Prinsip "Jus Cogens" dalam Hukum Internasional

dokumen-dokumen yang mirip
PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

Pendidikan Kewarganegaraan

Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

PENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan

Sumber Hukum Internasional : Prinsip Prinsip Umum Hukum (General Principles of Law)

INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG

KEDUDUKAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENGADILI PERKARA KEJAHATAN KEMANUSIAAN. Rubiyanto ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H.

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Jenewa III, Pasal 146 Konvensi Jenewa IV tahun 1949 adalah: 1. Menetapkan undang-undang yang diperlukan untuk memberikan sanksi pidana

SUMBER-SUMBER HUKUM dalam TATA HUKUM INDONESIA

PELAKSANAAN INTERVENSI HAK ASASI MANUSIA DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL DI DARFUR

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB III METODE PENELITIAN. yang sedang berlaku. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah hukum positif (Ius

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG

KEJAHATAN DAN PENYMPANGAN NORMA TERHADAP SILA KE-2

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR i. DAFTAR ISI ii

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

PELANGGARAN HAM YANG BERAT. Muchamad Ali Safa at

HUBUNGAN HUKUM NASIONAL DENGAN HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu:

Pengantar Ilmu Hukum Materi Sumber Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani Ridwan

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 25 April 2006

Pengantar Ilmu Hukum

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN NORMA DASAR HUKUM INTERNASIONAL UMUM (JUS COGENS) DALAM HUKUM INTERNASIONAL

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

Eropa Pasca Perang Dingin.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN OLEH MANTAN PRESIDEN LAURENT GBAGBO DAN KONSEP HAM INTERNASIONAL

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

RESUME SKRIPSI. Dalam pergaulan internasional setiap negara tidak. bisa melepaskan diri dari hubungan atau kerjasama antar

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KEJAHATAN KEMANUSIAAN SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAM BERAT MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

Pengertian Sumber Hukum. Sumber Hukum Adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali hukum. Menurut Algra Menurut Van Apeldoorn

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PELANGGARAN HAM PADA KEJAHATAN KEMANUSIAAN

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

INTEGRASI HAM DAN HUKUM HUMANITER DALAM SISTEM PERADILAN HAM NASIONAL DALAM RANGKA PENERAPAN PERADILAN HAM TERHADAP PELAKU KEJAHATAN KEMANUSIAAN

I PENDAHULUAN. Hukum Internasional mengatur tentang syarat-syarat negara sebagai pribadi

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

Mendorong Komitmen Indonesia Meratifikasi Statuta Roma untuk Memperkuat Perlindungan Hak Asasi Manusia

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BAGIAN I PRINSIP-PRINSIP HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI YURISDIKSI NEGARA

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

Daftar Pustaka. Glosarium

HUKUM INTERNASIONAL PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL PERTEMUAN XXVII, XXVIII & XXIX. By Malahayati, SH, LLM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

BAB III SUMBER HUKUM INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

law will aply to offences actually committed of they contain an international (hukum pidana

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PENERAPAN YURISDIKSI UNIVERSAL MELALUI MEKANISME EKSTRADISI ATAS KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN (CRIMES AGAINTS HUMANITY)

LAPORAN PENELITIAN KEMITRAAN. Penegakan Hukum Terhadap Bajak Laut Melalui Pendekatan Yurisdiksi Mahkamah Kriminal Internasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

TINJAUAN MATA KULIAH...

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ALASAN-ALASAN DIBALIK DIBATALKANNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DI INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tindak Pidana Hak Asasi Manusia dalam RKUHP

PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Transkripsi:

Prinsip "Jus Cogens" dalam Hukum Internasional Mochammad Tanzil Multazam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo "Adalah norma yang memaksa dan mengikat pembentuk hukum internasional" Prinsip jus cogens oleh para pakar disebut sebagai kaidah yang membatasi kehendak negara, seperti yang dikatakan oleh Rozakis "...walaupun negara-negara memiliki kebebasan untuk membentuk hukum, bebas untuk mengatur tingkah laku mereka sendiri, kebebasan itu ada batasnya, terdapat kaidah hukum yang membatasi kehendak negara, kaidah hukum yang mengancam dengan invaliditas setiap persetujuan-persetujuan yang dibuat oleh negara-negara yang bertentangan dengannya. kaidah hukum ini disebut dengan jus cogens." Prinsip jus cogens berbeda dengan prinsip jus dispositivium yang berarti norma yang mengatur, jus dispotivium hanya bersifat mengatur, jadi tidak memaksa sehingga dapat disimpangi. Ketika berbicara mengenai jus cogens maka kita berbicara mengenai materiil dari suatu bentuk hukum, dalam hal ini sumber hukum internsional. Karena dalam hal ini materiil dari sumber hukum internasional tersebut haruslah sesuai dengan jus cogens, dan itu sifatnya memaksa dan tidak boleh disimpangi, oleh karenanya setiap sumber hukum internasional yang bertentangan dengannya menjadi batal atau tidak sah (sebagaimana disebut dalam pasal 53 dan 64 konvensi wina), tetapi sebelumnya harus melalui prosedur yang berlaku sebagaimana dijelaskan dalam pasal 65 dan 67 konvensi tersebut. Lantas kemudian bagaimana mengidentifikasi norma-norma yang termasuk jus cogens? Ada banyak sekali macam-macam patokan dari para pakar untuk mengidentifikasi norma-norma tersebut (Verdross, Waldock, Rozakis, dsb) dari sekian patokan-patokan yang ada, mungkin patokan dari Verdross adalah yang paling mendekati, dia membagi 3 tipe jus cogens yakni : 1. kaidah-kaidah yang menyangkut kepentingan bersama masyarakat internasional secara keseluruhan; 2. kaidah-kaidah yang dibentuk demi tujuan-tujuan kemanusiaan;dan

3. kaidah-kaidah yang ditempatkan oleh piagam PBB melawan perjanjian-perjanjian atau penggunaan kekerasan dalam hubungan internasional. Dari patokan-patokan yang telah disebutkan para pakar, kemudian timbul pertanyaan, atas dasar apa para pakar tersebut membuat patokan-patokan itu? Ternyata terdapat syarat-syarat suatu kaidah hukum dapat dinyatakan sebagai jus cogens, adapun syarat tersebut meliputi : 1. syarat "double consent" ;dan 2. syarat universalitas syarat ini termanifestasikan dalam pasal 53 Konvensi Wina 1969 maupun 1986, dalam pasal tersebut secara garis besar dikatakan bahwa suatu kaidah hukum dapat dianggap sebagai jus cogens adalah jika kaidah hukum tersebut telah disetujui oleh negara-negara sebagai kaidah hukum internasional yang bersifat umum dan bersifat memaksa (hal inilah yang dimaksud syarat "double consent"), kemudian kaidah tersebut haruslah diakui dan diterima oleh masyarakat negara sebagai keseluruhan atau secara universal oleh semua negara tanpa kecuali (syarat universalitas). Contoh jus cogens: Piagam PBB Pasal 1,55,56,62,68, 76 berkaitan dengan pengakuan terhadap HAM dan hak menentukan nsib sendiri, dan prinsip-prinsip dalam perjanjian internasional umum maupun hukum kebiasaan internasional umum yang sesuai dengan persyaratan yang telah disebut diatas. Apakah jus cogens dapat diganti atau dirubah? Kita dapat mencari jawabannya pada kalimat terakhir dalam pasal 53 konvensi wina : "...which can be modified only by a subsequent norm of general Internasional Law having the same character". Maksudnya adalah bahwa jus cogens hanya dapat diganti atau dirubah dengan norma yang memiliki karakter yang sama, jadi jus cogens hanya dapat diganti atau dirubah dengan jus cogens juga. Lantas bagaimana dengan kaidah jus cogens yang lama, dalam hal ini berlaku prinsip lex posterior derogat lex priori (yang baru mengesampingkan yang lama).

Dari pemaparan sebelumnya timbul pertanyaan yakni apakah dapat kita ambil kesimpulan bahwa kaidah jus cogens sangat menetukan dan mempengaruhi isi hukum internasional? Yang berarti kaidah jus cogens adalah sumber dari segala sumber hukum internasional itu sendiri? Bukankah dalam hukum internasional itu sendiri kemudian timbul hierarki, jika kita melihat dari jenis dan tipe hukum? Bagaimana penerapan prinsip ini dilakukan oleh ICJ dalam beberapa kasus Internasional Bosnia_Herzegovina melawan Yugoslavia (Serbia - Montenegro)? ICJ (International Court of Justice) tentunya berbeda dengan ICTY (International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia),ketika berbicara tentang ICJ tentunya kita membahas tentang sengketa antar negara, karena sebagaimana kita tahu bahwa hanya negaralah yang boleh menjadi pihak dalam perkara-perkara di muka mahkamah (Pasal 34 ayat 1 statuta ICJ). Oleh karenanya yang kita bahas adalah sengketa antara Bosnia_Herzegovina melawan Yugoslavia (Serbia-Montenegro) sebagai suatu negara. Sengketa ini mulai diajukan ke ICJ pada tahun 1993, dimana Bosnia_Herzegovina mengajukan kasus ke ICJ mengenai sengketanya dengan Republik Federal Yugoslavia (Serbia - Montenegro) berkaitan dengan aplikasi Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide. Yang dimaksud disini adalah pembantaian yang dilakukan oleh Serbia terhadap warga bosnia mulai tahun 1992-1995 khususnya pembantaian 8.000 an pengungsi warga bosnia di Srebrenica (Bosnia Timur) oleh tentara Serbia yang dipimpin oleh Jenderal Ratko Mladic pada tahun 1995. Sebagai suatu langkah awal, ICJ waktu itu meminta kepada kedua pihak untuk mencegah perbuatan genosida (ethnic cleansing) di waktu yang akan datang dan mencegah memburuknya sengketa. ICJ akhirnya mengeluarkan putusannya pada tanggal 26 Februari lalu (26 Februari 2007). Inti dari putusan tersebut yakni menyatakan Pemerintah Serbia dianggap tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban terhadap kejahatan genosida yang melibatkan Jendralnya terhadap etnis atau bangsa lain, sebagaimana dikatakan Ketua pengadilan, [u]hakim Rosalyn Higgins, mengatakan: "Mahkamah mendapati aksi genosida di Srebrenica tidak bisa dikaitkan dengan badan-badan pemerintah tertuduh (Serbia)." Akan tetapi di lain pihak ICJ menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Jederal Mladic adalah suatu tindakan yang dapat dikategorikan sebagai genosida.

Suatu keputusan yang entah apakah dapat dikatakan bijaksana? meskipun secara formil memang memiliki dasar hukum, tetapi apakah materiil daripada putusan tersebut mencerminkan kaidah jus cogens? Genosida atau pemusnahan massal suatu etnis,bangsa,ras,agama, atau suku tertentu adalah termasuk dari salah satu bentuk crime contra humanum genus atau disebut juga hostis humani generis (musuh umat manusia). Oleh karenanya, larangan untuk melakukannya adalah suatu jus cogens, hal ini berawal dari hukum kebiasaan internasional, dan kaidah ini telah memenuhi persyaratan sebagaimana telah saya sampaikan sebelumnya. Tindakan Jenderal Mladic yang membantai 8.000 an kaum bosnia-kroasia yang mayoritas muslim dapat dikatakan sebagai kejahatan genosida, karena pertama, tindakan tersebut ditujukan untuk memusnahkan suatu bangsa tertentu (dalam hal ini bangsa bosnia-kroasia),kedua tindakan tersebut dilakukan secara sistematis dan disengaja (dibuktikan dengan adanya pasukan yang menyerbu, yang berarti juga membuktikan adanya rantai komando). Oleh karenanya putusan ICJ yang menyatakan tindakan yang dilakukan oleh Jenderal Mladic adalah kejahatan genosida adalah benar adanya dan sesuai dengan jus cogens. Akan tetapi kemudian siapa yang dinyatakan bersalah, apakah pemerintahan serbia terlibat didalamnya? ataukah hanya sejumlah individu yang telah dinyatakan oleh ICC (International Criminal Court)? Putusan ICJ yang menyatakan Negara Serbia-Montenegro tidak bersalah dalam kejahatan genosida tersebut, sebenarnya juga tidak dapat disalahkan, dikarenakan pertama, ICJ tidak dapat menemukan bukti kuat adanya keterkaitan antara tindakan yang dilakukan oleh Mladic dengan Negaranya, sebuah pengambilan kebijakan pribadikah atau pertimbangan penuh dari negara. Bahkan dalam statemennya, pemerintah Serbia menytakan dengan tegas bahwa pembantaian di Srebrenica merupakan perang dalam negeri antara kelompok-kelompok etnis Bosnia dan membantah negara serbia berperan dalam peristiwa tersebut. Meskipun kesulitan untuk membuktikan serbia bersalah, tetapi ICJ menyatakan Serbia telah melanggar hukum internasional karena lalai dalam mencegah terjadinya tindakan genosida tersebut.

Maka dari itu bisa ditarik kesimpulan bahwa putusan ICJ dapat dinyatakan telah mencerminkan Prinsip Jus Cogens didalamnya, meskipun tidak berhasil untuk menyatakan Serbia bersalah, tetapi putusan ICJ yang menyatakan bahwa memang terjadi kejahatan genosida pada waktu itu, dapat menjadi dasar yang kuat untuk menyeret para pelaku, khususnya Jenderal Ratko Mladic. Walaupun sangat disayangkan dalam putusan tersebut tidak tercantum ketentuan menyerahkan atau membantu menangkap para pelaku bagi Serbia, sebagai pihak yang lalai. Nasi sudah menjadi bubur, putusan ICJ tak mungkin bisa diajukan banding, karena putusannya final dan mengikat. Referensi 1. Boer Mauna, "Hukum Internasional : Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global", Alumni, Bandung, 2005 2. Christos L. Rozakis, "The Concept of Jus Cogens in the Law of Treaties", North Holland Publishing Company, 1976 3. Moctar KusumaAtmadja, " Pengantar Hukum Internasional",... 4. Pan Mohammad Faiz, "Keputusan Mahkamah Internasional Antara Bosnia vs Serbia, jurnalhukum.blogspot.com/ 5. www.bbc.co.uk/indonesian/news/,"serbia "tak terlibat genosida"", 6. www.unhchr.ch/huridocda/huridoca 7. www.wikipedia.org/wiki/bosnia_herzegovina