BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. (Dalam bukunya Purwanto,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan tidak hanya dipengaruhi oleh siswa namun guru juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana siswa mendapatkan ilmu secara

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING PADA PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V DI SD NEGERI CIBOGO

METODE PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip dasar pembelajaran IPA antara lain adalah prinsip keterlibatan, prinsip

BAB I PENDAHULUAN. berkembang telah menuntut manusia untuk selalu berpikir dan mencari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi manusia termasuk dirinya sendiri. Dalam Undang-Undang RI No.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan. Tujuan dari pendidikan itu sendiri adalah berusaha untuk

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Sofiatun,2013

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Anonim 2008). pembelajaran saat pembelajaran berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

Bab II Landasan Teori

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekolah sebagai tempat proses belajar mempunyai kedudukan yang sangat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Oleh: Siti Muawanah SD Negeri 2 Sumberejo, Durenan, Trenggalek

Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tumbuhan Hijau di Kelas V SDN 3 Tolitoli

BAB I PENDAHULUAN. SD merupakan titik berat dari pembangunan masa kini dan masa mendatang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan nantinya dapat menjadi salah satu jembatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam,

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan orang-orang

I. PENDAHULUAN. sekolah. Proses pembelajaran yang terjadi selama ini kurang mampu. mengembangkan kemampuan berfikir anak, karena keberhasilan proses

Penerapan Pendekatan Kontekstual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Gaya Magnet di Kelas V SDN 2 Labuan Lobo Toli-Toli

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kondusif agar siswa mampu menyerap materi yang diberikan.

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum istilah sains memiliki arti kumpulan pengetahuan yang tersusun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan dari peneliti saja. Pembelajaran tidak berhasil dengan baik,

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

2.2 Aktivitas Belajar dengan Menggunakan Media Diskusi. Aktivitas belajar menggunakan media gambar merupakan kegiatan, kesibukan,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelajaran pokok di Sekolah Dasar (SD) pengetahuan dan pemahaman konsep Sains yang bermanfaat dan dapat diterapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan. dapat menunjang hasil belajar (Sadirman, 1994: 99).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan dan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi. Diajukan Oleh: RATIH ROSARI A

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 40 Undang-Undang RI No 20 Tahun 2013 Pendidik dan Kependidikan berkewajiban :

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri, masyarakat maupun bangsa. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun. 2003Pasal 1 tentang sistem Pendidikan Nasional bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi, yang

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET MELALUI METODE INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menghadapi berkembangan IPTEK yang semakin berkembang pesat, sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001 : 27 ) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat beberapa ahli yang mendukung penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori ini berisi tentang pembelajaran kooperetaif tipe Snowball Throwing dan hasil belajar IPA. 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran merupakan bagian terpenting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga belajar tetapi lebih ditentukan oleh insting, sedangkan bagi manusia, belajar berarti rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Oleh karena itu, berbagai pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses budaya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia dan berlangsung sepanjang hayat. Dalam hal ini, pendidikan IPA juga memegang peranan yang menentukan bagi perkembangan manusia karena Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Upaya peningkatan mutu pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah. Pengembangan aspek-aspek tersebut dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kecakapan hidup (life skills) melalui seperangkat kompetensi, agar siswa dapat bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil dimasa yang akan datang. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran, antara lain berfikir sistematis, logis, kritis yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran IPA. 7

8 Pembelajaran IPA di sekolah dasar merupakan penguasaan siswa terhadap pengetahuan tentang alam sekitar, yang dipelajari dari fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan proses penemuan. Pengetahuan siswa tentang alam tersebut dapat mencetak siswa dalam bersikap ilmiah. Namun materi IPA yang diberikan harus disesuaikan dengan usia dan karakteristik siswa yang bersangkutan. Maksudnya, materi IPA yang diberikan kepada siswa disesuaikan dengan tingkatan kelas, sehingga penguasaan pengetahuan tentang IPA dapat bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi kelestarian lingkungan alam sekitar. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 untuk SD/MI dijelaskan mengenai pembelajaran IPA yaitu : Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. BNSP (2007:13). Dari penjelasan tersebut pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung. Dalam pembelajaran IPA siswa difasilitasi untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses. Sebagaimana diungkapkan Hendri (2006:12) bahwa: Dalam pembelajaran tersebut siswa difasilitasi untuk mengembangkan sejumlah keterampilan proses (keterampilan atau kerja ilmiah) dan sikap ilmiah dalam memperoleh pengetahuan ilmiah tentang dirinya dan alam sekitar. Keterampilan proses ini meliputi: keterampilan mengamati dengan seluruh indera; keterampilan menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja; mengajukan pertanyaan; menggolongkan data; menafsirkan

9 data; mengkomunikasikan hasil temuan secara beragam, serta menggali dan memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari. Pada prinsipnya, pembelajaran IPA harus dirancang dan dilaksanakan sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan/melakukan yang dapat membantu siswa memaham ifenomena alam secara mendalam (Depdiknas, 2003:3). IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, observasi. Pembelajaran IPA sangat penting untuk diberikan disekolah dasar, karena IPA sangat berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Untuk itu, tujuan mata pelajaran IPA di SD/MI secara umum adalah agar siswa dapat menghargai alam. 2.1.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan alam atau sains (science) diambil dari kata latin Scientia yang berarti harfiahnya adalah pengetahuan, tetapi kemudian dikembangkan menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Ilmu pengetahuan alam atau sains dalam arti sempit merupakan disiplin ilmu yang terdiri dari physical science (ilmu fisik) dan life science (ilmu biologi). Ilmu pengetahuan alam termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi dan fisika. Sedangkan life sciences meliputi biologi (antronomi, fisiologi, zoologi, citologi, embriologi dan mikrobiologi). Ilmu pengetahuan alam membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang berdasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Powler (Susilo, Tritjahjo. D. 2006:64) bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara

10 teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Secara ringkas dapat dikatakan IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Jadi IPA mengandung tiga hal: proses (usaha manusia memahami alam semesta), prosedur (pengamatan yang tepat dan prosedurnya benar) dan produk (kesimpulannya betul). 2.1.3 Hasil Belajar Dalam kegiatan belajar mengajar selalu ada proses yang harus ditempuh, salah satu tujuan dari belajar adalah memperoleh hasil dari yang telah dipelajari. Untuk mengetahui hasil yang akan diperoleh nantinya, di bawah ini akan dijelaskan terlebih dahulu teori-teori yang mendukung hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya yang ia terima di sekolah. Hasil belajar mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatankegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut M. Dalyono (2009: 55), yaitu : 1) Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar) Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu: motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya. 2) Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar)

11 Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan dan pembentukan sikap. Sudjana (1989: 22) menyimpulkan Pengertian hasil belajar dalam hal ini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia melaksanakan pengalaman belajarnya. Menurut peneliti, hasil belajar adalah nilai yang di dapat oleh seseorang setelah mengalami proses belajar yang lama. Pengertian tersebut dapat dikaji bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selamalamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. 2.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 4 Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 4 SD Semester II Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda 7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda 7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda

12 2.1.5 Kajian Tentang Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing 2.1.5.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa. Manusia adalah makhluk individual. Karena sifatnya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa. Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja menciptakan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (2000: 78) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Pembelajaran kooperatif menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan reformasi pendidikan. Pembelajaran kooperatif meliputi banyak jenis bentuk pengajaran dan pembelajaran yang merupakan perbaikan tipe pembelajaran tradisional. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kumpulan kecil supaya anak didik dapat bekerja sama untuk mempelajari kandungan pelajaran dengan berbagai kemahiran sosial. Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa ciri, antara lain:

13 1) Ketrampilan sosial Artinya ketrampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi dalam kelompok untuk mencapai dan menguasai konsep yang diberikan guru. 2) Interaksi tatap muka Setiap individu akan berinteraksi secara bersemuka dalam kelompok. Interaksi yang serentak berlangsung dalam setiap kelompok melalui pembicaraan setiap individu yang turut serta mengambil bagian. 3) Pelajar harus saling bergantung positif Artinya setiap siswa harus melaksanakan tugas masing-masing yang diberikan untuk menyelesaikan tugas dalam kelompok itu. Setiap siswa mempunyai peluang yang sama untuk mengambil bagian dalam kelompok. Siswa yang mempunyai kelebihan harus membantu temannya dalam kelompok itu untuk tercapainya tugas yang diberikan kepada kelompok itu. Setiap anggota kelompok harus saling berhubungan,saling memenuhi dan bantu-membantu. Menurut Kagan (1994:69), pembelajaran kooperatif mempunyai banyak manfaat,yaitu: a) Dapat meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif siswa; b) Dapat meningkatkan kemahiran sosial dan memperbaiki hubungan sosial; c) Dapat meningkatkan keterampilan kepemimpinan; d) Dapat meningkatkan kepercayaan diri; e) Dapat meningkatkan kemahiran teknologi. Berdasarkan pendapat para ahli di atas pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dapat menciptakan terjadinya interaksi yang positif baik antara guru dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan keterampilan proses yang dimiliki oleh siswa sehingga siswa mampu untuk belajar secara langsung dan belajar dari berbagai sumber belajar lainnya termasuk teman sebaya. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap peserta didik yang ada dalam suatu kelompok memiliki tingkat kemampuan yang berbeda- beda (tinggi, sedang dan rendah). Model pembelajaran kooperatif

14 mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan peserta didik akan lebih dapat mengembangkan kemampuannya, komunikasi, serta bekerjasama dalam menyelesaikan suatu masalah. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif, melatih peserta didik untuk bertanggungjawab atas tugas yang diberikan dalam kelompoknya. Ada 29 tipe model pembelajaran aktif, salah satunya adalah pembelajaran aktif tipe Snowball Throwing. 2.1.5.2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Snowball secara etimologi berarti bola salju, sedangkan throwing artinya melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Dalam pembelajaran Snowball Throwing, bola salju merupakan kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh siswa kemudian dilempar kepada temannya sendiri untuk dijawab. Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaannya banyak melibatkan siswa. Peran guru di sini hanya sebagai pemberi arahan awal mengenai topik pembelajaran dan selanjutnya penertiban terhadap jalannya pembelajaran. Snowball Throwing sebagai salah satu dari model pembelajaran aktif (active learning) pada hakikatnya mengarahkan atensi siswa terhadap materi yang dipelajarinya. Namun sebagaimana model pembelajaran lainnya, dalam penerapannya pun ada faktorfaktor yang mempengaruhinya antara lain kondisi siswa, waktu yang tersedia, materi yang diajarkan dan tujuan pembelajaran dalam Bayor (2010:89). Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Pesan dalam hal ini adalah berupa pertanyaanpertanyaan yang telah dibuat oleh siswa. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas

15 lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. Berdasarkan pendapat dari ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Snowball Throwing adalah pembelajaran secara berkelompok, setiap kelompok beranggotakan beberapa siswa dimana setiap siswa membuat pertanyaan yang kemudian dilemparkan kepada kelompok yang lainnya untuk dijawab. Ketika menjawab pertanyaan yang diperoleh harus dijawab oleh masingmasing individu dengan cara berdiri dari tempat duduknya atau maju ke depan kelas. 2.1.5.3 Langkah Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Langkah langkah penerapan Snowball Throwing menurut Suprijono (2010;51) yaitu sebagai berikut ini. a) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. b) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. c) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. d) Masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. e) Kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ±15 menit. f) Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas yang berbentuk bola tersebut secara bergantian. g) Guru memberikan Evaluasi. h) Guru menutup pelajaran.

16 2.1.5.4.Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Berdasarkan penjelasan mengenai model pembelajaran koopertaif tipe Snowball Throwing, peneliti mengambil kesimpulan ada beberapa kelebihan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing: a) Melatih kepercayaan diri dalam diri siswa baik dalam bertanya maupun mengemukakan pendapatnya. b) Siswa akan dengan mudah untuk mendapatkan bahan pembicaraan karena adanya pertanyaan-pertanyaan yang tertulis pada kertas berbentuk bola. c) Menghindari pendominasian pembicaraan dan siswa yang diam sama sekali, karena masing-masing siswa mendapatkan satu buah pertanyaan yang harus dijawab dengan cara berargumentasi. d) Melatih kesiapan siswa. e) Saling memberikan pengetahuan. f) Menjembatani siswa dalam mengeksplorasi keterampilan prosesnya yaitu dengan metode ini siswa dapat mengalami sendiri pengalaman belajarnya secara langsung. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dapat menjadi alternative mengatasi permasalan yang timbul di dalam kelas. Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing menciptakan iklim diskusi yang banyak disukai oleh siswa usia sekolah dasar. Pembelajaran kooperatif dengan tipe seperti ini juga merangsang siswa untuk aktif dan berani mengemukakan pendapatnya. Pembelajaran ini menekankan pada interaksi siswa dengan siswa, jadi pembelajaran tidak hanya didapat dari guru yang menjelaskan di depan secara ceramah tetapi siswa dapat belajar dari siswa lain atau tutor sebaya. 2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Sartika (2012) dengan penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 147 Palembang.

17 Berdasarkan dari hasil tes formatif siswa, di peroleh data pada siklus I hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata 71,57 dan ketuntasan hasil belajar sebesar 81,57%, sedangkan pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 77,10 dan ketuntasan hasil belajar sebesar 89,47%. Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing hasil belajar IPA silkus II lebih besar dari siklus I. Zahron dengan penelitian yang berjudul Penggunaan model Snowball Throwing untuk meningkatkan pembelajaran IPA kelas V SDNU Bangil. Hasil penelitian pembelajaran IPA dengan menggunakan model snowball throwing yang awalnya siswa kurang terbiasa sehingga 6 indikator dari model snowball throwing belum bisa dilaksanakan namun setelah diberikan tindakan di siklus II bisa dilaksanakan semuanya. Sedangkan hasil aktivitas belajar siswa pada siklus 1 mencapai 57,57% dan pada siklus 2 mencapai 81,81 % sedangkan hasil belajar setelah penerapan model snowball throwing skor nilai hasil belajar siswa pada siklus 1 mendapat rata-rata skor tes yaitu 71,12 sedangkan pada siklus 2 terjadi peningkatan skor rata-rata hasil belajar siswa yaitu 81,21. Mulyadi. 2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Snowball Throwing dalam Peningkatan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD N Madyopuro 6 Malang. Berdasarkan hasil penelitian tentang peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa pada materi gaya dengan menerapkan pembelajaran kooperatif model Snowball Throwing menunjukkan adanya (a) Terjadi peningkatan persentase keberhasilan aktivitas belajar siswa, yaitu dari 72,00% pada tindakan siklus I menjadi 83,75% pada tindakan siklus II (b) Terjadi peningkatan persentase keberhasilan aktivitas mengajar guru, yaitu dari 84,61% pada tindakan siklus I menjadi 92,30% pada tindakan siklus II, (c) Nilai rata-rata hasil tes belajar siswa meningkat dari 64,4 pada tindakan siklus I menjadi 73,6 pada tindakan siklus II dan 75,6 pada tes akhir tindakan.

18 2.3 Kerangka Berpikir Salah satu faktor yang berpengaruh dalam hasil belajar adalah dari faktor model pembelajaran yang digunakan yang kemudian berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa, karena model pembelajaran sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Pada kondisi awal, hasil belajar IPA melalui kegiatan mendemonstrasikan bahwa gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda masih rendah. Masih ada beberapa siswa yang nilainya di bawah KKM. Hal tersebut karena banyak siswa yang belum mempraktekkan/memperagakan bahwa gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda dan diduga juga karena faktor guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional dan juga guru belum sepenuhnya menggunakan alat peraga, belum mampu mengemas pembelajaran inovatif. Sehingga siswa kurang termotivasi dan kurang memahami materi. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang inovatif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami bahwa gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda. Salah satu model pembelajaran yang menyenangkan adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide ketika siswa melakukan diskusi dalam kelompok. Ciri khas dari model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing ini adalah melempar kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan kepada kelompok lain dan pada saat diskusi siswa harus menyatukan pendapat-pendapat mereka untuk menjawab pertanyaan yang mereka dapatkan. Selain itu semua siswa harus menjawab pertanyaan yang mereka dapatkan di depan teman-temannya sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan sangat baik untuk bertanggung jawab terhadap tugasnya. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap nilai hasil belajar siswa. Pemahaman siswa pun akan meningkat karena siswa terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu, dengan model pembelajaran kooperatif tipe ini menuntut siswa mau tidak mau untuk berani mengemukakan pertanyaan yang ia dapatkan lalu berani untuk menjawabnya.

19 Dalam penelitian ini, pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dilakukan dalam 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dilaksanakan pada kegiatan inti siklus I dan siklus II. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) melalui kegiatan mendemonstrasikan dapat membuat siswa termotivasi untuk aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPA, khususnya pada materi tentang gaya. Dengan demikian, diharapkan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya pada materi gaya dapat mengubah gerak dan bentuk benda melalui alat peraga dapat meningkat. Selai itu juga, diharapkan dapat memberikan pengalaman nyata dan pembelajaran yang bermakna bagi siswa sehingga dapat meningkatkan presentase hasil belajar siswa.

20 Pembelajaran IPA Metode: Ceramah dan bersifat teacher center (Guru menjelaskan terpaku pada LKS, tidak menggunakan alat peraga) Hasil belajar IPA siswa rendah dan belum mencapai KKM Siswa merasa bosan, kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran dan kurang memahami materi Diterapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing: 1. Melatih kepercayaan diri dalam diri siswa baik dalam bertanya maupun mengemukakan pendapatnya. 2. Siswa dengan mudah untuk mendapatkan bahan pembicaraan karena adanya pertanyaan-pertanyaan yang tertulis pada kertas berbentuk bola. 3. Menghindari pendominasian pembicaraan dan siswa yang diam sama sekali, karena masing-masing siswa mendapatkan satu buah pertanyaan yang harus dijawab dengan cara beragumentasi. 4. Melatih kesiapan siswa. 5. Saling memberikan pengetahuan. 6. Menjembatani siswa dalam mengeksplorasi keterampilan prosesnya yaitu dengan metode ini siswa dapat mengalami sendiri pengalaman belajarnya secara langsung. Hasil belajar IPA siswa meningkat dan sudah mencapai KKM Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing pada Pembelajaran IPA.

21 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang diuraikan, maka hipotesis tindakannya adalah: Diduga melalui penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar IPA terhadap siswa kelas 4 semester II tahun pelajaran 2013/2014 di SDN Watu Agung 01.