2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kepiting Pasir

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI BEBERAPA ASPEK BIOLOGI KEPITING PASIR DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN ENI MEGAWATI SKRIPSI

ESTIMASI PRODUKTIVITAS SEKUNDER KEPITING PASIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perairan Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera

2.2. Struktur Komunitas

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Indonesia dan merupakan hewan Arthropoda yang terbagi kedalam empat family,

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

ASPEK PERTUMBUHAN UNDUR-UNDUR LAUT, Emerita emeritus DARI PANTAI BERPASIR KABUPATEN KEBUMEN Ali Mashar* dan Yusli Wardiatno

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting. Sub Filum: Mandibulata. Sub Ordo: Pleocyemata

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungan hidup yang didalamnya terdapat hubungan fungsional yang sistematik

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Kerang tahu (Meretrix meretrix L. 1758)

TINJAUAN PUSTAKA. Plankton adalah organisme yang hidup melayang layang atau mengambang di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

PERTEMUAN KE-6 M.K. DAERAH PENANGKAPAN IKAN HUBUNGAN SUHU DAN SALINITAS PERAIRAN TERHADAP DPI ASEP HAMZAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

Klasifikasi Udang Air Tawar Peranan Udang Air Tawar dalam Ekosistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

EKOSISTEM PANTAI BERPASIR INTERTIDAL

KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah

BIOLOGI REPRODUKSI UNDUR-UNDUR LAUT EMERITA EMERITUS DI KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH DEWI AYU KUSUMAWARDANI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

Transkripsi:

4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kepiting Pasir Klasifikasi Emerita emeritus menurut Zipcodezoo (2012) dan Hippa ovalis menurut crust.biota.biodiv.tw (2012) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Super kelas : Crustacea Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Famili : Hippidae Genus : Emerita Spesies : Emerita emeritus Genus : Hippa (Fabricius 1787) Spesies : Hippa ovalis (A. Milne-Edwards 1862) Adapun common name dan nama daerah dari Emerita emeritus dan Hippa ovalis tersebut adalah sebagai berikut: Common Name : Mole Crab, Sand Crab Nama daerah : Yutuk (Kebumen), Undur-undur laut (Yogyakarta) (Republika 2003), Ketam pasir (Mursyidin 2007) Kepiting pasir termasuk kedalam famili Hippidae yang memiliki ciri-ciri khusus yaitu tubuh sangat pendek dan melengkung, abdomen bilateralsimetris, lunak, pipih dorsoventral, atau sedikit membulat, ujung posterior abdomen terlipat kearah ventral dan kedepan, cephalothoraks tumbuh sangat baik, memiliki rostrum kecil atau mereduksi, telson berada di bawah thoraks, memanjang dan meruncing. Memiliki kaki pertama yang disebut chelate atau subchelate, kaki ke lima tereduksi dan melipat, serta selalu berada di bawah karapas (Haye et al. 2002). Kepiting pasir umumnya berukuran kecil dan dapat tumbuh hingga mencapai ukuran panjang 35 mm dan lebar 25 mm. Kepiting pasir memiliki ciri berwarna abuabu atau sewarna dengan pasir dan tidak memiliki tulang belakang. Seperti krustasea lainnya, kepiting pasir melakukan molting secara periodik. Di dalam rantai 4

5 makanan, keberadaan kepiting pasir sangat penting, karena berada di level konsumen tingkat 1 (Boere et al. 2011). Kepiting pasir betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan kepititng pasir jantan. Hasil penelitian Petracco et al. (2003) di Pantai Prainha Brazil, Emerita brasiliensis jantan terbesar mencapai ukuran 15 mm, sedangkan yang betina mencapai ukuran 23-24 mm. Peneliti sebelumnya mengamati bahwa betina dari genus Emerita cenderung tumbuh lebih cepat daripada jantan (Sastre 1991; Contreras et al. 1999; Veloso & Cardoso 1999 in Petracco et al. 2003). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Veloso & Cardoso (1999) dan Defeo et al. (2001) in Petracco et al. (2003) menunjukkan bahwa tingkat kematian E. brasiliensis betina lebih tinggi dibandingkan jantannya. Berikut ini merupakan gambar Emerita emeritus dan Hippa ovalis yang disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Gambar 1. Emerita emeritus Sumber : educationally.narod.ru 2012 5

6 Gambar 2. Hippa ovalis Sumber : crust.biota.biodiv.tw 2012 2.2 Habitat dan Tingkah Laku Kepiting Pasir Kepiting pasir termasuk kedalam subfilum crustacea, yang secara umum berkerabat dengan udang (shrimp), kepiting (crab), lobster, dan teritip (barnacle). Hewan ini mempunyai struktur tubuh yang sangat khas yaitu bulat. Secara umum kepiting pasir dilengkapi dengan karapas dan dua antena seperti sisir yang berbentuk huruf V. Kedua antena ini digunakan untuk menangkap makanan. Makanan kepiting pasir adalah plankton dan detritus yang terbawa dalam air, sehingga sering disebut filter feeder (Wenner 1977). Keberadaan makanan kepiting pasir ada pada saat laut tenang. Selain itu, kepiting pasir hanya memakan makanan yang segar yang dibawa ke arah pantai oleh angin. Pada tahun 1970 dilakukan penelitian yang memberikan informasi yaitu pada bulan september, kepiting pasir memakan goat fish (Subramoniam 1981 in Deglado & Defeo 2006) Kepiting pasir memiliki sifat memendamkan diri dalam pasir untuk menghindari predator dan menyimpan energi (Mc Gaw 2005 in Boere 2011). Kepiting pasir menggali pasir menggunakan uropod dan keempat pasang kaki. Seringkali muncul ketika tersapu gelombang pasang, dan memendamkan diri ketika gelombang surut sehingga hanya antena saja yang terlihat. Antenna pada kepititng 6

7 pasir berfungsi sebagai penyaring plankton dan detritus-detritus yang terbawa oleh gelombang pasang surut (Beries 1980 in Perez 1999). Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi kelimpahan ataupun struktur suatu jenis biota (Nybakken 1988). Karakteristik pantai ada bermacam-macam yaitu pantai berpasir, pantai berbatu, dan pantai berlumpur. Menurut Dahuri (2003), pantai di Indonesia secara morfologi terbagi menjadi tujuh yaitu : pantai terjal berbatu, pantai landai dan datar, pantai dengan bukit pasir, pantai beralur, pantai lurus di daratan pantai yang landai, pantai berbatu, dan pantai yang terbentuk karena erosi. Faktor utama yang mempengaruhi keanekaragaman dan distribusi suatu biota yaitu substrat, organik, oksigen terlarut, ph, salinitas, dan suhu. Odum (1971) in Efriyeldi (1999) menyatakan bahwa kecepatan arus secara tidak langsung dapat mempengaruhi substrat dasar perairan. Nilai ph substrat erat hubungannya dengan bahan organik substrat, jenis substrat dan kandungan oksigen. Derajat keasaman (ph) akan mempengaruhi daya tahan organisme dan reaksi enzimatik. Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam mengatur proses kehidupan dan juga pola penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital, yang secara kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi di dalam kisaran suhu yang relatif sempit, biasanya antara 0-40 o C. Kebanyakan organisme laut telah mengalami adapatasi untuk hidup dan berkembang biak dalam kisaran suhu yang lebih sempit daripada kisaran total 0-40 o C (Nybakken 1988). Pengaruh suhu secara langsung dapat dilihat dari kemampuannya mempengaruhi laju fotosintesis dari tumbuhtumbuhan dan juga proses fisiologi hewan. Suhu di daerah intertidal dipengaruhi oleh suhu udara selama periode berbeda-beda. Suhu di daerah intertidal mempunyai kisaran yang luas, baik secara harian maupun musiman. Organisme dapat mati apabila pasang surut terjadi ketika suhu udara minimum (daerah sedang-kutub) atau ketika suhu udara maksimum (tropik), sehingga batas tropik dapat terlampaui. Suhu permukaan laut di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28 0 C-31 0 C (Nontji 1993 in Hasyim et al. 2010). Tingginya nilai suhu permukaan laut di perairan Indonesia disebabkan oleh posisi geografi Indonesia yang terletak di wilayah ekuator yang merupakan daerah penerima panas matahari terbanyak (Hasyim et al. 2010). 7

8 Perubahan salinitas yang terjadi di zona intertidal dipengaruhi oleh terbukanya zona intertidal pada saat pasang turun dan kemudian digenangi air atau aliran air akibat hujan lebat. Hal ini dapat menyebabkan salinitas akan menurun. Pada keadaan tertentu, penurunan salinitas akan melewati batas toleransi yang akan menyebabkan organisme mati. Selain terbukanya daerah intertidal, pasang surut juga erat kaitannya dalam mempengaruhi perubahan salinitas. Daerah yang menampung air laut ketika pasang turun dapat digenangi oleh air tawar yang mengalir masuk ketika hujan deras sehingga menurunkan salinitas. Sebaliknya, kenaikan salinitas akan terjadi pada saat siang hari saat penguapan sangat tinggi (Nybakken 1988). Kadar salinitas yang diperlukan untuk bertelur dan untuk pertumbuhan berbeda. Salinitas untuk kepiting pasir yang bertelur lebih kecil dibandingkan untuk kepiting pasir yang sedang tumbuh (Begon et al 1990 in Bakir et al. 2009) Kondisi lingkungan perairan laut memiliki ph yang bersifat relatif stabil dan dalam kisaran yang sempit yaitu antara 7,5-8,4 (Nybakken 1988). Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi, selain itu jika ph dalam suatu perairan rendah maka dapat menghambat laju reproduksi organisme perairan (Affandi & Tang 2002). 2.3 Pertumbuhan Kepiting Pasir Pertumbuhan merupakan perubahan baik panjang, berat, maupun volume dalam waktu tertentu. Pertumbuhan ada yang disebut dengan pertumbuhan mutlak. Pertumbuhan mutlak yaitu selisih rataan bobot akhir dengan bobot awalnya (Effendi 2005). Ciri pertumbuhan yaitu terjadi perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Pertumbuhan terjadi diberbagai stadia. Stadia larva terjadi perubahan bentuk dan ukuran. Stadia remaja terjadi perubahan panjang dan model hubungan panjang dan berat. Stadia dewasa terjadi perubahan energi untuk pematangan gonad dan alat reproduksi. Stadia tua terjadi perubahan untuk pemeliharaan tubuhnya (Effendi 2005). 8

9 Hubungan panjang karapas dan bobot dapat digunakan untuk menduga pola pertumbuhan kepiting pasir. Dalam biologi perikanan hubungan panajng dan berat berguna untuk mengkonversi persamaan pertumbuhan panjang kedalam persamaan pertumbuhan bobot yang berguna untuk membuat model stok assesmen dan mengestimasi stok biomassa dari ukuran sampel terbatas (Binohlan & Pauly 1998; Koutrakis & Tsikliras 2003; Valle et al. 2003; Ecoutin et al. 2005 in Nurdawati 2010) 2.4 Siklus Hidup dan Reproduksi Kepiting Pasir Pada umumnya, siklus hidup kepiting pasir yaitu telur protozeoa zoea megalopa juvenil dewasa. Hanson (1965) menyatakan bahwa kepiting pasir memiliki daur hidup yang relatif lama. Daur hidup kepiting pasir dimulai dari embrio kemudian menjadi zoea yang kemudian berkembang menjadi megalopa, kemudian berkembang menjadi kepiting pasir remaja (juvenile) yang berakhir dengan menjadi kepiting pasir dewasa. Daur hidup kepiting pasir dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Daur hidup kepiting pasir Sumber : Hanson (1965) Kepiting pasir mempunyai 8-11 stadia larva dan selama stadia itu mereka berada di lepas pantai (off shore). Ketika sudah mengalami stadia larva, mereka kembali ke pantai dan memasuki fase recruitment. Di daerah sub tropis, recruitment terjadi sepanjang tahun, namun jumlah terbesar terjadi pada saat musim panas dan musim gugur (FMSA 2007). Di daerah tropis, hasil penelitian Ansell et al. (1972) in 9

10 Phasuk & Bonruang (1975) fase recruitment terjadi pada bulan Februari dan Maret. Hasil penelitian Phasuk & Bonruang (1975) yang dilakukan di pantai Thailand menunjukkan kelimpahan maksimum kepiting pasir betina pada bulan Juni, sedangkan jantan terjadi pada bulan April. Hasil penelitian Hanson (1965) menyatakan bahwa kisaran parameter lingkungan yang mempengaruhi larva kepititng pasir yaitu suhu 25,5 o serta salinitas 34,45 % - 35,8 %. Di daerah sub tropis, kepiting pasir dapat ditemukan sepanjang tahun dengan jumlah besar ditemukan pada musim semi sampai musim gugur. Saat musim dingin, mereka berada di dalam pasir lepas pantai (off shore) dan kembali ke pantai saat musim semi. Musim reproduksi terjadi pada bulan Februari sampai bulan Oktober, Kepiting pasir betina dapat menghasilkan 50-45.000 butir telur per siklus (FMSA 2007). Kepiting pasir merupakan hewan diocieous. Meskipun demikian ada jenis tertentu yang merupakan hermaprodit protandri. Jenis yang termasuk kedalam jenis kepititng pasir hermaprodit yaitu Emerita asiatica (Subramoniam 1981 in Deglado dan Defeo 2006). Subramoniam (1981) in Deglado dan Defeo (2006) menyatakan bahwa musim kepiting pasir untuk bertelur yaitu pada bulan september desember. Hal ini terjadi pada saat air tenang. Menurut Nikolsky in Effendi (2005) fekunditas dibagi menjadi tiga yaitu fekunditas mutlak, fekunditas nisbi, dan fekunditas total. Fekunditas mutlak yaitu jumlah telur masak sasaat sebelum memijah. Fekunditas nisbi yaitu jumlah telur per satuan panjang atau berat. Fekunditas total yaitu jumlah seluruh telur yang dihasilkan selama satu siklus produksi atau dari awal sampai akhir. Metode untuk menghitung fekunditas terbagi menjadi dua yaitu metode sensus (langsung) dan metode volumetrik. Trijoko (1988) in Mursyidin (2007) melaporkan bahwa kepiting pasir di pantai selatan Yogyakarta mempunyai fekunditas antara 1.410 11.983 butir telur yang berbanding lurus dengan panjang dan lebar karapas serta berat tubuhnya. Hanson (1965) mengatakan ciri warna telur untuk stadia pertama yaitu berwarna kuning telur dan minimum panjang karapas untuk bertelur yaitu pada saat panjang karapas berukuran 11,5 milimeter. Pada stadia selanjutnya warna akan menjadi transparan yang kemudian akan berkembang menjadi embrio. 10

11 Perkembangan embrio terjadi selama 15-21 hari. Bakir et al. (2009) membagi stadia telur ordo Decapoda menjadi 3 stadia seperti yang terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Stadia telur ordo decapoda Sumber : Bakir et al. (2009) 3. 11