuan Penelitianan 1. Tujuan Umum Diketahuinya hubungan status fisik (ASA) dengan waktu pencapaian Bromage score 2 pada pasien spinal anestesi di ruang pemulihan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya status fisik (ASA) pada pasien spinal anestesi di ruang pemulihan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang

6 b. Diketahuinya waktu pencapaian Bromage score 2 pada pasien spinal anestesi di ruang pemulihan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. c. Diketahuinya hubungan status fisik (ASA) dengan waktu pencapaian Bromage score 2 pada pasien spinal anestesi di ruang pemulihan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Untuk pengembangan ilmu keperawatan anestesi dalam hal monitoring pencapaian skala Bromage score pada pasien pasca spinal anestesi. 2. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Manajerial RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang Sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan di Instalasi Anestesi RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang. b. Tenaga perawat anestesi di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang Sebagai bahan pertimbangan membuat intervensi keperawatan pada pasien pasca spinal anestesi. c. Institusi pendidikan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

7 Sebagai bahan bacaan di perpustakaan jurusan keperawatan dan menambah daftar buku / referensi bagi mahasiswa. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis, belum pernah menemukan penelitian yang sama, namun ada penelitian yang hampir sama yaitu: 1. Rokim (2010) dengan judul penelitian: Perbedaan lama gerak kaki pada pasien pasca sectio sesaria dengan tindakan spinal anestesi posisi miring dan duduk di RSUD kota Yogyakarta. Jenis penelitian prospektif, teknik sampel metode consecutive sampling, dan menggunakan uji oneway anova. Hasil penelitian: P = 0.000 (P < 0.05) ada perbedaan lama gerak kaki pada pasien post sectio sesaria dengan tindakan spinal anestesi posisi miring dan duduk di RSUD Kota Yogyakarta. Pasien post sectio sesaria dengan tindakan spinal anestesi posisi lateral decubitus lebih lama gerak kakinya dibandingkan spinal anestesi posisi duduk. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti waktu pulih pasca spinal anestesi, pengambilan sampel dengan teknik consecutive sampling, jenis penelitian cohort prospektif. Perbedaannya adalah pada penelitian ini sampel diambil dari populasi pasien yang akan menjalani pembedahan dengan spinal anestesi dan bertempat di ruang pemulihan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang pada tahun 2016.

8 2. Nuriyadi (2011) dengan judul penelitian: Perbedaan lama waktu pencapaian skala Bromage score 2 dengan spinal anestesi bupivacain 0,5 % 20 mg dan bupivacain 0,5 % 15 mg pada pasien sectio sesaria di RSUD Muntilan. Jenis penelitian cohort atau prospektif, teknik sampel metode consecutive sampling, dan menggunakan uji t. Hasil penelitian P = 0.001 (P < 0.05) ada perbedaan lama waktu pencapaian skala Bromage score 2 dengan spinal anestesi bupivacain 0.5% 20 mg dan bupivacain 0.5% 15 mg pada pasien seksio sesaria di RSUD Muntilan. Pasien dengan spinal anestesi bupivakain 0.5% 20 mg lebih lama gerak kakinya dibandingkan dengan bupivacain 0.5% 15 mg. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama mengamati gerak kaki pasca spinal anestesi, pengambilan sampel dengan teknik consecutive sampling, dengan jenis penelitian cohort prospektif. Perbedaannya adalah penelitian ini dilaksanakan di ruang pemulihan RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang pada tahun 2016, sampel diambil dari pasien yang menjalani pembedahan dengan spinal anestesi.