Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginisiasi Hari Kesiapsiagaan Bencana dengan mengajak semua pihak meluangkan satu hari untuk melakukan latihan kesiapsiagaan bencana secara seretak pada 26 April 2017. Inisiasi dari BNPB menjadikan 26 April sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana tersebut bertujuan untuk membudayakan latihan secara terpadu, terencana dan berkesinambungan guna meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat menuju Indonesia Tangguh Bencana. Kegiatan utama pada Hari Kesiapsiagaan Bencana adalah dilaksanakannya latihan atau simulasi serentak di seluruh wilayah Indonesia, seperti latihan evakuasi mandiri, simulasi kebencanaan, uji sirine peringatan dini, uji shelter dan lainnya. Harapan dari latihan ini untuk memberikan pengetahuan kepada kita mengenai di mana posisi kita, serta risiko apa yang ada di sekitar kita, lalu apa solusinya dalam merespons risiko bencana tersebut. Kegiatan latihan evakuasi mandiri di seluruh Indonesia akan dilaksanakan secara serentak di sejumlah lokasi antara lain sebagai berikut: Sekolah di Lingkungan Dinas Pendidikan, Madrasah di lingkungan Kanwil Agama, Pom Bensin Pertamina, Lingkungan PT PAM, Bandara udara, Sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan, Madrasah di lingkungan Kanwil Agama, Kantor Pemerintah Daerah,
Jajaran TNI/POLRI, Hotel, Kantor Perbankan, Pusat Perbelanjaan Modern (Mall), Apartemen, Kondominium, Rusunawa, Perumahan yang Dikelola Pengembang dan Kawasan Permukiman Penduduk,dll. Adapun pilihan tanggal 26 April, sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana sebagaimana disampaikan oleh Kepala BNPB, H.E Willem Rampangilei pada acara sosialisasi persiapan pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana di Graha BNPB, Jumat (17/03), dilatarbelakangi 10 tahun ditetapkannya Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penangulangan Bencana yang jatuh pada 26 April 2017. Di mana Undang-undang ini sangat penting karena telah melahirkan berbagai legislasi, kebijakan dan program pemerintah yang mendukung kegiatan mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana. Sebagai titik awal perubahan paradigma dan mengubah cara pandang menyikapi bencana yang semula respons menuju paradigma pengurangan risiko bencana. Selanjutnya dalam rilis Humas BNPB disebutkan bahwa kegiatan ini akan dikembangkan secara nasional menjadi Hari Kesiapsiagaan Bencana di Indonesia yang diharapkan akan ditetapkan secara langsung oleh Bapak Presiden pada 26 April 2018. â œupaya pengurangan risiko bencana melalui latihan kesiapsiagaan, mitigasi struktural dan nonstruktural harus diperhitungkan sebagai investasi untuk keberlanjutan usaha dan pembangunan,â jelas Willem.
Semua orang, lanjut Willem, mempunyai risiko terhadap potensi bencana tersebut, sehingga penanganan bencana merupakan urusan semua pihak (Everybodyâ s business). Oleh sebab itu perlu dilakukan berbagi peran dan tanggung jawab (Shared responsibility) dalam peningkatan kesiapsiagaan di semua tingkatan baik untuk anak, remaja, dan dewasa. Seperti yang telah dilakukan di Jepang untuk menumbuhkan kesadaran kesiapsiagaan bencana. Willem juga memaparkan, terkait tren bencana ke depan terus cenderung meningkat, di antaranya 92% adalah bencana hidrometeorologi. Peningkatan bencana disebabkan oleh faktor alam dan antropogenik. Faktor alam meliputi dampak perubahan iklim global di mana frekuensi hujan ekstrem makin meningkat dan kerentanan lingkungan. Sedangkan, pengaruh antropogenik meliputi tingginya degradasi lingkungan, permukiman di daerah rawan bencana, DAS kritis, urbanisasi, dan lainnya. Selain dapat kita ketahui rekapitulasi kejadian dan dampak bencana tahun 2016 di mana terjadi 2.384 bencana yang mengakibatkan 521 jiwa meninggal dunia dan hilang, 3.164 juta jiwa menderita dan mengungsi. Kerusakan dan kerugian akibat bencana tertinggi masih didominasi oleh gempa bumi dan diikuti oleh bencana banjir dengan rata-rata kerugian setiap tahun akibat bencana sekitar 30 triliun rupiah.
Berdasarkan hasil kajian risiko bencana tahun 2015 yang disusun oleh BNPB (inarisk.bnpb.go.id), potensi jumlah jiwa terpapar risiko bencana, jumlah kerugian fisik, ekonomi, dan lingkungan, berkategori sedang-tinggi yang tersebar di 34 provinsi, per jenis ancaman bencana adalah sebagai berikut: Lima jenis bencana jiwa terpapar tertinggi adalah: Puting Beliung 244 juta jiwa, diikuti dengan kekeringan 228 juta jiwa, dan banjir 100 juta jiwa, lalu gempa bumi 86 juta jiwa, dan bencana tanah longsor 14 juta jiwa. Sedangkan untuk potensi kerugian fisik tertinggi untuk ancaman gempa bumi 467 miliar, dan banjir 176 miliar, tanah longsor 78 miliar. Seterusnya untuk potensi dampak ekonomi tertinggi adalah kekeringan 192 miliar, diikuti dengan bencana gempa bumi 182 miliar, dan bencana banjir sebesar 140 miliar. Selain itu, untuk potensi dampak lingkungan tertinggi adalah ancaman bencana kekeringan 63 ribu hektar, diikuti oleh bencana kebakaran hutan dan lahan 42 ribu hektar, dan tanah longsor 42 ribu hektar
Sementara itu menurut hasil penelitian dan survei di Jepang, Great Hansin Earthquake 1995, korban bencana yang dapat selamat dalam durasi â œgolden timesâ disebabkan oleh : Kesiapsiagaan diri sendiri sebesar 35 %, Dukungan anggota keluarga 31,9 %, Dukungan teman atau tetangga 28,1%, Dukungan orang di sekitarnya 2,60%, Dukungan Tim SAR 1,70 % dan lain-lain 0,90%. â œsangatlah jelas bahwa berdasarkan hasil kajian tersebut, maka individu dan masyarakat merupakan kunci utama yang perlu terus ditingkatkan,â ujar Willem. Atas dasar beberapa kajian dan referensi hasil survei tersebut, BNPB mendorong masyarakat untuk mampu mengelola ancaman dari bencana yang kerap atau berpotensi terjadi di lingkungannya. Masyarakat wajib tahu dan paham apa yang dilakukan saat gempa bumi, kebakaran gedung, tsunami, banjir bandang, tanah longsor atau letusan gunung api terjadi di lokasi mereka berada. (BNPB dan Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo-Humas Kemensetneg)