BLOK 6 (HEMATOLOGI & IMUNOLOGI) MODUL KELAINAN PADA SEL DARAH PUTIH

dokumen-dokumen yang mirip
Patogenesis. Sel MM berinteraksi dengan sel stroma sumsum tulang dan protein matriks ekstraselular. Adhesion-mediated signaling & produksi sitokin

LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA DI RUANG 27 RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL. Disusun oleh :

MULTIPLE MYELOMA (MM)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KEGANASAN HEMATOLOGI PADA ORANG DEWASA

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

MULTIPLE MYELOMA. Oleh : Andre Prasetyo Mahesya, S. Ked Assyifa Anindya, S. Ked Pembimbing : Dr. Juspeni Kartika, Sp.

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

LEUKEMIA. - pendesakan kegagalan sumsum tulang - infiltrasi ke jaringan lain

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MULTIPLE MYELOMA. Gambar 1. Anatomi tulang belakang dan sarafnya

LAPORAN PENDAHULUAN MULTIPLE MYELOMA

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

MULTIPLE MYELOMA ANATOMI

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 DESKRIPSI SINGKAT PEMBESARAN GINGIVA. jaringan periodonsium yang dapat terlihat secara langsung sehingga mempengaruhi

Multiple Myeloma DEFINISI GEJALA. Penyebab & Faktor Risiko

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

1. Epifisis Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder. DEFINISI

SISTEM PEREDARAN DARAH

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN MIELOMA MULTIPEL DI RSUP SANGLAH PADA TAHUN

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

HASIL DAN PEMBAHASAN

leukemia Kanker darah

MATURASI SEL LIMFOSIT

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

Kelainan darah pada Lupus eritematosus sistemik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

Anemia Hemolitik. Haryson Tondy Winoto,dr,Msi.Med.,Sp.A Bag. IKA UWK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang tidak diinginkan dan perlu disingkirkan. Lingkungan disekitar manusia mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar

LEUKEMIA. Disusun Oleh: DIAN SHEILA APRILIA HANAN MEI FATMAWATI

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

Review Sistem Hematology

- - SISTEM PEREDARAN DARAH MANUSIA - - dlp5darah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendahuluan. Epidemiologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar: Struktur Antibodi

Pola Gambaran Darah Tepi pada Penderita Leukimia di Laboratorium Klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Makalah Sistem Hematologi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Limfoma. Lymphoma / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

LAPORAN TUTORIAL MODUL : Ilmu Penyakit Dalam TRIGGER 5. OLEH: Kelompok Tutorial XVII

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

REFERAT MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) VERSUS MDCT (MULTIDETECTOR COMPUTERIZED TOMOGRAPHY) DALAM DETEKSI DAN PENENTUAN STADIUM MULTIPLE MYELOMA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

Myeloma atau disebut juga plasma dyscrasia dibagi menjadi 2,yaitu

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Respon imun adaptif : Respon humoral

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penyakit beragam (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2011). Manifestasi klinis SLE

SILABUS UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN

Transkripsi:

BLOK 6 (HEMATOLOGI & IMUNOLOGI) MODUL KELAINAN PADA SEL DARAH PUTIH KELOMPOK 9 0710056 Indra Pramana Widya 0710219 Michael Namonang Sitompul 0810024 Theresa Sugiarto Oetji 0810050 Arum Pusponegoro 0810076 Octaviany Permatasari Harjo 0810104 Stefanus Bambang Soerjono 0810129 Sahala Triyanto Simamora 0810152 Azarel Jimmy Jonathan 0810176 Firsandi Prasastya Fikry 0810199 Olivia Jennifer Purnomo 0810225 Allen Albert Pelapelapon Nama Tutor : Dr. Fen Tih FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG 2009

ISTILAH 1. Hipoestesi Kurangnya persepsi / sensasi ; berkurangnya persepsi mental terhadap sensasi. 2. Rouleaux Suatu kelompok abnormal dari sel darah merah yang saling melekat menyerupai setumpuk koin. 3. Lesi litik tulang Diskontinuitas ( destruksi ) jaringan patologis atau traumatis atau hilangnya fungsi atau bagian dari tulang. 4. Urobilinogen Senyawa tak berwarna yang dibentuk di dalam usus dengan mereduksi bilirubin. Sedikit diantaranya diekskresi dalam feses, yang teroksidasi akan menjadi urobilin : sedikit yang direabsorpsi dan diekskresi di empedu sebagai bilirubin atau sekali waktu di dalam urine, yang mungkin akibatnya akan teroksidasi menjadi urobilin. 5. Sedimen ( urine ) Deposit bahan padat yang tertinggal setelah kemih didiamkan beberapa waktu. 6. Bilirubin Suatu pigmen empedu ; pigmen ini merupakan produk pemecahan heme terutama terbentuk dari degradasi Hb eritrosit dalam sel retikuloendotelial, namun juga terbentuk dari pemecahan pigmen heme lainnya, cth: sitokrom. PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN SEL-SEL DARAH PUTIH

LEUKOSIT GRANULAR MIELOBLAS - prekursor neutrofil, eosinofil, dan basofil - tidak dapat dibedakan satu sama lain - ukuran sel ± 16 µ - inti besar, bulat dengan kromatin halus dan mempunyai anak inti (nukleoli) tiga atau lebih - sitoplasma biru kelabu tanpa granula PROMIELOSIT dibedakan menjadi Promielosit I & II - Promielosit I : sel yang lebih tua dari mieloblas, ukuran sel lebih besar dari mieloblas, sitoplasma mengandung granula non-spesifik berwarna merah, padat disebut granula azurofil - Promielosit II : sel granulosit berukuran terbesar (22-25µ), merupakan tanda pengenal dari kampung-kampung sarang leukopoiesis, sitoplasma biru muda, ada granula azurofil yang bercampur dengan granula spesifik granulosit, inti menunjukkan nukleoli besar dan jelas MIELOSIT - ukuran 18-20µ lebih kecil dari promielosit - inti terletak di tepi (eksentris) dan bagian sentral inti belum melekuk - anak inti menghilang - sitoplasma merah muda mengandung granula spesifik, dibedakan menjadi 3 golongan yaitu netrofilik,eosinofilik dan basofilik

METAMIELOSIT - sel lebih kecil dari mielosit - inti sel gepeng, satu sisinya melekuk dengan lekukan lebih kecil daripada ½ diameter inti - kromatin inti menjadi lebih kasar, sitoplasma pucat - dibedakan menjadi metamielosit neutrofil, eosinofil dan basofil SEL PITA/BENTUK BATANG - sel lebih kecil dari metamielosit - inti menjadi panjang dan melekuk dengan lekukan lebih besar dari ½ diameter inti - dibedakan menjadi sel pita neutrofil, eosinofil dan basofil NEUTROFIL - sel lebih kecil dari batang - intinya memadat dan terdiri dari beberapa lobus/segmen yang dihubungkan satu dengan lain oleh filamen - sitoplasma berwarna merah muda dengan granula halus tersebar merata dan berwarna merah pucat keunguan EOSINOFIL - ukuran sedikit lebih besar daripada segmen neutrofil - inti sering berlobus dua - granula sitoplasma kasar, bentuk homogen seperti busa sabun dan berwarna merah/jingga dan inti tidak tertutup oleh granula BASOFIL - sel ini jarang ditemukan pada keadaan normal - dalam sitoplasma sel terdapat granula kasar,padat, berwarna biru tua dengan bentuk dan ukuran tidak homogen - inti sel tertutup oleh granula-granula LEUKOSIT AGRANULAR MONOBLAS - ukurannya 12-20µ - intinya oval dengan struktur kromatin - biasanya terlihat satu sampai empat nukleoli - sitoplasmanya agranular PROMONOSIT

- sel yang timbul dari monoblas dan akan berkembang menjadi monosit MONOSIT - ukuran paling besar - inti besar, terletak di tepi, bentuk seperti ginjal atau tapal kuda - kromatin kurang padat, tersusun lebih fibriler sehingga tampak lebih pucat dibandingkan dengan limfosit-limfosit besar - sitoplasma lebih banyak dibanding dengan limfosit, berwarna pucat keabuan LIMFOBLAS - sel yang belum dewasa, pembeda dari sel dewasa yaitu limfosit PROLIMFOSIT - merupakan permulaan dari limfosit LIMFOSIT BESAR - kira-kira 10% limfosit yang beredar mempunyai diameter lebih besar (12-16µ) dengan sitoplasma lebih banyak dan mengandung sedikit granula LIMFOSIT - dibagi menjadi small, medium dan large limfosit - bentuk bulat kecil, inti terwarna gelap. Inti bulat kadang-kadang ada lekukan - sitoplasma tidak mempunyai granula spesifik FISIOLOGI LIMFOSIT Walaupun sebagian besar limfosit dalam jaringan limfoid normal tampak serupa di bawah mikroskop, tetapi sel-sel tersebut secara jelas dapat di bedakan dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama,yaitu limfosit T, bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktivasi yang dapat membentuk imunitas diperantarai sel, dan kelompok lain, yaitu limfosit B, bertanggung jawab dalam pembentukan antibodi yang memberikan imunitas humoral. Pada masa embrio, kedua macam limfosit ini berasal dari sel stem hematopoietik pluripoten yang membentuk limfosit sebagai salah satu hasil diferensiasi sel terpenting. Hampir semua limfosit yang terbentuk akhirnya berada dalam jaringan limfoid, namun sebelum sampai, limfosit mengalami diferensiasi terlebih dahulu. Limfosit T, setelah pembentukannya di sumsum tulang, mula-mula bermigrasi ke kelejar timus. Di sini, limfosit T membelah secara cepat dan pada waktu yang bersamaan membentuk keanekaragaman yang ekstrem untuk melawan berbagai antigen spesifik. Kemudian limfosit berikutnya membentuk spesifisitas terhadap antigen yang lain. Hal ini terus terjadi sampai terdapat ribuan jenis limfosit timus yang bereaksi spesifik terhadap ribuan jenis antigen.

Preprocesing limfosit T dan B dimulai saat-saat akhir kehidupan feotal sampai dengan beberapa saat setelah kelahiran. Setelah mengalami preprocesing kedua jenis limfosit ini akan memasuki sirkulasi,mencapai dan terjaring dalam jaringan limfoid. Dalam jaringan limfoid inilah akan terjadi kontak dengan antigen jenis yang sama bila kontak dikemudian hari. Kelompok limfosit ini disebut sebagai limfosit clone. PERAN LIMFOSIT T DALAM KEKEBALAN SELULER Setelah ekspos dengan antigen yang dipresentasikan oleh makrofag limfosit T dari jaringan limfoid akan berproliferasi menghasilkan sejumlah besar sel-sel limfosit yang aktif. Limfosit aktif ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan seterusnya disebarkan ke jaringan tubuh. Juga akan terbentuk sel memori limfosit T,ini kegunaannya untuk mengenal antigen yang pernah kontak sebelumnya, hingga pada kontak berikutnya sel-sel limfosit T yang telah diaktifkan akan bereaksi lebih cepat dan lebih kuat di bandingkan dengan setelah kontak pertama. Selain menjadi sel memori limfosit T, limfosit T berdiferensiasi menjadi sel-sel lain yang memiliki fungsi yang berbeda. 1. T killer cells Sel T sitotoksik mampu secara langsung membunuh sel bakteri,dalam kerjanya T killer cell menghasilkan/menggunakan protein perforin. Sel T jenis ini yang membunuh sel-sel yang terinvasi virus,kanker, sel/ organ yang ditransplantasikan. 2. Supresor T cell Berperan dalam mengatur dan menekan kerja helper T cell dan sitotoksik T cell. Diduga pula berperan dalam mencegah imun sistem menyerang sel-sel tubuh yang normal hingga tidak terjadi penyakit autoimun 3. T helper cells Sel T helper menstimulasi diferensiasi sel B menjadi sel plasma. T helper cells akan di program untuk bereaksi secara spesifik terhadap antigen-antigen khusus yang kontak dengan reseptor immunoglobulin pada permukaan limfosit T, maka limfosit T akan melepaskan T helper faktor yang dapat mengaktivasi limfosit B. 4. T amplifier cells Ini adalah jenis T limfosit yang terdapat di dalam timus dan limpa. Sel ini tidak mengadakan resirkulasi dan mempunyai umur yang pendek. Fungsinya adalah untuk memelihara populasi sel limfosit T FISIOLOGI LIMFOSIT B Sebelum kontak dengan antigen spesifik,sel limfosit B tetap berada dalam jaringan limfoid.saat terdapat antigen asing masuk ke dalam tubuh manusia,makrofag dalam jaringan limfoid memfagosit antigen dan membawanya ke limfosit B.Di samping itu,antigen juga akan dibawa ke sel T yang berperan mengaktifkan sel limfosit B.Sel limfosit B yang bersifat spesifik terhadap antigen berdiferensiasi membentuk limfoblas yang setelah itu akan berdiferensiasi lagi membentuk plasmablas yang merupakan precursor sel plasma dan kemudian terbentuk sel plasma.sel plasma lalu akan menghasilkan antibody gamma globulin dan antibody masuk ke dalam cairan limfe dan diangkut ke sirkulasi darah. Beberapa limfoblas yang terbentuk tidak melanjutkan membentuk sel plasma melainkan sel memori B yang menetap dalam jaringan limfoid dalam waktu cukup lama.pada tahap ini sel memori B berada dalam keadaan respon imun primer yaitu antibody yang dihasilkan

masih sedikit,potensinya masih lemah,lambat dan masa hidupnya singkat.apabila ada antigen yang sama jenisnya pada kedua kalinya merangsang sel memori B maka akan terjadi respon imun sekunder yaitu terbentuknya antibody cukup banyak,potensinya jauh lebih kuat,cepat,dan masa hidupnya lebih lama. Mekanisme kerja antibody: Antibodi-antibodi akan bereaksi dengan antigen-antigen.akibat sifat bivalen dari antibody dan daerah antigen dari agen penyebab penyakit,maka antibody dapat mematikan agen penyebab penyakit dengan cara netralisasi dan lisis. Leukimia Definisi Penyakit yang ditandai dengan gangguan proliferasi dan maturasi leukosit yang mengadakan infiltrasi ke sumsum tulang dan jaringan tubuh lain. Gangguan proliferasi mengadakan mitosis abnormal, dan adanya maturasi terganggu, sehingga tidak dapat menjadi dewasa. Klasifikasi 1. Leukimia Akut Limphocyte (Lymphoblastic) : Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL) Klasifikasi menurut Kelompok Kerja Sama French American and British : L1 Blas kecil. Homogen dengan sitoplasma dikit L2 Blas besar, heterogen dengan sitoplasma bervariasi L3 Blas besar, homogen dengan sitoplasma basofilik dan bervakuolisasi Granulocyte (Myeloblastic) : Acute Myeloblastic Leukimia (AML) M0 Leukimia Mieloblastik Akut dengan diferensiasi minimal M1 Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi (Blas 90%) M2 Leukimia Mieloblastik Akut dengan Maturasi (Promielosit > 10%) M3 Leukimia Promielositik Akut M4 Leukimia Mielomonositik Akut M5 Diklasifikasikan menjadi 2 subtipe, yaitu : M5a Leukimia Monoblastik Akut M5b Leukimia Monositik Akut M6 Eritroleukimia (Eritroblas > 50% dan Blas non-eritroid > 30%) M7 Leukimia Megakarioblastik Akut (Blas 30%) Monocyte (Monoblastic) : Acute Monoblastic Leukimia (AMoL) 2. Leukimia kronik Limphocyte (Lymphobcytic) : Chronic Lymphocytic Leukimia (CLL) Granulocyte (Myelocytic) : Chronic Myelocytic Leukimia (CML) Monocyte (Monocytic) : Chronic Monocytic Leukimia (CMoL) 3. Lain-lain Erythroleukernia (Di Guglielmo Disease) Leukimia Eosinophilic Leukimia Megacaryocytic leukimia Plasma cell leukemi : Multiple Myeloma atau Plasmacytoma

Choroma (tumor yang menyerang daerah erithropoiesis) MULTIPLE MYELOMA DEFINISI Proliferasi neoplastik sumsum tulang secara difus atau berbentuk nodul, yang ditandai dengan adanya lesi litik tulang, ditemukannya protein monoklonal dalam urine atau serum Tipe diseminata diskrasia sel plasma yang ditandai dengan fokus tumor sumsum tulang multiple dan sekresi komponen M, berkaitan dengan lesi osteolitik yang menyebar luas mengakibatkan nyeri tulang, fraktur patologis, hiperkalsemia, dan anemia normokromik normositer; penyebaran ke tempat di luar tulang seringkali terjadi pada penyakit yang sudah lanjut. Depresi kadar immunoglobulin mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Proteinuria Bence Jones terdapat pada banyak kasus dan dapat mengakibatkan amiloidosis sistemik. Dapat juga terjadi gagal ginjal akibat nefropati kalsium atau pembentukan silinder yang ekstensif. ETIOLOGI Faktor genetik, mempengarauhi proliferasi sel plasma sebagai prekusor, membentuk protein stabil, protein M, seperti pada MGUS (monoclnal gammopathy of undertemined significance). Kelainan genetik belum secara spesifik diketahui, kromosom yag terlibat kromosom1,13(13q-) dan 14(14q+). PREDISPOSISI Genetik Paparan radiasi Rangsangan antigenik Kondisi lingkungan EPIDEMIOLOGI Meningkat sesuai pertambahan umur Kulit hitam lebih rentan terhadap MM daripada orang kaukasia. Umur median pasien rata-rata 65 tahun.jarang ditemukan pada umur dibawah 20 tahun. Namun diagnosis pada umur dibawah 50 tahun, prognosisnya lebih buruk. Laki-laki > wanita. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI Patogenesis Mutasi gen p53 (tumor suppressor gene) Infeksi KSHV (Kaposi Sarcoma Associated Herpes Virus) pada dendritic cell produksi IL- 6 meningkat Seperti yang telah dibahas pada etiologi, memang etiologi dari multiple myeloma ini belum jelas. Maka patogenesisnya mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut:

Kerusakan DNA terjadi saat perkembangan Limfoid stem cell menuju sel B (belum ada tanda pasti di tahap mana) dan hal ini mengakibatkan terbentuknya plasmablas yang malignan yang mengifiltrasi sumsum tulang. Malignant plasmablast selanjutnya berkembang menjadi malignant plasma cells yang proliferasinya tidak terkontrol, hal ini diperkuat juga oleh teori sitokin yang mengakatakan bahwa sitokin, khususnya IL-6 yang dihasilkan neoplastik plasma cells dan stromal cells akan mempertahankan proliferasi juga keeksistensian myeloma itu sendiri. Selain itu, neoplastik plasma cells juga menghasilkan MIP1 dan reseptor activator of NF-B ligand (RANKL) yang dapat menyebabkan destruksi tulang. Tidak terkontolnya proliferasi dari plasma cell yang malignant menyebabkan beberapa hal yang dapat dibagi menjadi 3 akibat berdasarkan patofisiooginya: Formation of plasmacytomas Produksi dari M-protein Produksi dari Bence Jones protein Hal ini akan dibicarakan selanjutnya di bagian patofisiologi

Patofisiologi Etiologi (mutasi) Hematopoietic stem cell abnormal Pre-T sel Timus pre-b sel perifer Sel B Sumsum tulang Plasmablast Sel plasma Proliferasi berlebihan Sel myeloma(kumpulan plasmacytomas) Mendesak sumsum dan akhiran saraf protein M rouleux LED Hematopoietic terganggu viskositas Eritropoiesis granulo& trombopoiesis terakumulasi di tubulus agranulopoiesis gagal ginjal Anemia mudah infeksi pendarahan Uremia kreatinin darah Proteinuria &proteinemia Sitokin(TNF,IL-6,IL1-β) Aktivasi osteoclast Destruksi tulang Fraktur patologis ca masuk ke aliran darah hiperkalsemia

Gejala Klinik Pelepasan produk sel myeloma berupa: o Ig monoclonal dalam serum (M-protein) Sindrom hiperviskositas (vertigo, penurunan kesadaran dan gagal jantung) neuropati o Free light chain Dikatabolisir dalam jaringan sehingga menimbulkan amiloid deposit amioidosis makroglossia,carpal tunnel syndrome dan diare Dibuang ke urin berupa protein Bence Jones yang dapat menimbulkan renal failure Peningkatan osteoclast activating factor (IL-1 dan TNF-) sehingga menimbulkan lesi osteolitik yang mengakibatkan timbulnya gejala nyeri tulang dan penekanan saraf juga hiperkalsemia yang dapat menyebabkan renal failure pula dengan gejala anorexia, mual, muntah, konstipasi, poliuria dan gangguan kesadaran Gangguan hematopoiesis terdiri atas: o Akibat pendesakan massa tumor pada jaringan hematopoietic normal o Produk sel tumor (IL-6) yang mengakibatkan anemia, netropenia dan trombositopenia Gangguan produksi antibody, netropenia, dan imobilisasi menyebabkan penderita mudah terinfeksi. Infeksi berulang, terutama pada paru-paru dan saluran kencing Perdarahan akibat menurunnya fungsi trombosit dan factor pembekuan yang timbul karena pengaruh dari paraprotein Neuropati karena paraprotein dan kompresi saraf dapat menimbulkan paraplegi (paralisis tungkai bawah dan bagian bawah tubuh) Nefropati: fungsi ginjal terganggu karena hiperkalsemia juga dapat menyebabkan penimbunan di tubulus renal yang menyebabkan nefritis interstitial.penyebab lain gagal ginjal pada MM adalah sering menggunakan NSAID untuk mengatasi nyeri pada MM Patofisiologis Multiple Myeloma Cytokines Beberapa cytokine memegang peran untuk pertumbuhan sel myeloma, dan yang paling penting adalah Interleukin-6. entah, yang bekerja IL-6 yang berasal dari mekanisme autocrine atau paracrine. Pada mekanisme autocrine myeloma memproduksi dan merespon sendiri. Pada mekanisme paracrine myeloma merespon pada IL-6 yang diproduksi oleh sel lain. Menempelnya sel myeloma pada sel stroma menstimulasi sel stroma untuk memproduksi IL-6 untuk perkembangan sel myeloma. Sel stroma tidak hanya berperan dalam perkembangan sel myeloma tetapi juga dalam untuk mengumpulkan clonogenic cells dari sirkulasi ke sumsum tulang. IL-6 berperan penting dalam perkembangan sel myeloma secara in vivo. Tingkat IL-6 juga berhubungan dengan aktifitas penyakit, dan bertambah banyak pada penyakit

yang lebih buruk, tetapi tidak selalu muncul saat stadium awal. Tingkat dari IL-6 berkaitan dengan beberapa parameter tes laboratorium seperti plasmasitosis sumsum tulang, tingkat serum laktat dehydrogenase dan tingkat serum β2, tingkat mikroglobulin, diketahui sebagai prognosis aktivitas penyakit. IL-6 tidak terdeteksi pada orang normal, tapi pada pasien multiple myeloma rata-rata 30pg/mL. Anti-IL-6 monoclonal antibody diberikan pada pasien dengan hasil yang diharapkan berkurangnya tumor cell mass dan gejala klinik yang dikarenakan beban tumor yang tinggi. IL-6 juga merupakan faktor penting dalam terbentuknya lesi tulang yang terjadi pada multiple myeloma. Resorpsi tulang sebenarnya merupakan attribute dari osteoclast aktivating faktor (OAF). Peranan IL-6 pada osteolitik pada tulang dan hyperkalsemia, karena IL-6 menstimulasiosteoclast formation dari prekursor dalam CFU-GM colonies. Dan dalam kombinasi dengan IL-6 reseptor menyebabkan tipycal osteoclast characteristized dengan kalsitonin reseptor. IL-6 dalam jumlah banyak diproduksi oleh osteoblast dan kumpulan osteoblastik kuat teramati dalam pasien multiple myeloma.reaksi ini merupakan even kritis, awal terjadinya MM. Pada kejadian MM meskipun IL-6 merupakan penyebab penting terjadinya penyakit ini, tetapi pengobatan dengan anti-il-6 tidak akan mempunyai hasil yang membantu. DASAR DIAGNOSIS MULTIPEL MYELOMA Diagnosis MM ditegakkan mulai dari trias diagnostik klasik yaitu sel plasma > 10% + M protein + lesi litik. Kriteria diagnosis menurut Durie and Salmon: - Kriteria Mayor: 1. Plasmasitoma pada biopsi jaringan 2. Sel plasma sumsum tulang meningkat > 30% 3. M protein: IgG > 35 g/dl, IgA > 20 g/dl, kappa atau lambda rantai ringan pada elektroforese serum; pada urin didapatkan protein Bence-Jones positif (> 1 g/dl) - Kriteria Minor: a. Sel plasma sumsum tulang meningkat 10-30% b. M protein pada serum dan urin (kadar lebih kecil dari no 3.) c. Lesi litik pada tulang d. Normal residual IgG < 500 mg/l, IgA < 1 g/l, atau IgG < 6 g/l Diagnosis MM bila terdapat 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor atau 3 kriteria minor yang harus meliputi kriteria a + b. Kombinasi 1 dan a bukan merupakan diagnosis MM. Dasar diagnosis berdasarkan skenario: Anamnesis: # Datang dengan keluhan nyeri pada pinggang # RPD: fraktur spontan tulang rahang (tulang pipih, terdapat sumsum tulang merah) Pemeriksaan Fisik: Nyeri (+) pada daerah lumbal Pemeriksaan Lab: # Hb dan Ht turun anemia

# LED meningkat # SADT= eritrosit: normokrom normositer; rouleaux ++ leukosit dan trombosit normal # Kimia darah: hiperkalsemia Pemeriksaan Radiologik: lesi litik tulang dan fraktur lumbal III DIAGNOSIS BANDING MM RA OA Pemeriksaan Turun (anemia) Sedikit turun Normal Hb Kadar Naik/Normal/Turun Naik (cairan Normal Leukosit synovial) LED Meningkat Meningkat Normal Pemeriksaan Proteinuria (Bence Jones) Normal Normal Urin Gambaran Radiologis - Tampak lesi litik tulang pada tulang yang mengandung sumsum tulang merah (pada tulang pipih) - Osteoporosis difus pada vertebra Wedge Shape - Tampak adanya erosi tulang - Penurunan densitas tulang - Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris - Peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkondral - Kista tulang - Ostefit pinggir sendi - Perubahan struktur anatomi sendi Ciri-ciri lain - Pada eritrosit didapatkan gambaran rouleaux - Sel plasma pada BM meningkat >10% - Pada serum protein elektroforesis: M protein KLASIFIKASI 1. Monoclonal gammopathy of undetermined significance (MGUS): o Sel plasma sumsum tulang < 5% o Pasien asimtomatik o M protein < 3 g/dl

o Rontgen tulang normal o Hb dan kalsium normal o Protein Bence Jones negatif o Beta2-mikroglobulin < 3 mg/l o Kreatinin serum normal 2. Mieloma Indolen: o Tidak ada simtom atau gejala penyakit o Tidak ada infeksi rekuren o Serum IgG < 7 g/dl, atau IgA < 5 g/dl o Tidak ada lesi tulang atau < 3 lesi litik o Status Karnofsky > 70% o Hb > 10 mg/dl o Kreatinin serum < 2,0 mg/dl o Labelling index < 1% 3. Smoldering Mieloma: o Seperti pada mieloma indolen + o Sel plasma sumsum tulang 10-30% o Tidak ada lesi tulang PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. SADT Eritrosit Leukosit Trombosit : Anemia Normokrom Normositer membentuk formasi Rouleaux Formasi ini yang menyebabkan LED meningkat.formasi Rouleaux sendiri disebabkan protein patologis(protein M) : Meningkat sedikit/normal/menurun sedikit : Biasanya jumlahnya normal atau menurun sedikit 2. Bone Marrow Selularitas : Hiperseluler ASE : Normal atau menurun ASG : Meningkat sedikit/normal/menurun sedikit AST : Jumlah Megakariosit meningkat,granulasi sitoplasma megakariosit dan pembentukan trombosit normal Biasanya ditemukan sel plasma lebih dari 10%.Banyaknya sel plasma yang matur dan imatur serta hebatnya infiltrasi kedalam sumsum tulang dapat menjadi dasar penentuan Prognosis.Penderita dengan sel darah yang matur dan infiltrasi yang berupa bercak mempunyai masa hidup yang lebih baik. 3. Kimia Darah Serum elektroforesis digunakan untuk menentukan tipe dari tiap protein yang ada dan kurva karakteristik Urine Protein Elektroforesis untuk mengetahui adanya BENCE-JONES protein didalam urine.bence-jones (> 1gr/dL dalam 24 jam) proteinuria ini sendiri merupakan salah satu yang sangat khas pada multiple Myeloma(70%

penderita) dan untuk penetuan terapi.dapat juga menjadi indikasi beratnya kerusakan ginjal pada pasien. Immunofixation digunakan untuk mengetahui sub tipe dari protein.kuantitas atau jumlah level immunoglobulin(igg,iga.igm) dapat menjadi acuan pada respons pasien terhadap pengobatan. Beta-2 mikroglobulin,merupakan prediktor untuk akibat dari multiple myeloma.bisa juga sebagai prognostikator untuk multiple myeloma. CRP (C-Reactive Protein).Dapat digunakan sebagai prognostikator dan memantau aktivitas IL-6 sebagai faktor pertumbuhan untuk sel plasma. 4. X-Ray Decalcificasi : diffuse/local/combined Laesy osteolytic : bulat,multiple Area yang terkena biasanya berlubang namun tanpa disertai sclerosis Biasanya tulang dengan sumsum tulang merah,yang paling sering tulang iga dan tengkorak Oeteoporosis difus pada vertebra (gambaran Wedge Shape) Hal-hal diatas biasanya dilakukan untuk mengecek fraktur phatologis yang dapat memperparah tingkat penyakit dan gangguan pada pasien. 5. MRI Lebih spesifik dari X-Ray biasa dalam menentukan lesi litik saat tejadi kerusakan pada tulang 6. CT-Scan Penatalaksanaan Mieloma Multipel Pengobatan Mieloma Multipel Tujuan pengobatan adalah menghilangkan rasa sakit sehingga pasien dapat bergerak aktif untuk menghindari demineralisasi tulang yang lebih lanjut akibat imobilisasi. Pemakaian korset lumbal yang sederhana dapat mengurangi rasa sakit pada tulang punggung. 1. Pengobatan Suportif Transfusi darah pada penderita yang anemia. Pengobatan terhadap gagal ginjal kronis. Pengobatan terhadap infeksi. Pengobatan terhadap hiperurisemia. Pengobatan patah tulang dan gangguan neurologik. 2. Simptomatik Radiasi untuk penderita dengan lesi osteolitik yang terasa sangat nyeri dan soliter. 3. Pengobatan Sitostatika Kombinasi antara Melphalan 10 mg/m2/hari selama 4 hari dengan Prednison 60 mg/m2/hari selama 4 hari.

Kombinasi lain adalah cyclophosphamid 1000 mg/m2 sekali IV dengan prednison 60 mg/m2/hari selama 4 hari. Diulangi setiap 3 minggu. Evaulasi hasil pengobatan 1. Protein M dalam serum berkurang menjadi 50% atau lebih dari keadaan awal. 2. Diameter plasmasitoma berkurang 50% atau lebih dari keadaan awal. 3. Kadar protein M dalam urine berkurang 50% atau lebih dari keadaan awal. 4. Perbaikan tulang secara radiologik. 5. Berkurangnya jumlah sel mieloma dalam sumsum tulang. Non Farmakologi Minum air banyak 2-3 liter / hari agar urin banyak, cukup untuk mengeluarkan kalsium, asam urat, dan rantai ringan imunoglobulin. Infeksi diobati secepatnya. Patah tulang panjang, sebaiknya dipasang pin intramedular kemudian diradiasi, radiasi juga diberikan pada kelainan osteolitik yang terlokalisasi serta penekanan pada sumsum tulang. Hiperkalsemia Infus cairan dan prednisolon. Paling efektif adalah melphalan dan siklofosfamid ( 50% - 60% ) respon yang tinggi. Pengobatan keadaan darurat MM a. Uremia : rehidrasi, obati sebab yang mendasari ( misalnya hiperkalsemia, hiperurisemia ), hemodialisis pada beberapa pasien. b. Hiperkalsemia akut : hidrasi, prednisolon, fosfat, kalsitonin. c. Paraplegia kompresi : dekompresi, irradiasi, kemoterapi. d. Lesi tunggal tulang yang nyeri : kemoterapi atau irradiasi. e. Anemia berat : transfusi packed red cell. f. Komplikasi Multiple Myeloma g. Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi seperti hipervolemia, hiperviskositas, diatesis hemoragik, dan krioglobulinemia. Karena terjadi pengendapan rantai ringa,dalam bentuk amiloid atau sejenisnya dapat terjadi gangguan fungsi ginjal dan jantung. Faktor pengaktif osteoklas ( OAF ) seperti IL1-β, limfotoksin dan tumor necrosis factor ( TNF ) bertanggung jawab atas osteolisis dan osteoporosis yang demikian khas untuk penyakit ini. Karena kelainan tersebut pada penyakit ini dapat terjadi fraktur ( mikro ) yang menyebabkan nyeri tulang, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria. Konsentrasi imunoglobulin normal dalam serum sering sangat menurun dan fungsi sumsum tulang yang menrun dan neutropenia yang kadang-kadang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

h. Gagal ginjal pada Multiple Mieloma disebabkan karena hiperkalsemia, adanya deposit mieloid pada glomerulus, hiperurisemia, infeksi yang rekuren, infiltrasi sel plasma pada ginjal, dan kerusakan tubulus ginjal oleh karena infiltrasi rantai berat yang berlebihan. Sedangkan anemia disebabkan oleh karena tumor menyebabkan penggantian sumsum tulang dan inhibisi secara langsung terhadap prose hemaopoiesis, perubahan megaloblastik akan menurunkan produksi vitamin B12 dan asam folat. i. Faktor Prognostik Multiple Mieloma j. Banyak faktor prognostik klinik yang berkorelasi kuat dengan massa sel mieloma, yang dapat ditaksir berdasarkan atas banyaknya paraprotein total yang diproduksi pad pasien selama 24 jam, dibagi oleh bannyaknya paraprotein yang diproduksi per sel dalam kurun waktu yang sama. Faktor prognostik yang berpengaruh terhadap perkembangan multiple mieloma adalah kadar hemoglobin, kalsium, kreatinin serum, β 2 mikroglobulin, albumin, FISH kromosom 13 dan 11 pada sitogenetik sumsum tulang, CRP, sel plasma indeks labelling dan IL-6 serum. Cara penetapan stadium klinik dari Durie dan Salmon dikorelasi dengan masssa tumor yang ditaksir. k. Ketahanan hidup rata-rata pasien Multiple Mieloma bervariasi tergantung pada stadium penyakit,dari 4-45 bulan. Juga kadar β 2 mikroglobulin menunjukkan korelasi yang jelas dengan masa tumor yang ditaksir. Daftar Pustaka

Dorland,W.A.Newman. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta:EGC,2002. Syahrir, Mediarty. 2007. Mieloma Multipel dan Penyakit Gamopati Lain dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.