OPERASIONAL ANGKUTAN PARATRANSIT SEPEDA MOTOR DI KAWASAN TERMINAL BUNGURASIH SURABAYA

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK PENGOPERASIAN ANGKUTAN OJEK SEBAGAI SARANA ANGKUTAN DI KOTA GUBUG TUGAS AKHIR

ANALISIS LEGALITAS DAN KELAYAKAN FINANSIAL OPERASIONAL ANGKUTAN OJEK DI KABUPATEN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP KEBERADAAN BECAK DALAM SISTEM PERGERAKAN DI PERUMNAS TLOGOSARI SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL PELAYANAN TERMINAL TIPE C PADA TERMINAL PADANGAN DI KABUPATEN MOJOKERTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kinerja (performance) dalam memfasilitasi mobilitas orang dan barang. Hal ini

ANALISA KARAKTERISTIK MODA TRANSPORTASI ANGKUTAN UMUM RUTE MANADO TOMOHON DENGAN METODE ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (BOK)

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menunjang kegiatan sehari-hari adalah sektor jasa transportasi. Transportasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

PENELITIAN MODEL ANGKUTAN MASSAL YANG COCOK DI DAERAH PERKOTAAN. Balitbang bekerjasama dengan PT Karsa Haryamulya Jl.Imam Bonjol 190 Semarang

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengidentifikasi beberapa pertanyaan yang terdiri dari segi keamanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk

KAJIAN POTENSI PENUMPANG ANGKUTAN KERETA API LINTAS MADURA (BANGKALAN SUMENEP PP) DENGAN MENGGUNAKAN METODE STATED PREFERENCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi yang bersangkut paut dengan pemenuhan kebutuhan manusia dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan tranportasi atau perangkutan adalah bagian kegiatan ekonomi yang. dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 21 Tahun 2017 Seri E Nomor 15 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

EKSISTENSI ANGKUTAN PLAT HITAM PADA KORIDOR PASAR JATINGALEH GEREJA RANDUSARI TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Angkutan umum sebagai bagian sistem transportasi merupakan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Armandha Redo Pratama, 2015

PERMASALAHAN DAN PENGEMBANGAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ALTERNATIF PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI UMUM (STUDI KASUS: BUS DAN KERETA API TRAYEK KOTA PADANG- KOTA PARIAMAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

EVALUASI PURNA HUNI SIRKULASI DAN FASILITAS TERMINAL KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan satu kesatuan yang utuh baik intra maupun antar moda

Moda Transportasi yang Efektif dan Efisien bagi Mahasiswa ITB

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN POTENSI PERPINDAHAN PENUMPANG DARI BUS PATAS KE KERETA API EKSEKUTIF BIMA (RUTE MALANG-SURABAYA)DENGAN METODE STATED PREFERENCE

ANALISIS PEMILIHAN MODA ANTARA BUS DAN KERETA API (STUDI KASUS : MEDAN TANJUNGBALAI) A. Diisi oleh surveyor

BAB V KESIMPULAN Karakteristik Pengguna Dari Segi Sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pembeli untuk meminta barang yang tersedia di pasar. Dengan

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

ANALISA PROBABILITAS PENGGUNA JEMBATAN SURAMADU DAN KAPAL FERRY PADA RUTE SURABAYA MADURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang

BAB I PENDAHULUAN. akan jasa transportasi, bukanlah merupakan kebutuhan langsung ( tujuan akhir yang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap Terminal Leuwi Panjang Bandung seperti yang telah diuraikan Time headway dan waktu tunggu rerata (Wtr).

PERANAN ANGKUTAN PLAT HITAM DALAM MENDUKUNG AKTIVITAS PEREKONOMIAN DI KECAMATAN BATUWARNO KABUPATEN WONOGIRI TUGAS AKHIR

Transportasi Perkotaan. Permasalahan transportasi perkotaan kemacetan lalulintas parkir angkutan umum tertib lalulintas

PENGARUH ANGKUTAN ONLINE TERHADAP PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI PUBLIK DI KOTA MANADO (STUDI KASUS: TRAYEK MALALAYANG - PUSAT KOTA)

PILIHAN PELAYANAN PENUMPANG ANGKUTAN PERKOTAAN INDONESIA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : namun masih sering terjadi kemacetan di pintu masuk terminal terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani,1990). ke tahun 2014 yaitu hingga 10 juta unit dengan rata-rata rata-rata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KINERJA BUS EKONOMI ANGKUTAN KOTA DALAM PROVINSI (AKDP) TRAYEK PADANG BUKITTINGGI

BAB I PENDAHULUAN. suatu bandara perlu didukung oleh sarana angkutan umum yang handal dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang

III. METODOLOGI PENELITIAN. penelitian. Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

Analisa Biaya Operasional Kendaraan Angkutan Penumpang Roda Dua di Waena Kota Jayapura

BAB II STUDI PUSTAKA

MODEL PEMILIHAN MODA ANTARA LIGHT RAIL TRANSIT (LRT) DENGAN SEPEDA MOTOR DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Tetapi sebaliknya, bila transportasi tidak ditata dengan baik maka mengakibatkan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. dan keamanan, serta pembangunan nasional, harus diselenggarakan dengan tujuan

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB 1 PENDAHULUAN. transportasi. Peningkatan kebutuhan ini mendorong tumbuhnya bisnis jasa

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan sebuah jasa transportasi. Angkutan. melakukan perjalanan dengan kecepatan yang tinggi, dan salah satu

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM BERDASARKAN ABILITY TO PAY (ATP) DAN WILLINGNESS TO PAY (WTP) DI KOTA PANGKALPINANG

MODEL PEMILIHAN MODA KERETA REL LISTRIK DENGAN JALAN TOL JAKARTA BANDARA SOEKARNO-HATTA

INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI DALAM MENDUKUNG ANGKUTAN MASSAL BUSWAY YANG BERKELANJUTAN DI SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang sangat penting untuk

I. PENDAHULUAN. Lokasi relatif suatu tempat atau wilayah berkenaan dengan hubungan tempat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB II TINJAUAN TEORI

PERSEPSI DAN TINGKAT KEPUASAN PENGGUNA JASA KERETA API PRAMEKS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN TERMINAL BONGKAR MUAT BARANG DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan akan transportasi dan merangsang perkembangan suatu wilayah atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB I PENDAHULUAN. sarana angkutan berupa kendaraan atau tanpa kendaraan. Tujuan transportasi. mempererat hubungan antar bangsa.

ANALISIS KEBUTUHAN TRANSPORTASI DENGAN TDM

Transkripsi:

2 OPERASIONAL ANGKUTAN PARATRANSIT SEPEDA MOTOR DI KAWASAN TERMINAL BUNGURASIH SURABAYA ARI WIDAYANTI 1, ADE FERNANDES 2 1 Jurusan Teknik Sipil FT Universitas Negeri Surabaya, email: ari_wid@yahoo.co.id Jurusan Teknik Sipil FT Universitas Negeri Surabaya, email: adefernandez@yahoo.co.id Abstrak Operasional angkutan umum jenis informal/paratransit memiliki pangsa pasar tersendiri. Keberadaan angkutan paratransit/ojek sepeda motor masih diminati pengguna dengan keunikan yang dimiliki yaitu jenis pelayanan door to door service, kemudahan menjangkau lokasi tujuan, bebas dari kemacetan, biaya murah, kecepatan relatif tinggi, waktu tempuh singkat, jam operasional fleksibel. Ojek dapat ditemui di lokasi terminal, pasar atau kawasan perumahan yang tidak dilalui oleh angkutan umum, dimana pada setiap lokasi mempunyai karakteristik operasional yang berbeda. Studi ini dilakukan di kawasan Terminal Bungurasih, karena terminal merupakan lokasi transit/perpindahan moda perjalanan. Pengumpulan data dengan survei kondisi eksisting dan menyebarkan kuisioner pada responden. Analisis data menggunakan Deskriptif Kuantitatif. Hasil studi terhadap 5 pangkalan ojek diperoleh karakteristik operasional ojek di Terminal Bungurasih. Lokasi pangkalan teramai di dekat penurunan bus antar kota sebesar 23%, tarif tertinggi adalah Rp. 15.000,00-Rp. 35.000,00 sebesar 27%, dengan batas tarif terendah antara Rp. 10.000,00-Rp. 20.000,00 dan tertinggi antara Rp. 20.000,00- Rp. 35.000,00. Lokasi tujuan perjalanan terbesar adalah kawasan Juanda sebesar 53%, area pelayanan menjangkau wilayah Surabaya-Sidoarjo. Pengaturan pemberangkatan penumpang tertinggi yaitu mencari penumpang sebesar 44%. Biaya operasional adalah Rp. 300.000,00/bulan sebesar 50%. Sistem kepemilikan kendaraan adalah milik sendiri sebesar 83%. Tahun pembuatan kendaraan adalah 2005 sebesar 35%. Isi silinder kendaraan tertinggi adalah 110 cc sebesar 80%. Kecepatan pengoperasian tertinggi sebesar 60 km/jam. Dalam rangka optimalisasi pelayanan ojek, diperlukan tata kelola yang lebih baik dan pembinaan yang sesuai sasaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna. Ojek memerlukan pangkalan dan sarana komunikasi yang lebih baik bagi operator, serta peningkatan pelayanan berupa kenyamanan dan keamanan bagi pengguna. Kata Kunci operasional, ojek, di terminal. 1. PENDAHULUAN Transportasi merupakan kebutuhan manusia yang merupakan kebutuhan turunan, yaitu kebutuhan yang terjadi karena adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan yang lain [1]. Dalam menunjang mobilitasnya, masyarakat dapat menggunakan angkutan pribadi maupun angkutan umum. Dari sekian jenis angkutan umum yang beroperasi, maka operasional angkutan umum jenis informal/paratransit memiliki karakteristik operasional dan pangsa pasar tersendiri. Keberadaan angkutan paratransit jenis sepeda motor/ojek masih diminati pengguna dengan berbagai keunikan yang dimiliki. Keunikan tersebut diantaranya adalah jenis pelayanan door to door service, kemudahan menjangkau lokasi yang melewati jalan yang kecil, terhindar dari kemacetan, biaya murah, kecepatan relatif tinggi, waktu tempuh singkat, jam operasional yang fleksibel. Ojek dengan Manajemen dan Rekayasa Transportasi B-59

sifatnya yang fleksibel/memiliki daya jelajah yang tinggi, efisien, berteknologi sederhana, investasi murah, mudah dalam perawatan, pengoperasian sederhana dan kapasitas angkut yang rendah [2]. Ojek sepeda motor dapat ditemukan di lokasi terminal, pasar atau perumahan yang tidak/jarang dilalui oleh angkutan umum formal, dimana setiap lokasi memperlihatkan karakteristik operasional yang berbeda. Di daerah pedesaan, ojek bahkan merupakan angkutan utama pada rute yang tidak dilalui oleh angkutan umum formal seperti bus, lyn atau colt. Ojek adalah sarana transportasi darat yang berbentuk kendaraan roda dua berplat hitam, tanpa legalitas sah dari pemerintah untuk mengangkut penumpang menuju salah satu tujuan yang tidak terjangkau oleh angkutan umum karena kondisi jalan atau alam yang tidak mendukung, dengan dipungut biaya. Biaya dalam hal ini bergantung pada jarak tempuh, suasana alam atau waktu seperti malam hari akan berbeda ongkosnya daripada siang hari. Ojek berupa kendaraan bermotor tanpa pelindung baik dengan/tanpa kereta samping, memiliki daya jelajah yang tinggi pada medan yang relatif kurang baik, daerah layanan yang sangat luas dan fleksibel, waktu tempuh relatif singkat, biaya relatif terjangkau dan waktu operasional penuh [2]. Undang-undang RI No 14 Tahun 1992 pasal 3 telah mensyaratkan transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, nyaman, efisien, mampu memadukan moda transportasi, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Penjelasan atas Undang-undang RI No 14 Tahun 1992 pada bagian umum dimana lalu lintas dan angkutan jalan yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah pelosok daratan dengan mobilitas tinggi dan memadukan moda transportasi lain [3]. Peraturan Pemerintah 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan mensyaratkan juga bahwa kegiatan pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor dilakukan dengan menggunakan sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus dan kendaraan khusus serta pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilakukan dengan mobil bus atau mobil penumpang [4]. Operasional ojek sebagai feeder sangat diperlukan untuk mendukung mobilitas masyarakat, khususnya yang berada di kawasan sub urban/pinggiran/lintas perbatasan [2]. Ojek sebagai angkutan alternatif yang berfungsi sebagai penerus (feeder) dan pengisi (gap filler) menjadi solusi dari ketiadaan sarana transportasi formal. Faktor keamanan beroperasi ojek didapatkan melalui pembentukan organisasi informal berupa paguyuban pengojek. Tarif operasional ojek ditetapkan sepenuhnya oleh penyedia dan pengguna jasa angkutan itu dengan dasar [2]: - Bersifat kelompok, berdasarkan kesepakatan kelompok pengojek pada pos ojek tertentu. Tarif ini berlaku pada rute tertentu yang sering diminta oleh pengguna jasa ojek. Jadi besarnya tarif yang diminta oleh setiap pengojek pada pangkalan tertentu adalah cenderung sama untuk rute tertentu. - Bersifat personal, merupakan hasil tawar menawar antara pengojek dan pengguna jasa ojek. Tarif ini terjadi bila rute yang diminta oleh pengguna jasa jarang dilalui oleh pengojek atau bila jalan yang dilalui Manajemen dan Rekayasa Transportasi B-60

merupakan medan yang berat, jarak tempuh terlalu jauh. Pada saat pengguna memilih ojek untuk melakukan perjalanan, maka proses ini disebut pemilihan moda sebagai bagian dari Empat Tahap dalam Perencanaan Transportasi. Pemilihan moda tidak termasuk proses acak namun dipengaruhi oleh faktor penentu mutu yang disebut sebagai Atribut Pelayanan seperti kecepatan, kenyamanan, kesenangan/kesukaan, biaya, keandalan, jarak perjalanan, usia pengguna, status sosial ekonomi pengguna, maksud perjalanan dan lain-lain [6][7][8]. Hal-hal positif yang dapat diaplikasikan pada operasional ojek adalah tata cara manajemen operasional ojek seperti pengaturan penumpang dengan menggunakan sistem nomor urut siapa yang datang duluan, itu yang mendapat kartu nomor satu dan seterusnya. Disamping itu kesejahteraan internal tukang ojek perlu diperhatikan, misalnya apabila ada yang sakit atau keperluan yang mendesak maka perlu adanya kas yang diambil dari iuran setiap hari. Kontribusi ojek bagi Kamtibmas diantaranya adalah menggagalkan tindak kejahatan, mampu menangkap pelaku kejahatan atau memberikan informasi baik kejahatan yang belum terjadi atau kejahatan yang sedang terjadi [5]. Studi pernah dilakukan untuk mengetahui kinerja ojek ditinjau dari karakteristik tukang ojek dan operasi, serta peraturan angkutan umum yang ada [9]. Indikator kinerja ojek dipengaruhi oleh status pekerjaan tukang ojek, status perkawinan, faktor usia, tingkat keuntungan dan keamanan beroperasi [2]. Dari beberapa studi, diperoleh ojek kurang optimal disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah terkait dengan standar tarif, kejelasan status hukum/legalitas operasionalnya, waktu operasional dan lokasi pangkalan yang tidak menentu. Dalam hal ini perlu adanya pengaturan yang lebih baik sehingga operasional ojek lebih optimal. Pada operasional ojek didaerah, dijumpai waktu operasional sama dengan angkutan umum yakni tidak menentu dari pagi sampai malam hari selama 24 jam dengan cara pergantian shift. Sistem tarif yang berlaku tidak tentu berdasarkan jauh dekatnya lokasi tujuan. Besaran tarif ini juga dipengaruhi oleh waktu operasi dan biaya operasional kendaraan, tergantung dari jenis kendaraan dan frekuensi penggunaan. Data ini diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara pada responden. Jumlah ojek yang beroperasi pada hari kerja dan hari libur tidak sama. Pekerjaan mengojek bukan sebagai pekerjaan utama tetapi sebagai pekerjaan sampingan, sehingga hari libur benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan keluarga [2]. 2. METODE Studi ini dilakukan pada operasional ojek di kawasan Terminal Bungurasih, karena terminal merupakan lokasi transit atau perpindahan moda perjalanan di wilayah sub urban. Potensi dan frekuensi aktivitas di daerah sub urban semakin bertambah akibat peningkatan perekonomian dan penghasilan masyarakat. Tidak tersedianya angkutan umum yang dapat menjangkau daerah aksesibilitasnya rendah, mengakibatkan pertumbuhan angkutan umum alternatif yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini ojek di kawasan Terminal Bungurasih turut berperan serta dalam menunjang mobilitas masyarakat ke lokasi di sekitarnya. Metode yang digunakan adalah pengumpulan data primer di lapangan dengan melakukan pengamatan pada kondisi operasional ojek, kemudian melakukan penyebaran kuisioner pada tukang ojek dan Manajemen dan Rekayasa Transportasi B-61

pengguna di Terminal Bungurasih. Analisis data menggunakan Deskriptif Kuantitatif, yang dicirikan dengan adanya grafik dan tabel untuk mengolah data yang diperoleh dari lapangan Data yang dikumpulkan terhadap ojek yang beroperasi di Kawasan Terminal Bungurasih meliputi karakteristik operasional ojek, tarif yang berlaku, jumlah angkutan ojek yang beroperasi tiap harinya, pendokumentasian ojek yang beroperasi dan lain-lain. 3. HASIL Hasil dari survei kondisi eksisting serta penyebaran kuesioner diperoleh karakteristik operasional ojek di Kawasan Terminal Bungurasih Surabaya terdiri dari beberapa variabel berikut ini. Jam operasional Tukang Ojek tertinggi pada jam 07.00.00-19.00 WIB sebesar 19%. Dalam hal ini ojek jarang beroperasi selama 24 jam. Lokasi pangkalan tertinggi adalah pada tempat penurunan bus antar kota sebesar 16 orang (23%). Hal ini dikarenakan penumpang sesudah menggunakan bus antar kota beralih menggunakan angkutan ojek yang lebih dekat dari lokasi penurunan bus antar kota. Fasilitas pangkalan ojek yang tertinggi mempunyai fasilitas radio, tempat toilet dan terpal sebesar 27%. Tukang Ojek menganggap nyaman pada pangkalan tersebut karena fasilitasnya lebih memadai daripada tempat pangkalan lain. Tarif tertinggi yang diberlakukan adalah Rp. 15.000,00 - Rp. 35.000,00 dengan jumlah 19 orang (27%). Disimpulkan batas tarif terendah antara Rp. 10.000,00, Rp. 15.000,00, Rp. 20.000,00 dan batas tarif tertinggi antara Rp. 20.000, 00, Rp. 30.000, 00, Rp. 35.000,00. Tujuan pengguna ojek yang terbesar adalah Bungurasih-Juanda sebesar 37 orang (53%), jangkauan wilayah pelayanan ojek adalah semua wilayah di kawasan Surabaya-Sidoarjo. Hal ini dikarenakan potensi permintaan tujuan penumpang paling banyak ke arah Sidoarjo. Pengaturan pemberangkatan terhadap penumpang tertinggi adalah mencari penumpang sebesar 31 orang (44%). Biaya operasional kendaraan adalah Rp. 300.000,00/bln sebesar 35 orang (50%). Biaya tersebut digunakan untuk pembelian BBM, penggantian suku cadang kendaraan, biaya servis kendaraan dan lain-lain. Kepemilikan kendaraan adalah milik sendiri sebesar 58 orang (83%). Tahun pembuatan kendaraan adalah tahun 2005 sebesar 25 orang (36%) karena Tukang Ojek sudah mengacu pada Undang-undang Angkutan Jalan Nomor 14 tahun 1992 tentang kelayakan kendaraan di jalan. Pembelian kendaraan oleh Tukang Ojek dilakukan dengan cara kredit sebesar 45 orang (64%) karena dengan cara kredit, Tukang Ojek sudah bisa menggunakan kendaraan tersebut untuk beroperasi, mencari penumpang dan memperoleh pendapatan. Isi silinder kendaraan tertinggi adalah 110cc sejumlah 56 orang (80%). Hal ini akan berpengaruh terhadap penggunaan BBM dapat lebih hemat. Kecepatan kendaraan tertinggi adalah 60 km/jam sesuai dengan kondisi volume lalu lintas yang sepi, dan kecepatan maksimal yang berlaku untuk daerah/jalan perkotaan. 4. DISKUSI Dari hasil pengolahan data, analisis dan pembahasan, diperoleh upaya untuk meningkatkan kinerja ojek yaitu: a. Menambah jam operasional ojek, sesuai dengan kebutuhan pengguna ojek. b. Menambah ojek yang beroperasi pada waktu tertentu, misalnya pada saat liburan atau mudik lebaran. c. Mengutamakan kenyamanan pengguna dengan menyediakan jas hujan agar Manajemen dan Rekayasa Transportasi B-62

terhindar dari hujan, karena sifat kendaraan yang tidak menggunakan alat pelindung. d. Diberlakukan identitas yang lebih tepat bagi tukang ojek dengan mengenakan seragam yang rapi dan sopan, sehingga lebih meyakinkan pengguna ojek. e. Di lokasi pangkalan hendaknya disediakan papan informasi keberadaan ojek, sehingga pengguna mengetahui secara pasti lokasi keberadaan ojek. f. Menggunakan helm standar SNI sebagai salah satu persyaratan mengemudi di jalan serta memiliki SIM sesuai dengan Undangundang Angkutan Jalan Nomor 14 Tahun 1992 tentang kelayakan kendaraan di jalan. g. Sarana komunikasi bagi Tukang Ojek lebih dioptimalkan misalnya penggunaan HP, sehingga mempermudah pengguna ojek untuk menghubungi Tukang Ojek. 5. KESIMPULAN Dari pembahasan dan analisis data dihasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil studi terhadap 5 pangkalan ojek dengan 70 Tukang Ojek diperoleh karakteristik operasional ojek di Terminal Bungurasih. Lokasi pangkalan teramai di dekat penurunan bus AKDP (23%), tarif tertinggi adalah Rp. 15.000,00-Rp. 35.000,00 sebesar 27%, dengan batas tarif terendah antara Rp. 10.000,00-Rp. 20.000,00 dan tertinggi antara Rp. 20.000,00- Rp. 35.000,00. Potensi asal tujuan tertinggi adalah Bungurasih-Juanda sebesar 53%, area pelayanan untuk semua lokasi di Surabaya-Sidoarjo. Pengaturan pemberangkatan penumpang tertinggi adalah mencari penumpang sebesar 44%. Biaya operasional adalah Rp. 300.000,00/bulan sebesar 50%. Sistem pemilikan kendaraan adalah milik sendiri sebesar 83%. Tahun pembelian kendaraan adalah 2005 sebesar 35%. Kapasitas/cc kendaraan tertinggi adalah 110 cc sebesar 80%. Kecepatan kendaraan tertinggi sebesar 60 km/jam. Status pekerjaan tukang ojek sebagian besar adalah kerja sampingan sebesar 66%. Penghasilan tertinggi adalah Rp. 31.000,00-Rp. 40.000,00 perhari sebesar 34%. 2. Dalam hal optimalisasi pelayanan ojek, diperlukan tata kelola yang lebih baik dan pembinaan yang sesuai sasaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat pengguna. Dalam hal ini perlu tata kelola yang lebih baik, peningkatan pelayanan berupa kenyamanan dan keamanan, penggunaan sarana komunikasi yang lebih baik bagi operator. DAFTAR PUSTAKA [1] Warpani. Suwardjoko (2000), Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Penerbit ITB, Bandung. [2] Dewi Handayani, Indrasurya B. Mochtar, Ria A.A. Soemitro (2001), Karakteristik Alat Transportasi Informal Ojek Sepeda Motor di Kota Surakarta, FTSP, ITS. [3] Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. [4] Peraturan Pemerintah 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. [5] www.lodaya.web.id [6] Trimukti, Ersa (2001), Kompetisi Pemilihan Moda Angkutan Penumpang antar Kota antara Moda Kereta Api dan Bus, ITB, Bandung. [7] Tamin, Ofyar Z. (2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, ITB, Bandung. [8] Khisty, C.J. dan Lall, B.K (2006), Dasar- Dasar Rekayasa Transportasi Jilid 1 dan 2, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta. Manajemen dan Rekayasa Transportasi B-63

[9] Sarwo, Agus (2005), Karakteristik Angkutan Ojek sebagai Sarana Angkutan di Kota Gubug, Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang. Tabel 2: Lokasi Pangkalan Jumlah TO Lokasi Pangkalan Tabel 1: Jam Operasional Jam Operasional Jumlah TO 1 Parkir depan 8 11% 2 Penurunan bus kota 17 24% 3 Parkir dalam 14 20% 1 05.00-19.00 WIB 10 14% 2 06.00-15.00 WIB 4 6% 3 06.00-19.00 WIB 31 44% 4 Pintu keluar 15 21% Penurunan bus 5 AKDP 16 23% 4 07.00-15.00 WIB 7 10% 5 07.00-19.00 WIB 13 19% 6 08.00-19.00 WIB 5 7% Gambar 2: Lokasi Pangkalan Gambar 1: Jam Operasional Manajemen dan Rekayasa Transportasi B-64

Tabel 3: Fasilitas Pangkalan Fasilitas Jumlah TO Tabel 4. Tarif yang Berlaku Tarif (Rp.) 1 Pos/Pangkalan 12 17% 2 Wartel, warung 8 11% 3 Terpal, tempat duduk 14 20% 4 Radio, tempat toilet, terpal 19 27% 5 Terpal 17 24% 1 10.000-20.000 2 3% 2 10.000-30.000 18 26% 3 10.000-35.000 8 11% 4 15.000-20.000 1 1% 5 15.000-30.000 4 6% 6 15.000-35.000 19 27% 7 20.000-30.000 4 6% 8 20.000-35.000 14 20% Gambar 3: Fasilitas Pangkalan Gambar 4: Tarif yang Berlaku Manajemen dan Rekayasa Transportasi B-65

Tabel 5: Tujuan Perjalanan Penumpang Tujuan Perjalanan 1 Krian 12 17% 2 Perak 21 30% 3 Juanda 37 53% Gambar 6: Pengaturan Pemberangkatan Tabel 7: Biaya Operasional Biaya Operasional (Rp./bulan) 1 300.000 35 50% 2 325.000 2 3% 3 350.000 17 24% 4 375.000 16 23% Gambar 5: Tujuan Perjalanan Penumpang Tabel 6: Pengaturan Pemberangkatan Pengaturan Pemberangkatan 1 Cari Penumpang 31 44% 2 Penumpang yang memilih 27 39% 3 Antrian datang 12 17% Gambar 7: Biaya Operasional Kendaraan Tabel 8: Status Kepemilikan Kendaraan Kendaraan 1 Milik sendiri 58 83% 2 Sewa setoran 12 17% Manajemen dan Rekayasa Transportasi B-66

Tabel 10: Pembelian Kendaraan Pembelian Kendaraan Jumlah TO Jumlah jek (%) 1 Cash 25 36% 2 Kredit 45 64% Gambar 8: Status Kepemilikan Kendaraan Tabel 9: Tahun Pembuatan Kendaraan Tahun Pembelian Jumlah TO TO%) 1 2001 5 7% 2 2002 1 1% 3 2003 11 16% 4 2004 16 23% 5 2005 25 36% Gambar 10: Pembelian Kendaraan Tabel 11: Isi Silinder Kendaraan Isi Silinder 6 2007 3 4% 7 2008 9 13% 1 110 cc 56 80% 2 100 cc 14 20% Gambar 9: Tahun Pembuatan Kendaraan Gambar 11: Isi Silinder Kendaraan Manajemen dan Rekayasa Transportasi B-67

Tabel 12: Kecepatan Pengoperasian Kecepatan (km/jam) TO (%) 1 50 km/jam 13 19% 2 60 km/jam 57 81% Gambar 12: Kecepatan Pengoperasian Manajemen dan Rekayasa Transportasi B-68