HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

MATERI DAN METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN SKRIPSI RICKY FIRMANSYAH

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF MERPATI BALAP TINGGIAN DAN MERPATI BALAP DASAR JANTAN

KECEPATAN TERBANG BURUNG MERPATI BALAP LOKAL (TIPE TINGGIAN) SKRIPSI RIDWANSYAH

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. untuk penggemukan dan pembibitan sapi potong. Tahun 2003 Pusat Pembibitan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

Penyiapan Mesin Tetas

HASIL DAN PEMBAHASAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

HASIL DAN PEMBAHASAN. koordinat 107º31-107º54 Bujur Timur dan 6º11-6º49 Lintang Selatan.

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB I PENDAHULUAN. Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Ulat Sutera Liar A. atlas di Komplek Kandang C

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

PETUNJUK PRAKTIS. Petunjuk Praktis Pengukuran Ternak Sapi

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

Maine Coon Published on KucingKita.com (

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN SEMENTARA ILMU PRODUKSI TERNAK POTONG PENGENALAN BANGSA-BANGSA TERNAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian Suhu dan kelembaban lokasi penelitian diamati tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Rataan suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Suhu dan Kelembaban pada Lokasi Penelitian Waktu Parameter Pagi Siang Sore ----------------- Rataan ± Simpangan Baku (KK) ----------------- Suhu ( o C) 26,68 ± 1,07 (4,00) 31,34 ± 0,92 (2,95) 28,41 ± 1,28 (4,51) Kelembaban (%) 83,60 ± 3,98 (4,76) 66,90 ± 4,53 (6,77) 78,19 ± 5,78 (7,39) Rataan suhu lokasi penelitian pada pagi hari (sekitar jam 08.00-09.00), siang hari (sekitar jam 13.00-14.00) dan sore hari (sekitar jam 17.00-18.00) masing-masing yaitu 26,68 o C; 31,34 o C dan 28,41 o C. Rataan kelembaban pada pagi, siang dan sore hari masing-masing yaitu 83,60%; 66,90% dan 78,19%. Suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian saat pagi, siang dan sore hari selama pengamatan seragam dengan koefisien keragaman berkisar antara 2,95%- 7,39%. Suhu dan kelembaban lokasi penelitian dari pagi, siang hingga sore hari masih fluktuatif. Pada pagi dan sore hari suhu lokasi penelitian lebih rendah dibandingkan suhu pada siang hari, hal ini diikuti dengan kelembaban pada pagi dan sore hari yang lebih tinggi dibandingkan kelembaban pada siang hari. Hal ini dikarenakan penelitian dilakukan di luar ruangan, sehingga sinar cahaya matahari mempengaruhi suhu dan kelembaban. Suhu berbanding terbalik dengan kelembaban. Jika suhu rendah maka kelembaban tinggi, sebaliknya jika suhu tinggi maka kelembaban rendah. Kandang dalam penelitian ini memiliki lubang-lubang tempat pertukaran udara pada setiap dindingnya, sehingga sirkulasi udara di dalam kandang baik. Selain itu kandang menghadap ke arah timur untuk mendapatkan sinar matahari langsung pada pagi hari. Kandang dengan sirkulasi udara yang baik dan cahaya matahari yang cukup dapat melancarkan siklus reproduksi. Hal ini dikarenakan sirkulasi udara yang baik dapat mengurangi cekaman stres dalam kandang akibat suhu dan kelembaban 22

lingkungan kandang. Selain itu cahaya matahari dapat mersangsang sistem reproduksi merpati betina sehingga proses ovulasi berlangsung lebih cepat. Reproduksi merpati berbeda dengan unggas lainnya. Produksi telur merpati hanya dua butir untuk satu kali periode bertelur, selain itu interval bertelurnya juga lama. Oleh karena itu dibutuhkan manajemen pemeliharaan yang baik agar produksitifitas merpati meningkat. Hal ini bisa dilakukan dengan pemeliharaan semi intesif. Pemeliharaan semi intensif memberikan kesempatan merpati untuk melakukan proses perkawinan setiap saat. Selain itu dengan pemeliharaan semi intensif juga dapat memberikan kesempatan merpati untuk memperoleh grit yang dapat membantu proses pencernaan sehingga sistem pencernaan merpati dapat berjalan dengan baik. Telur yang dihasilkan dari merpati unggul pada setiap periode bertelur sebaiknya tidak dierami secara langsung oleh merpati induknya, namun telur yang dihasilkan sebaiknya dierami oleh indukan lain. Hal ini dilakukan untuk mempercepat interval produksi telur merpati unggul yang tidak mengerami telur, sehingga telur merpati yang dihasilkan akan lebih banyak. Konsumsi Pakan Merpati merupakan jenis unggas yang menyukai makanan berupa biji-bijian, seperti jagung yang dijadikan pakan dalam penelitian ini. Rataan konsumsi pakan jagung dalam penelitian ini yaitu 38,44 ± 8,21 g/pasang/hari dengan koefisien keragaman 21,36%. Hal tersebut menunjukkan konsumsi pakan merpati pada penelitian ini masih beragam, karena konsumsi pakan tertinggi dalam penelitian ini yaitu 61,43 g/pasang/hari dan konsumsi pakan terendah yaitu 25,29 g/pasang/hari. Pakan yang dikonsumsi tergantung dari bangsa merpati, cuaca, nafsu makan, besar badan, serta jumlah dan besar anak (Blakely dan Bade, 1998). Merpati sebaiknya diberi pakan cukup karena merpati memiliki sifat memilih-milih pakan yang disukai dan menghamburkan pakan yang tidak disukainya, oleh karena itu disain tempat pakan sangat penting agar pakan tidak berhamburan. Selain pakan utama berupa jagung, merpati juga harus mendapatkan grit untuk membantu proses pencernaan, oleh karena itu manajemen pemeliharaan yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu semi intensif dimana setiap sore hari merpati dibiarkan bebas untuk memberi kesempatan merpati mencari grit dan 23

melakukan perkawinan. Grit yang diperoleh berupa batu-batu kecil atau kerikil, arang dan abu yang berada di sekitar kandang. Sifat-sifat Kualitatif Sifat-sifat kualitatif merpati yang diamati dalam penelitian ini yaitu warna bulu, warna iris mata, tipe shank, tipe bulu sayap, bentuk ujung bulu sayap, bentuk kepala dan bentuk badan. Warna Bulu Warna bulu merpati masih beragam. Persentase warna bulu merpati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase Warna Bulu Merpati Lokal Tipe Tinggian Warna Bulu Jantan Betina Jumlah Persentase Jumlah Persentase --- (ekor) --- --- (%)--- --- (ekor) --- --- (%) --- Coklat 6 20,00 7 23,33 Tritis 4 13,33 3 10,00 Hitam 1 3,33 1 3,33 Megan 3 10,00 4 13,33 Kelabu 10 33,33 2 6,67 Putih 1 3,33 3 10,00 Blorok 0-5 16,67 Blantong 1 3,33 1 3,33 Batik 1 3,33 0 - Gambir 3 10,00 4 13,33 Warna bulu kelabu merupakan warna bulu terbanyak untuk merpati jantan dalam penelitian ini yaitu 10 ekor (33,33%), sedangkan warna bulu blorok untuk merpati jantan tidak ada dalam penelitian ini karena merpati jantan blorok memang masih jarang ditemui di pasaran. Merpati betina yang memiliki warna bulu terbanyak yaitu coklat yang berjumlah 7 ekor (23,33%). Merpati yang baik memiliki bulu tubuh yang lengkap, lembut dan terasa licin saat dipegang seperti berminyak. Persentase merpati jantan yang memiliki bulu tubuh yang lembut dan terasa licin berjumlah 18 24

ekor (60%), sedangkan merpati betina yang memiliki bulu tubuh yang lembut dan terasa licin berjumlah 9 ekor (30%). (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 17. Warna Bulu Putih (a), Hitam (b), Coklat (c), Blantong (d), Tritis (e), Megan (f), Kelabu (g), Blorok (h), Batik (i) dan Gambir (j) 25

Warna bulu merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 17. Merpati betina lebih sedikit memiliki bulu tubuh yang lembut dan terasa licin dibandingkan merpati jantan, hal tersebut dikarenakan merpati betina lebih sering dipegang oleh peternak untuk keperluan geber (klepek) merpati jantan. Menurut Marshall (2004), bulu halus seperti sutra diduga karena kandungan minyak pada bulu tinggi. Bulu yang kering diduga banyak penyakit, terbang menjadi tidak lurus, daya angkat berkurang sehingga merpati sulit terbang dan membutuhkan lebih banyak energi dan merpati menjadi cepat lelah. Warna bulu merpati jantan maupun merpati betina masih bervariasi, namun pada merpati jantan warna bulu pada bagian leher lebih terang dibandingkan merpati betina, hal tersebut merupakan salah satu ciri untuk membedakan merpati jantan dan merpati betina. Merpati lokal mempunyai warna yang beragam dan mempunyai tiga warna dasar yaitu warna hitam, coklat dan merah. Warna biru (megan) adalah tipe warna bulu burung merpati liar yang dekat dengan warna hitam, sedangkan warna putih adalah albino karena tidak mengandung pigmen sama sekali pada bulu. Warna bulu biru (megan) merupakan warna dari nenek moyang merpati domestik, warna biru disebabkan oleh pigmen hitam yang menyebar (Levi, 1945). Namun menurut Darwati (2012), warna bulu dasar burung merpati lokal ada 5 macam, yaitu hitam (S- B + -C-), megan (ssb + C-), coklat/gambir (S-b-C-;), putih (S- -- cc), dan abu (SsB A -C-). Warna Iris Mata Warna iris mata pada dasarnya ada tiga warna yaitu kuning, putih (pillow) dan coklat (asem). Namun ada juga merpati yang memiliki warna iris mata orange, merah muda hingga merah. Warna tersebut merupakan gradasi dari warna-warna dasar. Selain warna dasar dan warna gradasi dari warna dasar tersebut ada sejumlah merpati yang memiliki warna iris mata yang berbeda pada kedua sisinya, seperti warna iris mata bagian kanan putih (pillow) dan warna iris mata bagian kiri coklat (asem). Jenis warna iris mata ini biasa disebut oleh para peternak dengan sebutan warna iris mata liplap. Selain itu ada juga merpati yang memiliki warna iris mata yang berbeda dalam satu mata seperti sebagian mata berwarna putih (pillow) dan sebagian lagi berwarna coklat (asem). Darwati (2003) menyatakan keragaman fenotipe merpati lokal masih tinggi seperti pada warna iris mata. Persentase warna iris mata merpati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3. 26

Tabel 3. Persentase Warna Iris Mata Merpati Lokal Tipe Tinggian Warna Iris Mata Jantan Betina Jumlah Persentase Jumlah Persentase --- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) --- Kuning 27 90 24 80,00 Putih (pillow) 0-2 6,67 Coklat (asem) 1 3,33 2 6,67 Liplap 1 3,33 2 6,67 Campuran 1 3,33 0 - Warna iris mata merpati jantan terbanyak yaitu kuning dan berjumlah 27 ekor atau 90% dari jumlah merpati jantan yang diamati, sedangkan untuk warna iris mata putih (pillow) pada penelitian ini tidak ada. Warna iris mata merpati betina juga didominasi oleh warna kuning berjumlah 24 ekor atau 80%. Pada penelitian ini ditemukan merpati dengan warna iris mata liplap sebanyak dua ekor pada merpati betina dan satu ekor pada merpati jantan. Burung merpati lokal mempunyai warna mata jingga dan kuning (Salis, 2002). Warna iris mata merpati disebabkan oleh iridic pigmen (Levi,1945). Warna iris mata memberikan pengaruh besar terhadap penglihatan. Warna iris mata merpati yang baik adalah warna iris mata kuning. Hal ini mungkin disebabkan warna iris mata kuning tahan terhadap sinar matahari apabila dilepas pada siang dan sore hari. Warna iris mata putih (pillow) dan coklat (asem) kurang baik. Warna iris mata putih (pillow) diduga tidak tahan terhadap sinar matahari, sedangkan warna iris mata coklat (asem) diduga kurang baik jika cuaca mendung. Namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Warna iris mata merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 18. Selain warna iris mata, hal lain yang harus diperhatikan yaitu bentuk pupil mata. Mata yang baik harus memiliki bentuk pupil yang bulat utuh, hitam dan tidak pecah. Bentuk pupil yang sempurna akan mempengaruhi kemampuan pupil untuk membesar dan mengecil pada saat terkena cahaya. 27

(a) (b) (c) Gambar 18. Warna Iris Mata Coklat (Asem) (a), Putih (Pillow) (b) dan Kuning (c) Bentuk Kepala Bentuk kepala merpati lokal dikelompokkan menjadi tiga bentuk yaitu curut, jenong dan menyerupai burung perkutut. Persentase bentuk kepala merpati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase Bentuk Kepala Merpati Lokal Tipe Tinggian Bentuk Kepala Jantan Betina Jumlah Persentase Jumlah Persentase --- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) --- Curut 13 43,33 7 23,33 Jenong 7 23,33 10 33,33 Perkutut 10 33,33 13 43,33 Bentuk kepala merpati jantan paling banyak pada penelitian ini yaitu curut dan berjumlah 13 ekor dengan persentase 43,33%, sedangkan merpati betina paling banyak memiliki bentuk kepala seperti perkutut dan berjumlah 13 ekor dengan persentase 43,33%. Merpati jantan dengan bentuk kepala jenong pada penelitian ini memiliki rataan kecepatan terbang 9,83 m/detik, rataan terbang merpati jantan dengan bentuk kepala curut yaitu 10,69 m/detik dan rataan kecepatan terbang merpati jantan dengan bentuk kepala perkutut yaitu 10,39 m/detik. Hal tersebut menunjukan bahwa merpati jantan dengan bentuk kepala curut memiliki rataan kecepatan terbang yang lebih tinggi dibandingkan merpati jantan dengan bentuk kepala jenong dan curut. Bentuk kepala merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 19. 28

(a) (b) (c) Gambar 19. Bentuk Kepala Jenong (a), Curut (b) dan Perkutut (c) Berdasarkan pengalaman peternak, merpati jantan dengan bentuk kepala jenong memiliki kemampuan untuk mendarat (menukik) yang baik, sedangkan merpati dengan bentuk kepala curut memiliki kemampuan terbang tinggi hingga terlihat kecil (nitik) di awan. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Bentuk kepala merpati jantan terlihat lebih kasar dan maskulin dibandingkan merpati betina. Selain dari bentuk kepala, paruh dan hidung pun bisa dijadikan peubah untuk membedakan jenis kelamin merpati. Menurut Dewi (2005) merpati betina memiliki bentuk paruh yang panjang dan lurus. Merpati jantan memiliki bentuk paruh yang pendek dengan bagian ujung agak melengkung. Pada hidung merpati jantan terdapat bercak putih, sedangkan hidung merpati betina tidak terdapat bercak putih, hidungnya berwarna merah serta relatif lebih kecil. Bentuk Tubuh Bentuk tubuh dikelompokkan menjadi dua yaitu bentuk menyerupai jantung pisang dan kapal. Darwati (2003) menyatakan bahwa bentuk tubuh merpati performing breed seperti jantung pisang jika digenggam dengan dua tangan, posisi badan dan kaki diselonjorkan ke belakang. Pada posisi tersebut badannya dirasakan padat namun terasa empuk di tangan. Pada saat berdiri badannya terlihat tegap dan dada tampak padat. Bentuk badan yang menyerupai kapal dicirikan dengan tubuh yang panjang menyerupai kapal, jika sedang berdiri maka posisi kepala lebih ke depan dibandingkan kepala dengan bentuk jantung pisang sehingga kepala dan leher sejajar dengan tubuh. 29

Bentuk tubuh antara merpati satu dengan merpati lainnya beragam. Persentase bentuk tubuh merpati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Persentase Bentuk Tubuh Merpati Lokal Tipe Tinggian Bentuk Tubuh Jantan Betina Jumlah Persentase Jumlah Persentase --- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) --- Jantung pisang 21 70,00 11 36,67 Kapal 9 30,00 19 63,33 Bentuk tubuh merpati jantan lebih banyak menyerupai jantung pisang dibandingkan bentuk kapal. Merpati jantan yang memiliki bentuk tubuh menyerupai jantung pisang dalam penelitian ini berjumlah 21 ekor dengan persentase 70%, sedangkan merpati jantan yang memiliki bentuk tubuh menyerupai kapal berjumlah 9 ekor atau 30%. Merpati betina lebih banyak memiliki bentuk tubuh menyerupai kapal dan berjumlah 19 ekor dengan persentase 63,33%, sedangkan merpati betina yang memiliki bentuk tubuh menyerupai jantung pisang berjumlah 11 ekor atau 36,67%. Bentuk tubuh merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 20. (a) (b) Gambar 20. Bentuk Tubuh Jantung Pisang (a) dan Kapal (b) Merpati jantan dengan bentuk tubuh seperti jantung pisang dalam penelitian ini memiliki rataan kecepatan 10,42 m/detik, sedangkan merpati jantan dengan bentuk tubuh seperti kapal memiliki rataan kecepatan terbang 10,30 m/detik. Hal tersebut menunjukan bahwa kecepatan terbang merpati jantan dengan bentuk badan seperti jantung pisang lebih tinggi dibandingkan merpati jantan dengan bentuk tubuh seperti kapal. Hal ini diduga bentuk tubuh seperti jantung pisang akan mengurangi 30

terjadinya gesekan antara tubuh dengan udara sehingga hambatan saat terbang minimal dan kecepatan terbang kencang. Merpati jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih tegap dibandingkan merpati betina. Bentuk tubuh seperti jantung pisang digemari oleh peternak karena bentuk tubuh merpati jantan yang menyerupai jantung pisang diduga pada saat terbang dapat mendarat (menukik) dengan baik. Burung merpati tinggi yang unggul memiliki gaya turun yang tajam (menukik). Hal ini disesuaikan dengan ring lomba yang menuntut merpati tinggi untuk turun tajam. Menurut Darwati (2003) bahwa postur tubuh burung merpati lokal performing breed yang memiliki ketangkasan tumbler (akrobat di udara) adalah merpati jantan, walaupun tidak menutup kemungkinan betina juga ada. Bentuk Ujung Bulu Sayap Bentuk ujung bulu sayap ada dua yaitu bentuk ujung bulu yang lancip dan bentuk ujung bulu yang tumpul. Persentase bentuk ujung bulu sayap merpati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase Bentuk Ujung Bulu Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian Bentuk Ujung Jantan Betina Bulu Sayap Jumlah Persentase Jumlah Persentase --- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) --- Lancip 8 26,67 8 26,67 Tumpul 22 73,33 22 73,33 Merpati jantan maupun merpati betina memiliki persentase bentuk ujung bulu sayap yang sama yaitu 73,33% atau berjumlah 22 ekor untuk bentuk ujung bulu sayap yang tumpul. Merpati jantan dengan bentuk ujung bulu sayap lancip dalam penelitian ini memiliki rataan kecepatan terbang 10,25 m/detik, sedangkan merpati jantan dengan bentuk ujung bulu sayap tumpul memiliki rataan kecepatan terbang 10,44 m/detik. Hal tersebut menunjukan bahwa kecepatan terbang merpati jantan dengan bentuk ujung bulu sayap tumpul lebih tinggi dibandingkan merpati jantan dengan bentuk ujung bulu ayap lancip. Bentuk ujung bulu sayap merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 21. 31

(a) (b) Gambar 21. Bentuk Ujung Bulu Sayap Tumpul (a) dan Lancip (b) Bentuk ujung bulu sayap mempengaruhi saat terbang karena dapat mengurangi gesekan udara pada sayap. Bentuk sayap merpati dapat membuat perbedaan tekanan udara pada bagian atas dengan bawah yang akan menyebabkan daya dorong pada tubuh merpati dari atas ke bawah. Sayap merpati berperan untuk menolak daya gravitasi yang akan menyebabkan burung terbang (Dewi, 2005). Tipe Bulu Sayap Tipe bulu sayap ada dua yaitu tipe bulu sayap rapat dan tipe bulu sayap renggang. Persentase tipe bulu sayap merpati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Persentase Tipe Bulu Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan Betina Tipe Bulu Sayap Jumlah Persentase Jumlah Persentase --- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) --- Rapat 15 50,00 16 53,33 Renggang 15 50,00 14 46,67 Persentase tipe bulu sayap merpati jantan sama antara tipe bulu sayap rapat dan renggang yaitu 50%, sedangkan untuk merpati betina yang memiliki tipe bulu sayap rapat ada 16 ekor atau 53,33%. Merpati jantan dengan tipe bulu sayap rapat dalam penelitian ini memiliki rataan kecepatan terbang 10,32 m/detik, sedangkan merpati jantan dengan tipe bulu sayap renggang memiliki rataan kecepatan terbang 10,45 m/detik. Hal tersebut menunjukan bahwa kecepatan terbang merpati jantan 32

dengan tipe bulu sayap renggang lebih tinggi dibandingkan merpati jantan dengan tipe bulu sayap rapat. Pernyataan tersebut berbeda dengan Yonathan (2003) yang menyatakan bahwa jarak antar bulu sayap rapat dan bulu sayap lebar dapat membantu merpati saat terbang sehingga kecepatan terbangnya lebih cepat. Hal ini dikarenakan tidak ada udara yang lolos diantara sela-sela bulu sayap dan ketika disibakkan akan menghasilkan ayunan yang kuat. Tipe bulu sayap merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 22. (a) (b) Gambar 22. Tipe Bulu Sayap Rapat (a) dan Renggang (b) Tyne dan Berger (1976) menyatakan bahwa sayap pada burung berfungsi memberikan dorongan pada tubuh sehingga menambah kecepatan terbang. Bulu sayap primer merupakan bagian terpenting pada saat burung terbang karena berfungsi seperti baling-baling ketika burung terbang. Tipe Shank Tipe shank dikelompokkan menjadi dua yaitu tipe shank basah dan kering. Tipe shank basah ditandai dengan shank yang bersih, merah dan tampak mengkilap seperti basah, sedangkan tipe shank kering dicirikan dengan shank yang tampak seperti bersisik, berwarna lebih putih dibandingkan tipe shank basah dan terlihat kering. Warna shank merpati lokal sudah seragam yaitu berwarna merah dan diperkirakan homozigot, namun untuk pola warna bulu masih beragam (Salis, 2002). Persentase tipe shank merpati dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 8. 33

Tabel 8. Persentase Tipe Shank Merpati Lokal Tipe Tinggian Tipe Shank Jantan Betina Jumlah Persentase Jumlah Persentase --- (ekor) --- --- (%) --- --- (ekor) --- --- (%) --- Shank kering 26 86,67 15 50,00 Shank basah 4 13,33 15 50,00 Tipe shank merpati jantan lebih didominasi oleh tipe shank kering yaitu 26 ekor dengan persentase 86,67%, sedangkan untuk mepati betina persentase tipe shank basah dan shank kering sama masing-masing 50%. Tipe shank merpati lokal tipe tinggian disajikan pada Gambar 23. (a) (b) Gambar 23. Tipe Shank Kering (a) dan Basah (b) Sifat-sifat Kuantitatif Sifat-sifat kuantitatif merpati yang diamati dalam penelitian ini yaitu bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh seperti lebar dada luar, lebar dada dalam, dalam dada, lingkar dada, panjang dada dan panjang punggung. Selain itu diamati pula jumlah bulu sayap primer, rentang sayap, panjang sayap, lebar bulu ekor, panjang bulu ekor dan jumlah bulu ekor. Sifat Kuantitatif Merpati Jantan dan Betina Bobot Badan Bobot badan merpati jantan dan merpati betina dalam penelitian ini sangat berbeda nyata. Rataan bobot badan merpati jantan yaitu 341,8 ± 27,14 g, sedangkan merpati betina memiliki rataan bobot badan 304,07 ± 34,71 g. Bobot badan merpati 34

jantan memiliki koefisien keragaman sebesar 7,94%, sedangkan bobot badan merpati betina memiliki koefisien keragaman sebesar 11,42%. Hal tersebut menunjukkan bahwa bobot badan merpati betina lebih beragam dibandingkan dengan merpati jantan. Merpati jantan memiliki rataan bobot badan lebih besar dibandingkan merpati betina, namun dalam penelitian ini ditemukan merpati jantan yang memiliki bobot badan yang lebih rendah dibandingkan bobot badan merpati betina. Bobot badan merpati jantan terendah dalam penelitian ini yaitu 280 g, sedangkan bobot badan merpati betina tertinggi yaitu 360 g. Perbedaan bobot badan ini menunjukkan bahwa bobot badan merpati lokal masih beragam, bobot badan ini dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Ukuran Tubuh Ukuran tubuh merpati jantan dan betina yang diamati dalam penelitian ini yaitu lebar dada luar, lebar dada dalam, dalam dada, lingkar dada, panjang dada, panjang punggung dan lebar pangkal ekor. Perbedaan ukuran tubuh merpati jantan dan betina disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Ukuran Tubuh Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina Peubah Rataan ± Simpangan Baku (KK) Jantan Betina Lebar dada luar (cm) 8,83 ± 0,31 (3,46) A 8,26 ± 0,35 (4,29) B Lebar dada dalam (cm) 5,44 ± 0,31 (5,63) A 5,10 ± 0,37 (7,31) B Dalam dada (cm) 6,77 ± 0,25 (3,71) a 6,56 ± 0,37 (5,70) b Lingkar dada (cm) 26,35 ± 0,75 (2,84) A 25,2 ± 1,11 (4,42) B Panjang dada (cm) 7,46 ± 0,24 (3,19) A 7,18 ± 0,39 (5,40) B Panjang punggung (cm) 11,47 ± 0,43 (3,76) a 11,12 ± 0,64 (5,77) b Lebar pangkal ekor (cm) 3,27 ± 0,18 (5,56) A 3,05 ± 0,20 (6,38) B Keterangan : * Superskrip pada baris yang sama menyatakan beda nyata. Jika huruf besar berarti berbeda sangat nyata (P<0,01), sedangkan huruf kecil menandakan beda nyata (P<0,05). * KK = koefisien keragaman. Lebar dada luar, lebar dada dalam, lingkar dada, panjang dada dan lebar pangkal ekor merpati jantan sangat berbeda nyata dengan merpati betina. Selain itu 35

dalam dada dan panjang punggung merpati jantan pun berbeda nyata dengan merpati betina. Hasil tersebut menunjukkan bahwa merpati jantan lebih besar dan lebih panjang dibandingkan merpati betina. Merpati jantan lebih banyak melakukan aktifitas dibandingkan merpati betina, sehingga ukuran tubuh merpati jantan lebih berkembang dibandingkan merpati betina. Hal ini dikarenakan merpati jantan dilatih terbang untuk untuk keperluan lomba balap merpati, berbeda dengan merpati betina yang lebih banyak dikandang atau dipegang oleh joki balap merpati. Selain itu diduga faktor genetik mempengaruhi sifat kuantitatif merpati, karena ada juga merpati jantan yang memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibanding merpati betina, begitu pun sebaliknya. Sayap Jumlah bulu sayap primer, rentang sayap dan panjang sayap diamati antara merpati jantan dan betina. Perbedaan jumlah bulu sayap primer, rentang sayap dan panjang sayap merpati jantan dan betina disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Sayap Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina Peubah Jumlah bulu sayap primer (helai) Rataan ± Simpangan Baku (KK) Jantan Betina 10 ± 0 (0) 9,97 ± 0,18 (1,83) Rentang sayap (cm) 29,95 ± 0,87 (2,90) 29,33 ± 1,14 (3,87) Panjang sayap (cm) 13,56 ± 0,47 (3,48) 13,41 ± 0,48 (3,57) Keterangan : KK = koefisien keragaman. Jumlah bulu sayap primer, rentang sayap dan panjang sayap antara merpati jantan dan merpati betina sama. Jumlah bulu sayap primer merpati biasanya ada 10 helai. Namun dalam penelitian ini ditemukan satu ekor merpati betina yang memiliki jumlah bulu sayap primer 9 helai, sedangkan berdasarkan pengalaman peternak ada juga merpati yang memiliki jumlah bulu sayap primer hingga 11 helai. Rentang sayap merpati jantan dan betina berkisar 29,33-29,95 cm dengan koefisien keragaman 2,90%-3,87%. Panjang sayap merpati jantan dan betina berkisar 13,41-13,56 cm dengan koefisien keragaman 3,48%-3,57%. 36

Ekor Jumlah bulu ekor, panjang bulu ekor dan lebar bulu ekor diamati antara merpati jantan dan betina. Perbedaan jumlah bulu ekor, panjang bulu ekor dan lebar bulu ekor merpati jantan dan betina disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Bulu Ekor Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan dan Betina Peubah Rataan ± Simpangan Baku (KK) Jantan Betina Jumlah bulu ekor (helai) 11,97 ± 0,18 (1,53) 12 ± 0 (0) Panjang bulu ekor (cm) 12,22 ± 0,44 (3,61) A 11,65 ± 0,43 (3,70) B Lebar bulu ekor (cm) 4,42 ± 0,53 (11,93) 4,55 ± 0,74 (16,28) Keterangan : * Superskrip dengan huruf besar pada baris yang sama menandakan berbeda sangat nyata (P<0,01). * KK = koefisien keragaman. Jumah dan lebar bulu ekor antara merpati jantan dan betina sama. Jumlah bulu ekor merpati biasanya ada 12 helai, namun dalam penelitian ini ditemukan satu ekor merpati jantan yang memiliki jumlah bulu ekor 11 helai. Lebar bulu ekor merpati jantan dan betina berkisar 4,42-4,55 cm dengan koefisien keragaman 11,93%-16,28%. Hal tersebut menunjukkan bahwa lebar bulu ekor merpati masih beragam, karena tipe bulu ekor merpati ada dua yaitu tipe menyebar dan tipe menyatu. Panjang bulu ekor antara merpati jantan dan merpati betina sangat berbeda nyata, Panjang bulu ekor merpati jantan cenderung lebih panjang dibandingkan merpati betina, hal ini sesuai dengan bentuk tubuh merpati jantan yang lebih panjang dibandingkan merpati betina. Perbedaan jumlah bulu ekor, panjang bulu ekor dan lebar bulu ekor ini diduga dipengaruhi oleh genetik. Sifat Kuantitatif Merpati Jantan sebelum dan setelah Dilatih Terbang Bobot Badan Bobot badan merpati jantan sebelum dan setelah dilatih terbang sangat berbeda nyata. Bobot badan sebelum dilatih terbang yaitu 341,8 ± 27,14 g dengan koefisien keragaman 7,94%, sedangkan bobot badan setelah dilatih terbang yaitu 336,17 ± 24,04 g dengan koefisien keragaman 7,15%. Hal tersebut menunjukkan bahwa latihan terbang berpengaruh terhadap bobot badan. Merpati dengan bobot 37

badan yang tinggi setelah dilatih terbang akan menurun. Hal ini dikarenakan lemak dalam tubuh merpati selama dilatih terbang akan berkurang, sehingga tubuh merpati semakin kecil tetapi memiliki perototan yang padat. Seperti halnya pada atlit binaraga yang memiliki lemak lebih sedikit dibanding otot karena proses latihan angkat beban yang rutin serta pola makan yang teratur. Namun untuk merpati dengan bobot badan yang rendah, latihan terbang akan membuat bentuk badan semakin padat dan berotot. Ukuran Tubuh Pada saat terbang, bagian-bagian tubuh merpati tentu akan berkontraksi. Beberapa bagian tubuh pasti akan mengalami perubahan selama latihan terbang. Perbedaan ukuran tubuh merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Ukuran Tubuh Merpati Lokal Jantan Tipe Tinggian Sebelum dan Setelah Dilatih Terbang Peubah Rataan ± Simpangan Baku (KK) H1 H14 Lebar dada luar (cm) 8,83 ± 0,31 (3,46) A 8,73 ± 0,34 (3,86) B Lebar dada dalam (cm) 5,44 ± 0,31 (5,63) 5,44 ± 0,32 (5,90) Dalam dada (cm) 6,77 ± 0,25 (3,71) a 6,70 ± 0,22 (3,35) b Lingkar dada (cm) 26,35 ± 0,75 (2,84) 26,22 ± 0,70 (2,67) Panjang dada (cm) 7,46 ± 0,24 (3,19) 7,47 ± 0,24 (3,15) Panjang punggung (cm) 11,47 ± 0,43 (3,76) 11,46 ± 0,30 (2,63) Lebar pangkal ekor (cm) 3,27 ± 0,18 (5,56) 3,29 ± 0,18 (5,36) Keterangan : * Superskrip pada baris yang sama menyatakan beda nyata. Jika huruf besar berarti berbeda sangat nyata (P<0,01), sedangkan huruf kecil menandakan beda nyata (P<0,05). * H1 yaitu hari pertama, sedangkan H14 yaitu hari ke-14. * KK = koefisien keragaman. Latihan terbang merpati berpengaruh terhadap perubahan ukuran-ukuran tubuh merpati. Hasil latihan terbang selama 11 hari menunjukkan bahwa lebar dada luar sebelum dan setelah dilatih terbang sangat berbeda nyata, sedangkan dalam dada sebelum dan setelah latihan terbang berbeda nyata. Lebar dada luar dan dalam dada merpati setelah dilatih terbang nyata lebih kecil dibandingkan sebelum dilatih 38

terbang. Hal tersebut dikarenakan pada saat dilatih terbang, perlemakan pada bagian dada dan sayap berkurang sehingga tubuh menjadi lebih kecil. Namun otot pada bagian sayap yang lebih banyak melakukan aktifitas akan menebal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dewi (2005) bahwa aktifitas terbang pada merpati mengandalkan otot bagian sayap, oleh karena itu merpati yang belum dilatih terbang belum memiliki perototan yang baik di tubuhnya. Proses latihan terbang menyebabkan terbentuknya pangkal sayap yang tebal. Merpati dengan pangkal sayap tebal mampu mengepakan sayap dengan kuat, sehingga kecepatan terbang akan menjadi maksimal. Lebar dada dalam, lingkar dada, panjang dada, panjang punggung dan lebar pangkal ekor sebelum dan setelah diterbangkan sama. Hal ini menunjukkan latihan terbang tidak mempengaruhi ukuran-ukuran tubuh tersebut. Biewener (2012) menyatakan bahwa otot terbang burung dengan ukuran tubuh yang lebih kecil harus mampu melakukan pekerjaan besar untuk menghasilkan tenaga aerodinamis yang dibutuhkan untuk mendukung berat badan di udara dan untuk mengatasi hambatan angin. Sayap Jumlah bulu sayap primer, rentang sayap dan panjang sayap diamati sebelum dan setelah dilatih terbang. Perbedaan bagian sayap merpati jantan sebelum dan setelah dilatih terbang disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Sayap Merpati Lokal Jantan Tipe Tinggian Sebelum dan Setelah Dilatih Terbang Peubah Rataan ± Simpangan Baku (KK) H1 H14 Jumlah bulu sayap primer (helai) 10 ± 0 (0) 10 ± 0 (0) Rentang sayap (cm) 29,95 ± 0,87 (2,90) b 30,10 ± 0,73 (2,43) a Panjang sayap (cm) 13,56 ± 0,47 (3,48) 13,63 ± 0,36 (2,62) Keterangan : * Superskrip dengan huruf kecil pada baris yang sama menandakan beda nyata (P<0,05). * H1 yaitu hari pertama, sedangkan H14 yaitu hari ke-14. * KK = koefisien keragaman. Rentang sayap dalam penelitian ini berbeda nyata sebelum dan setelah latihan terbang. Hal ini dikarenakan masih banyaknya merpati yang mengalami pertumbuhan bulu sayap ke 10 saat dilatih terbang. Jumlah bulu sayap primer 39

sebelum dan setelah dilatih terbang sama yaitu 10 helai. Selanjutnya panjang sayap merpati yang dilatih terbang juga sama karena merpati dilatih terbang sudah dewasa tubuh sehingga tidak terjadi pertumbuhan lagi. Jumlah bulu sayap primer saat merpati jantan diterbangkan harus lengkap, agar kecepatan terbang yang dihasilkan maksimal. Hal ini dikarenakan jika bulu sayap merpati saat diterbangkan lengkap, maka tidak ada udara yang lolos diantara sela-sela bulu sayap sehingga ketika disibakkan akan menghasilkan ayunan yang kuat. Tyne dan Berger (1976) menambahkan bahwa bulu sayap primer merupakan bagian terpenting pada saat burung terbang karena berfungsi seperti baling-baling ketika burung terbang. Ekor Performa bagian ekor merpati jantan disajikan pada Tabel 14. Jumlah bulu ekor, panjang bulu ekor dan lebar ekor sebelum dan setelah dilatih terbang sama. Hal ini menunjukkan bahwa latihan terbang tidak mempengaruhi jumlah bulu ekor, panjang bulu ekor dan lebar ekor. Jumlah bulu ekor, panjang bulu ekor dan lebar ekor sebelum dan setelah dilatih terbang sama. Hal ini dikarenakan merpati yang dilatih terbang sudah dewasa tubuh sehingga tidak terjadi pertumbuhan lagi. Tabel 14. Ekor Merpati Lokal Tipe Tinggian Jantan Sebelum dan Setelah Dilatih Terbang Peubah Rataan ± Simpangan Baku (KK) Jantan Betina Jumlah bulu ekor (helai) 11,97 ± 0,18 (1,53) 11,97 ± 0,18 (1,53) Panjang bulu ekor (cm) 12,22 ± 0,44 (3,61) 12,17 ± 0,42 (3,41) Lebar ekor (cm) 4,42 ± 0,53 (11,93) 4,27 ± 0,55 (12,86) Keterangan : KK = koefisien keragaman. Mepati balap yang baik memiliki pangkal ekor yang tebal dengan bulu ekor yang menyatu. Hal ini akan berpengaruh pada saat pendaratan yaitu memungkinkan pendaratan yang keras (Dewi, 2005). Dikemukakan pula oleh Tyne dan Berger (1976) bahwa bulu ekor merpati berfungsi sebagai pengendali ketika burung terbang dan penentu arah belok, turun dan berhenti. 40

Kecepatan Terbang Melatih terbang merpati lokal berbeda dengan merpati pos, agar dapat kembali ke kandang. Merpati lokal dilatih dengan melepas pada satu arah. Latihan terbang dilakukan dari jarak yang terdekat hingga terjauh. Merpati menemukan arah pulang ke kandang saat diterbangkan dengan dua langkah yaitu penentuan arah rumah dan penggunaan kompas matahari untuk terbang ke arah kandang. Ketika burung merpati tidak dapat melihat matahari, mereka menggunakan kompas magnetik. Merpati mampu mengukur perbedaan dalam sudut kekuatan medan magnet (Walcott, 1996). Namun Wiltschko et al. (2000) menyatakan bahwa kompas matahari merupakan mekanisme paling akurat dalam menemukan arah pulang. Gagliardo (2004) menambahkan bahwa merpati dapat bergantung pada peta penciuman dan visual tempat latih terbang agar bisa pulang kembali ke kandang. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat homing diantaranya keakraban dengan kondisi tempat latihan terbang dan kurangnya informasi penciuman. Burung yang sedang terbang memerlukan lebih banyak oksigen dan sistem respirasi harus dapat memenuhi kebutuhan oksigen. Burung ketika terbang memerlukan oksigen 21 kali lebih banyak dibandingkan saat istirahat (Tyne dan Berger, 1976). Merpati saat terbang mengkonsumsi 17,4 kali lipat oksigen, 7,4 kali lipat peningkatan cardiac output dan peningkatan 2,4 kali lipat oksigen darah ekstraksi serta meningkatkan denyut jantung enam kali lipat (Peters et al., 2005). Farner dan King (1972) menyatakan kecepatan bernapas pada burung berbanding terbalik dengan bobot badan burung. Aktifitas burung sangat mempengaruhi temperatur tubuh dan semakin meningkat temperatur akan menambah kecepatan bernapas burung dan meningkatkan volume oksigen sisa yang tertinggal pada paruparu. Merpati memiliki volume oksigen sisa berkisar antara 5-8 cc. Jarak terbang dan usia merpati mempengaruhi status oksidatif (Costantini et al., 2007). Farner dan King (1972) serta Marshall (1960) menjelaskan bahwa respirasi pada burung dimulai dari larynk, trachea, syrinx, paru-paru dan kantung udara. Burung bernafas dengan hidung dan menutup paruhnya. Tyne dan Berger (1976) menyatakan bahwa oksigen dari hasil inspirasi akan didistribusikan ke dalam sel di dalam tubuh yang nantinya digunakan untuk melakukan proses kimia berupa 41

pembakaran atau oksidasi zat-zat makanan. Proses oksidasi ini akan menghasilkan energi dan zat-zat sisa berupa air dan karbondioksida. Kecepatan terbang merpati dalam penelitian ini diukur pada tiga jarak yaitu 100, 150 dan 200 m. Rataan terbang merpati pada jarak 100 m yaitu 10,64 m/detik, untuk jarak 150 m yaitu 10,52 m/detik dan untuk jarak 200 m yaitu 10,01 m/detik. Perbedaan kecepatan ini karena pada saat terbang merpati mengalami percepatan sebelum mencapai kecepatan maksimalnya. Dalton (1977) menambahkan bahwa merpati menggunakan penerbangan lambat pada saat awal start, sehingga memerlukan jarak terbang yang jauh untuk mencapai kecepatan maksimum. Hasil uji t kecepatan terbang merpati pada jarak 100, 150 dan 200 m disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Kecepatan Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian pada Jarak yang Berbeda Jarak P-Value 100 m dan 150 m 0,658 100 m dan 200 m 0,028 * 150 m dan 200 m 0,090 Keterangan : * = beda nyata (P<0,05) Kecepatan terbang antara jarak 100 m dan 150 m sama, begitu juga dengan dengan kecepatan terbang antara jarak 150 m dan 200 m. Kecepatan terbang antara jarak 100 m dan 200 m beda nyata, pada jarak 100 m merpati terbang lebih cepat karena pada jarak 100 m merpati terbang dengan pola lurus tanpa berputar. Berbeda dengan Ridwansyah (2011) yang menyatakan bahwa kecepatan terbang merpati balap tipe tinggian pada jarak 4 km adalah 18,65-29,18 m/detik. Perbedaan kecepatan terbang ini dikarenakan jarak terbang yang berbeda, hal ini menunjukkan semakin jauh jarak terbang merpati maka kecepatan terbang merpati semakin tinggi. Selain itu Ridwansyah (2011) menyebutkan bahwa dalam penelitiannya kecepatan terbang burung antar periode giring tidak berbeda nyata, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan terbang merpati cenderung stabil. Pola Terbang Merpati lokal tipe tinggian ketika terbang tidak seperti merpati balap datar yang terbang lurus, karena merpati tipe tinggian terbang dengan berbagai pola. Ada tiga pola terbang merpati tipe tinggian, yaitu terbang berputar dahulu lalu terbang 42

lurus, langsung terbang lurus tanpa berputar dan terbang lurus lalu berputar di tengah perjalanan. Merpati yang terbang lebih jauh seharusnya dapat terbang lebih cepat. Namun dalam penelitian ini semakin jauh jarak terbang merpati semakin rendah kecepatan terbangnya. Hal ini disebabkan jarak terbang yang terlalu pendek sehingga merpati belum mendapatkan kecepatan yang maksimun, karena kecepatan terbang di awal merpati terbang lebih kecil. Pada awal terbang merpati harus berusaha mendapatkan momentum untuk mengangkat tubuhnya untuk dapat terbang, awalan ini yang menyebabkan merpati terbang lambat karena merpati harus mampu mengangkat beban tubuhnya. Persentase pola terbang merpati pada jarak yang berbeda disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Persentase Pola Terbang Merpati Lokal Tipe Tinggian Jarak Terbang Pola Terbang 100 m 150 m 200 m ------------------------------- ekor (%) ------------------------------- Lurus langsung 19 (63,33) 17 (56,67) 4 (13,33) Berputar lalu lurus 10 (33,33) 11 (36,67) 22 (73,33) Lurus lalu berputar 1 (3,33) 2 (6,67) 4 (13,33) Pola terbang merpati tipe tinggian pada jarak 100 m dan 150 m paling banyak yaitu pola lurus langsung, sedangkan pada jarak 200 m merpati terbang dengan pola berputar dahulu lalu lurus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak terbang maka pola terbang merpati akan berputar dahulu lalu terbang lurus, karena pada jarak jauh merpati harus lebih mengingat kembali arah pulang kandang sehingga merpati tersebut berputar-putar hingga menemukan jalan pulang. Setelah itu baru merpati dapat terbang lurus dengan kecepatan maksimal. Kecepatan terbang antar merpati pada penelitian ini berbeda, hal ini disebabkan oleh pola terbang merpati yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pola terbang yang memiliki kecepatan terbang tertinggi hingga terendah yaitu pola terbang lurus (10,48 m/detik), pola terbang lurus lalu berputar (10,26 m/detik) dan pola terbang berputar lalu lurus (9,30 m/detik). Pola terbang lurus merupakan pola 43

terbang dengan kecepatan tertinggi, hal ini dikarenakan dengan pola lurus maka waktu yang diperlukan untuk terbang kembali ke kandang lebih sedikit sehingga rataan kecepatan terbang lebih tinggi. Korelasi Bobot Badan dan Ukuran Tubuh dengan Kecepatan Terbang Bagian-bagian tubuh pada saat merpati terbang tentu banyak yang berkontraksi. Hasil analisis korelasi bobot badan, ukuran tubuh, sayap dan ekor dengan kecepatan terbang disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Korelasi Bobot Badan, Ukuran Tubuh, Sayap dan Ekor Merpati dengan Kecepatan Terbang Peubah Bobot badan (cm) 0,087 Lebar dada luar (cm) 0,011 Lebar dada dalam (cm) Dalam dada (cm) Lingkar dada (cm) Panjang dada (cm) Panjang punggung (cm) Jumlah bulu sayap primer (helai) Rentang sayap (cm) Panjang sayap (cm) Jumlah bulu ekor (helai) Panjang bulu ekor (cm) Lebar ekor (cm) Lebar pangkal ekor (cm) Korelasi 100 m 150 m 200 m 0,187 0,071 0,102 0,041 0,292-0,061-0,186-0,339 0,140-0,081 0,035-0,156 0,055 0,051 0,095 0,066 0,308 0,259-0,012-0,131 0,162-0,228 0,229 0,048-0,099 0,153 0,322 0,138-0,073-0,080 0,005-0,005 0,059-0,182 0,091-0,244 0,113 Hasil analisis korelasi menunjukan bahwa tidak terdapat korelasi antara bobot badan dan ukuran tubuh dengan kecepatan terbang. Artinya tidak hanya ukuran tubuh yang dapat mempengaruhi kecepatan terbang, masih banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi kecepatan terbang. Hal ini seperti dikemukakan Tyne dan Berger 44

(1976) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan terbang merpati adalah kecepatan angin, temperatur, dan motivasi terbang. Berbeda dengan Ridwansyah (2011) yang menyatakan bahwa bobot badan, dalam dada, lebar bulu ekor dan lebar pangkal ekor merpati balap tinggian berkorelasi negatif dengan kecepatan terbang. Semakin kecil nilai peubah tersebut maka semakin tinggi kecepatan terbang merpati. Perbedaan ini mungkin dikarenakan jarak terbang yang berbeda. Kecepatan angin mungkin menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan terbang, namun dalam penelitian ini kecepatan angin pada saat pengambilan data kecepatan terbang hanya berkisar antara 0-0,5 m/detik karena latihan terbang dilakukan pada pagi hari yaitu saat kondisi angin stabil dan tiupan angin tidak kencang. Motivasi terbang diduga paling berpengaruh terhadap kecepatan terbang merpati. Yonathan (2003) mengemukakan pengalamannya bahwa kecepatan terbang merpati dipengaruhi oleh sifat birahi (giring). Kondisi fisiologis juga berpengaruh terhadap kecepatan terbang merpati. Pada saat merpati jantan dilatih dan merpati betina sedang bertelur, maka naluri untuk kembali pulang lebih besar. 45