BAB II STUDI PUSTAKA. Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebut viaduct. Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut : 2. Jembatan jembatan dapat digerakkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 LANDASAN TEORI. perencanaan underpass yang dikerjakan dalam tugas akhir ini. Perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

BAB III METODOLOGI DESAIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TNAAN TAKA. Jembatan merupakan salah satu infrastruktur jalan dengan suatu konstruksi

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

PERENCANAAN LANTAI KENDARAAN, SANDARAN DAN TROTOAR

BAB V PERHITUNGAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu lintas dan

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

Proses Perencanaan Jembatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II PERILAKU DAN KARAKTERISTIK JEMBATAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN. Laporan Tugas Akhir. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan

KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

OPTIMASI BERAT STRUKTUR RANGKA BATANG PADA JEMBATAN BAJA TERHADAP VARIASI BENTANG. Heavy Optimation Of Truss At Steel Bridge To Length Variation

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

BAB III LANDASAN TEORI. jalan raya atau disebut dengan fly over/ overpass ini memiliki bentang ± 200

PEMBEBANAN JALAN RAYA

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA DUA TUMPUAN BENTANG 120 METER Razi Faisal 1 ) Bambang Soewarto 2 ) M.

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

ANALISA PERENCANAN JEMBATAN KALI WULAN DESA BUNGO KECAMATAN WEDUNG KABUPATEN DEMAK UNTUK BANGUNAN ATAS

Evaluasi Kekuatan Struktur Atas Jembatan Gandong Kabupaten Magetan Dengan Pembebanan BMS 1992

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

Analisis Konstruksi Jembatan Busur Rangka Baja Tipe A-half Through Arch. Bayzoni 1) Eddy Purwanto 1) Yumna Cici Olyvia 2)

JEMBATAN RANGKA BAJA. bentang jembatan 30m. Gambar 7.1. Struktur Rangka Utama Jembatan

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK)

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 11 No. 1

TKS 4022 Jembatan PEMBEBANAN. Dr. AZ Department of Civil Engineering Brawijaya University

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

PERANCANGAN JEMBATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA KRUENG SAKUI KECAMATAN SUNGAI MAS KABUPATEN ACEH BARAT

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

Analisis Konstruksi Jembatan Busur Rangka Baja Tipe A-half Through Arch. Yumna Cici Olyvia 1) Bayzoni 2) Eddy Purwanto 3)

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jurang, lembah, jalanan, rel, sungai, badan air, atau hambatan lainnya. Tujuan

TUBAGUS KAMALUDIN DOSEN PEMBIMBING : Prof. Tavio, ST., MT., Ph.D. Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, M.S.

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

fc ' = 2, MPa 2. Baja Tulangan diameter < 12 mm menggunakan BJTP (polos) fy = 240 MPa diameter > 12 mm menggunakan BJTD (deform) fy = 400 Mpa

membuat jembatan jika bentangan besar dan melintasi ruas jalan lain yang letaknya lebih

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK

PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI

TATA CARA PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN GANTUNG UNTUK PEJALAN KAKI

PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG- MENGGALA STA STA PADA RUAS RANTAU PRAPAT DURI II PROVINSI RIAU

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

TUGAS AKHIR DESAIN JEMBATAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN KAYU MERBAU DI KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT. Disusun Oleh : Eric Kristianto Upessy

BAB I PENDAHULUAN. lembah, sungai, saluran irigasi, jalan kereta api atau rintangan lainnya sehingga

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN JEMBATAN Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi permukaannya. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi persyaratan teknis dan estetikaarsitektural yang meliputi : Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007). Jembatan adalah suatu konstruksi yang berfungsi meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air atau lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas biasanya disebut viaduct. Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Jembatan-jembatan tetap. 2. Jembatan-jembatan yang dapat digerakkan Kedua golongan jembatan tersebut dipergunakan untuk lalu lintas kereta api dan lalulintas biasa (Struyk dan veen, 1984) Sedangkan menurut (Asiyanto, 2008) jembatan rangka baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari rangkaian batang-batang baja yang dihubungkan satu dengan yang lain. Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan diuraikan

dan disalurkan kepada batang-batang baja struktur tersebut, sebagai gaya-gaya tekan dan tarik, melalui titik-titik pertemuan batang (titik buhul). Garis netral tiaptiap batang yang bertemu pada titik buhul harus saling berpotongan pada satu titik saja, untuk menghidari timbulnya momen sekunder. 2.2 PERANAN JEMBATAN TERHADAP TRANSPORTASI Jalan merupakan alat penghubung antar daerah yang peting sekali bagi penyelenggaraan pemerintah, ekonomi, kebutuhan social, perniagaan, kebudayaan dan juga pertahanan. Transportasi sangat penting bagi kelancaran perekkonomian dan pembangunan Negara dan Bangsa. Dan merupakan salah satu tolak ukur maju mundurnya perekonomian adalah pada kualitas sarana dan prasarana perekonomian itu sendiri, salah satunya adalah sistem transportasi yang baik, yang merupakan gabungan dari beberapa sarana transpotasi seperti jalan, jembatan dan aspek yang lain. Keberadaan jembatan sebagai penyokong sistem transportasi yang baik menjadi sangat penting di Negara kita ini. Mengingat kondisi kondisi geografisnya yang bermacam-macam, maka jembatan sebagai aspek penghubung trasportasi perlu mendapat perhatian lebih baik dari segi desain maupun perencanaannya demi kelancaran sistem transportasi. Dari segi perencanaan jembatan harus dibuat cukup kuat dan tahan serta tidak mudah rusak. Kerusakan pada jembatan aan menimbulkan gangguan terhadap kelancaran lalulintas jalan, terlebih bila jalan itu mempunyai volume lalulintas yang

padat seperti di kota-kota yang merupakan daerah pusat perekonomian. Dari penjelasan itu sudah jelas sekali kerusakan terhadap suatu jembatan sebagai sarana transportasi akan berdampak merugiakan terhadap perekonomian baik langsung maupun tidak langsung. 2.3 JEMBATAN RANGKA (TRUSS BRIDGE) Menurut (Satyarno, 2003) jembatan rangka dibuat dari struktur rangka yang biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat dengan menyambung beberapa batang dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga. Jembatan rangaka biasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375 m. Ada banyak tipe jembatan rangka yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut, seperti ditunjukkan pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Macam-macam jembatan rangka (sumber gambar : http://candrazr.files.wordpress.com) 2.4 BAJA KONSTRUKSI Menurut (Spiegel dan Limbrunner, 1991) baja konstruksi adalah alloy steels (baja paduan), yang pada umumnya mengandung lebih dari 98 % besi dan biasanya kurang dari 1 % karbon. Komposisi aktual kimiawi sangat bervariasi untuk sifat-sifat yang diinginkan, seperti kekuatannya dan ketahanannya terhadap korosi, baja dapat juga mengandung elemen paduan lainnya, seperti silicon, magnesium, sulfur, fosfor, tembaga, krom, dan nikel, dalam berbagai jumlah. Baja tidak merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable), tetapi dapat mempunyai daur ulang (recycled), dan komponen utamanya, besi, sangat banyak. Baja tidak mudah terbakar, tetapi harus anti api. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja merupakan jawaban untuk semua masalah struktur. Bahan bangunan lainnya, seperti beton, bata, dan kayu, mempunyai peran sendiri-sendiri. Penggunaan struktur baja, apabila dilihat pada bangunan dan perbandingan (ratio) antara kekuatan berat (atau kekuatan per satuan berat) harus dipertahankan tinggi, maka bajalah yang dapat memenuhinya. Baja konstruksi juga memiliki keuntungan dan kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Keuntungan baja adalah keseragaman bahan dan sifat - sifatnya yang dapat diduga secara cukup tepat. Kestabilan dimension, kemudahan pembuatan, dan cepatnya pelaksanaan juga merupakan hal-hal yang menguntungkan dari baja struktur ini. 2. Kelemahan baja adalah mudahnya bahan ini mengalami korosi (tidak semua jenis baja) dan berkurangnya kekuatan pada temperatu tinggi. 2.5 PROSES PERENCANAAN JEMBATAN 2.5.1 Tahapan Perencanaan Menurut (Supriyadi dan Muntohar, 2007) perbedaan antara ahli satu dengan yang lainnya sangat dimungkinkan terjadi, dalam perencanaan jembatan, tergantung latar belakang kemampuan dan pengalamannya. Belajar dari perbedaan pandangan inilah seharusnya para ahli dapat menyimpulkan suatu permasalahan yang ada pada perencanaan jembatan, dan dapat menemukan suatu penyelesaian dalam sebuah perencanaan. Perbedaan tersebut harus tidak boleh menyebabkan gagalnya proses perencanaan. Seorang ahli atau perancang paling tidak harus telah mempunyai data baik sekunder maupun primer yang berkaitan dengan pembangunan jembatan, sebelum sampai pada tahap pelaksanaan konstruksi. Hal ini sangat diperlukan untuk kelangsungan para ahli dalam merencanakan pembangunan sebuah jembatan. Data sekunder maupun primer yang telah didapat tersebut, merupakan bahan pemikiran dan pertimbangan sebelum kita mengambil suatu keputusan akhir. Pada Gambar 2.2 akan

ditunjukkan tentang suatu proses perencanaan yang perlu dilaksanakan. Data yang diperlukan berupa : 1. Lokasi a. Topografi b. Lingkungan c. Tanah dasar 2. Keperluan, misalkan : melintasi sungai, melintasi jalan lain. 3. Bahan struktur : a. Karakteristiknya b. ketersediaannya 4. peraturan PROSES ANALISIS OUTPUT HASIL INPUT DATA EVALUASI Gambar 2.2 Skema Proses Perencanaan Sumber : Supriyadi dan Muntohar, 2007 2.5.2 Pemilihan Lokasi Jembatan Penentuan lokasi dan layout jembatan tergantung pada kondisi lalu lintas. Umumnya, suatu jembatan berfungsi untuk melayani arus lalu lintas dengan

baik, kecuali bila terdapat kondisi-kondisi khusus. Prinsip dasar dalam pembangunan jembatan menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007) adalah jembatan untuk jalan raya, tetapi bukan jalan raya untuk jembatan. Kondisi lalu lintas yang berbeda-beda dapat mempengaruhi lokasi jembatan. Panjang pendeknya bentang jembatan akan disesuaikan dengan lokasi jalan setempat. Penentuan bentangnya dipilih yang sangat layak dari beberapa alternatif bentang pada beberapa lokasi yang telah diusulkan. Pertimbangan terhadap lokasi akan sangat didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang menggunakan jembatan. Pada penentuan lokasi jembatan akan dijumpai suatu permasalahan apakah akan dibangun di daerah perkotaan ataukah pinggiran kota bahkan di pedesaan. Perencanaan dan perancangan jembatan di daerah perkotaan terkadang tidak diperhatikan dengan cermat dan tepat. Kehadiran jembatan di tengah kota sangat mempengaruhi landscape atau tata kota tersebut. Perencanaan dan perancangan tipe jembatan modern di daerah perkotaan, seorang ahli sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural (Supriyadi dan Muntohar, 2007). 1. Aspek Lalulintas Persyaratan transportasi meliputi kelancaran arus lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki yang melintasi jembatan tersebut. Perencanaan yang kurang tepat terhadap kapasitas lalu lintas perlu dihindarkan, karena akan sangat mempengaruhi lebar jembatan. Pentingnya diperoleh hasil yang optimum

dalam perencanaan lebar optimumnya agar didapatkan tingkat pelayanan lalu lintas yang maksimum. Mengingat jembatan akan melayani arus lalu lintas dari segala arah, maka muncul kompleksitas terhadap existing dan rencana, volume lalu lintas, oleh karenanya sangat diperlukan ketepatan dalam penentuan tipe jembatan yang akan digunakan. Pendekatan ekonomi selayaknya juga sebagai bahan pertimbangan biaya jembatan perlu dibuat seminimum mungkin. Melihat beberapa kasus biaya investasi jembatan di daerah perkotaan adalah sangat tinggi. Hal ini akan sangat terkait dengan kesesuaian lokasi yang akan direncanakan (Supriyadi dan Muntohar, 2007). 2. Aspek teknis Persyaratan teknis yang perlu dipertimbangkan antara lain : a. Penentuan geometri struktur, alinemen horizontal dan vertical, sesuai dengan lingkungan sekitarnya. b. Pemilihan sistem utama jembatan dan posisi dek. c. Penentuan panjang bentang optimum sesuai dengan syarat hidraulika, arsitektural, dan biaya konstruksi. d. Pemilihan elemen-elemen utama struktur atas dan struktur bawah, terutama tipe pilar dan abutment. e. Pendetailan struktur atas seperti : sandaran, parapet, penerangan, dan tipe perkerasan. f. Pemilihan bahan yang paling tepat untuk struktur jembatan berdasarkan pertimbangan struktural dan estetika.

3. Aspek estetika Dewasa ini jembatan modern di daerah perkotaan didesain tidak hanya didasarkan pada struktural dan pemenuhan transportasi saja, tetapi juga untuk ekonomi dan artistik. Aspek estetika jembatan di perkotaan merupakan factor yang penting pula dipertimbangkan dalam perencanaan. Kesesuaian estetika dan arsitektural akan memberikan nilai lebih kepada jembatan yang dibangun di tengah-tengah kota. Jembatan pada kota-kota besar di dunia banyak yang mempunyai nilai estetika yang tinggi disamping kekuatan strukturalnya (Supriyadi dan Muntohar, 2007). 2.6 LAYOUT JEMBATAN Variabel yang penting, setelah lokasi jembatan ditentukan adalah mempertimbangkan layout jembatan terhadap topografi setempat. Perkembangan sistem jalan raya, pada awalnya mempunyai standar yaitu jalan raya lebih rendah dari jembatan. Biaya investasi jembatan merupakan proporsi terbesar dari total biaya jalan raya. Konsekuensinya, struktur tersebut hampir selalu dibangun pada tempat yang idela untuk memungkinkan bentang jembatan sangat pendek, fondasi dapat dibuat sehematnya, dan melintasi sungai dengan layout berbentuk squre layout (Supriyadi dan Muntohar, 2007). Proses perencanaan jembatan akan dihadapkan pada dua sudut pandang yang berbeda antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007). Ilustrasi perbedaan kepentingan antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan adalah sebagai berikut :

1. Pandangan ahli jembatan Perlintasan tegak lurus sungai, jurang atau jalan rel lebih sering dipilih, dari pada perlintasan yang membentuk alinemen yang miring. Penentuan ini didasarkan pada aspek teknis dan ekonomi. Menurut (Waddel, 1916) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007) menyatakan bahwa struktur yang dibuat pada alinemen miring adalah abominasi dalam lingkup rekayasa jembatan. 2. Struktur jembatan sederhana Kenyataan untuk struktur jembatan yang relatif sederhana sering diabaikan terhadap alinemen jalan. Para ahli jalan raya yang sering menempatkan alinemen sedemikian sehingga struktur jembatan merupakan bagian penuh dari alinemen rencana jalan tersebutm, sehingga apabila melalui sungai seringkali kurang memperhatikan layout secara cermat. 3. Layout jembatan bentang panjang Struktur bertambahnya tingkat kegunaan jalan dan panjang bentang merupakan hal yang cukup penting untuk menentukan layout. Kasus seperti ini, dalam menentukan bagaimana layout jembatan yang sesuai perlu diselaraskan oleh kedua ahli tersebut guna menekan biaya konstruksi. Banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah sudut yang dibentuk terhadap alinemen. 2.7 PERATURAN-PERATURAN PERENCANAAN JEMBATAN Struktur baja yang ada saat ini, telah berkembang pesat dengan berbagai aturan yang berbeda pada tiap negara. Konsep pemikiran dalam

perhitungannya adalah sama tetapi aturan yang terjadi adalah lain, dan itu tergantung dari Negara yang memakainya. Menurut Tim Peneliti dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003 struktru baja yang saat ini, telah berkembang pesat dengan berbagai aturan yang berbeda pada tiap negara. Diantara peraturan perhitungan struktur baja yang dipakai pada SAP 2000 adalah sebagai berikut : 1. American institute of Steel Construction s Allowable Stress Design and Plastis Design Spesification for Structural Steel Buildings, AISC- ASD (AISC, 1989). 2. American institute of Steel Construction s Load and Resistance Factor Design Spesification for Structural Steel Buildings, AISC - LRFD (AISC, 1994). 3. American Assotiation of State Highway and Transportation Officiall AASHTO-LRFD Bridge Design Spesification, AASHTO - LRFD (AASHTO, 1997). 4. Canada Institute of Steel Construction s Limit State Design of Steel Structures, CANICSA - s16. 1-94 (CISC, 1995). 5. British Standart Institution s Structural Use of Steelwork in Building, BS5950 (BSI, 1990). 6. European Committee for Standarditation s Eurocode 3 : Design of steel Structures Part 1.1 : General Rules and Rules for Buildings, ENV 1993-1 - 1 (CEN, 1992).

(Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003) Badan Standarisasi Nasional (2005) mempunyai peraturan-peraturan yang digunakan di Indonesia, untuk merancang struktur jembatan. Peraturan yang digunakan Badan Standarisasi Nasional (2005) dalam perancangan jembatan adalah sebagai berikut : 1. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR, 1987) 2. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) 3. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (Bridge Management System, 1992) 4. Revisi SNI 03-2833-1992, tentang Perencanaan Ketahanan Gempa untuk jembatan. 5. SNI T-02-2005 dan RSNI T-03-2005, tentang Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan. 2.8 PERENCANAAN PEMBEBANAN Beban yang bekerja pada struktur jembatan Sungai Gung ini disesuaikan dengan SNI T-02-2005 yaitu : A. Beban Permanen / Beban tetap 1. Beban Sendiri Berat nominal dan nilai terfaktor dari berbagai bahan dapat diambil dari Tabel 2.1

Tabel 2.1. Berat nominal dan Terkurangi Bahan Jembatan Berat Sendiri Berat Sendiri Berat Sendiri kn/m 3 kn/m 3 kn/m 3 Beton Massa 24 31,2 18 Beton Bertulang 25 32,5 18,80 Beton Bertulang / Pratekan (Pracetak) 25 30 21,25 Baja 77 84,7 69,30 Kayu, Kayu lunak 7,8 10,9 5,46 2. Beban Mati Tambahan Sumber : SNI T-02-2005 Beban mati tambahan adalah berat semua elemen tidak struktural yang dapat bervariasi selama umur jembatan seperti : a. Peralatan permukaan khusus b. Pelapisan ulang dianggap sebesar 50 mm aspal beton hanya digunakan dalam kasus menyimpang dan nominal 22 kn/m 2 c. Sandaran, pagar pengaman dan penghalang beton d. Rambu-rambu dan marka jalan e. Perlengkapan umum seperti pipa drainase dan penyaluran 3. Tekanan Tanah Koefisien tanah nominal harus dihitung berdasarkan dari sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah (kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dan lain sebagainya) bias diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah

dilapangan. Ada dua macam kondisi tekanan tanah yaitu kondisi tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif. Untuk kondisi tekanan tanah aktif : Pa = Ka.ɣH 2C. = ɣh [tan 2 (45 - )] 2C.(2.10) Untuk kondisi tekanan tanah pasif : Pp = Kp.ɣH 2C. = ɣh [tan 2 (45+ )] 2C..(2.11) B. Beban Lalu Lintas 1. Beban Kendaraan Rencana a. Aksi Kendaraan Beban aksi yang dipikul oleh jembatan akibat kendaraan yang lewat terdiri dari 3 komponen : 1. Komponen vertical 2. Komponen rem 3. Komponen sentrifugal ( untuk jembatan melengkung ) b. Jenis Kendaraan

Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri dari pembebanan lajur D dan pembebanan truk T. Pembebanan lajur D ditempat melintang pada lebar penuh dari jalan kendaraan jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya, jumlah total pembebanan lajur D yang ditempatkan tergantung pada lebar jalan kendaraan jembatan. Pembebanan truk T adalah berat kendaraan, berat tunggal dengan 3 gandar yang ditempat dalam kedudukan sembarang pada lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang kontak yang dimaksud agar mewakili pengaruh moda kendaraan berat. Hanya satu truk t yang boleh ditempatkan perlajur lalulintas rencana. 2. Beban Lajur D Beban lajur D terdiri dari : a. Beban terbagi rata dengan q tergantung pada panjang yang dibebani total (L) sebagai berikut : L < 30 m ; q = 8.0 kpa (2.12) L > 30 m ; q = 8.0 ( 0.5 + 15/L ) kpa.(2.13) b. Beban terbagi rata boleh ditempatkan dalam panjang terputus agar terjadi pengaruh maksimum. Dalam hal ini L adalah jumlah dari panjang masing - masing beban terputus tersebut.

c. Beban garis sebesar P kn/m, ditempatkan dalam kedudukan sembarang sepanjang jembatan dan tegak lurus pada arah lalu lintas. P = 44,0 kn/m. (2.14) Pada bentang menerus ditempatkan dalam kedudukan lateral sama yaitu tegak lurus arah lalu lintas pada dua bentang agar momen lentur negatif menjadi maksimum. 3. Beban Truk T Hanya satu truk yang harus ditempatkan dalam tiap lajur lalu lintas rencana untuk panjang penuh dari jembatan. Truk T harus ditempatkan ditengah lajur lalu lintas. Jumlah maksimum lajur lalu lintas rencana diberikan dalam Tabel berikut : 5 m 4-9 m 0.5 m 1.75 m 0.5 m 50 kn 200 kn 200 kn 2,75 m 25 kn 100 kn 100 kn 125 mm 500 mm 500 mm 200 mm 200 mm 200 mm 2,75 m 125 mm 500 mm 500 mm 25 kn 100 kn 100 kn Gambar 2.3 Beban T Sumber: SNI T-02-2005

Untuk mendapatkan momen desain dari beban mati yaitu beban plat lantai berdasarkan buku Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang (CUR 4) adalah sebagai berikut : MLx = 0,001 Wu Lx 2 x MLy = 0,001 Wu Lx 2 x Mtx = - 0,001 Wu Lx 2 x Mty = - 0,001 Wu Lx 2 x Untuk mendapatkan momen desain dari beban hidup lalu-lintas yang diharapkan, maka penyebaran beban T harus dikonfigurasi sehingga dapat menghasilkan pengaruh maksimum. Konfigurasi penyebaran beban T adalah pada saat satu roda berada di tengah-tengah plat lantai dan pada saat dua roda berada di tengah-tengah plat lantai. Tabel 2.2 Jumlah Maksimum Lajur Lalu Lintas Rencana Jenis Jembatan Lebar Jalan Kendaraan Jembatan (m) Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana Lajur tunggal 4.0-5.0 1 Dua arah tanpa median 5.5-8.25 2 11.25-15.0 4 10.0-12.9 3 Jalan kendaraan majemuk 11.25-15.0 4 15.1-18.75 5 18.8-22.5 6 Sumber : Brigde Management System (BMS - 1992 )

4. Gaya Rem Pengaruh rem dan percepatan lalu lintas harus dipertimbangkan sebagai gaya memanjang. Gaya ini tidak tergantung pada lebar jembatan. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem 5 % dari beban D tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada. Gaya rem tersebut dianggap bekerja dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8 meter diatas permukaan lantai kendaraan. 5. Beban Pejalan Kaki Intensitas beban pejalan kaki untuk jembatan jalan raya tergantung pada luas beban yang dipikul oleh unsur yang direncanakan. Bagaimanapun, lantai dan gelagar yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk 5 kpa. 6. Beban tumbuk pada penyangga jembatan Penyangga jembatan dalam daerah lalu lintas harus direncanakan agar menahan tumbukan sesaat atau dilengkapi dengan penghalang pengaman yang khusus direncanakan : a. Tumbukan kendaraan diambil sebagai beban statis SLS sebesar 1000 kn pada 10 0 terhadap garis pusat jalan pada tinggi sebesar 1,8 m. b. Pengaruh tumbukan kerata api dan kapal ditentukan oleh yang berwenang dengan relevan.

C. Beban Lingkungan 1. Penurunan Jembatan direncanakan agar menampung perkiraan penurunan total dan diferensial. 2. Gaya Angin Luas ekivalen diambil sebagai luas pada jembatan dalam elevasi proyeksi tegak lurus yang dibatasi oleh unsur rangka terluar. Pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m 2 pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horizontal terbagi rata pada bidang vertikal jembatan dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. 3. Gaya Aliran Sungai Gaya aliran sungai tergantung pada kecepatan rencana aliran sungai pada butir yang ditinjau. 4. Hanyutan Gaya aliran sungai dinaikkan bila hanyutan dapat terkumpul pada struktur. Kecuali tersedia keterangan lebih tepat, gaya hanyutan dapat dihitung seperti berikut : 1) Keadaan batas ultimit ( banjir 50 tahun ) P = 0,78 Vs 2 A D.. (2.15) 2) Keadaan batas ultimit ( banjir 100 tahun )

P = 1,04 Vs 2 A D.. (2.16) dengan : Vs = Kecepatan aliran rata2 untuk keadaan batas yang ditinjau (m/detik ) A D = Luas hanyutan yang bekerja pada pilar. 5. Batang Kayu Gaya pada pilar akibat tumbukan batang kayu selama banjir rencana untuk beton padat adalah : Gaya tumbukan nominal (kn) batang kayu = 26,67 Vs Gaya tumbukan batang kayu (kn) Banjir 50 tahun = 40 Vs 2 Banjir 100 tahun = 53,3 Vs 2 dengan : Vs = kecepatan air rata - rata (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau. 6. Gaya Gempa Jembatan yang akan dibangun di daerah rawan gempa bumi harus direncanakan dengan memperhitungkan pengaruh gempa bumi tersebut. Pengaruh gempa bumi pada jembatan diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya horizontal yang bekerja pada titik berat konstruksi / bagian konstruksi yang ditinjau dalam arah yang paling berbahaya. Gaya tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: K k = E Gp..(2.17)

dengan : E = Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa,periode dan kondisi tanah Gp = Beban mati bangunan (kn). K = gaya gempa (kn) 7. Gaya Memanjang Akibat gesekan pada tumpuan yang bergerak terjadi oleh pemuaian dan penyusutan jembatan atau sebab lain. Jembatan harus pula ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat gesekan pada tumpuan bergerak, karena adanya pemuaian dan penyusutan dari jembatan akibat perbedaan suhu dan akibat-akibat lain. Gaya gesek yang timbul hanya ditinjau akibat beban mati saja, sedang besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan yang bersangkutan. Menurut PPPJR, 1987 koefisien gesek pada tumpuan memiliki nilai sebagai berikut: a. Tumpuan rol baja: 1) Dengan satu atau dua rol 0,01 2) Dengan tiga rol atau lebih 0,05 b. Tumpuan gesekan: 1) Antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja 0,15 2) Antara baja dengan baja atau besi tuang 0,25 3) Antara karet dengan baja / beton 0,5-0,18

Tumpuan-tumpuan khusus harus disesuaikan dengan persyaratan spesifikasi dari pabrik material yang bersangkutan atau didasarkan atas hasil percobaan dan mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang. 2.9 STRUKTUR ATAS (UPPER STRUCTURE) Struktur atas merupakan struktur dari jembatan yang terletak dibagian atas dari jembatan. Struktur jembatan bagian atas meliputi : 1. Sandaran Merupakan pembatas antara kendaraan dengan pinggiran jembatan sehingga memberi rasa aman bagi pengguna jalan. Sandaran dibuat dari pipa baja. Beban yang bekerja pada sandaran adalah beban sebesar 100 kg yang bekerja dalam arah horisontal setinggi 0,9 meter. 2. Trotoir Konstruksi trotoir direncanakan sebagai pelat beton yang diletakkan pada lantai jembatan bagian samping yang diasumsikan sebagai pelat yang tertumpu sederhana pada pelat jalan. Prinsip perhitugan pelat trotoir sesuai dengan SKSNI T - 15-1991 - 03. Pembebanan pada trotoir meliputi : a) Beban mati berupa berat sendiri pelat. b) Beban hidup sebesar 500 kg/m 2 berupa beban merata dan beban terpusat. Penulangan plat trotoir diperhitungkan sebagai berikut :

d = h - p - 0,5φ (2.18) ρ min dan ρ max dapat dilihat pada tabel GTPBB (Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang) syarat : ρ min < ρ < ρ maks As = ρ b d..(2.19) dengan : d = tinggi efektif pelat (m), h = tebal pelat (mm), φ = diameter tulangan (mm), b = lebar pelat per meter (m). 3. Pelat Lantai Berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan. Pelat lantai diasumsikan tertumpu pada dua sisi. Pembebanan pada pelat lantai meliputi : a) Beban mati berupa berat sendiri pelat, berat pavement dan berat air hujan. b) Beban hidup berupa muatan T dengan beban gandar maksimum 10 T. Perhitungan untuk penulangan pelat lantai jembatan sama dengan prinsip penulangan pada pelat trotoir. Prinsip perhitugan pelat trotoir sesuai dengan SKSNI T - 15-1991 - 03.

4. Gelagar Memanjang Gelagar memanjang berfungsi menahan beban plat lantai, lapis perkerasan dan beban air hujan, kemudian menyalurkannya ke gelagar melintang. 5. Gelagar Melintang Gelagar melintang menerima limpahan beban dari gelagar memanjang kemudian menyalurkannya ke rangka baja. Baik gelagar memanjang maupun melintang harus ditinjau terhadap: Menurut Margaret & Gunawan (1999), Kontrol kekuatan : σ =, (2.20) dengan : M = Momen (KN.m), W = Momen tahanan (KN.m) Kontrol Kekakuan : δ = < δ.(2.21) dengan : L = Bentang (m) δ =, (2.22) 6. Rangka Baja dengan : E = Modulus Elastisitas Bahan (MPa) I = Momen Inersia (cm 4 )

Rangka baja berfungsi menahan semua beban yang bekerja pada jembatan dan menyalurkannya pada tumpuan untuk disalurkan ke tanah dasar melalui pondasi. 7. Ikatan Angin Ikatan angin berfungsi untuk menahan gaya akibat angin. 8. Andas Jembatan/Tumpuan Perletakan elastomer umumnya terbuat dari karet dan pelat baja yang diikat bersatu selama vulkanisasi, dan mempunyai selimut sisi elastomer minimum sebesar 6 mm dan atas dan bawah sebesar 4 mm untuk melindungi pelat baja. 9. Oprit Oprit dibangun agar memberikan kenyamanan saat peralihan dari ruas jalan ke jembatan. Oprit disini dilengkapi dengan dinding penahan. Pada perencanaan oprit, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Tipe dan kelas jalan ataupun jembatan b) Volume lalu lintas c) Tebal perkerasan 2.10 ASPEK PENDUKUNG Dalam perencanaan jembatan ini, ada beberapa aspek pendukung yang harus diperhatikan antara lain :

A. Pelaksanaan dan Pemeliharan 1) Baja sangat baik digunakan untuk jembatan dengan bentang yang panjang karena kekuatan lelehnya tinggi sehingga diperoleh dimensi profil yang optimal. 2) Konstrtuksi baja yang digunakan merupakan hasil pabrikasi dengan standar yang telah disesuaikan dengan bentang jembatan sehingga mempercepat proses pelaksanaan dilapangan. 3) Struktur yang dihasilkan bersifat permanen dengan cara pemeliharaan yang tidak terlalu sukar. 4) Komponen-komponen yang sudah tidak dapat digunakan lagi masih mempunyai nilai sebagai besi tua. B. Aspek Ekonomi 1) Dengan adanya jembatan yang menghubungkan Kecamatan Bojong- Bumijawa ini, maka diharapkan daerah disekitarnya menjadi daerah yang potensial. 2) Terbukanya kawasan baru sebagai penunjang transportasi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pariwisata.