Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Ketahanan Korosi Sumuran Baja Tahan Karat Dupleks 22Cr Rini Riastuti, Myrna Ariati, Reyningtyas Putri Perwitasari, M Akbar Barrinaya Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16436, Indonesia e-mail: riastuti@metal.ui.ac.id ; r.tyasputeri@gmail.com ABSTRAK Baja tahan karat dua fasa dupleks 22Cr, memiliki ketahanan korosi merata dan korosi lokal dalam segala lingkungan. Akan tetapi, baja tahan karat dua fasa ini rentan terserang korosi sumuran pada lingkungan klorida. Perlakuan panas dilakukan untuk meningkatkan ketangguhan baja tahan karat duplex ini. Penelitian ini mengamati pengaruh perlakuan panas baja tahan karat dupleks 22Cr tersebut terhadap korosi sumuran dengan mengamati temperatur kritis saat terjadinya korosi sumuran (critical pitting temperature). Nilai temperatur kritis korosi sumuran diinvestigasi menggunakan metode polarisasi potentiodynamic dalam larutan NaCl 1M. Hasil pengujian menunjukkan nilai temperatur kritis korosi sumuran baja tahan karat dua fasa dupleks 22Cr adalah 65 0 C dan perlakuan panas tidak mempengaruhi nilai tersebut. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa fasa yang rentan terserang korosi sumuran adalah fasa austenit. Kata kunci: baja tahan karat dupleks, critical pitting temperaur, perlakuan panas, polarisasi Influence of Heat Treatment on Pitting Corrosion Resistance of 22Cr Duplex Stainless Steel ABSTRACT Duplex stainless steel 22Cr has a good uniform and localized corrosion reistance in various environments. However, duplex stainless steel 22Cr is susceptible to pitting corrosion in chloride environment. Heat treatment was done to improve the toughness of duplex stainless steel 22Cr. This research was investigated influence of heat treatment on pitting corrosion resistance of duplex stainless steel 22Cr by looking at the Critical Pitting Temperature (CPT). The value of critical pitting temperature was investigated by using potentiodynamic polarization and Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) methods in 1 M NaCl solution. The results showed that the critical pitting temperature of duplex stainless steel 22Cr is 65 0 C and heat treatment didn t affect the critical pitting temperature. Moreover, the result showed that the austenite phase is susceptible to pitting corrosion. Keywords: critical pitting temperature;duplex stainless steel; heat treatment; potentiodynamic polarization. SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 315
Pendahuluan Baja tahan karat dupleks 22Cr termasuk dalam jenis material baja tahan karat (stainless steel) yang terdiri dari dua fasa, yaitu austenit dan ferit. Kedua fasa tersebut memberikan sifat keseluruhan dari baja tahan karat dua fasa. Baja tahan karat dupleks 22Cr yang juga diaplikasikan sebagai pipa minyak dan gas di lingkungan offshore. Salah satu jenis pipa baja tahan karat dua fasa dupleks 22Cr adalah grade 140 yang merupakan hasil cold pilgering yang memiliki kekuatan luluh minimal 140 ksi (965 Mpa) dan elongasi minimal 9%. Untuk meningkatkan ketangguhan pipa baja tahan karat SAF 2205 maka dilakukan perlakuan panas berupa stress relieve pada rentang temperatur 350-550 0 C. Meskipun baja tahan karat dupleks memiliki ketahanan korosi yang baik [1,2 5, 3 6], tetapi lapisan oksida atau lapisan pasif pada baja tahan karat dupleks akan mengalami kerusakan jika ada ion agrasif seperti Cl - dan membentuk korosi sumuran (pitting corrosion). Akan tetapi, korosi sumuran tidak akan terjadi pada kondisi di bawah temperatur kritis terjadinya korosi sumuran pada suatu material [4 3, 5 7]. Oleh karena itu, temperatur kritis korosi sumuran (critical pitting temperature) perlu diketahui untuk setiap material. Penelitian ini merupakan studi untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas baja tahan karat dupleks 22Cr terhadap ketahanan korosi sumuran (pitting corrosion) pada lingkungan NaCl dengan mengetahui temperatur kritis terjadinya korosi sumuran (critical pitting temperature). Pengujian ini dilakukan menggunakan pengujian elektrokimia, yaitu metode polarisasi pada temperatur yang berbeda.. Dalam penelitian ini juga dilakukan pengamatan struktur mikro hasil perlakuan panas dan struktur mikro setelah pengujian polarisasi. Struktur mikro setelah pengujian polarisasi diamati untuk mengetahui fasa austenit atau ferit yang akan terserang korosi sumuran. Tinjauan Teori Perlakuan panas pada baja tahan karat ini dilakukan untuk memperbaiki sifat mekaniknya, yaitu meningkatkan ketangguhannya. Akan tetapi, pada perlakuan panas baja tahan karat harus memperhatikan suhu dan waktu yang digunakan. Perlakuan panas pada waktu dan suhu yang tidak tepat dapat menyebabkan terbentuknya fasa intermetalik (fasa kedua) yang akan menurunkan sifat mekanik baja tahan karat. Oleh karena itu, perlakuan panas yang dilakukan harus memperhatikan Diagram TTT dari materialnya. Gambar 1.Diagram TTT Beberapa Jenis Baja Tahan Karat [5]-ok Perlakuan panas yang tidak tepat dapat menyebabkan terbentuknya fasa intermetalik (fasa kedua) yang dapat menurunkan sifat mekanik baja tahan karat. Meskipun fasa-fasa tersebut memiliki komposisi masing-masing, akan tetapi seringkali fasa-fasa tersebut terbentuk bersamaan dengan fasa lainnya. Jenis-jenis fasa intermetalik yang mungkin terbentuk pada saat perlakuan panas baja tahan karat dua fasa antara lain fasa sigma (σ), fasa chi (χ), nitride kromium, secondary austenite, karbida, fasa R, fasa π, dan fasa α (475 embrittlement). Baja tahan karat merupakan jenis material yang memiliki ketahanan yang baik terhadap korosi sumuran. Hal ini dikarenakan terbentuknya lapisan pasif berupa oksida kromium pada SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 316
permukaan. Ketahanan korosi sumuran pada baja tahan karat juga diperoleh dengan adanya unsur paduan seperti molibdenum dan nitrogen [6]. Ketahanan korosi sumuran dapat diprediksi dengan menghitung nilai PREN, di mana semakin tinggi nilai PREN yang dimiliki suatu material maka ketahanan terhadap korosi sumuran akan semakin baik. Nilai PREN dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini: [6] Perlakuan panas pada baja tahan karat akan mempengaruhi ketahanan terhadap korosi sumuran, termasuk perlakuan panas pada baja tahan karat SAF 2205. Perlakuan panas yang menghasilkan fasa intermetalik pada baja tahan karat mempengaruhi ketahanan terhadap korosi sumuran. Pada penelitian Hosni M.E., dkk. [1] adanya fasa sigma hasil pemanasan pada temperatur 845 0 C selama 10,60, dan 300 menit meningkatkan ketahanan korosi sumuran pada baja tahan karat SAF 2205 pada temperatur ruang di lingkungan air laut. Korosi sumuran akan menyerang baja tahan karat SAF 2205 ketika berada di temperatur 50 0 C. Pada penelitian yang dilakukan oleh H.Luo, X.G. Li, dkk. [6] menunjukkan bahwa perlakuan panas solution treatment juga mempengaruhi ketahanan terhadap korosi sumuran pada baja tahan karat SAF 2205 di lingkungan NaCl. Solution treatment membentuk lapisan pasif yang stabil sehingga memiliki ketahanan yang baik terhadap korosi sumuran. Diketahui bahwa struktur mikro baja tahan karat dupleks terdiri dari fasa austenit dan ferit. Dengan pengamatan metalografi dapat diketahui fasa mana yang terserang korosi sumuran. Berdasarkan penelitian H. Luo, X.G. Li, dkk.. [6] dijelaskan bahwa pada baja SAF 2205 yang telah mengalami solution treatment, korosi sumuran lebih mudah menyerang fasa austenit yang disebabkan oleh fasa ferit mengandung banyak unsur kromium sehingga ketahanan korosinya lebih baik dibandingkan austenit. Salah satu parameter yang penting pada terjadinya korosi sumuran adalah pengaruh temperatur [7]. Temperatur minimum material mengalami korosi sumuran disebut dengan temperatur kritis korosi sumuran (Critical Pitting Temperature/CPT). Nilai CPT pada material dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi ion Cl - yang berada pada rentang 0,01 M-5 M dan rentang ph 1-7 [3 9]. Selain itu, nilai CPT juga dipengaruhi oleh adanya konsentrasi ion sulfat atau thiosulfat dan kekasaran permukaan dari material [7]. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa adanya ion-ion Cl - juga mempengaruhi nilai CPT pada material. Berdasarkan penelitian Bo Deng, Yiming Jiang, dkk.. [3] dijelaskan bahwa nilai CPT dari baja SAF 2205 yang telah mengalami solution treatment pada suhu 1050 o C pada 1M NaCl adalah 59,6 o C. Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pipa baja tahan karat dupleks 22Cr grade 140 yang memiliki yang memiliki diameter dalam 99,6 mm; diameter luar 115 mm; dan ketebalan 7,7 mm. Komposisi kimia pipa baja tahan karat dupleks 22Cr adalah dalam % berat : 0.03 %C, 1 % Si, 2.0 % Mn, 0.03% P, 0.015 % S, 22% Cr, 5% Ni, 3.2% Mo dan 0.18 % N. Dimensi sampel 1x1 cm dilakukan perlakuan panas pada temperatur 350, 450, dan 550 0 C dengan waktu tahan 10 dan 40 menit. Untuk memudahkan penanganan sampel, maka setiap sampel diberikan penamaan sebagai berikut: Tabel 1.Penamaan Sampel Baja Tahan Karat Dupleks 22Cr No Kondisi Sampel Penamaan Temperatur Perlakuan Waktu Tahan Sampel Panas ( O C) (menit) 1 NoHT Tanpa Perlakuan Panas 2 X1 350 10 3 X4 350 40 4 Y1 450 10 5 Y4 450 40 6 Z1 550 10 7 Z4 550 40 (1) SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 317
Pengujian polarisasi dilakukan dengan menggunakan instrument pontentiostat Autolab PGSTAT T302N yang dilengkapi dengan software Nova 1.8 untuk melakukan analisis. Skema pengujian polarisasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: Gambar 2.Skema Pengujian Polarisasi Pengujian polarisasi dilakukan dalam larutan NaCl 1M pada temperatur uji 25, 35, 45, 55, dan 65 o C.Pada saat pengujian polarisasi dilakukan penentuan nilai OCP (Open Circuit Potential) ditentukan setelah 120 detik hingga didapatkan nilai potensial yang relatif stabil. Pengujian polarisasi potentiodynamic dilakukan pada potensial -500 mv hingga +1500 mv dari nilai OCP. Pengamatan struktur mikro hasil perlakuan panas dan hasil uji polarisasi diamati dengan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscope (SEM). Preparasi sampel uji metalografi ini menggunakan elektroetsa dalam larutan KOH 20%, tegangan 3 Volt selama 45 detik. Diskusi Hasil Penelitian Hasil uji CPT dengan metode polarisasi Potentiodynamic Gambar 3(a-g) dibawah ini adalah kurva polarisasi dari uji polarisasi untuk baja tahan karat dupleks 22Cr dalam larutan NaCl 1M. Gambar 3a adalah kurva polarisasi untuk sampel sebelum proses perlakuan panas. Gambar 3(b-g) Gambar 3.Grafik Polarisasi Potentiodynamic SAF 2205 (a) Sampel Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel Setelah Perlakuan Panas (b) 350 0 C, 10menit; (c) 350 0 C, 40menit; (d) 450 0 C, 10menit; (e) 450 0 C, 40menit; (f) 550 0 C, 10menit; (g) 550 0 C, 40menit SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 318
Gambar 4.Grafik Ebreakdown vs Temperatur Uji Gambar 3a-g menggambarkan kurva hasil polarisasi dengan berbagai parameter penelitian ini, kurva terlihat memiliki kecenderungan bahwa dengan adanya peningkatan temperature maka rapat arus juga meningkat, hal ini karena pada temperature 25 55 o C material berada pada daerah pasif, sedangkan pada temperature 65 o C material menunjukan prilaku transpasif, yang menunjukan pembentukan korosi sumuran. Setelah material mengalami perlakuan panas 350, 450, dan 550 o C selama 10 menit dan 40 menit, perilaku kurva polarisasi memberikan gambaran terbentuknya lapisan pasif. Namun bila diamati pada Gambar 4, potensial breakdown, terlihat bahwa seluruh sampel uji memiliki nilai potensial breakdown yang konstan pada temperatur uji 25-50 o C. Sedangkan, potensial breakdown mengalami penurunan yang signifikan ketika temperatur uji 65 o C.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai CPT untuk seluruh sampel uji pada pengujian kali ini adalah 65 o C karena pada temperatur tersebut mulai terjadi korosi sumuran pada seluruh sampel uji. Kesimpulan lain yang dapat diambil adalah perlakuan panas pada variabel temperatur dan waktu tahan yang telah dilakukan tidak mempengaruhi nilai CPT dari sampel baja tahan karat dupleks 22Cr. Hal ini dikarenakan baik sampel sebelum perlakuan panas maupun sampel sesudah perlakuan panas terserang korosi sumuran pada 65 o C. Sampel baja tahan karat dupleks 22Cr mengalami korosi sumuran pada temperatur uji 65 o C juga dapat dibuktikan dengan melihat permukaan sampel pada Gambar 5, di mana setelah pengujian polarisasi potentiodynamic pada temperatur 65 o C terdapat lubang-lubang (pit) pada permukaan sampel. Gambar 6. menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada struktur mikro setelah adanya perlakuan panas,dan dari struktur mikro terbukti tidak tampaknya fasa kedua yang dihasilkan dari perlakuan panas baja tahan karat duplek 22Cr tersebut, jadi perlakuan panas yang dilakukan dalam penelitian ini tidak mengubah struktur mikro dan menimbulkan fasa kedua. SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 319
Gambar 5.Permukaan Sampel Baja Tahan Karat Dua Fasa SAF 2205 Setelah Pengujian Polarisasi Potentiodynamic (a) Sampel Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel Setelah Perlakuan Panas (b) 350 0 C, 10menit; (c) 350 0 C, 40menit; (d) 450 0 C, 10menit; (e) 450 0 C, 40menit; (f) 550 0 C, 10menit; (g) 550 0 C, 40menit. Gambar 6. Struktur mikro baja tahan karat dupleks 22Cr. Dengan Perbesaran 500x (a) Sebelum Perlakuan Panas Dan Setelah Perlakuan Panas (b) 350 o C, 10menit; (c) 350 0 C, 40menit; (d) 450 0 C, 10menit; (e) 450 o C, 40menit; (f) 550 o C, 10menit; (g) 550 o C, 40menit. Gambar 7. memberikan pengamatan bahwa setelah dilakukan uji polarisasi maka sampel uji secara keseluruhan mengalami terjadinya mekanisme korosi sumuran yang diperlihatkan pada adanya gambar lubang2 dipermukaan sampel uji. Bila diamati lebih rinci, lubang yang terjadi sebagian besar berada dibatas butir ferit dan austenite bahkan sudah ada yang menyebar kearah fasa austenite (fasa yang berwarna lebih terang), dengan demikian bisa dikatakan bahwa korosi sumuran pada sampel uji secara umum terinisiasi di batas butir antara austenite dan ferit yang berkembang kearah austenite setelah uji CPT. SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 320
Gambar 7.Struktur mikro baja tahan karat 22Cr, Setelah Pengujian polarisasi Dengan Perbesaran 200x (a) Sampel Sebelum Perlakuan Panas Dan Sampel Setelah Perlakuan Panas (b) 350 0 C, 10menit; (c) 350 0 C, 40menit; (d) 450 0 C, 10menit; (e) 450 0 C, 40menit; (f) 550 0 C, 10menit; (g) 550 0 C, 40menit Gambar 2.Struktur mikro Hasil Pengamatan SEM (a) Lubang Korosi Sumuran Pada Austenit (b) Pengukuran Diameter Lubang Gambar 8, pengamatan struktur mikro dengan SEM, menunjukkan bahwa lubang akibat korosi sumuran terdapat pada fasa austenite (fasa yang berwarna terang), (untuk sampel uji yang mengalami pemanasan 350 o C waktu tahan 40 menit, sampel X4). Dari pengamatan SEM pula terukur salah satu lubang sumuran memiliki diameter 127,1µm arah horizontal dan 112,5 µm arah vertical. Umtuk membuktikan bahwa sumuran terjadi karena ada reaksi dengan larutan yang mengandung Cl-, maka dilakukan uji dengan EDS pada lubang korosi sumuran (hasilnya ditampilkan pada Gambar 9), dari hasil pengujian tersebut terlihat bahwa kandungan Cl - dalam lubang sebanyak 0.25 % wt. Gambar 3.Hasil Pengujian EDS Pada Lubang Korosi Sumuran SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 321
Kesimpulan Perlakuan panas pada temperature 350, 450 dan 550 dengan waktu tahan 10 dan 40 menit, tidak memberikan pengaruh pada morfologi struktur mikro baja tahan karat dupleks 22Cr Nilai CPT pada baja tahan karat dupleks 22Cr sebelum dan sesudah perlakuan panas adalah 65 o C. Perlakuan panas yang dilakukan tidak mengubah sifat ketahanan korosi sumuran baja tahan karat dupleks 22Cr, dibuktikan dengan tidak adanya perubahan nilai CPT. Fasa yang terserang korosi sumuran pada baja tahan karat dupleks 22Cr adalah fasa austenite. Referensi [1] Ezuber, Hosni M., El-Houd, A., El-Shawesh, F. (2006). Effect of Sigma Phase on Seawater Pitting of Duplex Stainless Steel. Desalination 207 : 268-275. [2] Ma, Fong-Yuan. (2012). Corrosive Effects of Chlorides on Metals. In Prof. Nasr Bensalah (Ed.). Pitting Corrosion (pp. 139-178). China: In Tech. [3] Deng, Bo., dkk. (2009). Evaluation of Localized Corrosion in Duplex Stainless Steel Aged at 850 0 C With Critical Pitting Temperature Measurement. Electrochimica Acta 54: 2790-2794. [4] Deng, Bo., dkk. (2009). Evaluation of Localized Corrosion in Duplex Stainless Steel Aged at 850 0 C With Critical Pitting Temperature Measurement. Electrochimica Acta 54: 2790-2794. [5] Frankel, G.S. (1998). Pitting Corrosion of Metals A Review of the Critical Factors. Journal of Electrochemical Society Vol 145 No.6 : 2186-2198. (12) [6] Luo, H., Li, X.G., Dong, C.F., Xiao, K. (2012). Effect of Solution Treatment on Pitting Behavior of 2205 Duplex Stainless Steel. Arabian Journal of Chemistry [7] Sandvik Materals Technology. (2013). Sandvik SAF 2205 Material Data Sheet. Sandvikens Tryckeri AB: Swedia. SENATEK 2015 Malang, 17 Januari 2015 322