KATA PENGANTAR. Helmiati, SH, M.SI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Helmiati, SH, M.SI"

Transkripsi

1

2 KATA PENGANTAR Buku Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) ini disusun dengan mengacu pada Undangundang Tentang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007, Peraturan Menteri, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Data dan Informasi, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Buku ini berisikan gambaran umum dan perkembangan kondisi daerah rawan bencana di Indonesia. Data dan informasi perkembangan daerah tertentu di Indonesia yang disajikan dalam buku ini meliputi gambaran umum daerah rawan bencana yang terdiri dari sebaran dan upaya antisipasi bencana dan didasarkan pada 7 (tujuh) wilayah di Indoneisa, meliputi Wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Data yang disajikan merupakan data yang bersumber dari instansi terkait serta sumber-sumber lain sesuai dengan kebutuhan dalam kajian perkembangan daerah rawan bencana. Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan dalam penyusunan kajian dan rencana serta program pengembangan daerah rawan bencana yang akan datang. Jakarta, Oktober 2016 Kepala Pusat Data dan Informasi Helmiati, SH, M.SI i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Ruang Lingkup Pembahasan Tim Penyusun... 4 BAB II METODOLOGI Pengumpulan Data Pengolahan Data Penganalisisan dan Penyajian Data... 8 BAB III DESKRIPSI DAERAH RAWAN BENCANA Perkembangan Daerah Rawan Bencana Tahun Daerah Tertinggal yang Dikategorikan sebagai Daerah Rawan Bencana Tipologi Berdasarkan Indeks Pembangunan (IPD) di Daerah Rawan Bencana Kawasan Perdesaan di Daerah Rawan Bencana Permukiman Transmigrasi di Daerah Rawan Bencana Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri di Daerah Rawan Bencana BAB IV IDENTIFIKASI SEBARAN DAN KONDISI DAERAH RAWAN BENCANA Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sumatera ii

4 Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Sumatera Korban Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Kerusakan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Daerah Rawan Bencana di Wilayah Jawa Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Jawa Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Jawa Korban Akibat Bencana di Wilayah Jawa Kerusakan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Daerah Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Kalimantan Korban Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Kerusakan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Korban Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Kerusakan Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi iii

5 Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Sulawesi Korban Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Kerusakan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Daerah Rawan Bencana di Wilayah Maluku Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Maluku Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Maluku Korban Akibat Bencana di Wilayah Maluku Kerusakan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Daerah Rawan Bencana di Wilayah Papua Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Papua Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Papua Korban Akibat Bencana di Wilayah Papua Kerusakan Akibat Bencana di Wilayah Papua BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

6 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Jenis Ancaman Bencana di Indonesia Tabel 3.2. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Bencana di Indonesia Tahun Tabel 3.3. Perkembangan Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun Tabel 3.4 Kabupaten Tertinggal Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun Tabel 3.5 Rekapitulasi Perbandingan Tipologi berdasarkan IPD pada Daerah Rawan Bencana Tabel 3.6 Kawasan Perdesaan di Daerah Rawan Bencana Tabel 3.7 Unit Permukiman Transmigrasi Bina di Daerah Rawan Bencana Tabel 3.8 Unit Permukiman Transmigrasi Serah di Daerah Rawan Bencana Tabel 3.9 Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri di Daerah Rawan Bencana Tabel 4.1 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Tahun Tabel 4.2 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Sumatera Tabel 4.3 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Tabel 4.4 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Sumatera Tahun 2011 dan Tabel 4.5 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Sumatera Tahun 2011 dan Tabel 4.6 dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Sumatera Tahun Tabel 4.7 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Sumatera Tahun v

7 Tabel 4.8 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.9 dan Korban Hilang Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.10 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.11 dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.12 dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.13 dan Keruskan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.14 dan Keruskan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.15 dan Keruskan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.16 dan Keruskan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.17 dan Keruskan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.18 dan Keruskan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan Tabel 4.19 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Jawa Tabel 4.20 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Jawa Tabel 4.21 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Jawa Tahun vi

8 Tabel 4.22 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Jawa Tahun 2011 dan Tabel 4.23 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Jawa Tahun 2011 dan Tabel 4.24 dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Jawa Tahun Tabel 4.25 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Jawa Tahun Tabel 4.26 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.27 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.28 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.29 dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.30 dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.31 dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.32 dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.33 dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.34 dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.35 dan Kerusakan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.36 dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan Tabel 4.37 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan vii

9 Tabel 4.38 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Kalimantan Tabel 4.39 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun Tabel 4.40 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Kalimantan Tahun 2011 dan Tabel 4.41 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Kalimantan Tahun 2011 dan Tabel 4.42 dengan Keberadaan Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Kalimantan Tahun Tabel 4.43 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Kalimantan Tahun Tabel 4.44 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan Tabel 4.45 dan Korban HIlang Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan Tabel 4.46 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan Tabel 4.47 dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan Tabel 4.48 dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan Tabel 4.49 dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan Tabel 4.50 dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan Tabel 4.51 dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan viii

10 Tabel 4.52 Tabel 4.53 Tabel 4.54 Tabel 4.55 Tabel 4.56 Tabel 4.57 Tabel 4.58 Tabel 4.59 Tabel 4.60 Tabel 4.61 Tabel 4.62 Tabel 4.63 Tabel 4.64 dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan dan Kerusakan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2011 dan Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2011 dan dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan dan Korban Hilang Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan ix

11 Tabel 4.65 dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan Tabel 4.66 dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan Tabel 4.67 dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan Tabel 4.68 dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan Tabel 4.69 dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan Tabel 4.70 dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan Tabel 4.71 dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan Tabel 4.72 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Tabel 4.73 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Sulawesi Tabel 4.74 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun Tabel 4.75 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Sulawesi Tahun 2011 dan Tabel 4.76 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Sulawesi Tahun 2011 dan Tabel 4.77 dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Sulawesi Tahun x

12 Tabel 4.78 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Sulawesi Tahun Tabel 4.79 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.80 dan Korban Hilang Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.81 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.82 dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.83 dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di WIlayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.84 dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.85 dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.86 dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.87 dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.88 dan Kerusakan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.89 dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan Tabel 4.90 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Maluku Tabel 4.91 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Maluku xi

13 Tabel 4.92 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Maluku Tahun Tabel 4.93 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Maluku Tahun 2011 dan Tabel 4.94 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Maluku Tahun 2011 dan Tabel 4.95 dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Maluku Tahun Tabel 4.96 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Maluku Tahun Tabel 4.97 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan Tabel 4.98 dan Korban Hilang Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan Tabel 4.99 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan Tabel dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan Tabel dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan Tabel dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan Tabel dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan Tabel dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan Tabel dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan xii

14 Tabel dan Kerusakan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan Tabel dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan Tabel Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Papua Tabel Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Papua Tabel Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Papua Tabel Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Papua Tahun 2011 dan Tabel Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Papua Tahun 2011 dan Tabel dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Papua Tahun Tabel dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Papua Tahun Tabel dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan Tabel dan Korban Hilang Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan Tabel dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan Tabel dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan Tabel dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan Tabel dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan xiii

15 Tabel dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan Tabel dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan Tabel dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan Tabel dan Kerusakan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan Tabel dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Papua Tahun 2014 dan xiv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Peta Sebaran Daerah Rawan Bencana di Indonesia Tahun Gambar 3.2 Peta Sebaran Daerah Rawan Bencana di Indonesia Tahun Gambar 4.1 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Tahun Gambar 4.2 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Tahun Gambar 4.3 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Jawa Tahun Gambar 4.4 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Jawa Tahun Gambar 4.5 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun Gambar 4.6 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun Gambar 4.7 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Gambar 4.8 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Gambar 4.9 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun Gambar 4.10 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun Gambar 4.11 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Maluku Tahun Gambar 4.12 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Maluku Tahun Gambar 4.13 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Papua Tahun xv

17 Gambar 4.14 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Papua Tahun xvi

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel Sebaran Daerah Rawan Bencana Di Indonesia Tahun Lampiran 2. Tabel Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Bencana Per di Indonesia Tahun Lampiran 3. Tabel Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana di Indonesia Tahun Lampiran 4. Tabel Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Indonesia Lampiran 5. Tabel Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami Tahun 2011 dan Lampiran 6. Tabel Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Tahun 2011 dan Lampiran 7. Tabel Keberadaan Sistem Peringatan dini Bencana Alam dan Jalur Evakuasi Tahun xvii

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah memerlukan sinergitas antara stakeholder terkait dengan tujuan untuk mencapai hasil pembangunan yang optimal. Stakeholder terkait pembangunan daerah tersebut meliputi pemerintah, masyarakat dan sektor swasta. Pembangunan daerah erat kaitannya dengan karakteristik daerah yang kemudian dapat digunakan untuk mengetahui potensi daerah tersebut. Potensi yang dimaksud merupakan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah berkaitan dengan sumber daya yang terdapat di daerah tersebut baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang mengelolanya. Pengelolaan potensi daerah dapat dilaksanakan secara optimal apabila dalam pengelolaannya dilakukan identifikasi terhadap aspek-aspek ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagainya. Sesuai Peraturan Menteri, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, terdapat Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) yang merupakan bagian dari Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan Informasi (BALILATFO) mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengelolaan sistem informasi, manajemen data, pelayanan data dan informasi serta pengembangan sistem dan sumber daya informatika di bidang desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi. Daerah tertentu menjadi salah satu substansi yang menjadi bagian tugas dan fungsi Kementerian, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN ) yang memuat nawa cita (9 Agenda Strategi Prioritas Presiden), Nawacita ketiga yang berbunyi Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan" inilah yang menjadi roh atau spirit Kementerian, Pembangunan Daerah 1

20 Tertinggal dan Transmigrasi. Berdasarkan nawa cita itulah Kementerian, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, menelurkan 9 (sembilan) prioritas komponen atau kegiatan yang disebut Nawa Kerja, salah satu poin yang disebut yaitu pada poin ke-9 terkait save villages di daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar dan terpencil yang termasuk dalam pengembangan daerah tertentu yang pada akhirnya ditujukan untuk menangani permasalahan maupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di desa, daerah tertinggal dan transmigrasi. Berdasarkan Fokus Prioritas Kementerian, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tahun , pada poin ke-4 mengenai fokus prioritas pengembangan daerah tertentu, terdiri dari daerah rawan pangan, daerah perbatasan, daerah rawan bencana dan pasca konflik, daerah pulau kecil dan terluar. Untuk mendukung fokus prioritas tersebut, maka kemudian dilaksanakan program terkait perkembangan daerah tertentu. Program dan kegiatan yang dilaksanakan nantinya akan diintegrasikan dengan sistem terpadu melalui masukan (input) data dari Direktorat Jenderal terkait dengan pengembangan daerah tertentu tersebut. Fokus utama pengembangan daerah tertentu adalah meningkatkan derajat ketahanan Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam hal kerawanan bencana; menghadapi kerawanan pangan, konflik sosial (bencana sosial); meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat di daerah tertentu (Pusat Kegiatan Strategis Nasional), terutama di daerah perbatasan dan pulau kecil terluar. Berdasarkan Rakornas Direktorat Pengembangan Daerah Tertentu tahun 2015, daerah rawan bencana yang menjadi kajian dalam buku ini merupakan salah satu fokus utama dari pengembangan daerah tertentu yaitu dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana di daerah dan masyarakat dalam rangka menangani kerawanan bencana Tujuan dan Sasaran Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai adalah terkumpulnya data dan informasi serta gambaran umum daerah rawan bencana yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan daerah tersebut di Indonesia dan tersusunnya 2

21 Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) yang dapat memberikan kemudahan bagi setiap stakeholders terkait serta instansi lainnya dalam merumuskan kebijakan serta pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah rawan bencana. Hasil penyusunan akhir tersebut diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak lainnya dan bersinergi dengan rencana kerja Kementerian, Pembangunan Tertinggal dan Transmigrasi serta sesuai dengan program Nawacita yang disusun oleh Presiden Republik Indonesia. Kebijakan pembangunan nasional khususnya pembangunan daerah rawan bencana yang menjadi bagian dari daerah tertentu bertujuan untuk menghilangkan ketimpangan dan ketidakseimbangan yang melekat pada struktur masyarakat sehingga potensi dan sumber daya yang terdapat di daerah rawan bencana dapat dikelola secara optimal dan efisien Ruang Lingkup Pembahasan Penyusunan Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) dibatasi pada lingkup gambaran umum daerah rawan bencana sebagai salah satu aspek daerah tertentu yang meliputi sebaran dan upaya antisipasi bencana serta saran bagi perkembangan daerah rawan bencana tahun , daerah tertinggal, tipologi desa di daerah perbatasan berdasarkan Indeks Pembangunan (IPD), kawasan perdesaan, unit permukiman transmigrasi dan sebaran Kota Terpadu Mandiri (KTM) serta jumlah sarana dan prasarana di daerah perbatasan. Sehingga penyusunan, pengolahan data dan pembahasan dalam buku ini dibatasi pada aspek rawan bencana. Sebaran daeran rawan bencana yang dibahas dalam buku ini disajikan berdasarkan 3 (tiga) kelas risiko bencana yang meliputi Kelas Tinggi, Sedang, dan Rendah. Lingkup wilayah kajian daerah rawan bencana dalam Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu ini secara keseluruhan meliputi daerah rawan bencana di seluruh wilayah Indonesia. Pembahasan dalam buku ini akan dibagi berdasarkan wilayah 7 (tujuh) pulau besar di Indonesia yang 3

22 meliputi Wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua Tim Penyusun Tim Penyusun Buku Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu terdiri dari: 1. Pengarah Helmiati, SH, M.Si. 2. Penanggung Jawab Ir. Elly Sarikit, MM. 3. Tim Penyusun Anton Tri Susilo, BE, SE.; Y. Anggri Putra Kurniawan, S.Si.; Alfandi Pramandaru, S.T.; Esti Afriyani, S.Sos.; Ifan Hani Triono, S.Kom. 4

23 BAB II METODOLOGI Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan Buku Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) adalah sebagai berikut Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam Penyusunan Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) merupakan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data sekunder tersebut dilakukan melalui koordinasi dengan beberapa instansi teknis internal terkait, terutama Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu serta Pusat Data dan Informasi Balilatfo yang secara langsung berkaitan dengan kegiatan penyusunan buku ini. Selain Dirjen tersebut, koordinasi dengan unit teknis eksternal (kementerian/lembaga) terkait juga dilakukan untuk melakukan pengumpulan data lanjutan maupun data pendukung dalam Penyusunan Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana). Data yang dikumpulkan dalam penyusunan datin ini adalah sebagai berikut: a. Data sebaran dan klasifikasi daerah rawan bencana Data tersebut bersumber dari data Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) pada tahun 2011 dan tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan berperan sebagai unit teknis eksternal yang menyediakan data sekunder sebagai data utama. b. Data dan transmigrasi yang relevan dengan perkembangan daerah rawan bencana Data yang dimaksud meliputi data tipologi desa, Indeks Pembangunan (IPD) didapatkan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Data mengenai kawasan perdesaan yang didapatkan dari Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan 5

24 (PKP), data unit permukiman transmigrasi dan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di daerah rawan bencana yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi (PKP2Trans) dan Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PKPTrans). c. Data Upaya Antisipasi Bencana Data upaya antisipasi bencana dalam Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) yang digunakan merupakan data Potensi (PODES) tahun 2011 dan tahun Data PODES yang digunakan sebagai data pendukung dalam penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) ini meliputi data-data yang berkaitan dengan upaya antisipasi bencana alam seperti data sistem peringatan dini bencana khusus tsunami, perlengkapan keselamatan, gotong royong warga, penyuluhan keselamatan, sistem peringatan dini bencana alam, dan jalur evakuasi. Data PODES tahun 2011 dan tahun 2014 tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang berperan sebagai unit teknis eksternal penyedia data sekunder. Secara umum, Penyusunan Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) ini mengacu pada kode dan data wilayah administrasi pemerintahan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) yang terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 56 Tahun Pengolahan Data Pengolahan data terlebih dahulu dilakukan melalui verifikasi terhadap data data yang telah diperoleh dan kemudian dilakukan konfirmasi dengan unit teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu. Selanjutnya, data dan materi tersebut digunakan sebagai bahan untuk penyusunan Buku Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana). Secara umum, pengolahan data yang dilakukan meliputi layouting, analisis deskriptif dan editing sesuai dengan metodologi Penyusunan Buku 6

25 Perkembangan Daerah Tertentu yang dituangkan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 2.1 di bawah ini. Proses layouting merupakan proses penyusunan kerangka buku sebagai acuan dalam penyusunan dan pengolahan data selanjutnya. Data dan informasi yang telah dikumpulkan kemudian diolah dalam bentuk tabel maupun grafik yang selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif. Analisis deskriptif yang dilakukan merupakan salah satu proses pengolahan data yang mengacu pada hasil olahan data dan kemudian mendeskripsikan data tersebut. Proses pengolahan data selanjutnya adalah editing, yaitu memeriksa dan meneliti kembali hasil layout dan analisis data maupun buku secara keseluruhan. Secara lebih spesifik, pengolahan data dalam Penyusunan Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertentu (Daerah Rawan Bencana) dilakukan terhadap data utama, yaitu data sebaran dan klasifikasi daerah rawan bencana yang bersumber dari data Indeks Risiko Bencana Indonesia Tahun 2011 dan 2013 serta data terkait upaya antisipasi bencana yang bersumber dari data PODES 2011 dan Data sebaran dan klasifikasi daerah rawan bencana diolah melalui pengelompokkan daerah beserta klasifikasi kelas resiko bencana di tiap 7 (tujuh) pulau besar di Indonesia dan perkembangannya dalam 2 (dua) tahun yang berbeda. Begitu pula pengolahan data yang dilakukan terhadap data PODES 2011 dan 2014 tidak jauh berbeda dengan pengolahan data sebelumnya. 7

26 2.3. Penganalisisan dan Penyajian Data Perkembangan Aspek Daerah Tertentu Daerah Rawan Pangan Daerah Pulau Keci Terluar Daerah Perbatasan Daerah Rawan Bencana Daerah Pasca Konflik Pengumpulan Data Sekunder Unit Teknis Internal Kementerian, PDT dan Transmigrasi Ditjen PPMD Data IDM Ditjen PKP Data Kawasan Perdesaan Ditjen PKP2Trans Data Unit Permukiman Transmigrasi Ditjen PKPTrans Data Kota Terpadu Mandiri (KTM) Unit Teknis Eksternal Kementerian/Lembaga Terkait IRBI Data Daerah Rawan Bencana 2011 dan 2013 DIBI Data Informasi Bencana Indonesia BPS Data Podes 2011 dan 2014 Pengolahan Data Layout Analisis Deskriptif Editing Buku Perkembangan Daerah Perbatasan dan Album Peta Gambar Metodologi Penyusunan Data dan Informasi Perkembangan Daerah Rawan Bencana 8

27 BAB III DESKRIPSI DAERAH RAWAN BENCANA Daerah rawan bencana, sebagai salah satu aspek kajian daerah tertentu, menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dijelaskan bahwa bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Penyebab bencana terbagi menjadi 3 faktor, yaitu: 1. Faktor Alam terdiri dari bencana gempabumi, banjir, tanah longsor, erupsi gunungapi, angin puting beliung, wabah penyakit, dan lainnya. 2. Faktor Non alam terdiri dari kebakaran hutan dan lahan, kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi, dan lainnya. 3. Faktor Manusia terdiri dari Kerusuhan sosial,konflik, teror, dan lainnya. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian risiko bencana, di Indonesia secara garis besar memiliki 13 ancaman bencana. Setiap Jenis bencana terdapat indikator dalam hal komponen indeks ancaman bencana yang tersusun berdasarkan 2 (dua) komponen, yaitu kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat dari tiap kejadian. Berbagai jenis ancaman yang ada di Indonesia dijelaskan pada Tabel 3.1. sebagai berikut: 9

28 Tabel 3.1. Jenis Ancaman Bencana di Indonesia No Kategori Bencana Deskripsi 1. Gempa Bumi Peristiwa pelapasan energi yg menyebabkan pergeseran pada lempeng bumi secara tiba-tiba 2. Tsunami Rangkaian gelombang laut yg menjalar dengan kecepatan tinggi. Sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempabumi. 3. Banjir Fenomena alam yg biasa terjadi di suatu kawasan yg banyak dialiri oleh aliran sungai dengan volume air yang sangat byk sehingga tidak tertampung 4. Tanah Longsor Faktor yg mempengaruhi terjadinya bencana tanah longsor adalah lereng yg gundul serta kondisi tanah & bebatuan yg rapuh serta air hujan 5. Letusan Gunung Api Proses keluarnya magma ke permukaan bumi yg disembabkan adanya tenaga yg mendorong dari dalam bumi 6. Kekeringan Menurunnya fungsi lahan dlm menyimpan air dikarenakan rusaknya ekosistem akibat pemanfaatan lahan yg berlebihan 7. Gelombang Ekstrim & Abrasi Proses naiknya air laut yg disertai dgn ombak yg besar akibat adanya tarikan graftiasi bulan 8. Cuaca Ekstrim Terkait dengan kejadian angin puting beliung di suatu daerah 9. Kebakaran Hutan & Lahan Merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar tanaman/sejenisnya kemudian mneyebar tdk menentu secara perlahan 10. Kebakaran Gedung & Permukiman Merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bangunan/sejenisnya kemudian mneyebar tdk menentu secara perlahan 11. Epidemi & Wabah Penyakit Merupakan wabah penyakit yg menyebar secara cepat, luas & besar serta ancaman yg diakibatkan boleh menyebarnya penyakit menular yg berjangkit di daerah tertentu dlm waktu tertentu 12. Gagal Teknologi Kejadian yg diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian, & kesengajaan manusia dlm penggunaan teknologi/industri 13. Konflik Sosial Kejadian yg diakibatkan oleh kurang harmonisnya di dalam kehidupan bermasyarakat yg menimbulkan kontak fisik Sumber: Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2013 Terdapat sebanyak 497 kabupaten yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia ditetapkan sebagai daerah rawan bencana dengan 3 (tiga) kelas indeks risiko bencana sebagai acuan dalam upaya antisipasi bencana. 10

29 tersebut berdasarkan data Indeks Risiko Bencana Indoneisa (IRBI) 2013 yang bersumber dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Perkembangan Daerah Rawan Bencana Tahun Berdasarkan data daerah rawan bencana di Indonesia yang disajikan pada Indeks Risiko Bencana Indonesia tahun 2011 dan tahun 2013, diketahui bahwa pada tahun 2011 jumlah daerah rawan bencana di Indonesia sebanyak 490 kabupaten yang tersebar di 33 provinsi, sedangkan data pada tahun 2013 sebanyak 497 kabupaten yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Tabel 3.2. Perkembangan Sebaran Daerah Rawan Bencana di Indonesia Tahun No Daerah Rawan Bencana Kenaikan 1 Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Sumber: Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2011 dan Tahun 2013 Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 3.2. di atas, wilayah yang mengalami peningkatan jumlah daerah rawan bencana dapat terlihat di 2 (dua) wilayah yaitu Sulawesi dengan persentase kenaikan sebanyak 8.95% dan Wilayah Maluku dengan persentase kenaikan sebanyak 5.26%. Dapat disimpulkan secara keseluruhan bahwa adanya peningkatan jumlah daerah yang dikategorikan sebagai daerah rawan bencana di Indoneisa dari tahun 2011 hingga 2013 sebanyak 7 (tujuh) daerah atau sebesar 1.43%. Walaupun demikian, secara garis besar wilayah di Indonesia selama rentang waktu dari tahun 2011 hingga 2013 tingkat risiko bencana yang dialami menunjukkan perkembangan dari segi positif. Hal ini terlihat dari jumlah kelas risiko bencana Kelas Tinggi pada tahun 2011 sebanyak 393 daerah dan mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi 325 daerah. Diketahui bahwa 11

30 berdasarkan data Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2013 memiliki 3 (tiga) Kelas Indeks Risiko Bencana yaitu Kelas Tinggi, Sedang, dan Rendah. Data tersebut disajikan pada Tabel 3.3. di bawah ini. No Tabel 3.3. Perkembangan Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana di Indonesia Tahun Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2011 Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah 1 Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Sumber: Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun

31 Gambar 3.1 Peta Sebaran Daerah Rawan Bencana di Indonesia Tahun

32 Gambar 3.2 Peta Sebaran Daerah Rawan Bencana di Indonesia Tahun

33 Selain data sebaran sebagai acuan dalam perkembangan daerah rawan bencana yang digunakan dalam Buku Perkembangan Daerah Tertentu, adapun data fasilitas/upaya antisipasi/mitigasi bencana yang bersumber dari data Potensi (PODES) yang diambil dari data tahun 2011 dan Beberapa data tersebut didalamnya meliputi data pada tahun 2011 terdiri dari Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami, Perlengkapan Keselamatan, Gotong Royong Warga, Penyuluhan Keselamatan, sedangkan pada tahun 2014 terdiri dari Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami, Perlengkapan Keselamatan, Sistem Peringatan Dini Bencana, dan Jalur Evakuasi. Untuk mengetahui perkembangan di suatu daerah dalam upaya antisipasi bencana, maka dapat diketahui dari jenis upaya yang sama di tahun yang berbeda, seperti Upaya Antisipasi Bencana Khusus Tsunami dan Perlengkapan Keselamatan menurut data Potensi (PODES) pada tahun 2011 dan 2014 dalam peningkatan fasilitas/upaya antisipasi/mitigasi bencana. Selain itu untuk fasilitas/upaya antisipasi/mitigasi bencana lainnya (Gotong Royong Warga, Penyuluhan Keselamatan pada tahun 2011, Sistem Peringatan Dini Bencana, dan Jalur Evakuasi pada tahun 2014) akan dijelaskan di dalam buku ini untuk melihat kapasitas suatu daerah dalam mewujudkan upaya antisipasi bencana guna mengurangi dampak yang diakibatkan oleh bencana agar tepat sasaran Daerah Tertinggal yang Dikategorikan sebagai Daerah Rawan Bencana Daerah tertentu memiliki kaitan dengan daerah tertinggal di Wilayah Indonesia dilihat dari indikator penentuan daerah serta karakteristik lainnya. Dari kondisi tersebut maka secara langsung daerah rawan bencana berkaitan pula dengan daerah tertinggal. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015 daerah tertinggal di Indonesia pada tahun 2015 adalah sebanyak 122 kabupaten yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Berdasarkan Tabel 3.4 di bawah ini, dapat diketahui sebanyak 76 Kabupaten tertinggal termasuk dalam kelas tinggi, 37 Kabupaten tertinggal 15

34 termasuk kelas sedang, dan 9 Kabupaten tertinggal belum terklasifikasi ke dalam kelas Indeks Risiko Bencana Indonesia. Tabel 3.4 Kabupaten Tertinggal Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana di Indonesia Tahun 2013 No Wilayah Kabupaten Tertinggal Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Belum Terklasifikasi Sedang Tinggi 1 Sumatera Jawa Bali Dan Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Sumber : - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun Tipologi Berdasarkan Indeks Pembangunan (IPD) di Daerah Rawan Bencana Indeks Pembangunan merupakan klasifikasi desa yang terbagi atas tiga kategori yaitu Tertinggal, Berkembang, dan Mandiri. Menurut data Indeks Pembangunan yang dikeluarkan oleh Bappenas, keseluruhan berdasarkan Permendagri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan sebanyak desa, namun berdasarkan data IPD ada (99,12%) yang sudah mendapat id (kode wilayah), artinya masih ada 661 desa (0,88%) yang belum memiliki id (kode wilayah). sebanyak antara lain terdiri dari (3,88%) Mandiri, (68,25%) Berkembang, dan (26,99%) tertinggal. Berdasarkan Tabel 3.5 di bawah ini, dapat diketahui (73,14 %) terletak di Kabupaten yang memiliki kelas tinggi risiko bencana, (24,79 %) terletak di Kabupaten yang memiliki kelas sedang risiko 16

35 bencana, dan (2,07 %) terletak di Kabupaten yang belum terklasifikasi kelas risiko bencana. Tabel 3.5 Rekapitulasi Perbandingan Tipologi Berdasarkan IPD pada Daerah Rawan Bencana Kategori Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi Sedang Belum Terklasifikasi % % % Mandiri , , , ,88 Berkembang , , ,25 Tertinggal , , , ,99 (IPD) , , , ,12 desa tanpa id (kode wilayah) 661 0,88 Grand Total ,00 Sumber: - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Indeks Pembangunan (IPD), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Tahun Permendagri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Kawasan Perdesaan di Daerah Rawan Bencana Pembangunan kawasan perdesaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang. Terkait kawasan perdesaaan, merupakan salah satu kawasan strategis nasional yang memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan nasional. Terdapat 72 kawasan perdesaan pada tahun 2015 yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan, Kementerian, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di seluruh Indonesia. Berdasarkan data pada Tabel 3.6 di bawah ini terdapat sebanyak 54 Kawasan Perdesaan yang terletak di Kabupaten yang memiliki kelas tinggi risiko bencana, 17 Kawasan Perdesaan yang terletak di Kabupaten yang memiliki kelas sedang risiko bencana, dan 1 Kawasan Perdesaan yang terletak di Kabupaten yang belum terklasifikasi kelas risiko bencana. Total % 17

36 Wilayah Tabel 3.6 Kawasan Perdesaan di Daerah Rawan Bencana Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Belum Tinggi Sedang Terklasifikasi Kawasan Perdesaan % % % % Sumatera 9 12,50 4 5,56 0 0, ,06 Jawa 16 22,22 6 8,33 0 0, ,56 Kalimantan 8 11,11 3 4,17 1 1, ,67 Bali dan Nusa Tenggara 3 4,17 1 1,39 0 0,00 4 5,56 Sulawesi 11 15,28 2 2,78 0 0, ,06 Maluku 4 5,56 0,00 0 0,00 4 5,56 Papua 3 4,17 1 1,39 0 0,00 4 5,56 Kawasan Perdesaan ,61 1 1, Sumber: - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan, Tahun Peraturan Menteri, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 5 tahun 2016 Tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan 3.5. Permukiman Transmigrasi di Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.22/MEN/X/2007, Unit Permukiman Transmigrasi (UPT), merupakan satuan permukiman transmigrasi yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat usaha transmigran yang sejak awal direncanakan untuk membentuk suatu desa atau bergabung dengan desa setempat. Berdasarkan hasil pembahasan dan koreksi yang dilakukan secara terkoordinasi antara Pusat Data dan Informasi, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi, Sekretariat Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Direktorat Pembangunan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan Transmigrasi (Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi), Direktorat Penataan Persebaran Penduduk dan Direktorat Pembangunan Permukiman Transmigrasi (Direktorat Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi) dan Biro Perencanaan Tahun 2016 terdapat 174 permukiman Transmigrasi yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia. 18

37 Berdasarkan data pada Tabel 3.7 di bawah ini, sebanyak 140 Lokasi Permukiman Transmigrasi Bina yang terletak di Kabupaten yang memiliki kelas tinggi risiko bencana, 32 Lokasi Permuikman Transmigrasi yang terletak di Kabupaten yang memiliki kelas sedang risiko bencana, dan 2 Lokasi Permukiman Transmigrasi Bina yang terletak di Kabupaten yang belum terklasifikasi kelas risiko bencana. Tabel 3.7 Unit Permukiman Transmigrasi Bina di Daerah Rawan Bencana Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 UPT Bina Wilayah Belum Tinggi Sedang Terklasifikasi % % % % Sumatera 34 19, ,90 1 0, ,01 Jawa 0,00 0,00 0,00 0 0,00 Kalimantan 32 18,39 5 2,87 0, ,26 Bali dan Nusa Tenggara 13 7,47 3 1,72 0, ,20 Sulawesi 43 24,71 8 4,60 1 0, ,89 Maluku 13 7,47 1 0,57 0, ,05 Papua 5 2,87 3 1,72 0,00 8 4,60 UPT Bina , ,39 2 1, Sumber: - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Pusat Data dan Informasi, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan Informasi, Kementerian,Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Tahun 2016 Sementara, jumlah UPT yang sudah diserahkan kepada Pemerintah Daerah terkait, pada tahun 2015 sebanyak 18 UPT. Sebanyak 16 UPT terletak di Kabupaten yang memiliki kelas tinggi risiko bencana, dan 2 UPT terletak di Kabupaten yang memiliki kelas sedang, yaitu UPT Bandar Agung di Bengkulu, dan UPT Balingara (Garkim) di Sulawesi Selatan 19

38 Tabel 3.8 Unit Permukiman Transmigrasi Serah di Daerah Rawan Bencana Wilayah Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi Sedang Belum Terklasifikasi UPT Serah % % % % Sumatera 1 5,56 1 5,56 0, ,11 Jawa 0,00 0,00 0,00 0 0,00 Kalimantan 6 33,33 0,00 0, ,33 Bali dan Nusa Tenggara 3 16,67 0,00 0, ,67 Sulawesi 5 27,78 1 5,56 0, ,33 Maluku 1 5,56 0,00 0,00 1 5,56 Papua 0,00 0,00 0,00 0 0,00 UPT Bina 16 88, ,11 0 0, Sumber: - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Pusat Data dan Informasi, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan dan Informasi, Kementerian,Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Tahun Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri di Daerah Rawan Bencana Kota Terpadu Mandiri (KTM) merupakan kawasan transmigrasi yang dibentuk untuk menjadi pusat pertumbuhan melalui pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Kota Terpadu Mandiri (KTM) termasuk dalam kawasan strategis nasional yang berfungsi sebagai daya dorong bagi pengembangan daerah. Saat ini, terdapat 48 Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang ada di seluruh Indonesia. Dari 48 KTM tersebut terdapat 34 KTM yang terletak di Kabupaten kelas tinggi risiko bencana, 13 KTM yang terletak di Kabupaten kelas sedang risiko bencana, dan 1 KTM yang terletak di Kabupaten yang belum terklasifikasi kelas risiko bencana. 20

39 Tabel 3.9 Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri di Daerah Rawan Bencana No Wilayah Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi Sedang Belum Terklasifikasi KPB/ KTM % % % JUMLAH % 1 Sumatera 8 16, ,75 0, ,42 2 Jawa 0,00 0,00 0,00 0 0,00 3 Kalimantan 11 22,92 0,00 0, ,92 4 Bali dan Nusa Tenggara 2 4,17 1 2,08 0,00 3 6,25 5 Sulawesi 9 18,75 2 4,17 1 2, ,00 6 Maluku 2 4,17 0,00 0,00 2 4,16 7 Papua 2 4,17 1 2,08 0,00 3 6,25 KPB/ KTM 34 70, ,08 1 2, Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No KEP. 293/MEN/IX/2009 Tentang Penetapan Lokasi Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Tahun

40 BAB IV IDENTIFIKASI SEBARAN DAN KONDISI DAERAH RAWAN BENCANA 4.1 Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Wilayah Sumatera pada umumnya merupakan daerah dengan fisiografis yang bervariasi berhadapan dengan lempeng tektonik hindia di sisi barat Indonesia dengan banyak terdapat gunung api serta berpotensi terjadinya gempa bumi dan tsunami. Selain itu juga Wilayah Sumatera mempunyai sungai yang banyak dan cukup besar serta bentuk topografi perbukitan, sehingga berpotensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor serta faktor-faktor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya bencana Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Daerah rawan bencana di Wilayah Sumatera terdapat di 151 Kabupaten yang tersebar di 10 yang meliputi Aceh, Sumatra Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, dan Lampung. Daerah rawan bencana di Wilayah Sumatera terdiri dari daerah rawan bencana dengan kelas indeks risiko kelas tinggi, kelas sedang,dan kelas rendah berdasarkan data dari Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) Tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Menurut data IRBI tersebut Wilayah Sumatera merupakan daerah dengan kelas indeks risiko kelas tinggi yang tersebar di 81 Kabupaten atau sebanyak 53,64%, sedangkan dengan kelas indeks risiko bencana kelas sedang tersebar di 70 Kabupaten atau sebanyak 46,36%. Artinya Wilayah Sumatera adalah daerah yang didominasi oleh rawan bencana kelas tinggi. Dari jumlah daerah rawan bencana tersebut terdapat 5 (lima) provinsi dengan jumlah kelas tinggi paling banyak, yaitu Aceh, Bangka Belitung, Bengkulu, Riau, dan Sumatera Utara. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah rawan bencana khususnya di Wilayah Sumatera untuk segera dilakukan upaya antisipasi bencana baik 22

41 sebelum atau pada saat terjadinya bencana untuk mengurangi dampak yang terjadi di wilayah tersebut. Berdasarkan Tabel 4.1 di bawah ini, daerah rawan bencana dengan kelas tinggi dengan persentase paling banyak di Wilayah Sumatera terdapat di Bangka Belitung yaitu sebanyak 85,71% atau sebanyak 6 kabupaten, sedangkan dengan jumlah daerah rawan bencana kelas tinggi paling sedikit terdapat di Kepulauan Riau yaitu sebanyak 0 kabupaten, ini dikarenakan Kepulauan Riau didominasi oleh daerah rawan bencana kelas sedang yaitu sebanyak 7 kabupaten. No Tabel 4.1 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2013 Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi % Sedang % Rendah % Total Daerah Rawan Bencana Total Daerah Rawan Bencana 1 Aceh 15 65, ,78 0 0, ,23 2 Bangka Belitung 6 85, ,29 0 0,00 7 4,63 3 Bengkulu 8 80, ,00 0 0, ,62 4 Jambi 5 45, ,55 0 0, ,29 5 Kepulauan Riau 0 0, ,00 0 0,00 7 4,63 6 Lampung 7 50, ,00 0 0, ,27 7 Riau 8 66, ,33 0 0, ,95 8 Sumatera Barat 8 42, ,89 0 0, ,58 9 Sumatera Selatan 7 46, ,33 0 0, ,93 10 Sumatera Utara 17 51, ,48 0 0, ,85 JUMLAH 81 53, ,36 0 0, Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2013 Daerah tertinggal di Indonesia terdiri dari 122 kabupaten yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dari 122 kabupaten tertinggal tersebut, terdapat 13 kabupaten yang merupakan daerah tertinggal di Wilayah Sumatera yang termasuk didalamnya 2 kabupaten Daerah Otonomi Baru. Sebanyak 11 kabupaten dari jumlah daerah tertinggal di Wilayah Sumatera merupakan daerah rawan bencana. Berdasarkan Tabel 4.2 di bawah ini diketahui bahwa terdapat 10 Kabupaten tertinggal dengan kelas tinggi dalam indeks risiko bencana, 23

42 sedangkan dengan kelas sedang hanya ada 1 Kabupaten tertinggal yaitu di Kabupaten Solok Selatan (Sumatera Barat). Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah tertinggal yang ada di Wilayah Sumatera merupakan daerah yang didominasi oleh kelas tinggi yang tersebar di 10 kabupaten dari kelas indeks risiko bencana. Tabel 4.2 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Sumatera No Kode Kabupaten/Kota Keterangan: : Daerah Otonom Baru (DOB) Kelas Indeks Risiko Bencana 1 Aceh 02 Aceh Singkil Tinggi 2 Sumatera Utara 01 Nias Tinggi 3 14 Nias Selatan Tinggi 4 24 Nias Utara Tinggi 5 25 Nias Barat Tinggi 6 Sumatera Barat 01 Kepulauan Mentawai Tinggi 7 10 Solok Selatan Sedang 8 12 Pasaman Barat Tinggi 9 Sumatera Selatan 05 Musi Rawas Tinggi Musi Rawas Utara 11 Bengkulu 05 Seluma Tinggi 12 Lampung 01 Lampung Barat Tinggi Pesisir Barat Sumber : - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun Pada Tabel 4.3 dibawah ini merupakan data perkembangan sebaran daerah rawan bencana di Wilayah Sumatera pada tahun berdasarkan kelas indeks risiko bencana. Apabila dilihat dari jumlah rata-rata indeks risiko bencana kelas tinggi di Wilayah Sumatera pada tahun 2011 sebanyak 125 kabupaten berkurang menjadi 81 kabupaten di tahun 2013 atau penurunan sebesar 35.2%, maka dapat diketahui bahwa daerah rawan bencana secara keseluruhan di Wilayah Sumatera mengalami perkembangan 24

43 dari segi positif. Beberapa daerah di Wilayah Sumatera terdapat provinsi yang mengalami perkembangan dari segi positif (penurunan jumlah kelas tinggi) yaitu terdapat di 8 provinsi seperti terlihat di Aceh, Jambi, Kepulauan Riau, Lampung, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Sedangkan yang mengalami perkembangan dari segi negatif terlihat di Bangka Belitung yang mengalami peningkatan jumlah kelas tinggi walaupun tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 20%. Tabel 4.3 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2011 Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Aceh Bangka Belitung Bengkulu Jambi Kepulauan Riau Lampung Riau Sumatera Barat Sumatera Selatan Sumatera Utara Sumber: Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2011 dan Tahun

44 Gambar 4.1 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Tahun

45 Gambar 4.2 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Sumatera Tahun

46 Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Sumatera a) Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami Keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami di Wilayah Sumatera diharapkan cukup memadai dilihat dari data jumlah desa bukan wilayah potensi tsunami terdapat beberapa daerah dengan jumlah persentase yang rendah, artinya daerah tersebut didominasi oleh potensi tsunami. Berdasarkan data tersebut keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami ini tergolong masih sangat minim terutama pada daerah yang berpotensi tsunami. Dari Tabel 4.4 di bawah ini terlihat bahwa Bengkulu dan Kepulauan Riau merupakan daerah dengan potensi tsunami cukup tinggi tetapi keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami yang dimiliki di tersebut masih sangat minim baik di tahun 2011 maupun di tahun Wilayah Sumatera selama rentang waktu 2011 hingga 2014, mengalami penurunan persentase jumlah desa dengan keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami yang tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 0,47%, yang artinya dari tahun 2011 dengan persentase jumlah desa sebesar 0,84% dan pada tahun 2014 menurun menjadi 0,37%, persentase tersebut mewakili total jumlah desa yang memiliki sistem peringatan dini khusus tsunami dan sisanya merupakan desa yang tidak memiliki sistem tersebut. Perkembangan keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami seperti di Sumatera Utara dan Kepulauan Bangka Belitung dari tahun 2011 hingga 2014 mengalami penurunan jumlah desa yang tidak terlalu signifikan. Sedangkan di Aceh, Bengkulu, Jambi, Kepulauan Riau, Lampung, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan yang mengalami peningkatan yang juga tidak terlalu signifikan. Namun demikian Sumatera Barat merupakan daerah yang memiliki keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami dengan jumlah persentase desa paling tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Wilayah Sumatera baik di tahun 2011 sebesar 14.3% maupun di tahun 2014 sebesar 6.9%. 28

47 Tabel 4.4 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Sumatera Tahun 2011 dan 2014 Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2011 Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2014 No (Bukan Wil. Potensi Tsunami) (Bukan Wil. Potensi Tsunami) 1 Aceh 3,885 59, , ,8 67 1,0 2 Bengkulu ,3 47 3, ,8 26 1,7 3 Jambi 1,329 96,9 1 0, ,0 0 0,0 4 Kepulauan Riau ,7 3 0, ,4 0 0,0 5 Lampung 1,288 52,3 38 1, ,1 26 1,0 6 Riau ,9 4 0, ,2 2 0,1 7 Sumatera Barat , , ,3 79 6,9 8 Sumatera Selatan 3, ,0 0 0, ,3 1 0,0 9 Sumatera Utara 3,208 55,3 17 0, ,7 27 0,4 10 Kepulauan Bangka Belitung ,4 0 0, ,0 1 0,3 15,196 64, , , ,9 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan 2014 b) Perlengkapan Keselamatan (Perahu Karet, Tenda, Masker dan lain lain) Upaya antisipasi bencana alam yang terjadi dibeberapa desa di Wilayah Sumatera dirasa perlu ditingkatkan, mengingat tingkat risiko bencana yang terjadi di wilayah tersebut didominasi tingkat risiko bencana kelas tinggi dari multi bencana yang terjadi. Selain peringatan dini khusus tsunami, perlu adanya perlengkapan keselamatan seperti perahu karet, tenda, masker dan lain-lain sebagai fasilitas dalam upaya antisipasi bencana yang terjadi dibeberapa daerah. Wilayah Sumatera dirasa masih sangat minim terhadap keberadaan perlengkapan keselamatan sebagai upaya antisipasi bencana alam. Berdasarkan Tabel 4.5 di bawah ini, keberadaan perlengkapan keselamatan di Wilayah Sumatera menunjukkan bahwa Aceh, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan mengalami penurunan jumlah persentase desa yang memiliki perlengkapan keselamatan, sedangkan di Jambi, Kepulauan Riau, Lampung, Riau, Sumatera Utara, dan 29

48 Kepulauan Bangka Belitung mengalami peningkatan walaupun tidak terlalu signifikan. Lain hal dengan Sumatera Barat, daerah ini merupakan persentase jumlah desa dengan keberadaan perlengkapan keselamatan paling tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Wilayah Sumatera. Data tersebut dilihat dari tahun 2011 sebesar 8.8% yang mewakili jumlah desa sebanyak 34 desa, sedangkan pada tahun 2014 sebesar 6,2% yang mewakili jumlah desa sebanyak 71 desa. Tetapi Sumatera Barat termasuk ke dalam provinsi yang mengalami penurunan jumlah persentase desa dengan keberadaan perlengkapan keselamatan. Dapat disimpulkan secara keseluruhan, persentase keberadaan perlengkapan keselamatan di masing-masing daerah rawan bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2011 sebesar 1,2% dan mengalami peningkatan di tahun 2014 menjadi 1,3%, walaupun peningkatan ini dirasa tidak terlalu signifikan hanya sebesar 0,1% dari total keseluruhan daerah dengan keberadaan perlengkapan keselamatan. Tabel 4.5 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Sumatera Tahun 2011 dan 2014 NO Keberadaan Perlengkapan Keselamatan Tahun 2011 Keberadaan Perlengkapan Keselamatan Tahun Aceh 59 0,9 46 0,7 2 Bengkulu 43 2,8 22 1,4 3 Jambi 16 1,2 22 1,4 4 Kepulauan Riau 6 1,7 12 2,9 5 Lampung 6 0,2 12 0,5 6 Riau 37 2,2 62 3,4 7 Sumatera Barat 34 8,8 71 6,2 8 Sumatera Selatan 38 1,2 25 0,8 9 Sumatera Utara 32 0,6 59 1,0 10 Kepulauan Bangka Belitung 3 0,8 10 2, , ,3 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan

49 c) Sistem Peringatan Dini Bencana Alam Keberadaan sistem peringatan dini bencana alam pada tahun 2014 di Wilayah Sumatera terhitung masih sangat minim, mengingat wilayah ini tergolong kelas tinggi dari indeks risiko bencana. jumlah desa tertinggi terkait dengan keberadaan sistem peringatan dini bencana alam di Wilayah Sumatera terdapat di Sumatera Barat yaitu sebesar 16,2%, sedang dengan jumlah desa terendah terdapat di Kepulauan Bangka Belitung yaitu hanya sebesar 0,5% Dari jumlah persentase tersebut dapat diketahui bahwa wilayah Sumatera didominasi oleh jumlah desa yang tidak memiliki keberadaan sistem peringatan dini bencana alam. Dengan kondisi seperti ini, perlu adanya peningkatan yang lebih memadai sehingga upaya antisipasi bencana alam dapat lebih memadai untuk mengurangi dampak yang diakibatkan oleh bencana alam di wilayah tersebut. Data tersebut di sajikan pada Tabel 4.6 di bawah ini. Tabel 4.6 dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Sumatera Tahun 2014 NO PROVINSI (Ada) (Tidak Ada) 1 Aceh 208 3, ,8 2 Bengkulu 108 7, ,0 3 Jambi 34 2, ,8 4 Kepulauan Riau 10 2, ,6 5 Lampung 171 6, ,5 6 Riau 63 3, ,6 7 Sumatera Barat , ,8 8 Sumatera Selatan 92 2, ,2 9 Sumatera Utara 185 3, ,0 10 Kepulauan Bangka Belitung 2 0, ,5 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2014 d) Jalur Evakuasi Jalur evakuasi sebagai upaya antisipasi bencana alam di Wilayah Sumatera sama halnya dengan sistem peringatan dini bencana alam yang keberadaannya sangat dibutuhkan mengingat kondisi tingkat risiko bencana 31

50 yang tinggi. Keberadaan jalur evakuasi di Wilayah Sumatera masih sangat minim. Seperti dilihat dari Lampiran 7 di Sumatera Selatan hanya 1%, jumlah ini dipengaruhi terdapat beberapa daerah dengan jumlah desa 0% di 6 Kabupaten dari 17 Kabupaten yang terdapat di Sumatera Selatan yang tidak memiliki jalur evakuasi, sehingga daerah ini merupakan persentase jumlah desa paling sedikit yang memiliki jalur evakuasi. jumlah desa tertinggi terdapat di Sumatera Barat yaitu sebesar 23%, jumlah persentase ini mewakili jumlah desa dengan ketersediaan jalur evakuasi dalam upaya antisipasi bencana alam. Data tersebut disajikan pada Tabel 4.7 di bawah ini. Tabel 4.7 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Sumatera Tahun 2014 No (Ada) (Tidak Ada) 1 Aceh 511 7, ,2 2 Bengkulu , ,6 3 Jambi 36 2, ,7 4 Kepulauan Riau 17 4, ,9 5 Lampung 120 4, ,4 6 Riau 52 2, ,2 7 Sumatera Barat , ,0 8 Sumatera Selatan 31 1, ,0 9 Sumatera Utara 198 3, ,8 10 Kepulauan Bangka Belitung 13 3, Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun Korban Akibat Bencana di Wilayah Sumatera a) Korban Meninggal Akibat Bencana Korban meninggal akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 52,27 %, yaitu sebanyak 132 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 63 jiwa pada tahun 2015 meninggal akibat bencana. Data spesifik korban meninggal akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.8 di bawah ini. 32

51 Tabel 4.8 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 NO Korban Meninggal Tahun 2014 (Jiwa) % Korban Meninggal Tahun 2015 (Jiwa) 1 Aceh 6 4, ,87 2 Bengkulu 2 1, ,70 3 Jambi 3 2,27 3 4,76 4 Kepulauan Riau 12 9,09 0 0,00 5 Lampung 3 2,27 0 0,00 6 Riau 5 3,79 0 0,00 7 Sumatera Barat 0 0, ,81 8 Sumatera Selatan 31 23, ,05 9 Sumatera Utara 53 40, ,63 10 Kep. Bangka Belitung 17 12,88 2 3,17 JUMLAH Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban meninggal tahun 2014 tertinggi berada di Sumatera Utara yaitu sebanyak 53 jiwa (40,15%) dari korban yang diakibatkan tanah longsor, kecelakaan transportasi, letusan gunung api, kecelakaan industri, dan jumlah terendah berada di Bengkulu yaitu sebanyak 2 jiwa (1,52 %) dari korban yang diakibatkan banjir. Tahun 2015, jumlah korban meninggal tertinggi berada di Sumatera Barat yaitu sebanyak 15 jiwa (23,81%) dari korban yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, dan jumlah terendah berada di Kepulauan Bangka Belitung yaitu sebanyak 2 jiwa (3,17%) dari korban yang diakibatkan tanah longsor. % b) Korban Hilang Akibat Bencana Korban hilang akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 4,55%, yaitu sebanyak 22 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 21 jiwa pada tahun 2015 hilang akibat bencana. Data spesifik korban hilang akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.9 di bawah ini. 33

52 Tabel 4.9 dan Korban Hilang Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 No Korban Hilang Tahun 2014 (Jiwa) % Korban Hilang Tahun 2015 (Jiwa) 1 Aceh 1 4,55 2 9,52 2 Bengkulu 2 9, ,67 3 Jambi 0 0,00 0 0,00 4 Kepulauan Riau 0 0,00 0 0,00 5 Lampung 0 0,00 0 0,00 6 Riau 0 0,00 0 0,00 7 Sumatera Barat 6 27,27 1 4,76 8 Sumatera Selatan 4 18,18 0 0,00 9 Sumatera Utara 2 9,09 2 9,52 10 Kep. Bangka Belitung 7 31,82 2 9, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban hilang tahun 2014 tertinggi berada di Kepulauan Bangka Belitung yaitu sebanyak 7 jiwa (31,82%) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi, dan terendah berada di provinsi Aceh yaitu 1 jiwa (4,55%) dari korban yang diakibatkan banjir. Tahun 2015, jumlah korban hilang tertinggi berada di Bengkulu yaitu sebanyak 14 jiwa (66,67%) akibat tanah longsor, dan terendah berada di Sumatera Barat yaitu sebanyak 1 jiwa (4,76 %) dari korban yang diakibatkan tanah longsor. c) Korban Terluka Akibat Bencana Korban terluka akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 10,11 %, yaitu sebanyak 89 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 80 jiwa pada tahun 2015 terluka akibat bencana. Data spesifik korban terluka akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.10 di bawah ini. % 34

53 Tabel 4.10 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 No Korban Terluka Tahun 2014 % (Jiwa) Korban Terluka Tahun 2015 % (Jiwa) 1 Aceh 4 4, ,25 2 Bengkulu 0 0,00 1 1,25 3 Jambi 1 1,12 0 0,00 4 Kepulauan Riau 14 15,73 1 1,25 5 Lampung 30 33,71 0 0,00 6 Riau 4 4,49 1 1,25 7 Sumatera Barat 10 11, ,25 8 Sumatera Selatan 8 8, ,25 9 Sumatera Utara 14 15, ,00 10 Kep. Bangka Belitung 4 4,49 2 2, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban terluka tahun 2014 tertinggi berada di Lampung yaitu sebanyak 30 jiwa (33,71%) dari korban yang diakibatkan puting beliung, banjir, dan terendah berada di Jambi yaitu sebanyak 1 jiwa (1,12%) dari korban yang diakibatkan puting beliung. Tahun 2015, jumlah korban hilang tertinggi berada di Bengkulu yaitu sebanyak 29 jiwa (36,25 %) dari korban yang diakibatkan bencana puting beliung, banjir, tanah longsor, dan terendah berada di Bengkulu yaitu sebanyak 1 jiwa (1,25%) dari korban yang diakibatkan tanah longsor, Kepulauan Riau yaitu sebanyak 1 jiwa (1,25%) akibat puting beliung, Riau yaitu sebanyak 1 jiwa (1,25%) dari korban yang diakibatkan puting beliung. d) Korban Menderita Akibat Bencana Korban menderita akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 47,49%, yaitu sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 menderita akibat bencana. Data spesifik korban menderita akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari abel 4.11 di bawah ini. 35

54 Tabel 4.11 dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 No Korban Menderita Tahun 2014 (Jiwa) % Korban Menderita Tahun 2015 (Jiwa) 1 Aceh , ,15 2 Bengkulu 0 0, ,04 3 Jambi , ,01 4 Kepulauan Riau 329 0, ,21 5 Lampung 250 0, ,22 6 Riau , ,98 7 Sumatera Barat , ,48 8 Sumatera Selatan , ,08 9 Sumatera Utara , ,63 10 Kep. Bangka Belitung 379 0, ,20 Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban menderita tahun 2014 tertinggi berada di Riau sebanyak jiwa (61,78%) dari korban yang diakibatkan puting beliung, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan jumlah terendah berada di Lampung yaitu sebanyak 250 jiwa (0,04%) dari korban yang diakibatkan banjir. Tahun 2015, jumlah korban menderita tertinggi berada di Aceh yaitu sebanyak jiwa (62,15%) dari korban yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, dan jumlah terendah berada Jambi yaitu sebanyak 35 jiwa (0,01%) dari korban yang diakibatkan banjir. e) Korban Mengungsi Akibat Bencana Korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 51,10%, yaitu sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 yang mengungsi akibat bencana. Data spesifik korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.12 di bawah ini. % 36

55 Tabel 4.12 dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 No Korban Mengungsi Tahun 2014 (Jiwa) % Korban Mengungsi Tahun 2015 (Jiwa) 1 Aceh , ,54 2 Bengkulu ,39 0 0,00 3 Jambi 0 0, ,16 4 Kepulauan Riau 48 0, ,85 5 Lampung ,76 0 0,00 6 Riau 881 0, ,15 7 Sumatera Barat 870 0, ,12 8 Sumatera Selatan ,68 0 0,00 9 Sumatera Utara , ,17 10 Kep. Bangka Belitung 0 0,00 0 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban mengungsi tahun 2014 tertinggi berada di Aceh sebanyak jiwa (67,83%) dari korban yang diakibatkan puting beliung, banjir, tanah longsor,dan terendah berada di Kepulauan Riau yaitu sebanyak 48 jiwa (0,03%) akibat kebakaran hutan dan lahan. Tahun 2015 jumlah korban mengungsi tertinggi berada di Aceh yaitu sebanyak jiwa (74,54 %) dari korban yang diakibatkan puting beliung, banjir, tanah longsor, dan terendah berada di Riau yaitu sebanyak 141 jiwa (0,15%) dari korban yang diakibatkan banjir dan puting beliung. % Kerusakan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera a) Kerusakan Rumah Akibat Bencana Kerusakan rumah akibat bencana dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu rusak berat, rusak sedang, rusak ringan. Rumah rusak berat akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 18,93%, yaitu sebanyak pada tahun 2014 dan sebanyak 925 rumah rusak berat pada tahun Rumah rusak sedang mengalami kenaikan sebesar 1,94%, yaitu sebanyak 824 pada tahun 2014 dan 37

56 sebanyak 840 rumah rusak sedang pada tahun Rumah rusak ringan mengalami kenaikan sebesar 11,98%, yaitu sebanyak pada tahun 2014 dan sebanyak rumah rusak ringan pada tahun Data spesifik kerusakan rumah bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.13 di bawah ini. Tabel 4.13 dan Keruskan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Rumah Tahun 2014 Kerusakan Rumah Tahun 2015 No Rumah Rusak Berat (Unit) % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) % Rumah Rusak Berat (Unit) % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) % 1 Aceh 108 9, , , ,16 107,00 12, ,72 2 Bengkulu 93 8, , , ,11 0,00 0,00 2 0,06 3 Jambi 65 5, , ,08 8 0,86 101,00 12, ,45 4 Kepulauan Riau 21 1, , ,20 0 0,00 31,00 3,69 0 0,00 5 Lampung , , , ,19 2,00 0, ,44 6 Riau , , , ,54 282,00 33, , Sumatera Barat 96 8, , , ,05 64,00 7, ,85 Sumatera Selatan , , , ,84 10,00 1, ,98 Sumatera Utara 112 9, , , ,49 217,00 25, ,93 Kep. Bangka Belitung 20 1, , ,91 7 0,76 26,00 3, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan rumah berat terbesar di Sumatera Selatan sebanyak 288 (25,24%) yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, dan jumlah terendah di Kepulauan Riau yaitu sebanyak 21 (1,84%) yang diakibatkan abrasi, banjir, kebakaran hutan dan lahan, tanah longsor. rumah rusak sedang terbesar di Sumatera Utara sebanyak 154 (18,69 %) akibat bencana banjir, puting beliung, dan jumlah terendah di Kepulauan Riau yaitu sebanyak 12 (1,46%) yang diakibatkan kebakaran hutan dan lahan, puting beliung. rumah rusak ringan terbesar di Lampung sebanyak 891 (30,94%) yang diakibatkan bencana banjir, puting beliung, tanah longsor, dan jumlah terendah di 38

57 No Riau sebanyak 40 (1,39%) yang diakibatkan abrasi, puting beliung, tanah longsor. Pada tahun 2015 jumlah kerusakan rumah berat terbesar di Aceh sebanyak 390 (42,16%) akibat bencana banjir, puting beliung, gempa bumi, tanah longsor, dan jumlah terendah di Kepulauan Bangka Belitung sebanyak 7 (0,76%) yang diakibatkan puting beliung. rumah rusak sedang terbesar di Riau sebanyak 282 (33,57%) yang diakibatkan puting beliung, dan jumlah terendah di Lampung yaitu sebanyak 2 (0,24%) yang diakibatkan puting beliung. rumah rusak ringan terbesar di Aceh sebanyak (39,72%) yang diakibatkan banjir, puting beliung, dan jumlah terendah di Provinisi Bengkulu yaitu sebanyak 2 (0,06 %) yang diakibatkan tanah longsor. b) Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 65,67 %, yaitu sebanyak 67 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 23 unit pada tahun 2015 fasilitas pendidikan yang rusak diakibatkan bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.14 tabel di bawah ini. Tabel 4.14 dan Keruskan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Peribadatan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Peribadatan (Unit) 1 Aceh 2 2, ,74 2 Bengkulu 2 2,99 0 0,00 3 Jambi 30 44,78 5 0,61 4 Kepulauan Riau 0 0,00 0 0,00 5 Lampung 4 5,97 0 0,00 6 Riau 0 0,00 4 0,49 7 Sumatera Barat 14 20,90 3 0,36 8 Sumatera Selatan 5 7,46 4 0,49 9 Sumatera Utara 8 11,94 2 0,24 10 Kep. Bangka Belitung 2 2,99 0 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 % 39

58 Kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana tahun 2014 tertinggi berada di Jambi sebanyak 30 unit akibat banjir, puting beliung, dan jumlah terendah di Aceh sebanyak 2 unit (2,99 %) yang diakbatkan puting beliung,banjir, Bengkulu sebanyak 2 unit (2,99 %) yang diakibatkan gempa bumi, Kepulauan Bangka Belitung sebanyak 2 unit (2,99 %) yang diakibatkan puting beliung. Tahun 2015 jumlah kerusakan fasilitas peribadatan tertinggi berada di Aceh yaitu sebanyak 5 unit (21,74 %) yang diakibatkan banjir, puting beliung, dan jumlah terendah di Sumatera Utara yaitu sebanyak 2 unit (0,24 %) yang diakibatkan puting beliung. c) Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 228, yaitu sebanyak 26 unit pad tahun 2014 dan sebanyak 101 unit pada tahun 2015 fasilitas pendidikan rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.15 di bawah ini. Tabel 4.15 dan Keruskan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) 1 Aceh 2 7, ,94 2 Bengkulu 1 3,85 0 0,00 3 Jambi 10 38, ,63 4 Kepulauan Riau 0 0,00 2 1,96 5 Lampung 1 3,85 0 0,00 6 Riau 0 0,00 1 0,98 7 Sumatera Barat 8 30,77 3 2,94 8 Sumatera Selatan 0 0, ,65 9 Sumatera Utara 4 15,38 4 3,92 10 Kep. Bangka Belitung 0 0,00 1 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 % 40

59 NO kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana tahun 2014 tertinggi berada di Jambi sebanyak 10 unit (38,46%) yang diakibatkan banjir, puting beliung, dan jumlah terendah di Bengkulu hanya 1 unit (3,85 %) yang diakibatkan puting beliung, di Lampung 1 unit (3,85%) yang diakibatkan puting beliung. Tahun 2015 jumlah kerusakan fasilitas pendidikan tertinggi berada di Aceh yaitu sebanyak 54 unit (53,47%) yang diakibatkan banjir, puting beliung, dan jumlah terendah di Riau hanya 1 unit (0,99 %) yang diakibatkan puting beliung, di Kepulauan Bangka Belitung hanya 1 unit (0,99%) yang diakibatkan puting beliung. d) Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas kesehatan akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 69,20 %, yaitu sebanyak 26 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 8 unit pada tahun 2015 fasilitas pendidikan rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas kesehatan akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.16 di bawah ini. Tabel 4.16 dan Keruskan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Fasilitas Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun 2014 Kesehatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) 1 Aceh 2 7,69 0 0,00 2 Bengkulu 1 3,85 0 0,00 3 Jambi 10 38, ,00 4 Kepulauan Riau 0 0,00 0 0,00 5 Lampung 1 3, ,50 6 Riau 0 0,00 0 0,00 7 Sumatera Barat 8 30, ,50 8 Sumatera Selatan 0 0,00 0 0,00 9 Sumatera Utara 4 15,38 0 0,00 10 Kep. Bangka Belitung 0 0,00 0 0, % 41

60 Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 kerusakan fasilitas kesehatan akibat bencana tahun 2014 tertinggi berada di Jambi sebanyak 10 unit (38,46 %) akibat banjir, puting beliung, dan jumlah terendah di Bengkulu hanya 1 unit (3,85 %) yang diakibatkan puting beliung, di Lampung 1 unit (3,85 %) yang diakibatkan puting beliung.tahun 2015 jumlah kerusakan fasilitas kesehatan tertinggi berada di Aceh yaitu sebanyak 4 unit (50,00 %) yang dakibatkan banjir, puting beliung, dan jumlah terendah di Lampung yaitu hanya 1 unit (12,50 %) yang diakibatkan puting beliung. e) Kerusakan Jalan Akibat Bencana Kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 0,48 %, yaitu sepanjang 14,64 Km pada tahun 2014 dan sepanjang 14,57 Km pada tahun 2015 jalan yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.17 di bawah ini. Tabel 4.17 dan Keruskan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Jalan Tahun 2014 Kerusakan Jalan Tahun 2015 Kerusakan Jalan (Km) % Kerusakan Jalan (Km) % 1 Aceh 0,25 1,71 11,75 80,65 2 Bengkulu 0,00 0,00 0,04 0,27 3 Jambi 14,32 97,81 0,05 0,34 4 Kepulauan Riau 0,00 0,00 0,00 0,00 5 Lampung 0,00 0,00 0,00 0,00 6 Riau 0,00 0,00 0,04 0,27 7 Sumatera Barat 0,07 0,48 0,11 0,75 8 Sumatera Selatan 0,00 0,00 2,04 14,00 9 Sumatera Utara 0,00 0,00 0,54 3,71 10 Kep. Bangka Belitung 0,00 0,00 0,00 0,00 14, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia, Tahun

61 Kerusakan jalan akibat bencana tahun 2014 tertinggi berada di Jambi sepanjang 14,32 Km (97,81%) akibat banjir, dan jumlah terendah di Sumatera Barat yaitu sepanjang 0,07 Km (0,48%) yang diakibatkan tanah longsor. Tahun 2015 kerusakan jalan tertinggi berada di Aceh yaitu sepanjang 11,75 Km (80,65%) akibat banjir, tanah longsor, dan jumlah terendah di Bengkulu yaitu sepanjang 0,04 Km (0,27%) yang diakibatkan banjir, tanah longsor, di Riau sepanjang 0,04 Km (0,27%) yang diakibatkan tanah longsor. f) Kerusakan Lahan Akibat Bencana Kerusakan lahan akibat bencana di Wilayah Sumatera pada tahun 2014 dan 2015 mengalami peningkatan sebesar 197%, yaitu seluas 6.479,50 Ha pada tahun 2014 Ha dan seluas ,60 Ha pada tahun 2015 lahan yang rusak akibat bencana. dan presentase kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Sumatera per pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.18 di bawah ini. Tabel 4.18 dan Keruskan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Sumatera Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Lahan Tahun 2014 Kerusakan Lahan Tahun 2015 Kerusakan Lahan (Ha) % Kerusakan Lahan (Ha) % 1 Aceh 164,00 2, ,00 77,62 2 Bengkulu 43,00 0,66 0,50 0,003 3 Jambi 782,00 12,07 47,00 0,24 4 Kepulauan Riau 0,00 0,00 0,00 0,00 5 Lampung 78,00 1,20 265,00 1,38 6 Riau 50,00 0,77 0,00 0,00 7 Sumatera Barat 188,75 2,91 542,50 2,82 8 Sumatera Selatan 4.944,75 76, ,60 14,89 9 Sumatera Utara 229,00 3,53 586,00 3,05 10 Kep. Bangka Belitung 0,00 0,00 0,00 0, , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Kerusakan lahan akibat bencana tahun 2014 tertinggi berada di Jambi seluas 4.944,75 Ha (76,31%) yang diakibatkan banjir, tanah longsor, dan jumlah terendah di Bengkulu yaitu seluas 43,00 Ha (0,66%) yang 43

62 diakibatkan banjir. Tahun 2015 jumlah kerusakan lahan tertinggi berada di Aceh yaitu seluas Ha (77,62%) akibat banjir, dan jumlah terendah di Bengkulu yaitu seluas 0,50 Ha (0,003%) yang diakibatkan tanah longsor. 4.2 Daerah Rawan Bencana di Wilayah Jawa Wilayah Jawa pada umumnya merupakan daerah dengan fisiografis yang bervariasi berhadapan dengan lempeng tektonik hindia di sisi barat Indonesia dengan banyak terdapat deretan gunung api yang masih aktif dari sisi barat Pulau Jawa berupa Gunung Anak Krakatau sampai sisi timur pulau jawa berupa Gunung Ijen dan Raung. Dengan berada di sisi selatan Indonesia yang berhadapan langsung dengan lempeng hindia sehingga banyak terbentuk deretan gunung api menyebabkan daerah di Wilayah Jawa berpotensi terjadinya gempa bumi, letusan gunung api dan tsunami. Selain itu juga Wilayah Jawa mempunyai sungai yang banyak dan cukup besar serta topografi perbukitan sehingga berpotensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor serta faktor-faktor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya bencana Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Jawa Wilayah Jawa terdapat 6 (enam) provinsi dan 118 kabupaten yang merupakan daerah rawan bencana meliputi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan D.I. Yogyakarta. Sebagian besar wilayah Jawa merupakan daerah rawan bencana dengan tingkat indek risiko bencana kelas tinggi yang tersebar di 83 Kabupaten atau sebanyak 70,34%. Selain kelas tinggi, Wilayah Jawa terdapat kelas indeks risiko bencana kelas sedang yang tersebar di 35 Kabupaten atau sebanyak 29,66%. Artinya Wilayah Jawa adalah daerah yang didominasi oleh rawan bencana kelas tinggi. Dilihat secara keseluruhan Wilayah Jawa terdapat 5(lima) yang didominasi kelas indeks risiko bencana kelas tinggi. Kelima tersebut terdiri dari Banten, D.I.Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Selain terdapat yang didominasi dengan kelas tinggi, terdapat pula yang didominasi dengan kelas sedang yaitu DKI.Jakarta. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah rawan 44

63 bencana khususnya di Wilayah Jawa untuk segera dilakukan upaya penanggulangan bencana sebagai antisipasi baik sebelum atau pada saat terjadinya bencana di wilayah tersebut. Berdasarkan Tabel 4.19 di bawah ini, daerah rawan bencana dengan kelas tinggi paling banyak terdapat di Jawa Timur yaitu sebanyak 31 kabupaten atau 81.58% dari total daerah rawan bencana, sedangkan dengan jumlah daerah rawan bencana kelas tinggi paling sedikit terdapat di DKI Jakarta yaitu sebanyak 0 kabupaten/ kotamadya, ini dikarenakan DKI Jakarta didominasi oleh daerah rawan bencana kelas sedang yaitu sebanyak 6 kabupaten/ kotamadya. Tabel 4.19 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Jawa No Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi % Sedang % Rendah % Total Daerah Rawan Bencana Total Daerah Rawan Bencana 1 Banten 6 75, ,00 0 0,00 8 6,78 2 D.I. Yogyakarta 4 80, ,00 0 0,00 5 4,24 3 DKI Jakarta 0 0, ,00 0 0,00 6 5,08 4 Jawa Barat 19 73, ,92 0 0, ,03 5 Jawa Tengah 23 65, ,29 0 0, ,66 6 Jawa Timur 31 81, ,42 0 0, ,20 JUMLAH Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) 2013, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2013 Berdasarkan Tabel 4.20 di bawah ini, diketahui bahwa terdapat sebanyak 6 (enam) kabupaten tertinggal yang dikategorikan sebagai daerah rawan bencana di Wilayah Jawa. Dari keenam kabupaten tertinggal yang merupakan daerah rawan bencana tersebut dikategorikan kelas tinggi dalam kelas indeks risiko bencana. 45

64 Tabel 4.20 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Jawa No Kabupaten/Kota Kelas Indeks Risiko Bencana 1 Banten Pandeglang Tinggi 2 Lebak Tinggi 3 Jawa Timur Situbondo Tinggi 4 Sampang Tinggi 5 Bondowoso Tinggi 6 Bangkalan Tinggi Sumber : - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun daerah dengan kelas tinggi berdasarkan di Wilayah Jawa pada tahun 2011 sebanyak 115 kabupaten dan mengalami penurunan di tahun 2013 menjadi 83 kabupaten, maka dapat disimpulkan bahwa daerah rawan bencana di Wilayah Jawa secara keseluruhan mengalami perkembangan dari segi positif sebesar 27.83%. Begitu juga halnya dengan perkembangan di masingmasing daerah di Wilayah Jawa tersebut di setiap provinsinya menunjukkan perkembangan dari segi positif dan tidak ada satupun diantaranya mengalami perkembangan negatif walaupun perkembangan itu tidak terlalu signifikan. Perkembangan daerah rawan bencana di Wilayah Jawa secara rinci disajikan pada Tabel 4.21 di bawah ini. Tabel 4.21 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Jawa Tahun Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2011 Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Banten D.I. Yogyakarta Dki Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sumber : JUMLAH Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2011 dan Tahun

65 Gambar 4.3 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Jawa Tahun

66 Gambar 4.4 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Jawa Tahun

67 Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Jawa a) Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami Wilayah Jawa merupakan wilayah dengan potensi tsunami yang cukup kecil, yang artinya sebagian besar wilayah tersebut bukan merupakan wilayah yang berpotensi tsunami dilihat dari jumlah persentase masing-masing provinsi lebih dari 50% daerahnya yang bukan wilayah berpotensi tsunami. Selama rentang waktu 2011 hingga 2014 Wilayah Jawa mengalami peningkatan persentase jumlah desa dengan keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami yang tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 0.03%, yang artinya dari tahun 2011 dengan persentase jumlah desa sebesar 0.58% sedangkan pada tahun 2014 meningkat menjadi 0.61%, persentase tersebut mewakili total jumlah desa yang memiliki sistem peringatan dini khusus tsunami dan sisanya merupakan desa yang tidak memiliki sistem tersebut. Berdasarkan Tabel 4.22 di bawah ini, perkembangan keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami seperti di Banten dan Jawa Barat dari tahun 2011 hingga 2014 mengalami penurunan persentase jumlah desa terhadap keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami walaupun tidak terlalu signifikan. Sedangkan di D.I Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami peningkatan yang artinya perkembangan dari segi positif. Kondisi perkembangan ini terjadi pada sebagian besar provinsi di Wilayah Jawa yang menunjukkan adanya kondisi yang cukup baik dari keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami. 49

68 Tabel 4.22 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Jawa Tahun 2011 dan 2014 NO PROVINSI Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2011 (Bukan Wil. Potensi Tsunami) Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2014 (Bukan Wil. Potensi Tsunami) 1 Banten ,7 38 2, ,0 12 0,8 2 D.I. Yogyakarta ,0 13 3, ,4 17 3,9 3 Jawa Barat ,8 55 0, ,7 44 0,7 4 Jawa Tengah ,0 12 0, ,3 40 0,5 5 Jawa Timur ,0 27 0, ,1 39 0, , , , ,61 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan 2014 b) Perlengkapan Keselamatan (Perahu Karet, Tenda, Masker dan lain-lain) Ketersediaan perlengkapan keselamatan merupakan salah satu pendukung dalam upaya antisipasi bencana di Wilayah Jawa seperti perahu karet. tenda, masker, dan lain-lain demi mengurangi dampak dari risiko bencana di Wilayah Jawa mengingat wilayah Jawa merupakan kelas tinggi dalam indeks risiko bencana. Di beberapa daerah seperi di Banten, D.I.Yogyakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur mengalami peningkatan jumlah desa yang memiliki perlengkapan keselamatan, sedangkan Jawa Tengah mengalami penurunan walaupun tidak terlalu signifikan. Upaya antisipasi bencana alam seperti ini khususnya di Wilayah Jawa pada tahun 2011 persentase jumlah desa terbanyak yang memiliki perlengkapan keselamatan dalam upaya antisipasi bencana terdapat di D.I. Yogyakarta yaitu sebanyak 19,2% dan pada tahun 2014 juga terdapat di D.I. Yogyakarta yaitu sebanyak 16,4%. Berdasarkan Tabel 4.23 di bawah ini, perkembangan dari upaya antisipasi dengan perlengkapan keselamatan dapat simpulkan bahwa sebagian daerah di Wilayah Jawa didominasi mengalami penurunan pada tahun 2011 sebanyak 3,1% dan pada tahun 2014 menjadi 2,8%. persentase 50

69 tersebut dirasa masih sangat minim untuk kondisi Wilayah Jawa yang didominasi indeks risiko bencana kelas tinggi yaitu sebesar 70,34%. Tabel 4.23 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Jawa Tahun 2011 dan 2014 NO Keberadaan Perlengkapan Keselamatan Tahun 2011 Keberadaan Perlengkapan Keselamatan Tahun Banten 47 3,1 24 1,5 2 D.I. Yogyakarta 84 19, ,4 3 Jawa Barat 252 4, ,1 4 Jawa Tengah 200 2, ,9 5 Jawa Timur 180 2, ,9 JUMLAH 763 3, ,8 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan 2014 c) Sistem Peringatan Dini Bencana Alam Upaya antisipasi bencana alam dengan sistem peringatan dini bencana alam di Wilayah Jawa masih sangat minim dibeberapa daerahnya. Seperti di D.I.Yogyakarta jumlah persentase desa yang memiliki sistem ini sebanyak 43.6%, jumlah ini mewakili jumlah desa tertinggi untuk wilayah Jawa. Sedangkan di Banten merupakan daerah dengan jumlah desa paling rendah yang memiliki sistem peringatan dini bencana alam yaitu sebesar 4,5%, jumlah ini sangat dipengaruhi oleh terdapatnya 2 daerah dengan jumlah desa 0% terhadap ketersediaan sistem ini didaerah tersebut. Kedua daerah tersebut adalah Kota Serang dan Kota Tangerang (Lampiran 7). Hal ini dapat dijadikan sebagai acuan penentuan daerah dalam peningkatan keberadaan sistem peringatan dini bencana alam untuk mengurangi dampak dari bencana alam di Wilayah Jawa. 51

70 Tabel 4.24 dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Jawa Tahun 2014 No (Ada) (Tidak Ada) 1 Banten 70 4, ,5 2 D.I. Yogyakarta , ,4 3 Jawa Barat , ,2 4 Jawa Tengah , ,0 5 Jawa Timur , ,4 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2014 d) Jalur Evakuasi Jalur Evakuasi berfungsi sebagai jalur yang digunakan pada saat terjadinya bencana di setiap wilayah untuk menuju ketempat lokasi yang lebih aman. Keberadaan jalur evakuasi sebagai upaya antisipasi bencana alam di Wilayah Jawa, bahwa D.I.Yogyakarta merupakan daerah dengan jumlah desa paling tinggi yang memiliki jalur evakuasi yaitu sebanyak 33,8% atau sebanyak 148 desa. Meski demikian jumlah ini dirasa masih sangat minim mengingat D.I.Yogyakarta merupakan daerah yang dengan indeks risiko bencana kelas tinggi. Selain itu terdapat yang memiliki jumlah desa paling rendah dibanding dengan provinsi lain di Wilayah Jawa yaitu Banten dengan jumlah desa sebanyak 4,6% atau sebanyak 71 desa. ini mewakili jumlah desa yang memiliki jalur evakuasi sisanya merupakan jumlah desa yang tidak memiliki jalur evakuasi. Secara garis besar jumlah desa di Wilayah Jawa yang memiliki jalur evakuasi sebagai upaya antisipasi bencana secara keseluruhan dirasa masih sangat minim. Data tersebut di sajikan pada Tabel 4.25 di bawah ini. 52

71 Tabel 4.25 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Jawa Tahun 2014 No (Ada) (Tidak Ada) 1 Banten 71 4, ,4 2 D.I. Yogyakarta , ,2 3 Jawa Barat 560 9, ,6 4 Jawa Tengah 743 8, ,3 5 Jawa Timur 624 7, ,7 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun Korban Akibat Bencana di Wilayah Jawa a) Korban Meninggal Akibat Bencana Korban meninggal akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 64,69%, yaitu sebanyak 338 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 119 jiwa pada tahun 2015 korban yang meninggal akibat bencana. Data spesifik korban meninggal akibat bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.26 di bawah ini. No Tabel 4.26 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 Korban Meninggal Korban Meninggal Tahun 2014 (Jiwa) % Tahun 2015 (Jiwa) 1 Banten 2 0,59 3 2,52 2 D.I. Yogyakarta 4 1,18 8 6,72 3 DKI Jakarta 26 7,69 0 0,00 4 Jawa Barat 98 28, ,58 5 Jawa Tengah , ,13 6 Jawa Timur 43 12, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban meninggal tahun 2014 tertinggi berada di Jawa Tengah yaitu sebanyak 165 jiwa (48,96%) dari korban yang diakibatkan tanah longsor, banjir, dan jumlah terendah di Banten yaitu sebanyak 2 jiwa (0,59%) dari korban yang diakibatkan bajir, kecelakaan transportasi. Tahun 2015, jumlah korban meninggal tertinggi berada di Jawa Barat yaitu % 53

72 sebanyak 59 jiwa (49,58 %) yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, puting beliung, dan jumlah terendah di Banten yaitu sebanyak 3 jiwa (2,52 %) dari korban yang diakibatkan tanah longsor. b) Korban Hilang Akibat Bencana Korban hilang akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 21,15%, yaitu sebanyak 52 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 41 jiwa pada tahun 2015 yang meninggal akibat bencana. Data spesifik korban hilang akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.27 di bawah ini. Tabel 4.27 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 Korban Hilang Korban Hilang No Tahun 2014 (Jiwa) % Tahun 2015 (Jiwa) 1 Banten 0 0, ,27 2 D.I. Yogyakarta 0 0,00 1 2,44 3 DKI Jakarta 0 0,00 0 0,00 4 Jawa Barat 8 15, ,15 5 Jawa Tengah 12 23,08 1 2,44 6 Jawa Timur 32 61, ,71 JUMLAH Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban hilang tahun 2014 tertinggi berada di Jawa Timur sebanyak 32 jiwa (61,54 %) dari korban yang diakibatkan tanah longsor, banjir, kecelakaan transportasi, dan jumlah terendah di Jawa Barat yaitu sebanyak 8 jiwa (15,38 %) yang diakibatkan tanah longsor, banjir. Tahun 2015 jumlah korban hilang tertinggi berada di Jawa Barat yaitu sebanyak 14 jiwa (34,15 %) yang diakibatkan tanah longsor, banjir, dan jumlah terendah di D.I. Yogyakarta sebanyak 1 jiwa (2,44 %) yang diakibatkan tanah longsor, di Jawa Tengah sebanyak 1 jiwa (2,44 %) yang diakibatkan tanah longsor. % 54

73 c) Korban Terluka Akibat Bencana Korban terluka akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 88,02 %, yaitu sebanyak 1762 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 211 jiwa pada tahun 2015 korban yang terluka akibat bencana. Data spesifik korban terluka akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.28 di bawah ini. Tabel 4.28 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 Korban Terluka Korban Terluka No Tahun 2014 (Jiwa) % Tahun 2015 (Jiwa) 1 Banten 4 0,23 2 0,95 2 D.I. Yogyakarta 4 0,23 6 2,84 3 DKI Jakarta 40 2,27 0 0,00 4 Jawa Barat , ,44 5 Jawa Tengah 80 4, ,22 6 Jawa Timur , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban terluka tahun 2014 tertinggi berada di Jawa Timur sebanyak 1451 jiwa (82,35 %) yang diakibatkan letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, puting beliung, dan jumlah terendah di Banten sebanyak 4 jiwa (0,23 %) yang diakibatkan tanah longsor, di D.I. Yogyakarta sebanyak 4 jiwa (0,23 %) yang diakibatkan puting beliung, tanah longsor. Tahun 2015 jumlah korban terluka tertinggi berada di Jawa Barat yaitu sebanyak 79 jiwa (37,44 %) yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, puting beliung, dan jumlah terendah di Banten sebanyak 2 jiwa (0,95%) yang diakibatkan tanah longsor. d) Korban Menderita Akibat Bencana Korban menderita akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 53,40%, yaitu sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 korban yang menderita akibat bencana. Data spesifik korban menderita akibat % 55

74 bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.29 di bawah ini. Tabel 4.29 dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 No Korban Menderita Tahun 2014 (Jiwa) % Korban Menderita Tahun 2015 (Jiwa) 1 Banten , ,85 2 D.I. Yogyakarta 32 0, ,03 3 DKI Jakarta , ,88 4 Jawa Barat , ,37 5 Jawa Tengah , ,26 6 Jawa Timur , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban menderita tahun 2014 tertinggi berada di Jawa Timur sebanyak jiwa (29,99%) dari korban yang diakibatkan akibat letusan gunung berapi banjir, tanah longsor, puting beliung, gempa bumi, dan jumlah terendah di D.I. Yogyakarta yaitu sebanyak 32 jiwa( 0,0029%) dari korban yang diakibatkan kekeringan, tanah longsor. Tahun 2015 jumlah korban menderita tertinggi berada di Jawa Timur yaitu sebanyak jiwa (56,60%) dari korban yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, puting beliung, kekeringan, letusan gunung berapi, dan jumlah terendah di D.I. Yogyakarta sebanyak 154 jiwa (0,03%) dari korban yang diakibatkan tanah longsor, puting beliung. e) Korban Mengungsi Akibat Bencana Korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 93,55%, yaitu sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 korban yang mengungsi akibat bencana. Data spesifik korban menderita akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.30 di bawah ini. % 56

75 Tabel 4.30 dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 No Korban Mengungsi Tahun 2014 (Jiwa) % Korban Mengungsi Tahun 2015 (Jiwa) 1 Banten ,84 0 0,00 2 D.I. Yogyakarta 0 0, ,06 3 DKI Jakarta , ,57 4 Jawa Barat , ,86 5 Jawa Tengah , ,92 6 Jawa Timur , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban mengungsi tahun 2014 tertinggi berada di Jawa Timur sebanyak jiwa (40,15 %) dari korban yang diakibatkan banjir, tanah longsor, puting beliung, dan jumlah terendah di Banten yaitu sebanyak jiwa (1,84 %) yang diakibatkan banjir, tanah longsor. Tahun 2015 jumlah korban mengungsi tertinggi berada di Jawa Barat yaitu sebanyak jiwa (44,86 %) yang diakibatkan banjir, tanah longsor, puting beliung, dan jumlah terendah di D.I. Yogyakarta yaitu sebanyak 25 jiwa (0,06 %) dari korban yang diakibatkan banjir, tanah longsor Kerusakan Akibat Bencana di Wilayah Jawa a) Kerusakan Rumah Akibat Bencana Kerusakan rumah akibat bencana dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu rusak berat, rusak sedang, rusak ringan. Rumah rusak berat akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 91,23 %, yaitu sebanyak unit pada tahun 2014 dan sebanyak unit pada tahun Rumah rusak sedang mengalami penurunan sebesar 58,69 %, yaitu sebanyak unit pada tahun 2014 dan sebanyak unit pada tahun Rumah rusak ringan mengalami penurunan sebesar 60,63 %, yaitu sebanyak unit pada tahun 2014 dan sebanyak unit pada tahun Data spesifik kerusakan rumah akibat bencana di % 57

76 No Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.31 di bawah ini. Tabel 4.31 dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 Rumah Rusak Berat (Unit) Kerusakan Rumah Tahun 2014 Kerusakan Rumah Tahun 2015 % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) % Rumah Rusak Berat (Unit) % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) 1 Banten 72 0,01 4 0, , ,31 20,00 1, ,91 2 D.I. Yogyakarta 11 0, , , ,72 9,00 0, ,55 3 DKI Jakarta 1 0, , ,04 1 0,07 0,00 0,00 0 0,00 4 Jawa Barat , , , ,79 921,00 48, ,18 5 Jawa Tengah , , , ,78 360,00 19, ,26 6 Jawa Timur , , , ,33 571,00 30, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan rumah berat terbesar di Jawa Timur sebanyak unit (73,15 %) yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, gelombang pasang, gempa bumi, letusan gunung berapi, puting beliung, dan jumlah terendah di DKI Jakarta hanya 1 unit (0,01 %) yang diakibatkan puting beliung. rumah rusak sedang terbesar di Jawa Barat sebanyak unit (56,12%) yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, puting beliung, gempa bumi, dan jumlah terendah di Banten yaitu sebanyak 4 unit (0,09 %) yang diakibatkan banjir, tanah longsor. rumah rusak ringan terbesar di Jawa Tengah sebanyak unit (39,08%) yang diakibatkan bencana banjir, puting beliung, tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung berapi, dan jumlah terendah di DKI Jakarta sebanyak 10 unit (0,04%) yang diakibatkan puting beliung. Pada tahun 2015 jumlah kerusakan rumah berat terbesar di Jawa barat sebanyak 548 unit (35,79%) yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, puting beliung, dan jumlah terendah di DKI Jakarta yaitu hanya 1 unit (0,07%) yang diakibatkan kebakaran. rumah rusak sedang terbesar di Jawa Barat sebanyak 921 (48,96%) akibat % 58

77 bencana banjir, tanah longsor, puting beliung, dan jumlah terendah di D.I. Yogyakarta sebanyak 9 unit (0,48%) yang diakibatkan banjir, puting beliung, tanah longsor. rumah rusak ringan terbesar di Jawa Tengah sebanyak 4121 unit (46,10%) yang diakibatkan bencana banjir, puting beliung, tanah longsor, dan jumlah terendah di D.I. Yogyakarta sebanyak 139 unit (1,55%) yang diakibatkan banjir puting beliung, tanah longsor. b) Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 80,16%, yaitu sebanyak 247 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 49 unit pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.32 di bawah ini. Tabel 4.32 dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Peribadatan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Peribadatan (Unit) 1 Banten 4 1,62 0 0,00 2 D.I. Yogyakarta 0 0,00 1 2,04 3 DKI Jakarta 0 0,00 0 0,00 4 Jawa Barat , ,82 5 Jawa Tengah 13 5, ,61 6 Jawa Timur 65 26, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan fasilitas peribadatan tertinggi di Jawa Barat sebanyak 165 unit (66,80%) yang diakibatkan banjir, tanah longsor, puting beliung, dan j umlah terendah di Banten yaitu sebanyak 4 unit (1,62%) yang diakibatkan putingbeliung, tanah longsor. Tahun % 59

78 2015 jumlah kerusakan peribadatan tertingi di Jawa Barat sebanyak 20 unit (40,82%) yang diakibatkan banjir, tanah longsor, puting beliung, dan jumlah terendah di D.I. Yogyakarta yaitu hanya 1 unit (2,04%) yang diakibatkan puting beliung. c) Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 300% yaitu sebanyak 11 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 44 unit pada tahun 2015 fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.33 di bawah ini. Tabel 4.33 dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) 1 Banten 0 0,00 2 4,55 2 D.I. Yogyakarta 0 0,00 1 2,27 3 DKI Jakarta 0 0,00 0 0,00 4 Jawa Barat 0 0, ,64 5 Jawa Tengah 0 0, ,27 6 Jawa Timur , ,27 Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 hanya di Jawa Timur yang mengalami kerusakan fasilitas pendidikan yaitu sebanyak 11 unit (100%) yang diakibatkan bencana banjir, letusan gunug berapi, tanah longsor. Tahun 2015 jumlah kerusakan pendidikan tertinggi di Jawa Barat sebanyak 17 unit (38,64 %) yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, puting beliung, dan jumlah terendah di D.I. Yogyakarta yaitu hanya 1 unit (2,27%) yang diakibatkan puting beliung. % 60

79 d) Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas kesehatan akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 45,45%,yaitu sebanyak 11 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 6 unit pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas kesehatan akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.34 di bawah ini. Tabel 4.34 dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) 1 Banten 0 0, ,67 2 D.I. Yogyakarta 0 0,00 0 0,00 3 Dki Jakarta 0 0,00 0 0,00 4 Jawa Barat 0 0, ,67 5 Jawa Tengah 0 0, ,33 6 Jawa Timur , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 hanya di Jawa Timur yang mengalami kerusakan fasilitas pendidikan yaitu sebanyak 11 unit (100%) yang diakibatkan bencana banjir, letusan gunug berapi, tanah longsor. Tahun 2015 jumlah kerusakan kesehatan tertinggi di Jawa Tengah sebanyak 2 unit (33,33%) akibat puting beliung dan di Jawa Timur sebanyak 2 unit (33,33 %) akibat banjir, puting beliung, dan jumlah terendah di Banten yaitu hanya 1 unit (16,67%) yang diakibatkan puting beliung, dan di Jawa Barat yaitu hanya 1 unit (16,67%) yang diakibatkan tanah longsor. e) Kerusakan Jalan Akibat Bencana Kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 193,91 yaitu sepanjang 3,45 Km pada % 61

80 tahun 2014 dan sepanjang 10,14 Km pada tahun 2015 jalan yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.35 di bawah ini. Tabel 4.35 dan Kerusakan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Jalan Tahun 2014 Kerusakan Jalan Tahun 2015 No Kerusakan Jalan Kerusakan Jalan % % (Km) (Km) 1 Banten 0 0,00 0,00 0,00 2 D.I. Yogyakarta 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Dki Jakarta 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Jawa Barat 0,86 24,93 5,05 49,80 5 Jawa Tengah 0,09 2,61 0,25 2,47 6 Jawa Timur 2,50 72,46 4,84 47,73 3, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan jalan terbesar di Jawa Timur sepanjang 2,50 Km (72,46%) yang diakibatkan bencana banjir, tanah longsor, dan jumlah terendah di Jawa Tengah yaitu sepanjang 0,09 Km (2,61%) yang diakibatkan tanah longsor. Tahun 2015 jumlah kerusakan jalan terbesar di Jawa Barat sepanjang 5,05 Km (49,80%) yang diakibatkan akibat tanah longsor, dan jumlah terendah di Jawa Tengah yaitu sepanjang 0,25 Km (2,47%) yang diakibatkan tanah longsor. f) Kerusakan Lahan Akibat Bencana Kerusakan lahan akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 193,91 yaitu seluas ,67 Ha pada tahun 2014 dan seluas 5.938,30 Ha ada tahun 2015 lahan yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan lahan akibat bencana di Wilayah Jawa pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.36 di bawah ini. 62

81 Tabel 4.36 dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Jawa Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Lahan Tahun 2014 Kerusakan Lahan (Ha) % Kerusakan Lahan Tahun 2015 Kerusakan Lahan (Ha) 1 Banten 0,00 0, ,00 33,01 2 D.I. Yogyakarta 0,00 0,00 5,00 0,08 3 Dki Jakarta 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Jawa Barat ,02 81,66 203,90 3,43 5 Jawa Tengah ,65 10,61 235,75 3,97 6 Jawa Timur 8.604,00 7, ,65 59, , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan lahan terbesar di Jawa Barat sebesar ,02 Ha (81,66 %) yang diakibatkan letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, dan jumlah terkecil di Jawa Timur yaitu seluas 8.604,00 Ha (7,73 %) yang diakibatkan banjir, letusan gunung api, tanah longsor. Tahun 2015 jumlah kerusakan lahan terbesar di Jawa Timur sebesar 3.533,65 Ha (59,51 %) yang diakibatkan banjir, dan jumlah terendah di D.I. Yogyakarta 5,00 Ha (0,08 %) yang diakibatkan banjir. % 4.2 Daerah Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Wilayah Kalimantan pada umumnya merupakan daerah dengan fisografis yang bervariasi. Wilayah Kalimantan berada ditengah-tengah kedua lempeng Hindia-Australia dan lempeng Pasifik sehingga tidak memiliki gunung api yang berpotensi terhadap bencana gempa bumi, letusan gunungapi, dan tsunami. Selain itu juga wilayah Kalimantan mempunyai sungai yang banyak dan cukup besar yaitu sungai Mahakam, Kapuas, Kayan, dan Barito serta topografi perbukitan sehingga berpotensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor serta angin yang cukup besar dengan faktor-faktor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya bencana. 63

82 No Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Daerah rawan bencana di Wilayah Kalimantan terdapat di 55 Kabupaten yang tersebar di 4 provinsi yang meliputi Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat. Wilayah Kalimantan merupakan daerah dengan kelas indeks risiko kelas tinggi yang tersebar di 37 Kabupaten atau sebanyak 67,27%, sedangkan dengan kelas indeks risiko bencana kelas sedang tersebar di 18 kabupaten atau sebanyak 32,73%. Artinya Wilayah Kalimantan adalah daerah yang didominasi oleh rawan bencana kelas tinggi. Dilihat dari data sebaran rawan bencana di Wilayah Kalimantan keempat provinsinya tergolong kelas indeks risiko bencana yang didominasi kelas tinggi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa daerah rawan bencana di Wilayah Kalimantan ini untuk segera dilakukan upaya antisipasi bencana baik sebelum atau pada saat terjadinya bencana di wilayah tersebut. Berdasarkan Tabel 4.37 di bawah ini, daerah rawan bencana dengan kelas tinggi paling banyak terdapat di Kalimantan Timur yaitu sebanyak 11 kabupaten atau 78,57%, sedangkan dengan jumlah daerah rawan bencana kelas tinggi paling sedikit terdapat di Kalimantan Tengah yaitu sebanyak 8 kabupaten atau 57,14% dari total daerah rawan bencana. Tabel 4.37 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi % Sedang % Rendah % Total Daerah Rawan Bencana Total Daerah Rawan Bencana 1 Kalimantan Barat 10 71, ,57 0 0, ,45 2 Kalimantan Selatan 8 61, ,46 0 0, ,64 3 Kalimantan Tengah 8 57, ,86 0 0, ,45 4 Kalimantan Timur 11 78, ,43 0 0, , , ,73 0 0, Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2013 Daerah tertentu memiliki kaitan dengan daerah tertinggal di Wilayah Indonesia dilihat dari indikator penentuan daerah serta karakteristik lainnya. Wilayah Kalimantan terdapat sebanyak 11 kabupaten tertinggal dan 1 kabupaten Daerah Otonomi Baru. Dari jumlah tersebut sebagian besar daerah 64

83 tertinggal di Indonesia sekaligus dikategorikan sebagai daerah rawan bencana. Dari 11 kabupaten tertinggal tersebut terdapat 9 kabupaten termasuk indeks risiko bencana kelas tinggi, sedangkan dengan indeks kelas risiko bencana kelas sedang terdapat 2 kabupaten yang terdapat di Wilayah Kalimantan. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah tertinggal yang ada di Wilayah Kalimantan merupakan daerah yang didominasi oleh kelas tinggi dari indeks risiko bencana. Data tersebut di sajikan pada Tabel 4.38 di bawah ini. Tabel 4.38 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Kalimantan No Kode Kabupaten/Kota Keterangan: Kelas Indeks Risiko Bencana 1 Kalimantan Tengah 08 Seruyan Tinggi 2 Kalimantan Timur 11 Mahakam Ulu 3 08 Nunukan Tinggi 4 Kalimantan Selatan 08 Hulu Sungai Utara Sedang 5 Kalimantan Barat 01 Sambas Tinggi 6 07 Sintang Tinggi 7 02 Bengkayang Tinggi 8 03 Landak Tinggi 9 06 Ketapang Tinggi Kapuas Hulu Tinggi Melawi Sedang Kayong Utara Tinggi Sumber : : Daerah Otonom Baru (DOB) - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun Berdasarkan Tabel 4.39 dibawah ini dapat diketahui data sebaran daerah rawan bencana berdasarkan perkembangan di masing-masing wilayah di seluruh Indonesia khususnya wilayah Kalimantan. Dari beberapa daerah di Wilayah Kalimantan terdapat provinsi yang mengalami perkembangan dari segi positif maupun negatif. Terdapat 1 (satu) provinsi yang merupakan 65

84 perkembangan daerah rawan bencana dari segi positif seperti terlihat di Kalimantan Selatan yang mengalami penurunan jumlah tingkat risiko bencana kelas tinggi. Sedangkan yang mengalami perkembangan dari segi negatif terlihat di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur yang mengalami peningkatan jumlah tingkat risiko bencana kelas tinggi. Apabila dilihat dari jumlah rata-rata indeks risiko bencana kelas tinggi di Wilayah Kalimantan pada tahun 2011 sebanyak 35 Kabupaten menjadi 37 Kabupaten di tahun 2013, maka dapat diketahui bahwa daerah rawan bencana secara keseluruhan di Wilayah Kalimantan mengalami perkembangan dari segi negatif yang artinya selama rentang waktu 2011 hingga 2013 terjadi peningkatan jumlah indeks risiko bencana kelas tinggi sebanyak 5,71% di Wilayah Kalimantan. Tabel 4.39 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun No Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2011 Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah 1 Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2011 dan Tahun

85 Gambar 4.5 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun

86 Gambar 4.6 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun

87 Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Kalimantan No a) Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami Disetiap wilayah diharapkan memiliki sistem peringatan dini khusus tsunami sebagai antisipasi bencana walaupun mengingat kondisi fisiografi daerah Kalimantan merupakan daerah yang tidak berpotensi tsunami. Dapat dilihat di Wilayah Kalimantan pada tahun 2011 persentase jumlah desa paling banyak yang memiliki sistem tersebut terdapat di Kalimantan Barat hanya sebanyak 0,3%, sedangkan pada tahun 2014 terdapat di Kalimantan Timur dengan persentase jumlah desa 0,2%. Perkembangan sistem peringatan dini bencana khusus tsunami di Wilayah Kalimantan dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan persentase jumlah desa dari tahun 2011 yang memiliki sistem peringatan dini khusus tsunami ini sebanyak 0.08% menurun menjadi 0,03% pada tahun Data perkembangan keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami tersebut disajikan pada Tabel 4.40 di bawah ini. Tabel 4.40 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Kalimantan Tahun 2011 dan 2014 Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2011 (Bukan Wil. Potensi Tsunami) Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2014 (Bukan Wil. Potensi Tsunami) 1 Kalimantan Barat ,2 5 0, ,6 2 0,1 2 Kalimantan Selatan ,5 2 0, ,2 0 0,0 3 Kalimantan Tengah ,7 0 0, ,3 0 0,0 4 Kalimantan Timur ,7 2 0, ,6 2 0,2 5 Kalimantan Utara*) ,3 0 0, ,25 9 0, , Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan 2014 Keterangan: *) Pemekaran Tahun

88 b) Perlengkapan Keselamatan (Perahu Karet, Tenda, Masker dan lain-lain) Upaya antisipasi bencana dengan perlengkapan keselamatan seperti perahu karet, tenda, masker, dan lain-lain sangat diperlukan untuk mengurangi dampak dari risiko bencana alam di Wilayah Kalimantan. Upaya antisipasi becana alam seperti ini khususnya di Wilayah Kalimantan pada tahun 2011 dengan persentase jumah desa terbanyak yang memiliki perlengkapan keselamatan dapat terlihat di Kalimantan Timur yaitu 2,6%, sedangkan pada tahun 2014 terdapat di yang sama yaitu Kalimantan Timur dengan persentase jumlah desa sebanyak 4,8%. Berdasarkan Tabel 4.41 di bawah ini, perkembangan dari upaya antisipasi bencana alam dengan perlengkapan keselamatan dapat simpulkan secara keseluruhan di Wilayah Kalimantan terlihat bahwa terjadi peningkatan dari persentase jumlah desa yang memiliki perlengkapan keselamatan di 2011 dengan jumlah 0.87%, sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 1.04%. Tabel 4.41 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Kalimantan Tahun 2011 dan 2014 No Keberadaan Perlengkapan Keselamatan Tahun 2011 Keberadaan Perlengkapan Keselamatan Tahun Kalimantan Barat 23 1,2 24 1,1 2 Kalimantan Selatan 19 1,0 28 1,4 3 Kalimantan Tengah 26 1,7 21 1,3 4 Kalimantan Timur 38 2,6 49 4,8 5 Kalimantan Utara *) 9 1, , ,82 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan 2014 Keterangan: *) Pemekaran Tahun 2012 c) Sistem Peringatan Dini Bencana Alam Upaya antisipasi bencana alam di Wilayah Kalimantan pada Tahun 2014 selain peringatan dini bencana alam khusus Tsunami dan perlengkapan keselamatan ada pula upaya berupa sistem peringatan dini bencana alam. Di 70

89 Wilayah Kalimantan sistem seperti ini masih sangat minim, dilihat pada tahun 2014 dengan persentase jumlah desa terbanyak yang memiliki sistem peringatan dini bencana alam dapat terlihat di Kalimantan Timur dengan persentase sebanyak 4,1%. Berikut adalah tabel rincian jumlah daerah dengan upaya antisipasi bencana alam dengan sistem peringatan dini bencana alam. Data tersebut disajikan pada Tabel 4.42 di bawah ini. Tabel 4.42 dengan Keberadaan Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 No (Ada) (Tidak Ada) 1 Kalimantan Barat 19 0, ,1 2 Kalimantan Selatan 26 1, ,7 3 Kalimantan Tengah 26 1, ,3 4 Kalimantan Timur 42 4, ,9 5 Kalimantan Utara 13 2, ,3 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2014 d) Jalur Evakuasi Keberadaan jalur evakuasi sebagai upaya antisipasi bencana alam di Wilayah Kalimantan yang sudah ada di tahun 2014 ini termasuk masih sangat minim. Dengan jalur evakuasi seperti ini bahwa jumlah persentase desa yang banyak memiliki jalur evakuasi yaitu di Kalimantan Timur dengan persentase 6,6%. Sedangkan dengan jumlah paling sedikit terdapat di Kalimantan Utara dengan persentase sebanyak 1,9%. Keberadaan jalur evakuasi di Wilayah Kalimantan disajikan ada Tabel 4.43 di bawah ini. 71

90 Tabel 4.43 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 No (Ada) (Tidak Ada) 1 Kalimantan Barat 49 2, ,7 2 Kalimantan Selatan 51 2, ,5 3 Kalimantan Tengah 69 4, ,6 4 Kalimantan Timur 68 6, ,4 5 Kalimantan Utara 9 1, ,1 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun Korban Akibat Bencana Di Wilayah Kalimantan a) Korban Meninggal Akibat Bencana Korban meninggal akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 71,83%, yaitu sebanyak 142 pada tahun 2014 dan sebanyak 40 jiwa pada tahun 2015 yang meninggal akibat bencana. Data spesifik korban meninggal akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.44 di bawah ini. No Tabel 4.44 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 Korban Meninggal Tahun 2014 Korban Meninggal Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Kalimantan Barat 44 30, ,00 2 Kalimantan Selatan 3 2,11 0 0,00 3 Kalimantan Tengah 85 59,86 3 7,50 4 Kalimantan Timur 10 7, ,00 5 Kalimantan Utara 0 0,00 1 2, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban meninggal tahun 2014 tertinggi berada di Kalimantan Tengah sebanyak 85 jiwa (59,86%) akibat kecelakaan transportasi dan jumlah terendah di Kalimantan Selatan yaitu sebanyak 3 jiwa (2,11%). Tahun 2015, jumlah korban meninggal tertinggi berada di Kalimantan Barat 72

91 yaitu sebanyak 22 jiwa (55%) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi, tanah longsor, puting beliung dan jumlah terendah di Kalimantan Utara hanya 1 jiwa (2,50%) dari korban yang diakibatkan banjir. b) Korban Hilang Akibat Bencana Korban hilang akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 79,07 %, yaitu sebanyak 86 jiwa dan sebanyak 18 jiwa pada tahun 2015 yang hilang akibat bencana. Data spesifik korban hilang akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 4.45 dan Korban HIlang Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 No Korban Hilang Tahun 2014 (Jiwa) % Korban Hilang Tahun 2015 (Jiwa) 1 Kalimantan Barat 1 1, ,11 2 Kalimantan Selatan 0 0,00 0 0,00 3 Kalimantan Tengah 85 98,84 0 0,00 4 Kalimantan Timur 0 0, ,89 5 Kalimantan Utara 0 0,00 0 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban hilang tahun 2014 tertinggi berada di Kalimantan Tengah sebanyak 85 jiwa (98,84%) akibat kecelakaan transportasi dan jumlah terendah di Kalimantan Barat yaitu sebanyak 1 jiwa (1,16%). Tahun 2015, jumlah korban hilang tertinggi berada di Kalimantan Timur yaitu sebanyak 16 jiwa (88,89%) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi. % c) Korban Terluka Akibat Bencana Korban terluka akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 83,33%, yaitu sebanyak 228 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 38 jiwa pada tahun Data spesifik korban 73

92 terluka akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.46 di bawah ini. Tabel 4.46 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 Korban Terluka Korban Terluka No Tahun 2014 (Jiwa) % Tahun 2015 (Jiwa) 1 Kalimantan Barat 0 0, ,47 2 Kalimantan Selatan 0 0,00 2 5,26 3 Kalimantan Tengah 5 2,19 0 0,00 4 Kalimantan Timur , ,11 5 Kalimantan Utara 0 0, ,16 JUMLAH Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban terluka tahun 2014 tertinggi berada di Kalimantan Timur sebanyak 223 jiwa (97,81%) akibat banjir, tanah longsor, kecelakaan transportasi dan puting beliung, jumlah terendah di Kalimantan Tengah yaitu sebanayak 5 jiwa (2,19 %) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi. Tahun 2015, jumlah korban terluka tertinggi berada di Kalimantan Timur yaitu sebanyak 16 jiwa (42,11%) akibat banjir, tanah longsor, kecelakaan transportasi, puting beliung dan jumlah terendah di Kalomantan Selatan yaitu sebanyak 2 jiwa (5,26%) dari korban yang diakibatkan puting beliung. d) Korban Menderita Akibat Bencana Korban menderita akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 14,78 %, yaitu sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 yang menderita akibat bencana. Data spesifik korban terluka akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.47 di bawah ini. % 74

93 Tabel 4.47 dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 NO PROVINSI Korban Menderita Tahun 2014 (Jiwa) % Korban Menderita Tahun 2015 (Jiwa) 1 Kalimantan Barat 0 0, ,67 2 Kalimantan Selatan , ,20 3 Kalimantan Tengah , ,13 4 Kalimantan Timur , ,83 5 Kalimantan Utara 0 0, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban menderita tahun 2014 tertinggi berada di Kalimantan Selatan sebanyak jiwa (63,12%) dari korban yang diakibatkan banjir dan puting beliung dan jumlah terendah di Kalimantan Tengah yaitu sebanyak jiwa (14,44%) dari korban yang diakibatkan banjir, tanah longsor. Tahun 2015, jumlah korban menderita tertinggi berada di Kalimantan Selatan yaitu sebanyak (79,20%) jiwa dari korban yang diakibatkan banjir, tanah longsor, puting beliung dan jumlah terendah di Kalimantan Tengah yaitu sebanyak 520 jiwa (1,13%) dari korban yang diakibatkan banjir. % e) Korban Mengungsi Akibat Bencana Korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 1056,81%, yaitu sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 yang mengungsi akibat bencana. Data spesifik korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.48 di bawah ini. 75

94 Tabel 4.48 dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 No Korban Mengungsi Tahun 2014 (Jiwa) % Korban Mengungsi Tahun 2015 (Jiwa) 1 Kalimantan Barat , ,87 2 Kalimantan Selatan ,33 0 0,00 3 Kalimantan Tengah 102 7,13 0 0,00 4 Kalimantan Timur , ,55 5 Kalimantan Utara 0 0, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban mengungsi tahun 2014 tertinggi berada di Kalimantan Timur sebanyak 620 jiwa (43,33 %) dari korban yang diakibatkan banjir, puting beliung dan jumlah terendah terjadi Kalimantan Tengah yaitu sebanyak 102 jiwa (7,13%) dari korban yang diakibatkan gelombang pasang/ abrasi. Tahun 2015, jumlah korban mengungsi tertinggi berada di Kalimantan Timur yaitu sebanyak jiwa (75,55%) dari korban yang diakibatkan banjir dan tanah longsor, untuk jumlah terendah terjadi Kalimantan Barat yaitu sebanyak jiwa (10,87%) dari korban yang diakibatkan puting beliung dan banjir Kerusakan Akibat Bencana Di Wilayah Kalimantan a) Kerusakan Rumah Akibat Bencana Kerusakan rumah akibat bencana dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu rusak berat, rusak sedang, rusak ringan. Rumah rusak berat akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 5,13%, yaitu sebanyak 234 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 222 unit pada tahun Rumah rusak sedang mengalami kenaikan sebesar 147,12%, yaitu sebanyak 87 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 215 pada tahun Rumah rusak ringan mengalami kenaikan sebesar 93,66%, yaitu sebanyak 205 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 397 % 76

95 No unit pada tahun Data spesifik jumlah kerusakan rumah akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.49 di bawah ini. Tabel 4.49 dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 Rumah Rusak Berat (Unit) Kerusakan Rumah Tahun 2014 Kerusakan Rumah Tahun 2015 % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) % Rumah Rusak Berat (Unit) % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) Kalimantan Barat 23 9, , , , , ,04 Kalimantan Selatan 32 13,68 5 5, , , , ,30 Kalimantan Tengah 39 16,67 0 0,00 0 0,00 5 2,25 0 0, ,83 Kalimantan Timur ,83 5 5, , ,54 5 2, ,33 Kalimantan Utara 0 0,00 0 0,00 0 0,00 3 1,35 5 2,33 2 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 % Pada tahun 2014 jumlah kerusakan rumah berat tertinggi di Kalimantan Timur sebanyak 140 unit (59,83%) dari kerusakan yang diakibatkan bencana banjir, puting beliung, tanah longsor, dan konflik/ kerusuhan sosial, untuk jumlah terendah terjadi di Kalimantan Barat yaitu sebanyak 23 unit (9,83%) dari kerusakan yang diakibatkan puting beliung, kebakaran hutan dan lahan, tanah longsor. rumah rusak sedang tertinggi di Kalimantan Barat sebanyak 77 unit (88,51%) dari kerusakan yang diakibatkan puting beliung, untuk jumlah terendah terjadi di Kalimanatan Timur yaitu sebanyak 5 unit (5,75%) dan Kalimantan Selatan sebanyak 5 unit (5,75 5) dari kerusakan yang diakibatkan puting beliung dan tanah longsor. rumah rusak ringan terbesar di Kalimantan Timur sebanyak 100 unit (48,78%) dari kerusakan yang diakibatkan puting beliung, untuk jumlah terendah terjadi Kalimantan Barat yaitu sebanyak 23 unit (11,22%) dari kerusakan yang diakibatkan puting beliung. 77

96 Pada tahun 2015 jumlah kerusakan rumah berat tertinggi di Kalimantan Timur sebanyak 90 unit (40,54%) dari kerusakan akibat bencana banjir, puting beliung dan tanah longsor, untuk jumlah terendah terjadi di Kalimantan Utara yaitu sebanyak 3 unit (1,35%) dari kerusakan yang diakibatkan banjir dan gempa bumi. rumah rusak sedang tertinggi di Kalimantan Selatan sebanyak 178 unit (82,79%) dari kerusakan yang diakibatkan puting beliung dan banjir, untuk jumlah terendah berada di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara yaitu sebanyak masing-masing 5 unit (2,33%) dari kerusakan yang diakibatkan puting beliung dan gempa bumi. rumah rusak ringan tertinggi di Jawa Tengah sebanyak 291 unit (73,30%) dari kerusakan yang diakibatkan bencana puting beliung dan jumlah terendah terjaid Kalimantan Utara yaitu sebanyak 2 unit (0,50 %) dari kerusakan yang diakibatkan gemba bumi. b) Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 16%, yaitu sebanyak 25 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 29 unit pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.50 di bawah ini. Tabel 4.50 dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Peribadatan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Peribadatan (Unit) 1 Kalimantan Barat 0 0, ,79 2 Kalimantan Selatan 0 0,00 0 0,00 3 Kalimantan Tengah 24 96, ,83 4 Kalimantan Timur 1 4, ,93 5 Kalimantan Utara 0 0,00 1 3, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2016 % 78

97 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan fasilitas peribadatan tertinggi di Kalimantan Tengah sebanyak 24 unit (96%) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah di Kalimantan Timur yaitu hanya 1 unit (4%) yang diakibatkan puting beliung. Tahun 2015 jumlah kerusakan peribadatan tertingi di Kalimantan Tengah sebanyak 13 unit (44,83%) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah di Kalimantan Utara yaitu hanya 1 unit (1%) yang diakibatkan banjir. c) Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 1.514,29%, yaitu sebanyak 7 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 113 unit pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.51 di bawah ini. No Tabel 4.51 dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) 1 Kalimantan Barat 0 0,00 4 3,54 2 Kalimantan Selatan 0 0,00 1 0,88 3 Kalimantan Tengah 7 100, ,50 4 Kalimantan Timur 0 0, ,04 5 Kalimantan Utara 0 0, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan fasilitas pendidikan hanya terjadi di Kalimantan Tengah sebanyak 7 unit (100%) yang diakibatkan banjir. Tahun 2015 jumlah kerusakan pendidikan tertingi di Kalimantan Utara sebanyak 78 unit (69,03%) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah di % 79

98 Kalimantan Selatan yaitu hanya 1 unit (0,88%) yang diakibatkan puting beliung. d) Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas kesehatan akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 85,71%, yaitu sebanyak 7 unit pada tahun 2014 dan hanya 1 unit pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.52 di bawah ini. No Tabel 4.52 dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) 1 Kalimantan Barat 0 0,00 0 0,00 2 Kalimantan Selatan 0 0,00 0 0,00 3 Kalimantan Tengah 7 100,00 0 0,00 4 Kalimantan Timur 0 0,00 0 0,00 5 Kalimantan Utara 0 0, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan fasilitas kesehatan hanya terjadi di Kalimantan Tengah sebanyak 7 unit (100%) yang diakibatkan banjir. Tahun 2015 jumlah kerusakan pendidikan hanya terjadi di Kalimantan Utara hanya 1 unit (100%) yang diakibatkan banjir. e) Kerusakan Jalan Akibat Bencana Kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 tidak dapat terdefinisi besarannya baik mengalami peningkatan ataupun penurunan karena pada tahun 2014 dengan jumlah nol sedangkan pada tahun 2015 sebesar 2,46 Km jalan yang rusak akibat bencana. Data % 80

99 spesifik kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.53 di bawah ini. Tabel 4.53 dan Kerusakan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Jalan Tahun 2014 Kerusakan Jalan Tahun 2015 Kerusakan Jalan (Km) % Kerusakan Jalan (Km) 1 Kalimantan Barat 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Kalimantan Selatan 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Kalimantan Tengah 0,00 0,00 0,00 0,00 4 Kalimantan Timur 0,00 0,00 2,46 100,00 5 Kalimantan Utara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0 2, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2015 jumlah kerusakan jalan hanya terjadi di Kalimantan Timur sebesar 2,46 Km (100%) yang diakibatkan banjir dan tanah longsor. f) Kerusakan Lahan Akibat Bencana Kerusakan lahan akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 136,24% yaitu sebanyak 970,00 Ha pada tahun 2014, dan sebesar 2.291,50 Ha pada tahun 2015 lahan yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Kalimantan pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.54 di bawah ini. % 81

100 Tabel 4.54 dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Kalimantan Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Lahan Tahun 2014 Kerusakan Lahan (Ha) % Kerusakan Lahan Tahun 2015 Kerusakan Lahan (Ha) 1 Kalimantan Barat 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Kalimantan Selatan 830,00 85,57 11,00 0,48 3 Kalimantan Tengah 90,00 9, ,00 87,28 4 Kalimantan Timur 50,00 5,15 280,50 12,24 5 Kalimantan Utara 0,00 0,00 0,00 0,00 970, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan lahan tertinggi berada di Kalimantan Selatan yaitu sebesar 830 Ha (85,57%) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah berada di Kalimantan Timur yaitu sebesar 50 Ha (5,15%) yang diakibatkan banjir. Pada tahun 2015 jumlah kerusakan lahan tertinggi berada di Kalimantan Tengah yaitu sebanyak Ha (87,28%) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah berada di Kalimantan Selatan yaitu sebanyak 11,00 Ha (0,48%) yang diakibatkan banjir. % 4.4. Daerah Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada umumnya merupakan daerah dengan fisografis yang bervariasi berhadapan dengan lempeng tektonik Hindia- Australia di sisi selatan Indonesia dengan Lempeng Pasifik di sisi utara Indonesia dengan banyak terdapat deretan gunung api yang masih aktif, gunung tertinggi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara adalah Gunung Rinjani serta Gunung Tambora dengan letusan yang sangat dahsyat berada di sisi selatan Indonesia yang berhadapan langsung dengan Lempeng Hindia sehingga banyak terbentuk deretan gunung api menyebabkan daerah di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara berpotensi terjadinya gempa bumi, letusan gunung api dan tsunami. Selain itu juga wilayah Nusa Tenggara mempunyai sungai yang banyak dan cukup besar serta bentuk topografi perbukitan sehingga berpotensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor serta angin 82

101 yang cukup besar dengan faktor-faktor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya bencana Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Wilayah Bali dan Nusa Tenggara terdapat 3 provinsi dan 40 kabupaten yang merupakan daerah rawan bencana meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar Wilayah Bali dan Nusa Tenggara merupakan daerah rawan bencana dengan tingkat indek risiko bencana kelas tinggi yang tersebar di 32 kabupaten atau sebanyak 80%. Selain kelas tinggi, Wilayah Bali dan Nusa Tenggara terdapat kelas indeks risiko bencana kelas sedang yang tersebar di 8 kabupaten atau sebanyak 20%. Artinya Wilayah Bali dan Nusa Tenggara adalah daerah yang didominasi oleh rawan bencana kelas tinggi. Dilihat secara keseluruhan ketiga di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara tersebut didominasi indeks risiko bencana kelas tinggi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah rawan bencana khususnya di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara untuk segera dilakukan upaya penanggulangan bencana sebagai antisipasi baik sebelum atau pada saat terjadinya bencana di wilayah tersebut. Berdasarkan Tabel 4.49 di bawah ini, daerah rawan bencana dengan kelas tinggi persentase paling banyak terdapat di Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak 100% atau seluruh daerahnya merupakan daerah dengan kondisi rawan bencana kelas tinggi, sedangkan dengan jumlah persentase daerah rawan bencana kelas tinggi paling sedikit terdapat di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 66.67% atau sebanyak 14 kabupaten. Walaupun jumlah daerah dengan kelas tinggi paling banyak di Nusa Tenggara Timur, tetapi persentase nya paling sedikit. ini dipengaruhi oleh total daerah rawan bencana disetiap daerah berbeda-beda sehingga berpengaruh kepada besaran persentase total daerah rawan bencana di setiap daerah nya. 83

102 No Tabel 4.55 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2013 Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi % Sedang % Rendah % Total Daerah Rawan Bencana Total Daerah Rawan Bencana 1 Bali 8 88, , Nusa Tenggara Barat , Nusa Tenggara Timur 14 66, , , , Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2013 Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) , Wilayah Bali sudah terentaskan dari daerah tertinggal sehingga tidak termasuk dalam daerah tertinggal sedangkan Wilayah Nusa Tenggara terdapat 26 Kabupaten yang merupakan daerah tertinggal dan 1 Daerah Otanom Baru (DOB). Dari 26 kabupaten tertinggal tersebut sebanyak 25 kabupaten masuk dalam kategori daerah rawan bencana. Berdasarkan Tabel 4.50 dibawah ini dari 25 daerah rawan bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara, diketahui bahwa sebanyak 19 daerah tertinggal merupakan daerah rawan bencana kelas tinggi, dan sebanyak 6 daerah tertinggal merupakan daerah rawan bencana kelas sedang. Seperti yang terlihat di Nusa Tenggara Barat, daerah ini secara keseluruhan yaitu sebanyak 8 kabupaten merupakan daerah rawan bencana kelas tinggi. Dilihat dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah tertinggal yang ada di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara merupakan daerah yang didominasi oleh kelas tinggi dari indeks risiko bencana. Tabel 4.56 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara No Kode Kabupaten/Kota Kelas Indeks Risiko Bencana 1 Nusa Tenggara Timur 01 Sumba Barat Sedang 2 02 Sumba Timur Tinggi 3 04 Timor Tengah Selatan Tinggi 84

103 No Kode Kabupaten/Kota Kelas Indeks Risiko Bencana 4 05 Timor Tengah Utara Sedang 5 14 Rote Ndao Sedang 6 16 Sumba Tengah Sedang 7 17 Sumba Barat Daya Sedang 8 20 Sabu Raijua Sedang 9 03 Kupang Tinggi Belu Tinggi Alor Tinggi Lembata Tinggi Ende Tinggi Manggarai Tinggi Manggarai Barat Tinggi Nagekeo Tinggi Manggarai Timur Tinggi Malaka 19 Nusa Tenggara Barat 04 Sumbawa Tinggi Sumbawa Barat Tinggi Lombok Barat Tinggi Lombok Tengah Tinggi Lombok Timur Tinggi Dompu Tinggi Bima Tinggi Lombok Utara Tinggi Keterangan: : Daerah Otonom Baru (DOB) Sumber : - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2011 sebanyak 36 kabupaten menjadi 32 kabupaten di tahun 2013, maka dapat diketahui bahwa daerah rawan bencana secara keseluruhan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara mengalami perkembangan dari segi positif atau sebesar 11,11% dilihat dari jumlah indeks risiko bencana tingkat tinggi yang mengalami penurunan dari rentang waktu 2011 hingga

104 Berdasarkan Tabel 4.57 di bawah ini, dari beberapa daerah di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara terdapat yang mengalami perkembangan dari segi positif maupun negatif. Terdapat 2 (dua) yang merupakan perkembangan daerah rawan bencana dari segi positif seperti terlihat di Bali dan Nusa Tenggara Timur yang mengalami penurunan jumlah tingkat risiko bencana kelas tinggi. Sedangkan yang mengalami perkembangan dari segi negatif terlihat di Nusa Tenggara Barat yang mengalami peningkatan jumlah tingkat risiko bencana kelas tinggi. Tabel 4.57 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2011 Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah BALI NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR JUMLAH Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2011 dan Tahun

105 Gambar 4.7 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun

106 Gambar 4.8 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun

107 NO Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara a) Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami Keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara masih sangat minim. Upaya antisipasi bencana alam dengan sistem peringatan dini khusus tsunami di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara dalam rentang waktu 2011 hingga 2014 mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan yaitu sebesar 0,66%. Menurut data tahun 2011 dan 2014 menunjukan bahwa keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara masing-masing adalah sebesar 1,38% dan 0,72%, persentase tersebut mewakili total jumlah desa yang memiliki sistem tersebut dan sisanya merupakan desa yang tidak memiliki sistem tersebut di masing-masing desanya. Selama kurun waktu dari tahun 2011 sampai 2014 Bali merupakan daerah yang mendominasi keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami ini walaupun dengan persentase jumlah yang menurun. Sedangkan di Nusa Tenggara Barat mengalami peningkatan dari persentase jumlah desa di tahun 2014 menjadi 1,1% yang sebelumnya di tahun %. Data tersebut disajikan pada Tabel 4.58 di bawah ini. Tabel 4.58 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2014 PROVINSI Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2011 (Bukan Wil. Potensi Tsunami) Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2014 (Bukan Wil. Potensi Tsunami) 1 Bali ,4 35 4, ,7 16 2,2 2 Nusa Tenggara Barat , ,7 12 1,1 3 Nusa Tenggara Timur ,7 31 1, ,9 9 0, , , , ,72 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan

108 b) Perlengkapan Keselamatan (Perahu Karet, Tenda, Masker dan lain-lain) Dalam upaya antisipasi bencana alam yang terjadi dibeberapa daerah di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara dirasa perlu ditingkatkan, mengingat tingkat risiko bencana yang terjadi di wilayah tersebut merupakan kelas tinggi dari multi bencana yang terjadi. Selain peringatan dini khusus tsunami, perlu adanya perlengkapan keselamatan seperti perahu karet, tenda, masker dan lain-lain sebagai fasilitas dalam upaya antisipasi bencana yang terjadi. Berdasarkan hasil pengolahan data Potensi (PODES) tahun 2011 dan 2014 keberadaan perlengkapan keselataman di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara dirasa masih sangat minim. Terlihat dari tahun 2011 dan 2014 persentase jumlah desa yang memiliki perlengkapan keselamatan hanya 1,07% dan 0,80% dari persentase jumlah desa di masing-masing, jumlah ini mewakili persentase desa yang memiliki perlengkapan keselamatan, sisanya adalah yang tidak memiliki perlengkapan keselamatan. Berdasarkan Tabel 4.59 di bawah ini, selama rentang waktu 2011 hingga 2014 ini terjadi penurunan keberadaan perlengkapan keselamatan yang tidak terlalu signifikan di beberapa nya seperti Bali dan Nusa Tenggara Timur. Seperti di Bali mengalami penurunanan sebanyak 1,3% dan di Nusa Tenggara Timur sebanyak 0,2%, sedangkan di Nusa Tenggara Barat mengalami peningkatan sebanyak 0,2%. Secara keseluruhan Wilayah Bali dan Nusa Tenggara dari keberadaan perlengkapan keselamatan sebagai fasilitas dalam upaya antisispasi bencana terjadi penurunan jumlah persentase yang menunjukkan perkembangan dari segi negatif di wilayah tersebut sebanyak 0,27%. 90

109 Tabel 4.59 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2011 dan 2014 NO Ketersediaan Perlengkapan Keselamatan Tahun 2011 Ketersediaan Perlengkapan Keselamatan Tahun Bali 17 2,4 8 1,1 2 Nusa Tenggara Barat 13 1,2 16 1,4 3 Nusa Tenggara Timur 21 0,7 17 0,5 51 1, ,80 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan 2014 c) Sistem Peringatan Dini Bencana Alam Upaya antisipasi bencana dengan sistem peringatan dini bencana alam pada tahun 2014 di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara masih sangat minim secara garis besar. Berdasarkan Tabel 4.60 di bawah ini, apabila dilihat dibeberapa daerah menunjukkan bahwa Bali sudah sangat memadai. Dilihat dari jumlah persentase desanya sebanyak 71,4% yang sudah memiliki sistem peringatan dini bencana alam yang terlihat di Kabupaten Gianyar, Klungkung, dan Tabanan (Lampiran 7). Sedangkan dibeberapa daerah lainnya seperti di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur hanya sebesar 4,9% dan 5,3%. Tabel 4.60 dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 No (Ada) (Tidak Ada) 1 Bali , ,6 2 Nusa Tenggara Barat ,1 3 Nusa Tenggara Timur ,7 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2014 d) Jalur Evakuasi Jalur evakuasi yang ada di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara sebagai upaya antisipasi bencana di tahun 2014 dirasa masih sangat kurang memadai. 91

110 Seperti di Bali jumlah persentase desa yang memiliki jalur evakuasi sebagai upaya antisipasi bencana alam yaitu sebanyak 5,3%, Nusa Tenggara Barat 5,5%, sedangkan Nusa Tenggara Timur hanya 1,9%. ini mewakili jumlah desa yang sudah memiliki jalur evakuasi sebagai upaya antisispasi bencan alam dan sisanya belum memiliknya. Keberadaan jalur evakuasi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara tersebut disajikan pada Tabel 4.61 berikut ini: Tabel 4.61 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 No (Ada) (Tidak Ada) 1 Bali 38 5, ,7 2 Nusa Tenggara Barat 63 5, ,5 3 Nusa Tenggara Timur 63 1, ,1 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun Korban Akibat Bencana Di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara a) Korban Meninggal Akibat Bencana Korban meninggal akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 41,38%, yaitu sebanyak 29 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 17 jiwa pada tahun 2015 yang meninggal akibat bencana. Data spesifik korban meninggal akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.62 di bawah ini. Tabel 4.62 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan 2015 No Korban Meninggal Tahun 2014 Korban Meninggal Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Bali 8 27, ,41 2 Nusa Tenggara Barat 5 17, ,06 3 Nusa Tenggara Timur 16 55, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun

111 Korban meninggal tahun 2014 tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 16 jiwa (55,17%) yang diakibatkan puting beliung, banjir, tanah longsor, untuk jumlah terendah berada di Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak 5 jiwa (17,24%) dari korban yang diakibatkan puting beliung dan kecelakaan transportasi. Tahun 2015 jumlah korban meninggal tertinggi berada di Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak 8 jiwa (47,06%) dari korban yang diakibatkan banjir, tanah longsor, dan jumlah terendah berada di Nusa Teggara Timur yaitu sebanyak 4 jiwa (23,53%) dari korban yang diakibatkan banjir dan puting beliung. b) Korban Hilang Akibat Bencana Korban hilang akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 85,71%, yaitu sebanyak 14 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 2 jiwa pada tahun 2015 yang hilang akibat bencana. Data spesifik korban meninggal akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.63 di bawah ini. Tabel 4.63 dan Korban Hilang Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan 2015 No Korban Hilang Tahun 2014 Korban Hilang Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Bali 11 78,57 0 0,00 2 Nusa Tenggara Barat 3 21,43 0 0,00 3 Nusa Tenggara Timur 0 0, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban hilang tahun 2014 tertinggi berada di Bali sebanyak 11 jiwa (78,57 %) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi, untuk jumlah terendah berada di Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak 3 jiwa (21,43 %) dari korban yang diakibatkan banjir dan kecelakaan transportasi. 93

112 Tahun 2015 jumlah korban hilang hanya berada di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 2 jiwa (100 %) dari korban yang diakibatkan banjir. c) Korban Terluka Akibat Bencana Korban terluka akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 85,71 %, yaitu sebanyak 14 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 2 jiwa pada tahun 2015 yang hilang akibat bencana. Data spesifik korban terluka akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.64 di bawah ini. No Tabel 4.64 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan 2015 Korban Terluka Tahun 2014 Korban Terluka Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Bali 6 7, ,33 2 Nusa Tenggara Barat 4 5, ,83 3 Nusa Tenggara Timur 66 86, ,83 JUMLAH Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban terluka tahun 2014 tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 66 jiwa (86,84 %) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi, puting beliung, tanah longsor, dan jumlah terendah berada di Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak 4 jiwa (5,26 %) dari korban yang diakibatkan tanah longsor dan puting beliung. Tahun 2015 jumlah korban hilang tertinggi berada di Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak 11 jiwa (45,83 %) dari korban yang diakibatkan banjir, tanah longsor, puting beliung, dan jumlah terendah berada di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 5 jiwa (20,83 %) dari korban yang diakibatkan puting beliung, dan gempa bumi. d) Korban Menderita Akibat Bencana Korban menderita akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 mengalami peningkatan sebesar 6,64%, yaitu 94

113 sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 yang menderita akibat bencana. Data spesifik korban menderita akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.65 di bawah ini. Tabel 4.65 dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan 2015 No Korban Menderita Tahun 2014 Korban Menderita Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Bali 17 0,04 0 0,00 2 Nusa Tenggara Barat , ,32 3 Nusa Tenggara Timur , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban menderita tahun 2014 tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak jiwa (80,79%) dari korban yang diakibatkan tanah longsor, banjir, letusan gunung berapi, dan jumlah terendah berada di Bali yaitu sebanyak 17 jiwa (0,04%) dari korban yang diakibatkan tanah longsor. Tahun 2015 jumlah korban menderita tertinggi berada di Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak jiwa (98,32%) dari korban yang diakibatkan banjir, dan jumlah terendah berada di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 781 jiwa (1,68%) dari korban yang diakibatkan banjir, puting beliung, dan tanah longsor. e) Korban Mengungsi Akibat Bencana Korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 mengalami peningkatan sebesar 282,61 %, yaitu sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 yang mengungsi akibat bencana. Data spesifik korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.66 di bawah ini. 95

114 Tabel 4.66 dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan 2015 No Korban Mengungsi Tahun 2014 Korban Mengungsi Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Bali 124 4,83 0 0,00 2 Nusa Tenggara Barat , ,59 3 Nusa Tenggara Timur , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban mengungsi tahun 2014 tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak jiwa (51,81%) dari korban yang diakibatkan putong beliung, banjir, gelombang pasang/ abrasi, dan jumlah terendah berada di Bali yaitu sebanyak 124 jiwa (4,83%) dari korban yang diakibatkan banjir. Tahun 2015 jumlah korban mengungsi tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak jiwa (68,41%) dari korban yang diakibatkan banjir, gempa bumi, dan jumlah terendah berada di Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak jiwa (31,59%) dari korban yang diakibatkan banjir Kerusakan Akibat Bencana Di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara a) Kerusakan Rumah Akibat Bencana Kerusakan rumah akibat bencana dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu rusak berat, rusak sedang, rusak ringan. Rumah rusak berat akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 mengalami peningkatan sebesar 91,02%, yaitu sebanyak 256 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 489 unit pada tahun Rumah rusak sedang mengalami penurunan sebesar 75,09%, yaitu sebanyak 277 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 69 unit pada tahun Rumah rusak ringan mengalami penurunan sebesar 93,77%, yaitu sebanyak unit pada tahun 2014 dan sebanyak 788 unit pada tahun Data spesifik kerusakan rumah akibat 96

115 bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.67 di bawah ini. Tabel 4.67 dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Rumah Tahun 2014 Kerusakan Rumah Tahun 2015 No Rumah Rusak Berat (Unit) % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) % Rumah Rusak Berat (Unit) % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) % 1 Bali 22 8, , ,41 1 0,20 2 2, ,58 2 Nusa Tenggara Barat , , , ,88 61,00 88, ,36 3 Nusa Tenggara Timur 78 30,47 6 2, , ,91 6,00 8, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan rumah berat tertinggi di Nusa Tenggara Barat sebanyak 156 unit (60,94 %) yang diakibatkan bencana puting beliung, tanah longsor, banjir dan jumlah terendah di Bali sebanyak 22 unit (8,59%) yang diakibatkan banjir, tanah longsor dan puting beliung. rumah rusak sedang tertinggi di Nusa Tenggara Barat sebanyak 220 unit (79,42%) akibat puting beliung, dan jumlah terendah di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 6 unit (2,17%) yang gelombang pasang/ abrasi. rumah rusak ringan terbesar di Nusa Tenggara Timur sebanyak 645 unit (58,27%) akibat bencana banjir, puting beliung, gelombang pasang/ abrasi, dan jumlah terendah di Bali sebanyak 34 unit (18,41%) yang diakibatkan gelombang pasang/ abrasi, banjir dan puting beliung. Pada tahun 2015 jumlah kerusakan rumah berat terbesar di Nusa Tenggara Timur sebanyak 381 unit (77,91%) yang diakibatkan bencana puting beliung, banjir, gempa bumi dan jumlah terendah di Bali yaitu hanya 1 unit (0,20%) yang diakibatkan tanah longsor. rumah rusak sedang terbesar di Nusa Tenggara Barat sebanyak 61 unit (88,41%) akibat puting beliung, banjir dan jumlah terendah di Bali sebanyak 2 97

116 unit (2,90%) yang diakibatkan puting beliung. rumah rusak ringan terbesar di Nusa Tenggara Timur sebanyak 686 unit (87,06%) yang diakibatkan bencana puting beliung, gempa bumi, tanah longsor dan jumlah terendah di Bali sebanyak 44 unit (5,58%) yang diakibatkan puting beliung. b) Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 mengalami peningkatan sebesar 500%, yaitu sebanyak 5 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 30 unit pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.68 di bawah ini. No Tabel 4.68 dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Peribadatan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Peribadatan (Unit) 1 Bali 1 20,00 2 6,67 2 Nusa Tenggara Barat 1 20,00 0 0,00 3 Nusa Tenggara Timur 3 60, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan fasilitas peribadatan tertinggi di Nusa Tenggara Timur sebanyak 3 unit (60%) yang diakibatkan banjir, puting beliung, gelombang pasang/ abrasi dan jumlah terendah di Bali dan Nusa Tenggara Barat yaitu masing-masing hanya 1 unit (20%) yang diakibatkan banjir dan tanah longsor. Tahun 2015 jumlah kerusakan peribadatan tertingi di Nusa Tenggara Timur sebanyak 28 unit (93,33%) yang diakibatkan gempa bumi, banjir dan jumlah terendah di Bali yaitu sebanyak 2 unit (6,67%) yang diakibatkan tanah longsor. % 98

117 c) Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 tidak dapat terdefinisi besarannya baik mengalami peningkatan ataupun penurunan karena pada tahun 2014 dengan jumlah nol sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 22 unit fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.69 di bawah ini. Tabel 4.69 dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) 1 Bali 0 0,00 0 0,00 2 Nusa Tenggara Barat 0 0,00 1 4,55 3 Nusa Tenggara Timur 0 0, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2015 jumlah kerusakan fasilitas pendidikan tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 21 unit (95,45%) yang diakibatkan gempa bumi, banjir dan julah terendah berada di Nusa Tenggara Timur yaitu hanya 1 unit (4,55%) yang diakibatkan puting beliung. d) Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 tidak dapat terdefinisi besarannya baik mengalami peningkatan ataupun penurunan karena pada tahun 2014 dengan jumlah nol sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 17 unit fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.70 di bawah ini. % 99

118 No Tabel 4.70 dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) 1 Bali 0 0,00 0 0,00 2 Nusa Tenggara Barat 0 0,00 1 5,88 3 Nusa Tenggara Timur 0 0, ,12 JUMLAH Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2015 jumlah kerusakan fasilitas pendidikan tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 16 unit (94,12%) yang diakibatkan gempa bumi, banjir dan jumlah terendah berada di Nusa Tenggara Barat yaitu hanya 1 unit (5,88%) yang diakibatkan puting beliung. e) Kerusakan Jalan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 berjumlah nol. Hal ini dikarenakan bencana yang terjadi menurut data dari BNPB tidak mengakibatkan kerusakan jalan baik pada tahun 2014, maupun tahun f) Kerusakan Lahan Akibat Bencana Kerusakan lahan akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 23,08% yaitu sebanyak 52 Ha pada tahun 2014, dan sebesar 52 Ha pada tahun 2015 lahan yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.71 di bawah ini. % 100

119 Tabel 4.71 dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Lahan Tahun 2014 Kerusakan Lahan (Ha) % Kerusakan Lahan Tahun 2015 Kerusakan Lahan (Ha) 1 Bali 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Nusa Tenggara Barat 30,00 57,69 25,00 62,50 3 Nusa Tenggara Timur 22,00 42,31 15,00 37,50 52, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan lahan tertinggi berada di Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak 30 Ha (57,69 %) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah berada di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 22 Ha (42,31 %) yang diakibatkan banjir. Pada tahun 2015 jumlah kerusakan lahan tertinggi berada di Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak 25 Ha (62,50 %) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah berada di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 15 Ha (37,50 %) yang diakibatkan banjir. % 4.5. Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Wilayah Sulawesi pada umumnya merupakan daerah dengan fisografis yang bervariasi berhadapan dengan lempeng tektonik pasifik dan disemenanjung utara terdapat deretan gunung api yang masih aktif. Berada di sisi utara Indonesia yang berhadapan langsung dengan lempeng pasifik ini terbentuknya deretan gunung api yang menyebabkan daerah di Wilayah Sulawesi berpotensi terjadinya gempa bumi, letusan gunung api dan tsunami. Selain itu juga Wilayah Sulawesi mempunyai sungai yang banyak dan cukup besar serta bentuk topografi perbukitan sehingga berpotensi terjadinya bencana Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Daerah rawan bencana yang terdapat di Wilayah Sulawesi yaitu terdiri dari beberapa kabupaten yang berada di beberapa provinsi meliputi 101

120 No Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Gorontalo. Terdapat sebanyak 60 kabupaten atau sebanyak 82,19% daerah rawan bencana yang tersebar di Wilayah Sulawesi yang meliputi daerah rawan bencana dengan indeks risiko bencana kelas tinggi. Sementara 13 kabupaten atau sebanyak 17,81% merupakan daerah rawan bencana dengan indeks risiko bencana kelas sedang. tersebut mewakili total jumlah daerah yang merupakan daerah rawan bencana di Wilayah Sulawesi. Berdasarkan Tabel 4.72 di bawah ini, daerah rawan bencana dengan persentase kelas tinggi paling banyak terdapat di Sulawesi Barat yaitu sebesar 100% atau sebanyak 5 kabupaten, sedangkan dengan persentase jumlah daerah rawan bencana kelas tinggi paling sedikit terdapat di Gorontalo yaitu sebesar 50% atau sebanyak 3 kabupaten. Tabel 4.72 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi % Sedang % Rendah % Total Daerah Rawan Bencana Total Daerah Rawan Bencana 1 Sulawesi Barat 5 100, ,85 2 Sulawesi Utara 10 66, , ,55 3 Sulawesi Tengah 9 81, , ,07 4 Sulawesi Selatan 22 91,67 2 8, ,88 5 Sulawesi Tenggara 11 91,67 1 8, ,44 6 Gorontalo 3 50, , ,22 JUMLAH 60 82, , Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2013 Wilayah Sulawesi memiliki 18 daerah tertinggal yang didalamnya termasuk 3 Daerah Otonom Baru (DOB). Dari 15 kabupaten tertinggal tersebut sebanyak 14 daerah yang masuk dalam kategori daerah rawan bencana. Berikut ini rincian daerah tertinggal yang dikategorikan sebagai daerah rawan bencana di Wilayah Sulawesi yang disajikan pada Tabel 4.73 di bawah ini. 102

121 Tabel 4.73 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Sulawesi No Kabupaten/Kota Kelas Indeks Risiko Bencana 1 Sulawesi Barat Polewali Mandar Tinggi 2 Mamuju Tengah - 3 Sulawesi Tengah Toli-Toli Tinggi 4 Tojo Una-Una Sedang 5 Sigi Sedang 6 Banggai Kepulauan Tinggi 7 Donggala Tinggi 8 Buol Tinggi 9 Parigi Moutong Tinggi 10 Banggai Laut 11 Morowali Utara 12 Sulawesi Selatan Jeneponto Tinggi 13 Sulawesi Tenggara Konawe Tinggi 14 Bombana Tinggi 15 Konawe Kepulauan 16 Gorontalo Boalemo Sedang 17 Pahuwato Tinggi 18 Gorontalo Utara Sedang Sumber : - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun Berdasarkan Tabel 4.73 di atas, dari 15 kabupaten tertinggal tersebut terdapat 10 kabupaten dengan indeks risiko bencana kelas tinggi dan 4 kabupaten yang merupaka kelas sedang. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah tertinggal yang berada di Wilayah Sulawesi memiliki tingkat indeks risiko terhadap bencana yang didominasi kelas tinggi. Perkembangan di Wilayah Sulawesi yang dilihat dari data IRBI tahun 2011 dan 2013 dapat diketahui bahwa indeks risiko bencana kelas tinggi pada tahun 2011 sebanyak 63 Kabupaten berkurang menjadi 60 Kabupaten di tahun 103

122 2013, maka dapat disimpulkan bahwa daerah rawan bencana secara keseluruhan di Wilayah Sulawesi mengalami perkembangan dari segi positif yaitu sebesar 4,76% dilihat dari jumlah indeks risiko bencana tingkat tinggi yang mengalami penurunan dari rentang waktu 2011 hingga 2013 walaupun perkembangan ini tidak terlalu signifikan. Perkembangan di masing-masing daerah di Wilayah Sulawesi tersebut di setiap provinsinya menunjukkan perkembangan dari segi positif yang terdapat di Sulawesi Tengah dan Gorontalo yang artinya jumlah indeks risiko bencana kelas tinggi di provinsi tersebut mengalami penurunan dalam kurun waktu 2011 hingga Selain itu juga Wilayah Sulawesi dengan perkembangan dari segi negatif yang mengalami peningkatan jumlah indeks risiko bencana kelas tinggi yaitu terdapat di Sulawesi Selatan dilihat dari jumlah kelas tinggi di tahun 2011 sebanyak 21 daerah meningkat di tahun 2013 menjadi 22 daerah. Artinya daerah tersebut mengalami perkembangan negatif sebesar 4,76%. Sedangkan yang tidak mengalami perkembangan baik positif maupun negatif yaitu terdapat di Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara artinya jumlah daerah dengan kelas tinggi di tersebut selama rentang waktu 2011 hingga 2013 tidak mengalami perubahan. Data perkembangan daerah rawan bencana di Wilayah Sulawesi tersebut disajikan pada Tabel 4.74 di bawah ini. Tabel 4.74 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun Kabupaten Berdasarkan Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana Kelas Indeks Risiko Bencana Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Sulawesi Barat Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2011 dan Tahun

123 Gambar 4.9 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun

124 Gambar 4.10 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun

125 4.5.2 Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Sulawesi a) Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami Sistem peringatan dini khusus tsunami berfungsi untuk mendeteksi tsunami kemudian memberikan peringatan dini adanya bahaya tsunami kepada wilayah yang terancam bahaya agar proses evakuasi dapat dilakukan secepat mungkin dan mencegah jatuhnya korban. Di tahun 2011 persentase jumlah desa paling banyak yang memiliki sistem tersebut terdapat di Sulawesi Utara hanya sebanyak 0,3% terutama di Kepulauan Sangihe, sedangkan pada tahun 2014 terdapat di Sulawesi Utara dengan persentase jumlah desa 2,7% terutama di Kota Manado. Perkembangan wilayah Sulawesi yang dilihat dari upaya antisipasi dengan sistem peringatan dini bencana khusus tsunami dapat simpulkan keberadaan sistem ini masih sangat minim terlihat di tahun 2011 persentase jumlah desa hanya 1,03% dan menurun ditahun 2014 menjadi 0,69%. Data-data tersebut disajikan pada Tabel 4.75 dibawah ini. Tabel 4.75 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Sulawesi Tahun 2011 dan 2014 Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2011 Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2014 No (Bukan Wil. Potensi Tsunami) (Bukan Wil. Potensi Tsunami) 1 Sulawesi Barat 361 5,.6 0 0, ,2 6 0,9 2 Sulawesi Utara ,5 62 3, ,4 49 2,7 3 Sulawesi Tengah ,3 16 0, ,5 7 0,4 4 Sulawesi Selatan ,0 14 0, ,6 7 0,2 5 Sulawesi Tenggara ,9 0 0, ,6 2 0,1 6 Gorontalo ,1 11 1, ,3 2 0, , , , Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan

126 b) Perlengkapan Keselamatan (Perahu Karet, Tenda, Masker dan lain-lain) Upaya antisipasi becana alam dengan perlengkapan keselamatan seperti perahu karet, tenda, masker dan lain-lain khususnya di Wilayah Sulawesi pada tahun 2011 dengan persentase jumah desa terbanyak yang memiliki perlengkapan keselamatan dapat terlihat di Gorontalo yaitu 1,4% sedangkan pada tahun 2014 terdapat di Sulawesi Utara sebanyak 2,1%. Tabel 4.76 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Sulawesi Tahun 2011 dan 2014 No Ketersediaan Perlengkapan Keselamatan Tahun 2011 Ketersediaan Perlengkapan Keselamatan Tahun Sulawesi Barat 4 0,6 5 0,8 2 Sulawesi Utara 19 1,1 38 2,1 3 Sulawesi Tengah ,6 4 Sulawesi Selatan 38 1,3 35 1,2 5 Sulawesi Tenggara 8 0,4 8 0,4 6 Gorontalo 10 1,4 8 1, Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan 2014 Berdasarkan Tabel 4.76 di atas, perkembangan dari upaya antisipasi bencana alam dengan perlengkapan keselamatan dapat simpulkan bahwa daerah yang menglami perkembangan positif terjadi di Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara, walaupun perkembangan ini tidak terlalu signifikan. Sedangkan dibeberapa daerah seperti di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo mengalami perkembangan dari segi negatif, yang artinya terjadi penurunan dari jumlah persentase desa terhadap keberadaan perlengkapan keselamatan. Akan tetapi apabila dilihat perkembangan secara keseluruhan di Wilayah Sulawesi mengalami peningkatan persentase jumlah desa yang memiliki perlengkapan keselamatan di 2011 dengan jumlah 0.98%, 108

127 sedangkan pada tahun 2014 menjadi 1% walaupun dirasa tidak terlalu signifikan. c) Sistem Peringatan Dini Bencana Alam Dalam upaya antisipasi bencana alam dengan sistem peringatan dini bencana alam ini berupa serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang terjadinya bencana alam disuatu daerah. Berdasarkan Tabel 4.77 di bawah ini, keberadaan sistem seperti ini dibeberapa daerah terutama di Wilayah Sulawesi masih sangat minim yang terlihat di Sulawesi Utara sebanyak 14,5% persentase jumlah desa nya sudah memiliki sistem seperti ini dan Sulawesi Utara ini termasuk provinsi dengan persentase tertinggi. Sedangkan Sulawesi Tenggara adalah daerah yang paling sedikit dengan jumlah pesentase desa terhadap keberadaan sistem peringatan dini bencana alam yaitu sebanyak 1,3%. Tabel 4.77 dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 No (Ada) (Tidak Ada) 1 Sulawesi Barat 14 2, ,8 2 Sulawesi Utara , ,5 3 Sulawesi Tengah ,0 4 Sulawesi Selatan 100 3, ,7 5 Sulawesi Tenggara 29 1, ,7 6 Gorontalo 31 4, ,8 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2014 d) Jalur Evakuasi Jalur evakuasi digunakan pada saat terjadinya bencana. Jalur atau rute seperti ini di desa/kelurahan tersedia dalam bentuk apapun, baik itu dalam bentuk peta, petunjuk evakuasi, dan lokasi aman tempat berkumpulnya pada saat terjadinya bencana. Di Wilayah Sulawesi fasilitas seperti ini masih sangat minim seperti di Sulawesi Utara yang merupakan provinsi dengan persentase jumlah desa tertinggi yang memiliki fasilitas jalur evakuasi yaitu hanya 13,2%, jumlah ini dirasa masih kurang memadai mengingat daerah di 109

128 Wilayah Sulawesi ini didominasi kelas tinggi dalam tingkat indeks risiko bencana. Begitu juga dengan Sulawesi Tenggara dan Gorontalo yang merupakan daerah paling sedikit jumlah persentase desa terhadap keberadaan jalur evakuasi yaitu hanya 1,9%. Rincian keberadaan jalur evakuasi di Wilayah Sulawesi disajikan pada Tabel 4.78 berikut ini: Tabel 4.78 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 NO (Ada) (Tidak Ada) 1 Sulawesi Barat 15 2, ,7 2 Sulawesi Utara , ,8 3 Sulawesi Tengah 54 2, ,3 4 Sulawesi Selatan 61 2, ,0 5 Sulawesi Tenggara 44 1, ,1 6 Gorontalo 14 1, ,1 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun Korban Akibat Bencana Di Wilayah Sulawesi a) Korban Meninggal Akibat Bencana Korban meninggal akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 44,90%, yaitu sebanyak 49 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 71 jiwa pada tahun 2015 yang meninggal akibat bencana. Data spesifik korban meninggal akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.79 di bawah ini. Tabel 4.79 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 No Korban Meninggal Tahun 2014 Korban Meninggal Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Sulawesi Barat 0 0,00 3 4,23 2 Sulawesi Utara 28 57,14 0 0,00 3 Sulawesi Tengah 3 6,12 0 0,00 4 Sulawesi Selatan 6 12, ,96 5 Sulawesi Tenggara 8 16,33 0 0,00 6 Gorontalo 4 8,16 2 2, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun

129 Korban meninggal tahun 2014 tertinggi berada di Sulawesi Utara sebanyak 28 jiwa (57,14%) yang diakibatkan puting beliung, banjir, tanah longsor, untuk jumlah terendah berada di Sulawesi Tengah yaitu sebanyak 3 jiwa (6,12%) dari korban yang diakibatkan banjir dan tanah longsor. Tahun 2015 jumlah korban meninggal tertinggi berada di Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 66 jiwa (92,96%) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi dan jumlah terendah berada di Gorontalo yaitu sebanyak 2 jiwa (2,82%) dari korban yang diakibatkan banjir dan tanah longsor. b) Korban Hilang Akibat Bencana Korban hilang akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 35,56%, yaitu sebanyak 45 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 29 jiwa pada tahun 2015 yang meninggal akibat bencana. Data spesifik korban meninggal akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.80 di bawah ini. Tabel 4.80 dan Korban Hilang Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 No Korban Hilang Tahun 2014 Korban Hilang Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Sulawesi Barat 0 0, ,72 2 Sulawesi Utara 38 84,44 0 0,00 3 Sulawesi Tengah 2 4,44 1 3,45 4 Sulawesi Selatan 1 2, ,83 5 Sulawesi Tenggara 4 8,89 0 0,00 6 Gorontalo 0 0,00 0 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban hilang tahun 2014 tertinggi berada di Sulawesi Utara sebanyak 38 jiwa (84,44%) yang diakibatkan banjir, tanah longsor, kecelakaan transportasi, puting beliung dan jumlah terendah berada di Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 1 jiwa (2,22%) dari korban yang diakibatkan banjir. Tahun 2015 jumlah korban hilang tertinggi berada di Sulawesi Barat 111

130 yaitu sebanyak 15 jiwa (51,72%) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi dan jumlah terendah berada di Sulawesi Tengah yaitu sebanyak 1 jiwa (3,45%) dari korban yang diakibatkan banjir. c) Korban Terluka Akibat Bencana Korban terluka akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 6,67%, yaitu sebanyak 45 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 42 jiwa pada tahun 2015 yang terluka akibat bencana. Data spesifik korban meninggal akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.81 di bawah ini. No Tabel 4.81 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 Korban Terluka Tahun 2014 Korban Terluka Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Sulawesi Barat 1 2,22 0 0,00 2 Sulawesi Utara 10 22,22 0 0,00 3 Sulawesi Tengah 33 73,33 0 0,00 4 Sulawesi Selatan 0 0, ,62 5 Sulawesi Tenggara 0 0,00 1 2,38 6 Gorontalo 1 2,22 0 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban hilang tahun 2014 tertinggi berada di Sulawesi Tengah sebanyak 33 jiwa (73,33%) yang diakibatkan banjir, tanah longsor dan jumlah terendah berada di Gorontalo dan Sulawesi Barat yaitu masingmasing sebanyak 1 jiwa (2,22%) dari korban yang diakibatkan tanah longsor dan kecelakaan transportasi. Tahun 2015 jumlah korban hilang tertinggi berada di Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 41 jiwa (97,62%) dari korban yang diakibatkan puting beliung, kecelakaan transportasi dan jumlah terendah berada di Sulawesi Tenggara yaitu sebanyak 1 jiwa (2,38%) dari korban yang diakibatkan puting beliung. 112

131 d) Korban Menderita Akibat Bencana Korban menderita akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 128,46%, yaitu sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 yang menderita akibat bencana. Data spesifik korban meninggal akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.82 di bawah ini. Tabel 4.82 dan Korban Menderita Akibat Bencana di Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 No Korban Menderita Tahun 2014 Korban Menderita Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Sulawesi Barat 0 0, ,41 2 Sulawesi Utara ,32 0 0,00 3 Sulawesi Tengah , ,65 4 Sulawesi Selatan 810 2, ,66 5 Sulawesi Tenggara 0 0, ,06 6 Gorontalo , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban menderita tahun 2014 tertinggi berada di Sulawesi Tengah sebanyak jiwa (85,14%) yang diakibatkan banjir,puting beliung, tanah longsor dan jumlah terendah berada di Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 810 jiwa (2,82%) dari korban yang diakibatkan gelombang pasang/ abrasi dan puting beliung. Tahun 2015 jumlah korban menderita tertinggi berada di Sulawesi Selatan yaitu sebanyak jiwa (29,66%) dari korban yang diakibatkan banjir, tanah longsor, puting beliung, dan jumlah terendah berada di Sulawesi Barat yaitu sebanyak 268 jiwa (0,41%) dari korban yang diakibatkan puting beliung, banjir, gempa bumi. e) Korban Mengungsi Akibat Bencana Korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 76,52%, yaitu sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 yang 113

132 mengungsi akibat bencana. Data spesifik korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.80 di bawah ini. Tabel 4.83 dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 No Korban Mengungsi Tahun 2014 Korban Mengungsi Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Sulawesi Barat 0 0,00 0 0,00 2 Sulawesi Utara , ,13 3 Sulawesi Tengah 909 2, ,45 4 Sulawesi Selatan , ,08 5 Sulawesi Tenggara 120 0, ,61 6 Gorontalo , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban mengungsi tahun 2014 tertinggi berada di Sulawesi Utara sebanyak jiwa (92,71%) yang diakibatkan banjir, puting beliung, tanah longsor dan jumlah terendah berada di Sulawesi Tenggara yaitu sebanyak 120 jiwa (0,27%) dari korban yang diakibatkan banjir. Tahun 2015 jumlah korban mengungsi tertinggi berada di Sulawesi Utara yaitu sebanyak jiwa (81,13%) dari korban yang diakibatkan puting beliung, tanah longsor, banjir, letusan gunung api dan jumlah terendah berada di Sulawesi Tenggara yaitu sebanyak 65 jiwa (0,61%) dari korban yang diakibatkan banjir Kerusakan Akibat Bencana Di Wilayah Sulawesi a) Kerusakan Rumah Akibat Bencana Kerusakan rumah akibat bencana dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu rusak berat, rusak sedang, rusak ringan. Rumah rusak berat akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 0,68%, yaitu sebanyak 845 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 268 unit pada tahun Rumah rusak sedang mengalami 114

133 No peningkatan sebesar 0,18%, yaitu sebanyak 181 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 213 unit pada tahun Rumah rusak ringan mengalami penurunan sebesar 0,79 %, yaitu sebanyak unit pada tahun 2014 dan sebanyak 486 unit pada tahun Data spesifik kerusakan rumah akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.84 di bawah ini. Tabel 4.84 dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Rumah Tahun 2014 Kerusakan Rumah Tahun 2015 Rumah Rusak Berat (Unit) % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) % Rumah Rusak Berat (Unit) % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) 1 Sulawesi Barat 2 0,24 0 0, , ,72 26,00 12, ,37 2 Sulawesi Utara , , , ,70 11,00 5, ,05 3 Sulawesi Tengah ,37 2 1, , ,13 0,00 0, ,02 4 Sulawesi Selatan , , , ,37 176,00 82, ,02 5 Sulawesi Tenggara 28 3, , , ,58 0,00 0, ,32 6 Gorontalo 20 2,37 1 0,55 0 0,00 4 1,49 0,00 0,00 1 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan rumah berat tertinggi di Sulawesi Utara sebanyak 518 unit (61,30%) yang diakibatkan bencana puting beliung, tanah longsor, banjir dan jumlah terendah di Sulawesi Barat sebanyak 2 unit (0,24%) yang diakibatkan puting beliung. rumah rusak sedang tertinggi di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan yang masing-masing sebanyak 67 unit (37,02%) yang diakibatkan banjir, puting beliung, tanah longsor dan jumlah terendah di Gorontalo yaitu hanya 1 unit (0,56%) yang diakibatkan tanah longsor. rumah rusak ringan terbesar di Sulawesi Selatan sebanyak unit (61,66%) akibat bencana puting beliung, banjir, gelombang pasang/ abrasi dan jumlah terendah di Sulawesi Tenggara sebanyak 61 unit (2,65%) yang diakibatkan puting beliung, banjir dan tanah longsor. % 115

134 Pada tahun 2015 jumlah kerusakan rumah berat terbesar di Nusa Tenggara Timur sebanyak 135 unit (50,37%) yang diakibatkan bencana puting beliung, banjir, gempa bumi dan jumlah terendah di Gorontalo yaitu sebanyak 4 unit (1,49%) yang diakibatkan puting beliung dan banjir. rumah rusak sedang terbesar di Sulawesi Selatan sebanyak 176 unit (82,63%) yang diakibatkan puting beliung, banjir dan jumlah terendah di Sulawesi Utara sebanyak 11 unit (5,16%) yang diakibatkan tanah longsor dan puting beliung. rumah rusak ringan terbesar di Sulawesi Selatan sebanyak 282 unit (58,02%) yang diakibatkan bencana puting beliung, banjir dan jumlah terendah di Gorontalo hanya 1 unit (0,21%) yang diakibatkan banjir. b) Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 14,29%, yaitu sebanyak 7 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 6 unit pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.85 di bawah ini. Tabel 4.85 dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Peribadatan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Peribadatan (Unit) % 1 Sulawesi Barat 0 0, ,67 2 Sulawesi Utara 0 0,00 0 0,00 3 Sulawesi Tengah 5 71, ,67 4 Sulawesi Selatan 1 14, ,67 5 Sulawesi Tenggara 1 14,29 0 0,00 6 Gorontalo 0 0,00 0 0,00 JUMLAH Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun

135 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan fasilitas peribadatan tertinggi di Sulawesi Tengah sebanyak 5 unit (71,43%) yang diakibatkan banjir, tanah longsor dan jumlah terendah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara yaitu masing-masing hanya 1 unit (14,29%) yang diakibatkan banjir dan puting beliung. Tahun 2015 jumlah kerusakan fasilitas peribadatan tertingi di Sulawesi Tengah sebanyak 4 unit (66,67%) yang diakibatkan gelombang pasang/ abrasi,banjir dan jumlah terendah di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan yaitu masing-masing hanya 1 unit (16,67 %) yang diakibatkan banjir dan gempa bumi. c) Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 31,58%, yaitu sebanyak 19 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 13 unit pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.86 di bawah ini. Tabel 4.86 dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) 1 Sulawesi Barat 0 0,00 1 7,69 2 Sulawesi Utara 16 84,21 1 7,69 3 Sulawesi Tengah 3 15, ,92 4 Sulawesi Selatan 0 0,00 1 7,69 5 Sulawesi Tenggara 0 0,00 0 0,00 6 Gorontalo 0 0,00 0 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan fasilitas pendidikan tertinggi di Sulawesi Utara sebanyak 16 unit (84,21%) yang diakibatkan banjir, tanah longsor dan jumlah terendah berada di Sulawesi Tengah % 117

136 sebanyak 3 unit (15,79%) yang diakibatkan banjir dan tanah longsor. Tahun 2015 jumlah kerusakan pendidikan tertinggi di Sulawesi Tengah yaitu sebanyak 10 unit (76,92%) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah berada di Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan yaitu masingmasing hanya 1 unit (7,69%) yang diakibatkan gempa bumi, banjir. d) Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas kesehatan akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 100%, yaitu sebanyak 19 unit pada tahun 2014 dan tidak ada kerusakan pada tahun Data spesifik kerusakan fasilitas kesehatan akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.87 di bawah ini. No Tabel 4.87 dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) 1 Sulawesi Barat 0 0,00 0 0,00 2 Sulawesi Utara 16 84,21 0 0,00 3 Sulawesi Tengah 3 15,79 0 0,00 4 Sulawesi Selatan 0 0,00 0 0,00 5 Sulawesi Tenggara 0 0,00 0 0,00 6 Gorontalo 0 0,00 0 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan fasilitas kesehatan tertinggi di Sulawesi Utara sebanyak 16 unit (84,21%) yang diakibatkan banjir, tanah longsor dan jumlah terendah berada di Sulawesi Tengah sebanyak 3 unit (15,79%) yang diakibatkan banjir dan tanah longsor. e) Kerusakan Jalan Akibat Bencana Kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 98,20%, yaitu sebesar 6,70 Km pada % 118

137 tahun 2014 dan sebesar 0,12 Km pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.88 di bawah ini. Tabel 4.88 dan Kerusakan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Jalan Tahun Kerusakan Jalan Tahun No Kerusakan Jalan (Km) % Kerusakan Jalan (Km) 1 Sulawesi Barat 0 0,00 0,00 0,00 2 Sulawesi Utara 0,00 0,00 0,05 41,67 3 Sulawesi Tengah 5,00 74,63 0,01 8,33 4 Sulawesi Selatan 1,70 25,37 0,06 50,00 5 Sulawesi Tenggara 0,00 0,00 0,00 0,00 6 Gorontalo 0,00 0,00 0,00 0,00 6, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan jalan tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 5,00 Km (74,63%) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah berada di Sulawesi Selatan sebanyak 3 sebesar 1,70 Km (25,37%) yang diakibatkan banjir. Tahun 2015 jumlah kerusakan pendidikan tertinggi di Sulawesi Tengah yaitu sebanyak 0,06 Km (50%) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah berada di Sulawesi Tengah yaitu sebesar 0,01 (8,33%) yang diakibatkan tanah longsor. f) Kerusakan Lahan Akibat Bencana Kerusakan lahan akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 113,55%, yaitu sebesar 9.517,00 Ha pada tahun 2014 dan sebesar ,00 Ha pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan lahan akibat bencana di Wilayah Sulawesi pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.89 di bawah ini. % 119

138 Tabel 4.89 dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Sulawesi Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Lahan Tahun 2014 Kerusakan Lahan Tahun 2015 Kerusakan Lahan (Ha) % Kerusakan Lahan (Ha) 1 Sulawesi Barat 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Sulawesi Utara 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Sulawesi Tengah 4.585,00 48,18 150,00 0,74 4 Sulawesi Selatan 4.485,00 47, ,00 96,31 5 Sulawesi Tenggara 447,00 4,70 518,00 2,55 6 Gorontalo 0,00 0,00 81,00 0, , , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan jalan tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 4.585,00 (48,18%) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah berada di Sulawesi Tenggara sebanyak 447 Ha (4,70%) yang diakibatkan banjir. Tahun 2015 jumlah kerusakan lahan tertinggi di Sulawesi Selatan yaitu sebesar ,00 Ha (96,31%) yang diakibatkan banjir dan jumlah terendah berada di Gorontalo yaitu sebesar 81 Ha (0,40%) yang diakibatkan banjir Daerah Rawan Bencana di Wilayah Maluku Wilayah Maluku pada umumnya merupakan daerah dengan fisografis yang bervariasi berhadapan dengan lempeng tektonik pasifik di sisi utara Indonesia dengan banyak terdapat deretan gunung api yang masih aktif, gunung yang sering aktif di Wilayah Maluku adalah Gunung Gamalama. Dengan kondisi geografis dekat dengan lempeng dan banyak gunung api berpotensi terjadinya gempa bumi, letusan gunung api dan tsunami. Selain itu juga Wilayah Maluku mempunyai sungai yang banyak dan cukup besar serta bentuk topografi yang berbukit sehingga berpotensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor serta bencana lainnya. % 120

139 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Maluku Wilayah Maluku terdapat 2 (dua) provinsi dan 20 kabupaten yang merupakan daerah rawan bencana meliputi Maluku dan Maluku Utara. Sebagian besar Wilayah Maluku merupakan daerah rawan bencana dengan tingkat indek risiko bencana kelas tinggi yang tersebar di 19 Kabupaten atau sebanyak 95%. Selain kelas tinggi, Wilayah Maluku terdapat kelas indeks risiko bencana kelas sedang yang tersebar di 1 Kabupaten saja atau sebanyak 5%. Artinya Wilayah Maluku didominasi oleh daerah rawan bencana kelas tinggi. Berdasarkan Tabel 4.90 di bawah ini, daerah rawan bencana dengan persentase kelas tinggi paling banyak terdapat di Maluku yaitu sebesar 100% atau sebanyak 11 kabupaten, sedangkan persentase dengan jumlah daerah rawan bencana kelas tinggi paling sedikit terdapat di Maluku Utara yaitu sebesar 88.89% atau sebanyak 8 kabupaten. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah rawan bencana khususnya di Wilayah Maluku untuk segera dilakukan upaya penanggulangan bencana sebagai antisipasi baik sebelum atau pada saat terjadinya bencana di wilayah tersebut. No Tabel 4.90 Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Maluku Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi % Sedang % Rendah % Total Daerah Rawan Bencana Total Daerah Rawan Bencana 1 Maluku Maluku Utara Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2013 Wilayah Maluku terdapat 14 Kabupaten daerah tertinggal yang termasuk di dalamnya 1 Kabupaten Daerah Otonom Baru (DOB). Dari 14 kabupaten tertinggal tersebut 13 kabupaten dikategorikan sebagai daerah rawan rawan bencana. Berdasarkan Tabel 4.91 di bawah ini, diketahui bahwa 13 kabupaten tertinggal yang dikategori sebagai daerah rawan bencana di Wilayah Maluku merupakan kelas tinggi dari indeks risiko bencana disetiap kabupatennya. 121

140 Dilihat dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah tertinggal yang ada di Wilayah Maluku merupakan daerah yang didominasi oleh kelas tinggi dari indeks risiko bencana. Tabel 4.91 Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Maluku ` Kabupaten/Kota Kelas Indeks Risiko Bencana 1 Maluku Seram Bagian Barat Tinggi 2 Seram Bagian Timur Tinggi 3 Maluku Tenggara Barat Tinggi 4 Maluku Tengah Tinggi 5 Buru Tinggi 6 Kepulauan Aru Tinggi 7 Maluku Barat Daya Tinggi 8 Buru Selatan Tinggi 9 Maluku Utara Halmahera Barat Tinggi 10 Kepulauan Sula Tinggi 11 Halmahera Selatan Tinggi 12 Halmahera Timur Tinggi 13 Pulau Morotai Tinggi 14 Pulau Taliabu Sumber : - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun Dari jumlah rata-rata indeks risiko bencana kelas tinggi di Wilayah Maluku pada tahun 2011 sebanyak 10 kabupaten bertambah menjadi 19 kabupaten di tahun 2013, dapat diketahui bahwa daerah rawan bencana secara keseluruhan di Wilayah Maluku mengalami peningkatan jumlah indeks risiko bencana tingkat tinggi dari rentang waktu 2011 hingga 2013 yang artinya Wilayah Maluku mengalami perkembangan dari segi negatif yaitu sebesar 90%. Perkembangan di masing-masing daerah di Wilayah Maluku tersebut di setiap provinsinya menunjukkan perkembangan dari segi negatif dan tidak ada satupun diantaranya mengalami perkembangan positif. Data tersebut disajikan pada Tabel 4.92 di bawah ini. 122

141 Tabel 4.92 Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Maluku Tahun Kabupaten Berdasarkan Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana Kelas Indeks Risiko Bencana Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Maluku Maluku Utara JUMLAH Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2011 dan Tahun

142 Gambar 4.11 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Maluku Tahun

143 Gambar 4.12 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Maluku Tahun

144 Upaya Antisipasi Bencana Alam di Wilayah Maluku a) Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami Keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami di Wilayah Maluku diharapkan cukup memadai, secara garis besar Wilayah Maluku merupakan daerah yang didominasi wilayah potensi tsunami. Dalam upaya antisipasi bencana alam dengan sistem peringatan dini khusus tsunami di Wilayah Maluku dalam rentang waktu 2011 hingga 2014 mengalami penurunan sebesar 0.58%. Berdasarkan Tabel 4.93 di bawah ini, data tahun 2011 dan 2014 menunjukan bahwa keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami di Wilayah Maluku masing-masing adalah sebesar 2,33% atau sebanyak 49 daerah dan 1,75% atau sebanyak 40 daerah, persentase tersebut mewakili total jumlah desa yang memiliki sistem tersebut dan sisanya merupakan desa yang tidak memiliki sistem tersebut di masing-masing desanya. Keberadaan sistem peringatan dini khusus tsunami di Maluku dari tahun 2011 ke 2014 mengalami peningkatan yaitu dari 1,3% pada tahun 2011 meningkat menjadi 2,0% pada tahun Sedangkan Maluku Utara mengalami penurunan yang artinya pada tahun 2011 terdapat sebanyak 3,3% daerah dan menurun di tahun 2014 menjadi 1,5% daerah. Tabel 4.93 Perkembangan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khusus Tsunami di Wilayah Maluku Tahun 2011 dan 2014 No Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2011 (Bukan Wil. Potensi Tsunami) Keberadaan Sistem Peringatan Dini Khsusus Tsunami Tahun 2014 (Bukan Wil. Potensi Tsunami) 1 Maluku ,5 13 1,3 93 8,5 22 2,0 2 Maluku Utara ,7 36 3, ,2 18 1, , , , ,75 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan

145 b) Perlengkapan Keselamatan (Perahu Karet, Tenda, Masker dan lain-lain ) Dalam upaya antisipasi bencana alam yang terjadi dibeberapa desa di Wilayah Maluku dirasa perlu ditingkatkan, mengingat tingkat risiko bencana yang terjadi di wilayah tersebut merupakan kelas tinggi dari multi bencana yang terjadi. Selain peringatan dini khusus tsunami, perlu adanya perlengkapan keselamatan seperti perahu karet, tenda, masker dan lain-lain sebagai fasilitas dalam menanggulangi bencana alam yang terjadi dibeberapa masyarakat khususnya di Wilayah Maluku. Keberadaan perlengkapan keselataman di Wilayah Maluku dirasa masih sangat minim Berdasarkan Tabel 4.94 di bawah ini, pada tahun 2011 dan 2014 persentase jumlah desa yang memiliki perlengkapan keselamatan hanya 0,38% dan 1,93% dari total desa di masing-masing, jumlah ini mewakili persentase desa yang memiliki perlengkapan keselamatan, sisanya adalah yang tidak memiliki perlengkapan keselamatan dimasing-masing daerahnya. Dari rentang waktu 2011 hingga 2014 ini Wilayah Maluku terjadi peningkatan keberadaan perlengkapan keselamatan yang tidak terlalu signifikan yaitu sebanyak 1,55%. Di Maluku mengalami peningkatan sebanyak 0,6% dan di Maluku Utara sebanyak 2,3%. Tabel 4.94 Perkembangan Keberadaan Perlengkapan Keselamatan di Wilayah Maluku Tahun 2011 dan 2014 No Ketersediaan Perlengkapan Keselamatan Tahun 2011 (Ada) Ketersediaan Perlengkapan Keselamatan Tahun 2014 (Ada) 1 Maluku 2 0,2 9 0,8 2 Maluku Utara 6 0,6 35 2,9 8 0, ,93 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2011 dan 2014 c) Sistem Peringatan Dini Bencana Alam Berdasarkan Tabel 4.95 keberadaan sistem peringatan dini bencana alam di Wilayah Maluku masih sangat minim seperti yang terjadi di Maluku hanya 4,1% yang mewakili jumlah desa sebanyak 45 desa, begitu juga 127

146 dengan Maluku Utara hanya 5,3% yang mewakili 63 desa, persentase ini mewakili jumlah desa di Wilayah Maluku yang memiliki sistem peringatan dini bencana alam. ini dirasa masih sangat minim untuk Wilayah Maluku, dilihat dari kondisi indeks risiko bencana nya yang didominasi kelas tinggi. Dari hasil pengolahan data Potensi ini diharapkan dapat meningkatkan fasilitas/upaya antisipasi/mitigasi yang ada di beberapa daerah di Wilayah Maluku. Bahkan di Wilayah Maluku ini sendiri terdapat 4 Kabupaten dengan persentase keberadaan sistem peringatan dini bencana alam 0% sehingga terdapat desa yang tidak memiliki sistem ini sama sekali. Keempat daerah tersebut meliputi Kabupaten Buru Selatan, Kepulauan Aru, Maluku Tenggara, dan Kepulauan Sula (Lampiran 7 ) Dari segi upaya antisipasi bencana, Wilayah Maluku merupakan daerah yang sangat minim terhadap keberadaan fasilitas/upaya atisipasi/mitigasi bencana. Tabel 4.95 dengan Keberadaan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam di Wilayah Maluku Tahun 2014 No (Ada) (Tidak Ada) 1 Maluku 45 4, ,9 2 Maluku Utara 63 5, ,7 Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun 2014 d) Jalur Evakuasi Dari data tahun 2014 diperoleh bahwa keberadaan jalur evakuasi khususnya di Wilayah Maluku terhitung masih sangat minim. Dilihat dari data tahun 2014, untuk Maluku hanya 7,2% jumlah desa yang memiliki jalur evakuasi, sedangkan sisanya tidak memiliki jalur evakuasi ini, begitu pula dengan Maluku Utara hanya 11.1% jumlah desa dan sisanya tidak memiliki. Dari persentase tersebut dapat diketahui pula bahwa jumlah desa yang tidak memiliki jalur evakuasi di masing-masing daerah rawan bencana cenderung mendominasi di Wilayah Maluku. Data jumlah keberadaan jalur evakuasi di Wilayah Maluku dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.96 di bawah ini. 128

147 Tabel 4.96 dengan Keberadaan Jalur Evakuasi di Wilayah Maluku Tahun 2014 No (Ada) (Tidak Ada) 1 Maluku Maluku Utara Sumber: Data Potensi (PODES), Badan Pusat Statistik, Tahun Korban Akibat Bencana Di Wilayah Maluku a) Korban Meninggal Akibat Bencana Korban meninggal akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 100%, yaitu sebanyak 41 jiwa pada tahun 2014 dan tidak ada korban jiwa pada tahun 2015 yang meninggal akibat bencana. Data spesifik korban meninggal akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.97 di bawah ini. Tabel 4.97 dan Korban Meninggal Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 No Korban Meninggal Tahun 2014 Korban Meninggal Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Maluku 24 58,54 0 0,00 2 Maluku Utara 17 41,46 0 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia, Tahun 2015 Korban meninggal tahun 2014 di Maluku lebih besar dibandingkan di Maluku Utara. Sebanyak 24 jiwa (58,54%) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi, konflik/ kerusuhan sosial di Maluku, sedangkan di Maluku Utara yaitu sebanyak 17 jiwa (41,46%) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi. Tahun 2015 tidak ada korban meninggal yang diakibatkan bencana di Wilayah Maluku. b) Korban Hilang Akibat Bencana Korban hilang akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 100%, yaitu sebanyak 8 jiwa pada tahun 129

148 2014 dan tidak ada korban pada tahun 2015 yang hilang akibat bencana. Data spesifik korban hilang akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.98 di bawah ini. No Tabel 4.98 dan Korban Hilang Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 Korban Hilang Tahun 2014 Korban Hilang Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Maluku 0 0,00 0 0,00 2 Maluku Utara 8 100,00 0 0, Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban hilang tahun 2014 hanya terjadi di Maluku Utara yaitu sebanyak 8 jiwa (100%) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi, konflik/ kerusuhan sosial. Tahun 2015 tidak ada korban hilang yang diakibatkan bencana di Wilayah Maluku. c) Korban Terluka Akibat Bencana Korban terluka akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 mengalami penurunan sebesar 99,25%, yaitu sebanyak 134 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 1 jiwa pada tahun 2015 yang hilang akibat bencana. Data spesifik korban hilang akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel 4.99 di bawah ini. No Tabel 4.99 dan Korban Terluka Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 Korban Terluka Tahun 2014 Korban Terluka Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Maluku ,78 0 0,00 2 Maluku Utara 7 5, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban terluka tahun 2014 di Maluku lebih besar dibandingkan di Maluku Utara. Sebanyak 127 jiwa (94,78%) dari korban yang diakibatkan kecelakaan transportasi, konflik/ kerusuhan sosial dan tanah 130

149 longsor di Maluku, sedangkan di Maluku Utara yaitu sebanyak 7 jiwa (5,22%) dari korban yang diakibatkan gempa bumi dan letusan gunung berapi. Tahun 2015 hanya di Maluku Utara yaitu sebanyak 1 jiwa (100%) dari korban yang diakibatkan gempa bumi. d) Korban Menderita Akibat Bencana Korban menderita akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 4538,89%, yaitu sebanyak 18 jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak 835 jiwa pada tahun 2015 yang menderita akibat bencana. Data spesifik korban menderita akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel di bawah ini. Tabel dan Korban Menderita Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 No Korban Menderita Tahun 2014 Korban Menderita Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Maluku ,00 0 0,00 2 Maluku Utara 0 0, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban menderita tahun 2014 hanya terjadi di Maluku yaitu sebanyak 18 jiwa (100%) dari korban yang diakibatkan tanah longsor. Tahun 2015 hanya di Maluku Utara yaitu sebanyak 835 jiwa (100%) dari korban yang diakibatkan kekeringan. e) Korban Mengungsi Akibat Bencana Korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 255,53%, yaitu sebanyak jiwa pada tahun 2014 dan sebanyak jiwa pada tahun 2015 yang mengungsi akibat bencana. Data spesifik korban mengungsi akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel di bawah ini. 131

150 Tabel dan Korban Mengungsi Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 No Korban Mengungsi Tahun 2014 Korban Mengungsi Tahun 2015 (Jiwa) % (Jiwa) % 1 Maluku ,80 8 0,06 2 Maluku Utara 200 5, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Korban mengungsi tahun 2014 di Maluku lebih besar dibandingkan di Mauku Utara. Sebanyak 3643 jiwa (94,80%) dari korban yang diakibatkan banjir, konflik/ kerusuhan sosial di Maluku, sedangkan di Maluku Utara yaitu sebanyak 200 jiwa (5,20%) dari korban yang diakibatkan gempa bumi. Pada Tahun 2015, jumlah korban mengungsi di Maluku Utara lebih besar dibandingkan di Maluku. Sebanyak jiwa (99,94%) dari korban yang diakibatkan gempa bumi, puting beliung dan letusan gunung berapi di Maluku Utara, sedangkan di Maluku sebanyak 8 jiwa (0,06%) dari korban yang diakibatkan tanah longsor Kerusakan Akibat Bencana Di Wilayah Maluku a) Kerusakan Rumah Akibat Bencana Kerusakan rumah akibat bencana dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu rusak berat, rusak sedang, rusak ringan. Rumah rusak berat akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 214,12%, yaitu sebanyak 85 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 267 unit pada tahun Rumah rusak sedang mengalami kenaikan sebesar 130,43%, yaitu sebanyak 92 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 212 unit pada tahun Rumah rusak ringan mengalami kenaikan sebesar 363,64%, yaitu sebanyak 154 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 714 unit pada tahun Data spesifik kerusakan rumah akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel di bawah ini. 132

151 No Tabel dan Kerusakan Rumah Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 Rumah Rusak Berat (Unit) % Kerusakan Rumah Tahun 2014 Kerusakan Rumah Tahun 2015 Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) % Rumah Rusak Berat (Unit) % Rumah Rusak Sedang (Unit) % Rumah Rusak Ringan (Unit) 1 Maluku 77 90, , ,14 7 2,62 1,00 0,47 7 0,98 Maluku 2 Utara 8 9, , , ,38 211,00 99, ,02 JUMLAH Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan rumah berat di Maluku lebih besar dibandingkan di Maluku Utara. Sebanyak 77 unit (90,59%) yang diakibatkan banjir dan puting beliung di Maluku, sedangkan di Maluku Utara yaitu sebanyak 8 unit (9,41%) yang diakibatkan gempa bumi. rumah rusak sedang di Maluku lebih besar dibandingkan di Maluku Utara. Sebanyak 66 unit (71,74%) yang diakibatkan banjir, puting beliung di Maluku, sedangkan di Maluku Utara sebanyak 26 unit (28,26%) yang diakibatkan gempa bumi. rumah rusak ringan di Maluku lebih besar dibandingkan di Maluku Utara. Sebanyak 88 unit (57,14%) yang diakibatkan banjir, puting beliung dan gempa bumi di Maluku, sedangkan di Maluku Utara sebanyak 66 unit (42,86%) yang diakibatkan gempa bumi dan puting beliung. Pada tahun 2015 jumlah kerusakan rumah berat di Maluku Utara lebih besar dibandingkan di Maluku. Sebanyak 260 unit (97,38 %) yang diakibatkan gempa bumi dan puting beliung di Maluku Utara, sedangkan di Maluku yaitu sebanyak 7 unit (2,62%) yang diakibatkan puting beliung dan tanah longsor. rumah rusak sedang di Maluku Utara lebih besar dibandingkan di Maluku. Sebanyak 211 unit (99,53%) yang diakibatkan gempa bumi dan puting beliung di Maluku Utara, sedangkan di Maluku hanya 1 unit (0,47%) yang diakibatkan tanah longsor. rumah rusak ringan di Maluku Utara lebih besar dibandingkan di Maluku. Sebanyak 707 unit (99,02%) yang % 133

152 diakibatkan gempa bumi, banjir, tanah longsor dan puting beliung di Maluku Utara, sedangkan di Maluku sebanyak 7 unit (0,98%) yang diakibatkan gempa bumi dan tanah longsor. b) Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 mengalami kenaikan sebesar 200%, yaitu hanya 1 unit pada tahun 2014 dan sebanyak 3 unit pada tahun 2015 yang rusak akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas peribadatan akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel di bawah ini. Tabel dan Kerusakan Fasilitas Peribadatan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas % Peribadatan (Unit) Kerusakan Fasilitas Peribadatan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas % Peribadatan (Unit) 1 Maluku 1 100, ,33 2 Maluku Utara 0 0, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2014 jumlah kerusakan fasilitas peribadatan hanya terjadi di Maluku yaitu hanya 1 unit (100%) yang diakibatkan gempa bumi. Tahun 2015 jumlah kerusakan fasilitas peribadatan di Maluku Utara lebih besar dibandingkan di Maluku. Sebanyak 2 unit (66,67%) yang diakibatkan gempa bumi di Maluku Utara, sedangkan di Maluku hanya 1 unit (33,33%) yang diakibatkan gempa bumi. c) Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 perkembangannya tidak dapat terdefinisikan dengan angka, karena pada tahun 2014 tidak terdapat kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana di 134

153 Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel di bawah ini. No Tabel dan Kerusakan Fasilitas Pendidikan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) % Kerusakan Fasilitas Pendidikan Tahun 2015 Kerusakan Fasilitas Pendidikan (Unit) 1 Maluku 0 0, ,00 2 Maluku Utara 0 0, , Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 Pada tahun 2015 jumlah kerusakan fasilitas pendidikan di Maluku dan Maluku Utara berjumlah yang sama, yaitu masing-masing sebanyak 2 unit (50%) yang diakibatkan gempa bumi. d) Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana Kerusakan fasilitas kesehatan akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 perkembangannya tidak dapat terdefinisikan dengan angka, karena pada tahun 2014 dan tahun 2015 tidak terdapat kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana. Data spesifik kerusakan fasilitas kesehatann akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel di bawah ini. No Tabel dan Kerusakan Fasilitas Kesehatan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun Kerusakan Fasilitas Kesehatan Tahun 2014 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) % 2015 Kerusakan Fasilitas Kesehatan (Unit) 1 Maluku 0 0,00 0 0,00 2 Maluku Utara 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 % % 135

154 e) Kerusakan Jalan Akibat Bencana Kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 perkembangannya tidak dapat terdefinisikan dengan angka, karena pada tahun 2014 dan tahun 2015 tidak terdapat kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana. Data spesifik kerusakan jalan akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel di bawah ini. Tabel dan Kerusakan Jalan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Jalan Tahun 2014 Kerusakan Jalan Tahun 2015 Kerusakan Jalan (Km) % Kerusakan Jalan (Km) % 1 Maluku 0 0,00 0,00 0,00 2 Maluku Utara 0 0,00 0,00 0,00 0 0,00 0,00 0,00 Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2015 f) Kerusakan Lahan Akibat Bencana Kerusakan lahan akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 perkembangannya tidak dapat terdefinisikan dengan angka, karena pada tahun 2014 dan tahun 2015 tidak terdapat kerusakan fasilitas pendidikan akibat bencana. Data spesifik kerusakan lahan akibat bencana di Wilayah Maluku pada tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dari Tabel di bawah ini. Tabel dan Kerusakan Lahan Akibat Bencana di Wilayah Maluku Tahun 2014 dan 2015 No Kerusakan Lahan Tahun 2014 Kerusakan Lahan Tahun 2015 Kerusakan Lahan (Ha) % Kerusakan Lahan (Ha) % 1 Maluku 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Maluku Utara 0,00 0,00 0,00 0,00 0 0,00 0,00 0,00 Sumber: Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun Daerah Rawan Bencana di Wilayah Papua Wilayah Papua pada umumnya merupakan daerah dengan fisiografis yang bervariasi. Wilayah Papua berada sekitar lempeng Pasifik sehingga memiliki deretan gunung api yang berpotensi terhadap bencana gempa bumi, 136

155 No letusan gunungapi, dan tsunami. Selain itu juga Wilayah Papua mempunyai sungai yang banyak dan cukup besar serta bentuk topografi yang berbukit sehingga berpotensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor serta angin yang cukup besar dengan faktor-faktor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya bencana Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Papua Daerah rawan bencana di Wilayah Papua terdapat di 40 Kabupaten yang tersebar di 2 (dua) provinsi yang meliputi Papua dan Papua Barat. Wilayah Papua merupakan daerah dengan kelas indeks risiko kelas tinggi yang tersebar di 13 kabupaten atau sebanyak 32,50%, sedangkan dengan kelas indeks risiko bencana kelas sedang tersebar di 27 kabupaten atau sebanyak 67,50%. Artinya Wilayah Papua adalah daerah yang didominasi oleh indeks risiko bencana kelas sedang. Berdasarkan Tabel di bawah ini, daerah dengan persentase paling banyak kelas tinggi daerah rawan bencana terdapat di Papua Barat yaitu sebesar 63,64% atau sebanyak 7 kabupaten, sedangkan dengan persentase jumlah daerah rawan bencana kelas tinggi paling sedikit terdapat di Papua yaitu sebesar 20,69% atau sebanyak 6 kabupaten. Selain terdapat provinsi yang didominasi dengan kelas tinggi, terdapat pula provinsi yang didominasi dengan kelas sedang yaitu di Papua yaitu sebesar 79,31% atau sebanyak 23 kabupaten. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah rawan bencana khususnya di Wilayah Papua untuk segera dilakukan upaya penanggulangan bencana sebagai antisipasi baik sebelum atau pada saat terjadinya bencana di setiap daerahnya. Tabel Sebaran Daerah Rawan Bencana di Wilayah Papua Daerah Rawan Bencana Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi % Sedang % Rendah % Total Daerah Rawan Bencana Total Daerah Rawan Bencana 1 Papua 6 15, ,50 0 0, ,50 2 Papua Barat 7 17, ,00 0 0, , Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun

156 Daerah tertentu memiliki kaitan dengan daerah tertinggal di Wilayah Indonesia dilihat dari indikator penentuan daerah serta karakteristik lainnya. Daerah tertinggal di Indonesia pada tahun 2015 di Wilayah Papua adalah sebanyak 33 kabupaten tertinggal. tersebut merupakan jumlah paling tinggi jika dibandingkan dengan jumlah daerah rawan bencana yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal yang terdapat di wilayah lain. Dari jumlah tersebut sebagian besar daerah tertinggal di Indonesia sekaligus dikategorikan sebagai daerah rawan bencana. Berdasarkan Tabel diketahui bahwa terdapat 32 kabupaten tertinggal yang dikategori sebagai daerah rawan bencana di Wilayah Papua. Dari 32 Kabupaten tersebut terdapat 9 kabupaten termasuk indeks risiko bencana kelas tinggi, sedangkan dengan indeks kelas risiko bencana kelas sedang terdapat 23 Kabupaten yang terdapat di Wilayah Papua. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah tertinggal yang ada di Wilayah Papua merupakan daerah yang didominasi oleh kelas sedang dari indeks risiko bencana. Tabel Sebaran Daerah Rawan Bencana yang Dikategorikan Sebagai Daerah Tertinggal di Wilayah Papua No Kabupaten/Kota Kelas Indeks Risiko Bencana 1 Papua Tolikara Sedang 2 Sarmi Tinggi 3 Waropen Sedang 4 Supiori Sedang 5 Yalimo Sedang 6 Merauke Tinggi 7 Jayawijaya Sedang 8 Nabire Tinggi 9 Kepulauan Yapen Sedang 10 Biak Numfor Sedang 11 Paniai Sedang 12 Puncak Jaya Sedang 13 Boven Digoel Sedang 138

157 Sumber: No Kabupaten/Kota Kelas Indeks Risiko Bencana 14 Mappi Sedang 15 Asmat Sedang 16 Yahukimo 17 Pegunungan Bintang Sedang 18 Keerom Sedang 19 Mamberamo Raya Tinggi 20 Nduga Sedang 21 Lanny Jaya Sedang 22 Mamberamo Tengah Sedang 23 Puncak Sedang 24 Dogiyai Sedang 25 Intan Jaya Sedang 26 Deiyai Sedang 27 Papua Barat Teluk Wondama Tinggi 28 Teluk Bintuni Tinggi 29 Sorong Selatan Tinggi 30 Sorong Tinggi 31 Raja Ampat Tinggi 32 Tambrauw Sedang 33 Maybrat Sedang - Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia, Tahun Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 Tentang Penetapan Daerah Tertinggal daerah rawan bencana dengan kelas tinggi di Wilayah Papua adalah sebanyak 9 daerah pada tahun 2011 dan kemudian pada tahun 2013 bertambah menjadi 13 daerah. Perubahan jumlah tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah daerah rawan bencana sebanyak 4 daerah pada kelas tinggi atau sebanyak 44,44%. Sedangkan kelas sedang juga terjadi peningkatan sebanyak 11 daerah. Lain halnya dengan kelas rendah, pada tahun 2011 kelas rendah terdapat di 15 daerah di Wilayah Papua dan menurun menjadi 0 daerah. Ini diakibatkan adanya peningkatan tingkat risiko bencana dibeberapa daerah dari kelas rendah menjadi kelas sedang atau kelas tinggi. Hal tersebut terjadi dibeberapa kabupaten, yaitu Kabupaten Sarmi, Waropen, Supiori, Boven Digoel, Asmat, Mamberamo Raya, Lanny Jaya, Puncak, Dogiyai, Intan Jaya, Teluk Bintuni, Tambrauw, Fakfak, Kaimana, Maybrat 139

158 (Lampiran 4). Dilihat dari keseluruhan daerah yang ada di Wilayah Papua, perkembangan sebaran daerah rawan bencana yang terjadi merupakan perkembangan kearah negatif. Data perkembangan daerah rawan bencana di Wilayah Papua dapat disajikan pad Tabel di bawah ini. Tabel Perkembangan Daerah Rawan Bencana di Wilayah Papua Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2011 Kabupaten Berdasarkan Kelas Indeks Risiko Bencana 2013 Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Papua Papua Barat Sumber : Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Tahun 2011 dan Tahun

159 Gambar 4.13 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Papua Tahun

160 Gambar 4.14 Peta Sebaran Rawan Bencana di Wilayah Papua Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jenis Bencana Jumlah Kejadian Jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bencana banjir berdasarkan data perbandingan jumlah kejadian bencana di Indonesia sejak tahun 1815 2013 yang dipublikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D.

Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. ANALISIS BENCANA DI INDONESIA BERDASARKAN DATA BNPB MENGGUNAKAN METODE CLUSTERING DATA MINING MAHESA KURNIAWAN 54412387 Pembimbing : PRIHANDOKO, S.Kom., MIT, Ph.D. Bencana merupakan peristiwa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN...

BAB II METODOLOGI PENELITIAN... DAFTAR ISI SAMBUTAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 3 1.3. Dasar Hukum...

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 72 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN STATUS KEADAAN DARURAT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan...

Lebih terperinci

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 REPUBLIK INDONESIA Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 17 Januari 2017 1 OUTLINE (1) Ruang Lingkup Kementerian Desa,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2033,2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Rambu. Papan Informasi. Bencana. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 07 TAHUN 2015 TENTANG RAMBU DAN PAPAN INFORMASI BENCANA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

Indikator Pelayanan Sosial Dasar di Desa

Indikator Pelayanan Sosial Dasar di Desa SASARAN STRATEGIS TAHUN 2019 AGENDA NAWA CITA 3 "PENGENTASAN 5000 DESA TERTINGGAL, MEWUJUDKAN 2000 DESA MANDIR" PermenDesa PDTT No 2 Tahun 2016 INDEKS DESA MEMBANGUN (Sosial, Ekonomi, Ekologi) Indikator

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA I. Umum Indonesia, merupakan negara kepulauan terbesar didunia, yang terletak di antara dua benua, yakni benua Asia dan benua Australia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.3

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.3 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.3 1. Daerah di Indonesia yang memiliki risiko terhadap bencana gempa bumi adalah... Palangkaraya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepulauan Indonesia secara astronomis terletak pada titik koordinat 6 LU - 11 LS 95 BT - 141 BT dan merupakan Negara kepulauan yang terletak pada

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya adalah proses dan fenomena alam yang menimpa manusia. Rentetan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sangat rawan terhadap bencana telah mengalami rentetan bencana dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir baik bencana alam maupun bencana

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelalaian manusia. Tanah longsor, gempa bumi, puting beliung, tsunami, banjir dan

BAB I PENDAHULUAN. kelalaian manusia. Tanah longsor, gempa bumi, puting beliung, tsunami, banjir dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bencana merupakan kejadian yang disebabkan oleh alam maupun oleh kelalaian manusia. Tanah longsor, gempa bumi, puting beliung, tsunami, banjir dan tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

STATISTIK PENDUDUK PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

STATISTIK PENDUDUK PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 STATISTIK PENDUDUK 1971-2015 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Statistik Penduduk 1971-2015 Ukuran Buku : 27 Cm x 19 Cm (A4) Jumlah Halaman : 257 halaman Naskah : Pusat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 mempunyai tugas pokok sebagai penegak kedaulatan negara dengan mempertahankan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 60 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 60 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 60 TAHUN 2015 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL PERBAIKAN SARANA DAN PRASARANA PEREKONOMIAN, RUMAH MASYARAKAT DAN FASILITAS UMUM UNTUK KORBAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 Direncanakan oleh : Kasubbag Kelembagaan, IBRAHIM, S. Sos NIP. 520 010 396 Disetujui oleh : Kepala Bagian Organisasi, TENTANG PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing : ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A008036 Dosen Pembimbing : Drs. Herbasuki Nurcahyanto, MT & Dra. Maryam Musawa, MSi

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak ditimpa musibah

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak ditimpa musibah BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini Indonesia banyak ditimpa musibah bencana alam. Data dari Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR)

Lebih terperinci

PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA

PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA 14 DESEMBER 2016 DISIAPKAN OLEH : DIREKTORAT PRB, BNPB INDONESIA DAN BENCANA Secara geografis Indonesia terletak pada rangkaian cincin api yang membentang sepanjang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penanggulangan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 360 / 009205 TENTANG PENANGANAN DARURAT BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH Diperbanyak Oleh : BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH JALAN IMAM BONJOL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desa Hijau Untuk Indonesia Hijau dan Sehat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR 31 TAR== BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SERI E STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TANGGAP DARURAT BENCANA DI KABUPATEN TANAH DATAR

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 SABID UAK SADAYU A NG T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA PARIAMAN KOTA PARIAMAN TAHUN 2010-0

Lebih terperinci

PEDOMAN BANTUAN PERALATAN

PEDOMAN BANTUAN PERALATAN PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN BANTUAN PERALATAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) DAFTAR ISI 1. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dan dilihat secara geografis, geologis, hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana, bahkan termasuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan.

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan. No. 1523, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Korban Bencana dan Kecelakaan. Pencarian. pertolongan. Evakuasi. Standar Peralatan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA Ida Ngurah Plan International Indonesia Ida.Ngurah@plan-international.org Konteks Bencana dan Dampak Pendidikan

Lebih terperinci

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 11 TAHUN 2013 T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara astronomi berada pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis Indonesia terletak di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam,

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana Kuliah ke 1 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB I PENDAHULUAN Bencana menjadi bagian dari kehidupan manusia di dunia, sebagai salah satu permasalahan

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SIGI PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2012 1 BUPATI SIGI PERATURAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Sejak tahun 1988 sampai pertengahan 2003 terjadi 647 bencana

Lebih terperinci

ARTIKEL. Analisis Pengaruh Motivasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai. di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Tengah.

ARTIKEL. Analisis Pengaruh Motivasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai. di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Tengah. ARTIKEL Analisis Pengaruh Motivasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai di Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Tengah Penyusun : LEO CUNDHA PRAMUDYA D2A008041 Dosen Pembimbing : Dra.

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK PERBAIKAN RUMAH MASYARAKAT DAN FASILITAS UMUM AKIBAT TERJADINYA BENCANA ALAM DAN BENCANA SOSIAL GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

Peran ORI dalam penyelesaian laporan/pengaduan dan pengawasan implementasi UU Pelayanan Publik

Peran ORI dalam penyelesaian laporan/pengaduan dan pengawasan implementasi UU Pelayanan Publik Peran ORI dalam penyelesaian laporan/pengaduan dan pengawasan implementasi UU Pelayanan Publik Oleh : Budi Santoso, SH, LL.M (Ombudsman RI Bid.Penyelesaian Laporan/Pengaduan) Jakarta, 24 Juli 2013 Rekapitulasi

Lebih terperinci

PEDOMAN BANTUAN LOGISTIK

PEDOMAN BANTUAN LOGISTIK PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN BANTUAN LOGISTIK BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (BNPB) DAFTAR ISI 1. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

RKB PPKD. selaku BUD APBD KEBIJAKAN PENYEDIAAN ALOKASI ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA DALAM APBD

RKB PPKD. selaku BUD APBD KEBIJAKAN PENYEDIAAN ALOKASI ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA DALAM APBD KEBIJAKAN UMUM KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN PENYEDIAAN ALOKASI ANGGARAN PENANGGULANGAN BENCANA DALAM oleh: Drs. Horas Maurits Panjaitan, MEc.Dev (Kasubdit Anggaran Daerah Wilayah

Lebih terperinci

Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator

Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator Indeks Keamanan Manusia Indonesia (IKMI) Dimensi, Variabel, dan Indikator I. Dimensi Keamanan dari Bencana (Kebencanaan) Dalam UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa wilayah

Lebih terperinci