BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Industri makanan di Indonesia tidak lepas dari bahan baku tepung terigu. Tepung terigu digunakan untuk pembuatan mie, roti, kue sebagai bahan utamanya. Hal ini menyebabkan konsumsi terhadap tepung terigu semakin tinggi. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2014), konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2012 sebesar 5,1 juta MT (metrik ton), dan pada tahun 2013 naik menjadi 5,3 juta MK (metrik ton). Pada tahun 2014, total kapasitas giling dari keseluruhan produsen tepung terigu kurang lebih 9,7 juta MK (metrik ton) per tahun. Kelemahan dari mengimpor bahan pangan dari negara lain yaitu membuat terjadinya ketergantungan dan pemborosan devisa. Untuk mengurangi angka impor gandum yang tinggi, maka perlu adanya bahan untuk mengganti tepung terigu atau sebagai pensubstitusi. Bahan baku tepung terigu berasal dari biji gandum dimana gandum tidak dapat tumbuh di iklim tropis. Gandum merupakan tanaman jenis biji-bijian yang tumbuh di daerah subtropis. Di dalam tepung gandum terdapat kandungan protein gluten. Gluten dalam adonan kue berfungsi sebagai kerangka yang berbentuk jaring-jaring berfungsi sebagai perangkap gas CO 2 hasil dari fermentasi oleh yeast pada proses mengembang(baking) saat pemanggangan. Produksi gandum di negara sub tropis dapat menurun sewaktu-waktu akibat gagal panen. Hal ini akan mengakibatkan harga impor 1
tepung gandum lebih tinggi dari harga biasanya, sehingga akan memberatkan negara. Ditambah lagi dengan konsumsi tepung terigu dari tahun ke tahun semakin meningkat (Zulaidah, 2011). Oleh karena itu, perlu adanya diversifikasi pangan yaitu pengembangan dan penggunaan sumber daya lokal sebagai pensubtitusi atau bahkan pengganti tepung terigu. Salah satunya yaitu dengan memanfaatkan ubi kayu atau singkong.berdasarkan Badan FAO (2012), Indonesia menjadi penghasil singkong terbesar ke-3 setelah Nigeria dan Thailand. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk menghasilkan singkong, tetapi pemanfaatan singkong masih terbatas. Misalnya, umbi singkong dimanfaatkan sebagai pengganti nasi dalam bentuk beras oyek dan umbi rebus. Namun, beras oyek mempunyai kelemahan pada bau khas singkong yang menyengat. Selain itu, umbi singkong dapat dibuat menjadi tepung tapioka atau tepung gaplek dimana pemanfaatanya hanya pada makanan basah atau jajanan pasar yang tidak memerlukan tingkat pengembangan tinggi seperti roti tawar atau pun kue kukus lainnya. Menurut Subagyo (2008) dalam Efendi (2010), menyebutkan bahwa penggunaan tepung mocaf sebagai pensubstitusi terigu hanya 5% pada pembuatan mie. Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis dengan suhu optimum pertumbuhan berkisar antara 25-27 o C dengan ketinggian kurang dari 150 mdpl. Singkong atau kasava dapat dipanen pada umur 9-12 bulan. Setelah pemanenan, singkong membutuhkan penyimpanan yang tepat sebelum diolah menjadi berbagai 2
produk olahan. Hal ini karena, singkong tetap melakukan respirasi dengan mengeluarkan CO 2, H 2 O dan panas. Sehingga apabila penanganan pasca panen tidak tepat akan menurunkan kualitas singkong tersebut. Singkong mengandung pati yang relatif tinggi tetapi juga mengandung cyanogenic glucoside linamarase dan lotaustralin yang dapat menghasilkan asam sianida yang bersifat racun. Ada dua jenis golongan singkong, yaitu singkong pahit (Manihot palmate) dan singkong manis (Manihot aipi). Untuk mengurangi kadar asam sianida dapat dilakukan proses modifikasi sel singkongdengan cara fermentasi, pemberian asam menggunakan asam peroksida (Zulaidah, 2011). Kualitas tepung ditentukan oleh sifat fisikokimia yang meliputi kenampakan fisik dan kandungan gizi yang ada dalam tepung tersebut. Pemanfaatan tepung kasava dalam industri pangan skala kecil sudah terlihat dalam UKM. Namun demikian, pemanfaatan dalam industri pangan skala besar belum begitu nampak, karena masih terdapat kelemahan yang mempengaruhi kualitas produk hasil olahan dari tepung kasava, seperti sifat pengembangan pada proses pemanggangan kue ataupun roti. Sifat pengembangan produk kue yang menggunakan tepung terigu terlihat lebih bagus dibandingkan menggunakan tepung kasava, karena pada tepung terigu terdapat gluten. Gluten tersebut dapat membentuk struktur kue atau roti tetap mengembang ketika dikeluarkan dari oven. Pada kue atau roti yang menggunakan tepung kasava, kue yang telah mengembang strukturnya akan turun ketika dikeluarkan dari oven. Hal ini dikarenakan tepung kasava tidak 3
terdapat zat gluten. Selain gluten, tingkat kehalusandiduga juga mempengaruhi sifat pengembangan produk kue. Tingkat kehalusan mempengaruhi luas area penyerapan air pada granula pati ketika terjadi proses pengembangan (Puspitojati, 2014). Pada penelitian ini akan dilakukan analisis mengenai pengaruh tingkat kehalusan dan pemberian gluten terhadap sifat fisiko kimia tepung kasava. 1.2. Rumusan masalah 1. Bagaimanakah pengaruh tingkat kehalusan tepung kaava terhadap sifat fisiko kimia campuran tepung kasava. 2. Bagaimana pengaruh persentase penambahan gluten terhadap sifat fisiko kimia tepung kasava dengan penambahan H 2 O 2 3 % pada proses tumbler. 1.3. Tujuan 1. Mengkaji pengaruh tingkat kehalusandan persentase penambahan gluten terhadap sifat fisikokimia tepung kasava. 2. Mencari perlakuan penambahan gluten dan variasi tingkat kehalusan yang terbaik terhadap sifat fisikokimia tepung kasava.. 1.4. Hipotesa Proses tumbling pati dengan ampasnya menggunakan penyinaran UVC selama 3 jam dan diberi percikan Hidrogen peroksida (H 2 O 2 ) diduga akan mempengaruhi perubahan sifat fisiko-kimia tepung cassava karena adanya proses hidrolisis pati, serta tingkat kehalusan tepung dan penambahan gluten 4
akan berpengaruh pada tingkat baking expansion saat proses pemanggangan roti. 1.5. Manfaat Penelitian ini memiliki manfaat untuk berbagai kalangan. Secara umum, bagi masyarakat Indonesia dan industri kecil menengah maupun industri skala besar adalah penyediaan bahan pangan lokal yang mempunyai karakteristik tidak jauh berbeda dengan tepung terigu dan bagi manfaat untuk petani singkong, nilai ekonomis singkong dapat meningkat. Manfaat bagi pemerintah yaitu sebagai dukungan atas program diversifikasi pangan sebagai bentuk ketahanan pangan melalui penurunan angka impor gandum. Manfaat penelitian ini untuk mahasiswa yaitu ilmu yang telah didapatkan diterapkan untuk mengasah keahlian dalam penelitian dan pemecahan masalah dalam bidang teknologi pertanian. 1.6. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mengkaji pengaruh tingkat kehalusantepung kasava dengan proses penambahan asam peroksida dan penyinaran UV-C selama 3 jam serta penambahan gluten terhadap perubahan sifat fisikokimia tepung kasava. 5