KECEPATAN TERBANG BURUNG MERPATI BALAP LOKAL (TIPE TINGGIAN) SKRIPSI RIDWANSYAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KECEPATAN TERBANG BURUNG MERPATI BALAP LOKAL (TIPE TINGGIAN) SKRIPSI RIDWANSYAH"

Transkripsi

1 KECEPATAN TERBANG BURUNG MERPATI BALAP LOKAL (TIPE TINGGIAN) SKRIPSI RIDWANSYAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ABSTRACT The Flight Speed Of Local Racing Pigeon (Heigth Type) Ridwansyah, S. Darwati, M. Ulfah Local racing pigeon is one of Indonesia s livestock which must be conserved. There are two types of racing pigeon, namely the high racing and the sprint racing type. The purpose of this research was to know the flight speed and the flight pattern of racing pigeon. The research was conducted in south Rawamangun Street, Gg. Kana Tanah Merah Lama, East Jakarta. Fourty six local pigeons (23 males and females respectively) were used in this study. The distance to release the pigeons was 4km from the cage. The data were presented descriptively. The standard deviation, coefficient of variability, and the mean was calculated using the formula coefficient of variation (Walpole, 1992). Research results show that the characteristic of racing pigeon which produced the highest flight speed (29,18 m/second) were the megan feather colour, staightly fly pattern, 330 g of body weight, 22 cm shest circumfence, 5,4 cm of depth chest, 8 cm length back, 18 cm wing feather, 4,4 cm tail and 3,5 cm length tail. Keywords: high racing pigeon, flight pattern, flight speed, quantitative characterstics

3 RINGKASAN RIDWANSYAH. D Kecepatan Terbang Burung Merpati Balap Lokal (Tipe Tinggian). Program Alih Jenis Teknologi Produksi Ternak. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Ir. Sri Darwati MSi. : Maria Ulfah, S.Pt., MSc.Agr. Karakteristik dari burung merpati balap tinggian sangat menentukan kecepatan terbangnya. Bentuk badan mempengaruhi hambatan angin, warna iris mata berpengaruh terhadap daya pengelihatan burung merpati balap tinggian, tipe bulu sayap berpengaruh terhadap kecepatan terbang, tipe bulu ekor berpengaruh terhadap kelincahan ketika terbang, bentuk kepala berpengaruh terhadap kecerdasan. Burung merpati balap tipe tinggian yang memiliki kecepatan terbang yang paling cepat memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Sampai saat ini di Indonesia belum tersedia data lengkap tentang karakteristik merpati balap tipe tinggian sehingga perlu dilakukan penelitian tentang kecepatan terbang dan pola terbang burung merpati balap tinggi. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Jakarta, tepatnya Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 46 ekor burung merpati lokal terdiri dari 23 pasang burung merpati jantan dan betina yang berumur 9 bulan samapi 12 bulan. Jarak melepaskan burung merpati pada penelitian ini sekitar 4 km. Waktu terbang diukur dengan cara sewaktu burung merpati dilepas dari tempat diterbangkan, joki yang melepas memberi aba-aba melalui handphone kepada joki yang berada di kandang bahwa burung merpati siap dilepas. Peubah yang diamati adalah karakteristik kualitatif, kecepatan terbang, pola terbang dan ukuran tubuh burung merpati balap tipe tinggian. Data disajikan secara deskriptif tentang karakteristik kualitatif, kecepatan terbang, pola terbang dan ukuran tubuh burung merpati balap tipe tinggian. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragamannya dihitung untuk mengetahui keragaman dan keseragaman pada ukuran tubuh burung merpati balap tipe tinggian dengan menggunakan rumus koefisien keragaman (Walpole, 1992). Kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian dilakukan selama tiga kali giring. Kecepatan antar periode giring diuji dengan uji t dengan menggunakan rumus (Walpole, 1992). Nilai koefisien keragaman (KK) dari yang paling besar sampai paling kecil adalah lebar pangkal ekor (12,37%), panjang bulu ekor (10,27%), panjang punggung (9,43%), lebar bulu ekor (9,27%), bobot badan (8,15%), dalam dada (7,41%), panjang bulu sayap (7,17%), lingkar dada (3,62%) dan lebar dada (3,48%). Berdasarkan urutan tersebut, maka ukuran tubuh yang paling beragam adalah lebar pangkal ekordan yang paling seragam adalah lebar dada. Lebar pangkal ekor dapat dijadikan penentu seleksi burung merpati balap tipe tinggian karena berpengaruh nyata negatif (P<0,05) terhadap kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian. Kecepatan terbang merpati tidak berbeda nyata antara periode giring satu dengan periode giring yang lain, hal ini menunjukan bahwa setelah burung merpati dilatih maka kemampuan terbangnya cenderung stabil. Hasil analisis korelasi untuk

4 lingkar dada, lebar dada, panjang punggung, panjang bulu sayap dan panjang bulu ekor tidak menunjukkan hubungan yang nyata dengan kecepatan terbang. Bobot badan, dalam dada, lebar bulu ekor dan lebar pangkal ekor menunjukkan hubungan yang nyata dengan kecepatan terbang. Pada pengamatan di lapang diperoleh beberapa pola terbang burung merpati balap tinggian yaitu 1). Pola berputar lalu terbang lurus (burung merpati warna kelabu dan tritis) dengan kecepatan rata-rata masing-masing 18,69 dan 18,65 m/detik, 2). Pola langsung terbang lurus (burung merpati warna megan, hitam, gambir dan megan 2). Dengan kecepatan rata-rata masing-masing 23,62; 25,39; 28,88 dan 29,18 m/detik, 3). Terbang lalu ditengah perjalanan dahulu setelah itu terbang lurus (burung merpati warna blorok, tritis megan, blantong dan kelabu selap) dengan kecepatan rata-rata masing-masing 20,18; 20,21; 21,94 dan 21,94 m/detik. Burung merpati balap tinggian yang memiliki kecepatan terbang tertinggi (29,18 m/detik) mempunyai pola terbang langsung terbang lurus, bobot badan (330 g), lingkar dada (22 cm), dalam dada (5,4 cm), lebar dada (8 cm), panjang punggung (12 cm), panjang bulu sayap (18 cm), lebar bulu ekor (4,4 cm), lebar pangkal ekor (3,5 cm) dan panjang bulu ekor (11 cm). Kata kunci : Burug Merpati, Karakteristik, Kecepatan Terbang, Pola terbang, Ukuran Tubuh.

5 KECEPATAN TERBANG BURUNG MERPATI BALAP LOKAL (TIPE TINGGIAN) RIDWANSYAH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

6 Judul : Kecepatan Terbang Burung Merpati Balap Lokal (Tipe Tinggian) Nama : Ridwansyah NIM : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Ir. Sri Darwati, MSi.) (Maria Ulfah, S.Pt., MSc.Agr.) NIP : NIP : Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi danteknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. CeceSumantri, M.Agr.Sc) NIP : TanggalUjian : 12 September 2011 Tanggal Lulus :

7 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Desember 1985 di Jakarta. Penulis adalah anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Syahril Hamzah dan Ibu Hj. Syofinar. Pada tahun 1993 Penulis masuk sekolah dasar di SD YWKA II di Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Insan Kamil Bogor dan lulus pada tahun 2002, kemudian pada tahun yang sama Penulis melanjutkan sekolah di SMA Insan Kamil Bogor lulus pada tahun Pada tahun 2005 Penulis melanjutkan studi ke Program Diploma, pada Program Keahlian Teknologi dan Manajemen Ternak (TMT) Direktorat Program Diploma dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program S1 Alih Jenis Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana peternakan, Penulis menyusun skripsi yang berjudul Kecepatan Terbang Burung Merpati Balap Lokal Tipe Tinggian.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penulis tertarik pada penelitian burung merpati mengingat burung merpati merupakan salah satu ternak di Indonesia yang harus dijaga kelestariannya. Perlombaan burung merpati merupakan salah satu acara yang mampu memperkaya kebudayaan bangsa. Untuk itu diperlukan perhatian khusus untuk mengembangkannya. Selain itu informasi kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian belum lengkap, oleh karenanya penelitian ini mengukur kecepatan terbang burung merpati tinggian yang dilepas pada jarak 4 km dari kandang, dengan mengacu atau merujuk pada Google Map. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan para penggemar burung merpati balap tipe tinggian pada khususnya, serta untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan peternakan Indonesia. Akhir kata, penulis menyadari kesempurnaan hanya milik Allah SWT, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Bogor, September 2011 Penulis

9 DAFTAR ISI RINGKASAN. ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang.. 1 Tujuan.. 1 TINJAUAN PUSTAKA... 2 Burung Merpati Manfaat Burung Merpati... 3 Merpati Balap Tipe Tinggian... 4 Karakteristik Merpati Balap Tipe Tinggian.. 4 Kecepatan Burung Merpati Tipe Tinggian Pola Terbang... 6 Manajemen Pemeliharaan Merpati Balap Tipe Tinggian. 6 Kandang dan Pengenalan Kandang Merpati Balap. 6 Pemberian Pakan dan Minum pada Merpati Balap Tipe Tinggian... 6 Cara Melatih Burung Merpati Balap Tipe Tinggian... 7 Cara Menjodohkan Merpati Balap... 7 METODOLOGI PENELITIAN.. 9 Lokasi dan Waktu. 9 Materi 9 Ternak. 9 Pakan... 9 Kandang. 9 Peralatan Manajemen Pemeliharaan Merpati Balap Tipe Tinggian i ii iii iv v vi vii viii ix x

10 Cara Pemeliharaan Cara Menjodohkan Cara Melatih Terbang Pemberian Pakan dan Minum Prosedur 12 Pencatatan Jarak dan Waktu Peubah yang Diamati Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Burung Merpati Balap Tinggian Sifat Kualitatif Bentuk Badan Warna Iris Mata Tipe Bulu Sayap Tipe Bulu Ekor Bantuk Kepala Ukuran Tubuh Merpati Terbang Tinggi Kecepatan Terbang Pengaruh Ukuran Tubuh Merpati Balap Terhadap Kecepatan Terbang Pola Terbang KESIMPULAN DAN SARAN UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 32

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Nilai Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keraragaman dari Ukuran Tubuh 10 ekor Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Jantan Rataan dan Uji t Kecepatan Terbang Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Nilai Korelasi antara Rataan Kecepatan Burung Merpati Balap Tipe Tinggian pada Periode Giring I, II dan III Nilai Korelasi Kecepatan Terbang dengan Ukuran Tubuh Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Persamaan Regresi antara Kecepatan Terbang dengan Ukuran Tubuh Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Pola Terbang Burung Merpati Balap Tipe Tinggian... 26

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Burung Merpati Kandang Pemeliharaan Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Kurungan Lepas untuk Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Kurungan Betina Burung Merpati Balap Tinggian yang Dijadikan Bahan Penelitian Bagian-bagian Tubuh Merpati yang Diamati Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Berbadan Gagah dan Tegap Burung Merpati Balap Tipe Tinggian dengan (a) Warna Mata Kuning dan (b) Mata Merah Saga Tipe Bulu Sayap Burung Merpati Tipe Tinggian Tipe Bulu Ekor Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Burung Merpati Balap Tipe Tinggian dengan Bentuk Kepala (a) Jenong dan (b) Kepala Perkutut Burung Merpati yang Masuk Kriteria

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Persamaan Linier Antara Bobot Badan Merpati Balap Tipe Tinggian dengan Kecepatan Persamaan Linier Antara Dalam DadaMerpati Balap Tipe Tinggian dengan Kecepatan Persamaan Linier Antara Lebar Bulu EkorMerpati Balap Tipe Tinggian dengan Kecepatan Persamaan Linier Antara Lebar Pangkal Ekor Merpati Balap Tipe Tinggian dengan Kecepatan Nilai Kecepatan Terbang Merpati Balap Tipe Tinggian pada Periode Giring ke 1, 2 dan Data Ukuran Tubuh Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Hasil Nilai Korelasi Ukuran Tubuh Burung Merpati Balap Tipe Tinggian dengan Kecepatan Terbang Peta Pengukuran Jarak dengan Google Map Istilah istilah pada Burung Merpati... 38

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Burung merpati balap di masyarakat dipelihara untuk kesenangan atau hobi, akan tetapi tidak semua masyarakat memelihara burung merpati balap tipe tinggian. Penggemar atau penghobi burung merpati balap tipe tinggian memelihara burung merpati untuk dilombakan kecepatan terbangnya. Burung merpati balap tipe tinggian yang memiliki kecepatan terbang yang paling cepat memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Fenotipe burung merpati balap tipe tinggian masih beragam di lapang, demikian halnya dengan kecepatan terbangnya. Adapun informasi ukuran tubuh untuk menentukan burung merpati balap tipe tinggian yang cepat terbangnya belum banyak informasinya, juga kriteria untuk memilih burung merpati balap tipe tinggian yang memiliki kemampuan terbang cepat tersebut diantara penggemar burung merpati balap tipe tinggian masih beragam. Informasi kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian belum banyak, karena pada saat burung merpati balap tipe tinggian dilombakan jarang dicatat kecepatan terbangnya. Oleh karenanya penelitian ini mengukur kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian yang dilepas pada jarak 4 km dari kandang serta beberapa ukuran tubuh yang diduga berpengaruh terhadap kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kualitatif, kecepatan terbang, pola terbang dan ukuran tubuh burung merpati balap tipe tinggian. 1

15 TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati termasuk kedalam kelas unggas yang telah lama dikenal di Indonesia dengan sebutan burung dara (Gambar1). Burung merpati merupakan spesies paling terkenal dalam keluarga Columbidae. Menurut Levi (1945), Taksonomi burung merpati adalah sebagai berikut : Kelas : Aves Sub Kelas : Neornithes Super Ordo : Columbiformes Sub Ordo : Columbae Famili : Columbidae Genus : Columba Spesies : Columba livia Gambar 1. Burung Merpati Burung merpati termasuk hewan bertulang belakang dan berdarah panas. Suhu tubuhnya sekitar 41 o C, bentuk tubuhnya sesuai untuk kehidupan udara maupun darat karena memiliki sayap yang panjang untuk terbang dan kaki yang sesuai untuk berjalan dan bertengger tanpa kesulitan. Lehernya panjang dan fleksibel, kepala besar sehingga memberikan kapasitas bagi otak yang besar, tubuhnya kompak, kaku dan bagian vitalnya terlindung dengan baik dari serangan musuh (Levi, 1945). Levi (1945) menyatakan, salah satu ciri yang membedakan burung merpati dengan unggas lainnya karena burung merpati dapat menghasilkan crop milk atau 2

16 susu tembolok yaitu suatu cairan yang berwarna krem menyerupai air susu yang dikeluarkan dari tembolok induk jantan maupun betina. Menurut Sumadi (1991), crop milk yang diproduksi oleh tembolok induk burung merpati memiliki bentuk fisik menyerupai keju dan diproduksi sebelum telur menetas. Cairan inilah yang diberikan induk burung merpati kepada piyik dengan cara meloloh dan memompa ke dalam mulut piyik. Levi (1945) menyatakan, bahwa burung merpati jantan merupakan satu-satunya vertebrata jantan yang menghasilkan makanan dan melolohkan pada anaknya. Manfaat Burung Merpati Burung merpati atau burung dara sejak dahulu telah dimanfaatkan untuk menghasilkan daging, hias, balap dan bahkan untuk keperluan komunikasi (burung merpati pos). Burung merpati yang tergolong tumbler (akrobat merpati di udara diseleksi berdasarkan ketegaran dan penampilan yang terkontrol diudara (Blakely dan Bade, 1998). Burung merpati balap yang memiliki kualitas yang baik digemari oleh anak-anak maupun orang tua. Jenis ini jarang dikonsumsi kecuali burung merpati sortiran yang kualitas terbangnya kurang baik. Jenis burung merpati balap antara lain Racing Homer dan persilangan dengan burung merpati lokal (Hatmono, 2001). Djanah dan Sulistyani (1986) menyatakan, bahwa apabila pemeliharaan burung merpati dilakukan secara intensif, maka pemeliharaan yang awalnya hanya bersifat hobi dapat diubah dan ditingkatkan menjadi hobi menguntungkan yang dapat menambah penghasilan keluarga. Menurut Tanubrata dan Syamkhard (2004), bagi peternak burung merpati balap yang telah mempunyai nama, beternak burung merpati merupakan ladang usaha yang menguntungkan. Harga seekor atau sepasang burung merpati balap sangat bervariasi, burung merpati jantan dewasa yang mempunyai kualitas terbang dan keturunan baik dapat mencapai harga 5 juta rupiah bahkan lebih, sedangkan burung merpati jantan bakalan berharga sekitar 500 ribu rupiah. Darwati (2003) menyatakan, bahwa burung merpati dapat digunakan sebagai game atau performing breed.performing breed ada dua macam, yaitu terbang datar dan terbang tinggi. Burung merpati terbang datar dinikmati penggemar dari atraksi adu kecepatan pejantan dengan jarak tertentu menuju joki yang memegang pasangan 3

17 betinanya. Burung merpati terbang tinggi diterbangkan dari suatu tempat yang jauh (minimal 2 km), dengan demikian dapat terbang tinggi dan akrobat di udara, sehingga atraksi tersebut dapat dinikmati oleh para penggemar. Merpati Balap Tipe Tinggian Menurut Yonathan (2003), burung merpati tipe tinggian sering juga disebut burung merpati kentongan karena ketika dilombakan, kentongan akan dipukul sebagai isyarat bahwa adaburung merpati yang masuk pagupon (kandangnya). Ciri burung merpati balap tipe tinggian yang baik adalah ketika terbang sering menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk mencari tanda yang terdapat di pagupon. Karakteristik Merpati Balap Tinggian Yonathan (2003) menyatakan, bahwa bentuk mata burung merpati balap biasanya bulat jernih dan pandangannya terlihat garang. Kornea mata berwarna hitam dengan lingkaran yang mengelilingi kornea berwarna kuning tua. Warna burung merpati masih bervariasi (Maylinda, 2003). Warna bulu burung merpati terdiri atas tiga warna dasar yaitu hitam, coklat dan merah (Mosca, 2000). Ketiga warna ini akan membentuk variasi warna lain, yaitu warna megan, gambir, blantong, tritis dan blorok (Salis, 2002). Pada burung merpati juga terdapat bulu halus yang tampak mengkilap seperti sutra, bila dipegang akan terasa licin dan halus seperti kapas. Apabila dilihat sepintas seolah-olah bulu ini berminyak dan apabila disiram air sulit menempel (Sutejo, 1998). Menurut Yonathan (2003), bulu ekor berfungsi sebagai pengendali ketika terbang untuk berbelok, turun dan berhenti. Levi (1945) menyatakan, bulu ekor terdiri atas bulu ekor penutup bagian atas, bulu ekor utama dan bulu ekor bagian bawah. Bulu ekor bagian utama mempunyai peran yang penting ketika burung merpati terbang. Sutejo (1998) menyatakan, bahwa bulu sayap yang digunakan untuk terbang terbagi dua bagian, yaitu bulu primer dan bulu sekunder.burung merpati balap sebaiknya memiliki bulu primer berjumlah 10 helai. Burung merpati dapat terbang dengan kecepatan maksimal apabila bulu sayap sudah lengkap. Tyne dan Berger (1976) juga menyatakan, sayap pada burung berfungsi memberikan dorongan pada 4

18 tubuh sehingga menambah kecepatan terbang. Bulu sayap primer merupakan bagian terpenting pada saat burung terbang karena berfungsi seperti baling-baling ketika burung terbang. Burung merpati balap yang baik, memiliki jarak antara bulu sayap rapat karena kerapatan tersebut akan mengakibatkan ayunan kuat jika dikepakkan. Tulang bulu sayap harus lurus, tebal dan kuat. Selain itu bulu sayap harus kering, tebal dan apabila direntangkan, reflek menutupnya sangat cepat. Burung merpati balap yang baik memiliki tubuh sehat, kekar dan berpenampilan gagah. Jika sedang berdiri dadanya membusung. Tubuh merpati yang sehat dan kekar tidak sama dengan merpati yang gemuk karena bila diangkat, bobot badannya tidak terlalu berat tetapi padat (Yonathan, 2003). Burung merpati balap yang unggul memiliki daging yang gembur atau empuk dengan dibungkus kulit ari yang tipis dan bersih. Apabila dipegang, merpati balap terasa ringan meskipun tubuhnya kelihatan besar. Burung merpati balap yang baik memiliki bentuk kepala lonjong tidak terlalu besar atau kecil. Kepala yang terlalu besar menyebabkan merpati tidak dapat terbang cepat dan saat tembak (jatuh ke tangan joki) menjadi lamban (Sutejo, 1998). Kecepatan Terbang Burung Merpati Balap Tyne dan Berger (1976) menyatakan, faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan terbang burung merpati adalah (1) kecepatan angin, (2) suhu, (3) motivasi terbang. Menurut Tritunggal Pigeon Farm (2010), faktor lain yang mempengaruhi kemampuan seekor burung merpati untuk terbang tinggi, terbang cepat, dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu : bobot badan harus seringan mungkin, kerangka tulang yang kuat dan ringan, bulu yang baik, bulu sayap dan ekor yang kuat, tebal dan rapat dan burung merpati harus memiliki mata yang baik sehingga dapat melihat jarak jauh. Pola Terbang Burung terbang dalam berbagai cara, mulai dari meluncur melonjak untuk penerbangan mengepak untuk melayang. Dari jumlah tersebut, jenis paling sederhana penerbangan meluncur. Seekor burung meluncur menggunakan berat (massa) untuk mengatasi hambatan udaradengan gerakan majunya. Untuk melakukan ini secara 5

19 efektif, tentu saja memerlukan massa tertentu dan sebagai akibatnya, hanya burung besar, seperti burung pemakan bangkai, meluncur secara teratur (Ritchison, 2008). Manajemen Pemeliharaan Merpati Balap Tipe Tinggian Kandang dan Pengenalan Kandang Merpati Balap Menurut Yonathan (2003), kandang burung merpati balap tipe tinggian sebaiknya ditempatkan 3-5 m di atas permukaan tanah. Menurut Sutejo (1998), kandang burung merpati balap sebaiknya tidak menempel pada tanah. Kebersihan kandang harus selalu diperhatikan, karena kandang yang kotor dapat menjadi sumber bibit penyakit. Burung merpati balap hendaknya dimandikan minimal satu minggu sekali untuk menjaga kebersihan bulu agar tampak bersih, mengkilap, rapih serta bebas dari serangan penyakit atau kutu. Pengenalan kandang dilakukan sedini mungkin, dimulai sejak merpati belajar terbang. Kegagalan dalam pengenalan kandang sangat merugikan, karena resikonya adalah kehilangan burung merpati. Pengenalan kandang untuk burungmerpati yang baru dilatih dapat menggunakan burung merpati pembantu (untulan) yang sudah hafal kandang dan lingkungan sekitarnya. Latihan terbang dilakukan dengan jarak yang meningkat secara bertahap dan dilakukan secara berulang-ulang agar burung mengenal lingkungan sekitar (Soeseno, 2003). Pemberian Pakan dan Minum pada Merpati Balap Tipe Tinggian Pakan merupakan komponen penting yang harus diperhatikan pada pemeliharaan burung merpati balap. Pemberian pakan harus efisien. Jenis pakan untuk burung merpati balap tinggian tidak berbeda dengan burung merpati lainnya, akan tetapi perlu diperhatikan volume (jumlah pakan) yang diberikan. Jika volume pakan yang diberikan berlebih atau jenis pakannya tidak tepat, perkembangan burung merpati akan terganggu. Pemberian pakan yang efisien berpengaruh positif terhadap perkembangan merpati (Yonathan, 2003). Burung merpati lebih menyukai pakan dalam bentuk butiran atau pelet. Bahan pakan burung merpati terdiri atas padi atau gabah, jagung, beras merah, menir, kacang hijau, kacang kedelai dan juga grit. Contoh bahan yang dapat digunakan sebagai grit adalah pecahan kulit kerang, remis, keong atau bekicot (Djanah dan Sulistyanti, 1986). 6

20 Kandungan gizi dalam pakan yang diberikan kepada burung merpati balap harus diperhatikan (Sutejo, 1998). Bahan pakan yang disimpan terlalu lama dapat mempengaruhi kualitas pakan bahkan menurunkan kandungan gizinya (Yonathan, 2003). Merpati akan lebih cepat mati akibat kekurangan air dari pada kekurangan pakan. Di dalam tubuh, air berfungsi untuk memperlancar pencernaan, menstabilkan suhu tubuh, sebagai penyusun utama darah dan plasma sel. Air minum yang disediakan harus dalam keadaan bersih, karena air dapat menjadi pembawa bibit penyakit. Sebaiknya air diberikan ad libitum (Tanubrata dan Syammkhard, 2004). Cara Melatih Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Sutejo (1998) berpendapat, bahwa burung merpati balap harus dilatih secara bertahap dan rutin. Bentuk-bentuk latihan ditujukan untuk menghasilkan merpati balap yang memiliki stamina yang prima, pola terbang yang baik serta dapat mencapai garis finish dengan cepat. Pelatihan yang diberikan dapat berupa latihan jarak tempuh, latihan mental, latihan mengenal joki dan mengenal medan latihan. Menurut Yonathan (2003), burung merpati balap yang dilatih harus dikelompokkan berdasarkan umur dan kondisi merpati. Tujuan merpati balap dilatih untuk persiapan sebelum lomba, menjaga berat badan burung merpati agar tetap ideal, membentuk otot sayap lebih kuat dan melatih burung merpati jantan agar pengelihatannya lebih tajam mengenali merpati betina pasangannya. Cara Menjodohkan Merpati Balap Umumnya burung merpati jantan yang sudah berumur 3,5 bulan sudah bekur (suara yang dikeluarkan saat melihat merpati betina). Jika burung merpati jantan sudah bekur sebaiknya segera dicarikan pasangan (merpati betina). Menurut Yonathan (2003), setelah berpasangan, kedua merpati tersebut dimandikan dan dimasukkan ke dalam satu sangkar, kemudian pada pagi hari dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 jam. Setelah dijemur, kedua merpati diletakkan dalam kandang tertutup dan tunggu selama 5-6 hari. Ciri burung merpati yang sudah giring (pejantan akan bekur apabila didekatkan dengan betina serta langsung mematuk kepala merpati betina, pejantan mengikuti betina pasangannya). Djannah dan Sulistyani (1986) menyatakan, bahwa burung merpati hidup berpasang-pasangan dan memilih pasangannya sendiri. Burung merpati adalah jenis 7

21 unggas yang setia pada pasangannya. Tingkat kesetiaan jantan terhadap betina menjadi faktor utama yang dapat memacu kemampuan dan kecepatan terbang hingga mencapai garis finish. Tingkat kesetiaan yang tinggi hanya dapat diperoleh jika jantan benar-benar cocok dengan pasangannya. Bulu pejantan akan tampak mekar, mengkilap dan terlihat indah ketika merayu dan betina yang menerima rayuan itu akan mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah berjodoh, pasangan baru itu diberi kesempatan melakukan perkawinan. Ada kalanya jantan tidak mau dijodohkan. Masalah ini dapat diatasi dengan memasukkan betina yang memiliki warna tubuh seperti induk betinanya atau pengasuhnya dimasa kecil. Memorinya akan kembali ke masa lalu, sehingga dia mau mendekati betina calon pasangannya. 8

22 MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai akhir bulan November Materi Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 46 ekor (23 pasang) burung merpati balap lokal tipe tinggian dewasa yang berumur 9 sampai 12 bulan. Burung-burung tersebut diperoleh dari pedagang dan penggemar burung merpati balap tipe tinggian yang sudah terlatih dan siap menjadi burung merpati balap tipe tinggian. Burung merpati selanjutnya dipelihara selama dua minggu dan dilatih untuk digunakan sebagai materi penelitian. Pakan Pakan yang diberikan pada burung merpati selama penelitian adalah jagung kuning yang berukuran kecil atau biasa disebut oleh pedagang dan peternak dengan istilah jagung super. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Kandang Kandang yang digunakan pada penelitian sebanyak 23 buahkandang individu yang berukuran 60 x 45 x 40 cm (Gambar 3), kurungan lepas (Gambar 4) dan kurungan untuk betina (Gambar 5). Kandang terbuat dari kayu, tiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Kandang individu ini hanya diisi sepasang burung merpati balap tipe tinggian. Gambar 2. Kandang Pemeliharaan Burung Merpati Balap Tipe Tinggian 9

23 Kurungan lepas (Gambar 4) berfungsi untuk membawa burung merpati kelokasi burung merpati dilepas. Kurungan lepas ini memiliki kapasitas 12 ekor burung merpati jantan. Gambar 3.Kurungan Lepas untuk Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Kurungan betina (Gambar 5) berfungsi untuk menyimpan merpati betina saat merpati jantan diterbangkan. Burung betina dimasukkan ke dalam kurungan pada saat pagi dan sore hari. Gambar 4. Kurungan Betina Peralatan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah jangka sorong, pita ukur, timbangan meja berkapasitas 5 kg, stop watch dan handphone. Peralatan pendukung lainnya yang digunakan adalah lembar isian yang berisikan data-data yang akan diamati, alat tulis dan kamera digital. 10

24 Manajemen Pemeliharaan Merpati Balap Tipe Tinggian Cara Pemeliharaan Pada pagi hari pukul WIB burung merpati dikeluarkan dari kandang, sedangkan betina pasangannya dimasukkan ke dalam kurungan. Untuk melatih burung merpati jantan, dilakukan penerbangan bertahap dari jarak dekat sampai terjauh dengan dua kali ulangan. Pada siang haripukul WIB hari burung merpati dimandikan setelah itu dijemur di kurungan. Setelah kering langsung dimasukkan ke kandang. Pada sore hari pukul WIB, burung merpati dikeluarkan dari kandang seperti halnya aktivitas pada pagi hari. Setelah itu dimasukkan ke kandang untuk diberi makan dan minum. Pakan dan minum diberikan secara ad libitum. Cara Menjodohkan Burung merpati jantan dan betina dikandangkan secara terpisah saat proses penjodohan, kemudian disatukan di dalam kandang dan dibiarkan beberapa saat. Apabila jantan bekur dan betina memberi tanda dengan menganggukkan kepalanya berarti burung merpati jantan dan betina sudah berjodoh, lalu keduanya dimandikan dan dijemur. Waktu yang diperlukan untuk menjodohkan merpati adalah 3-7 hari. Apabila setelah 7 hari merpati tidak berjodoh, maka burung merpati betina diganti dengan yang lain. Ciri burung merpati yang sudah giring, pejantan akan bekur apabila didekatkan dengan betina lalu langsung mematuk kepala burung merpati betina dan burung merpati betina diam saja, apabila dibiarkan ada kalanya bulu yang ada di kepala burung merpati betina habis, jika jantan giringnya terlalu keras (agresif sekali). Cara Melatih Terbang Latihan terbangdilakukan secara bertahap dimulai dari jarak 5 m. Pada jarak yang sama diulang selama tiga kali terbang, kemudian jaraknya ditingkatkan sampai 4 km. Pada proses latihan terbang burung merpati dimulai dari kandang sampai jarak 4 km melalui 28 titik atau pos pelepasan burung merpati. Latihan terbang biasanya dilakukan pagihari pukul WIB dan sore hari pukul WIB. Pagi hari digunakan untuk melatih burung merpati baru (belum 11

25 mengenal medan), sehingga apabila burung merpati yang dilatih tersesat, masih banyak waktu untuk pulang. Burung merpati yang sudah lama (sudah mengenal medan) dilatih pada sore hari. Pemberian Pakan dan Minum Pakan yang diberikan adalah jagung super yang berukuran kecil. Pakan diberikanad libitum hanya satu kali per hari yaitu pada sore hari. Pakan diberikan didalam kandang. Burung merpati yang sedang mengeram diberi pakan tambahan berupa pakan komersil broiler starter secara ad libitum, sedangkan untuk air minum selalu tersedia dikandang dan diluar kandang. Prosedur Pencatatan Jarak dan Kecepatan Terbang Penelitian ini mencatat kecepatan terbang setiap burung merpati jantan yang digunakan dalam penelitian. Setiap individu diberi identitas dengan memberi nama berdasarkan warna bulu hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam membedakan burung merpati tersebut. Gambar burung merpati yang dijadikan bahan penelitian dapat ditunjukan pada Gambar 6. Pengukuran kecepatan terbang, dilakukan dengan tiga kali periode giring. Setiap periode giring dilakukan 10 kali penerbangan, pencatatan kecepatan terbang (m/detik) dilakukan per periode giring padasetiap individu burung merpati jantan.jarak satu periode giring dengan periode giring berikutnya membutuhkan waktu sekitar dua minggu. Pada penelitian ini telur burung merpati tidak ditetaskan, telur burung merpati ditetaskan oleh burung merpati yang lainnya (babuan). Apabila telur burung merpati ditetaskan oleh induknya, maka pada periode giring berikutnya membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Pencatatan jarak dan waktu burung merpati yang dilepas harus dalam keadaan giring (pejantan akan bekur apabila didekatkan dengan betina serta langsung mematuk kepala merpati betina), apabila tidak dalam kondisi giring maka burung merpati jantan tidak akan menghampiri betinanya. Jarak melepaskan burung merpati pada penelitian ini sekitar 4 km (berdasarkan Google Map, 2011). Burung merpati setelah mengalami masa pemeliharaan selama dua minggu, burung merpati mulai dilepas. Pada jarak awal melepas burung merpati dari kandang sampai jarak 4 km membutuhkan waktu sekitar 4 bulan. 12

26 (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 5. Burung Merpati Balap Tinggian yang Dijadikan Bahan Penelitian : (a) Jantan Kelabu; (b) Jantan Tritis; (c) Jantan Megan; (d) Jantan Hitam; (e) Jantan Gambir; (f) Jantan Megan; (g) Jantan Blorok; (h) Jantan Tritis Megan; (i) Jantan Blorok; (j) Jantan Kelabu Selap. Alat yang digunakan dalam pencatatan waktu terbang ialah stopwatch. Waktu terbang diukur dengan cara sewaktu burung merpati dilepas dari tempat diterbangkan, joki yang melepasmemberi aba-aba melalui handphone kepada joki yang berada dikandang bahwa burung merpati siap dilepas, sehingga kedua joki dapat mencatat waktu saat burung diterbangkan. 13

27 Pada saat burung merpati dilepas maka pencatatan waktu terbang mulai dicatat, ketika burung merpati sudah sampai dikandang maka joki segera melaporkan kepada joki yang melepas burung merpati bahwa burung sudah sampai dikandang. Selisih waktu antara waktu saat burung sampai di kandang dikurangi waktu saat merpati dilepas dicatat sebagai lama terbang dalam satuan menit. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati adalah kecepatan terbang, pola dan ukuran tubuh burung merpati balap tipe tinggian. 1). Karakteristik kualitatif burung merpati balap tipe tinggian dengan mengamati bentuk badan, warna iris mata, tipe bulu sayap, tipe bulu ekor dan bentuk kepala. 2). Kecepatan terbang merpati dihitung dengan cara, kecepatan (v) adalah jarak terbang (s) dibagi lama terbang (t), maka v = s / t. 3). Pola terbang burung merpati dikatagorikan (1) berputar lalu terbang lurus (2) langsung terbang lurus (3) terbang lalu ditengah perjalanan berputar dahulu setelah itu terbang lurus. 4). Ukuran tubuh burung merpati balap tipe tinggian, sebagai berikut : a). bobot badan, diperoleh melalui penimbangandalam satuan gram; b). lingkar dada, diperoleh dengan melingkarkan pita ukur dari pangkal sayap kanan melalui tulang sternum hingga pangkal sayap kiri dengan menggunakan pita ukur dengan satuan cm (Gambar 7); c). dalam dada, diukur tegak lurus dari tulang punggung hingga tulang sternum dengan menggunakan jangka sorong dengan satuan cm (Gambar 7); d). lebar dada, diukur dari jarak tulang humerus kanan dan kiri dengan menggunakan jangka sorong dengan satuan cm (Gambar 7); e). panjang punggung, diukur dari tulang last cervical vertebra hingga pangkal tulang ekor (vertebra caudales) dengan menggunakan pita ukur dengan satuan cm (Gambar 7); f). panjang bulu sayap ke 10, diukur dari ujung tulang phalanx hingga ujung bulu sayap ke 10 dengan menggunakan pita ukur dengan satuan cm; g). lebar bulu ekor, diukur dari sisi sebelah kiri hingga sisi kanan bulu ekor dengan menggunakan jangka sorong dengan satuan cm; 14

28 h). lebar pangkal ekor, diukur dari sisi kiri hingga sisi kanan pangkal ekor dengan menggunakan jangka sorong dengan satuan cm (Gmabr 7) dan i). panjang bulu ekor, diukur dari pangkal ekor (tunggir) sampai ujung bulu ekor yang terpanjang (bulu ekor ke 6) dengan menggunakan pita ukur dengan satuan cm. Analisis data Data yang diperoleh dalam penelitian ini disajikan secara deskriptif yaitu karakteristik kualitatif burung merpati balap tipe tinggian, kecepatan terbang burung merpati, pola terbang burung merpati dan ukuran tubuh burung merpati. Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman dihitung untuk mengetahui keragaman dan keseragaman pada ukuran tubuh burung merpati balap tipe tinggian dengan menggunakan rumus Walpole (1992), yaitu % keterangan : Σ KK SBx X i X N = jumlah = koefisien keragaman = simpangan baku = kecepatan terbang = rata-rata kecepatan terbang dan = jumlah pengamatan Kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian dilakukan selama tiga kali giring. Kecepatan antar periode giring diuji dengan uji t dengan menggunakan rumus Walpole (1992)

29 Keterangan : = uji banding kecepatan terbang merpati balap antara periode giring satu dengan periode giring dua = rataan kecepatan terbang merpati balap periode giring satu = rataan kecepatan terbang merpati balap periode giring dua = simpangan baku = jumlah pengamatan Data ukuran tubuh dan kecepatan terbang selanjutnya dihitung korelasinya (r). Apabila ada korelasi antara ukuran tubuh dan kecepatan terbang, maka dilanjutkan dengan melakukan perhitungan persamaan linier dengan rumus (Y=a+bX) Walpole (1992). Keterangan : r = korelasi X = ukuran tubuh Y = kecepatan terbang n = jumlah yang diamati Keterangan : a = konstanta b = koefisien regresi X = ukuran tubuh Y = kecepatan terbang n = jumlah yang diamati 16

30 B D C A E Keterangan : A = lingkar dada; B = dalam dada; C = lebar dada; D = panjang punggung; E = lebar pangkal ekor Gambar 6. Bagian-bagian Tubuh Burung Merpati yang Diamati (CNRE, 2011) 17

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Burung Merpati Balap Tinggian Karakteristik dari burung merpati balap tinggian sangat menentukan kecepatan terbangnya. Bentuk badan mempengaruhi hambatan angin, warna iris mata berpengaruh terhadap daya pengelihatan burung merpati balap tinggian, tipe bulu sayap berpengaruh terhadap kecepatan terbang, tipe bulu ekor berpengaruh terhadap kelincahan ketika terbang, bentuk kepala berpengaruh terhadap kecerdasan. Karakteristik Kualitatif Bentuk badan Bentuk badan burung merpati balap tipe tinggian yang baik memiliki bentuk badan yang gagah dan tegap. Berdasarkan pengamatan 100% burung merpati memiliki bentuk badan yang gagah dan tegap. Burung merpati yang terlalu besar akan mempengaruhi kecepatan terbangnya. Bentuk badan burung merpati balap tipe tinggian dapat ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 7. Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Berbadan Gagah dan Tegap Warna iris mata Pada pengamatan terdapat dua macam warna iris mata pada burung merpati balap tinggian yaitu kuning 19 ekor (82,4%) (Gambar 8a) dan mata merah saga 4 ekor (17,4%) (Gambar 8b). Burung merpati balap tinggian yang baik memiliki warna iris mata kuning. Hal ini mungkin disebabkan warna iris mata kuning tahan terhadap sinar matahari apabila dilepas pada siang dan sore hari serta pada umumnya burung merpati balap tinggian juara memiliki warna iris mata kuning. Burung merpati balap tinggian yang mempunyai warna iris mata merah saga diduga kurang baik panca inderanya apabila dilepas pada sore hari. 18

32 (a) (b) Gambar 8. Burung Merpati Balap Tipe Tinggian dengan (a) Warna Mata Kuning dan (b) Mata Merah Saga Tipe Bulu Sayap Tipe bulu sayap yang rapat memudahkan burung merpati balap tinggian untuk terbang karena dapat mencapai jarak yang jauh dalam sekali kepakan. Berdasarkan pengamatan kerapatan bulu sayap memiliki nilai 100%. Kerapatan bulu sayap mengakibatkan ayunan kuat ketika bulu sayap disibakkan. Tulang sayap harus lurus, tebal dan kuat. Selain itu bulu sayap harus kering, tebal dan apabila direntangkan, reflek bulu sayap menempel atau merapat ketubuh sangat cepat. Tipe bulu sayap burung merpati balap tipe tinggian dapat ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 9. Tipe Bulu Sayap Burung Merpati Tipe Tinggian Tipe Bulu Ekor Tipe bulu ekor burung merpati yang baik memiliki bulu ekor utama menyatu dengan susunan yang rapih. Hasil pengamatan burung merpati balap tinggian yang memiliki bulu ekor menyatu sebanyak 100%. Bulu ekor adalah kemudi pada saat burung merpati balap tinggian terbang. Bulu ekor yang menyatu dengan susunan yang rapih memudahkan bergerak saat terbang, selain itu memudahkan ketika mendarat dan mengurangi hambatan angin. Tipe bulu ekor burung merpati balap tipe tinggian ditunjukkan pada Gambar

33 Gambar 10. Tipe Bulu Ekor Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Bentuk Kelapa Bentuk kepala burung merpati balap tinggian pada pengamatan ada dua macam bentuk kepala yaitu jenong sebanyak 20 ekor (86,9%) (Gambar 11a) dan kepala perkutut 3 ekor (13,1%) (Gmabar 11b). Bentuk kepala jenong memiliki ukuran yang cukup besar dibandingkan dengan bentuk kepala perkutut. Burung merpati balap tipe tinggian yang memiliki bentuk kepala jenong biasanya memiliki karakter jatuh diatas kepala joki. (a) (b) Gambar 11. Burung Merpati Balap Tipe Tinggian dengan Bentuk Kepala (a) Jenong dan (b) Kepala Perkutut Ukuran Tubuh Merpati Balap Tipe Tinggian Pengukuran sifat kuantitatif meliputi bobot badan, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, panjang punggung, panjang bulu sayap. Lebar bulu ekor, lebar pangkal ekor dan panjang bulu ekor. Keragaman sifat kuantitatif burung merpati balap tipe tinggian dapat dilihat pada Tabel 1. 20

34 Tabel 1. Nilai Rataan, Simpangan baku dan Koefisien Keragaman dari Ukuran Tubuh Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Jantan. Ukuran Tubuh Rata-rata ± Sb (n=10) Kisaran KK (%) Bobot Badan (g) 381 ± 31, ,15 Lingkar Dada (cm) 21,8±0, ,62 Dalam Dada (cm) 6,07±0,45 5,4-6,7 7,41 Lebar Dada (cm) 8,05±0,28 7,5-8,5 3,48 Panjang Punggung (cm) 12,3±1, ,43 Panjang Bulu Sayap (cm) 18,7±1, ,17 Lebar Bulu Ekor (cm) 4,96±0,46 4,3-5,7 9,27 Lebar Pangkal Ekor(cm) 3,96±0,49 3,3-4,7 12,37 Panjang Bulu Ekor (cm) 11,3±1, ,27 Berdasarkan Tabel 1, urutan nilai koefisien keragaman (KK) dari yang paling besar sampai paling kecil adalah lebar pangkal ekor (12,37%), panjang bulu ekor (10,27%), panjang punggung (9,43%), lebar bulu ekor (9,27%), bobot badan (8,15%), dalam dada (7,41%), panjang bulu sayap (7,17%), lingkar dada (3,62%) dan lebar dada (3,48%). Berdasarkan urutan tersebut, maka ukuran tubuh yang paling beragam adalah lebar pangkal ekor dan yang paling seragam adalah lebar dada. Lebar pangkal ekor dapat dijadikan penentu seleksi burung merpati balap tipe tinggian karena berpengaruh nyata negatif (P<0,05) terhadap kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian. Lain halnya dengan penelitian Sucahyo (2005), ukuran tubuh yang paling beragam adalah lebar pangkal ekor (12,5%) dan yang paling seragam adalah lingkar dada (1,99%). Penyebab terjadinya perbedaan hasil penelitian adalah genetik dari burung merpati dan lingkungan sekitar. Kecepatan Terbang Pengukuran kecepatan terbang, dilakukan tiga kali periode giring pada tiaptiap individu sehingga dihasilkan rataan (m/detik). Hasil rataan dan uji t kecepatan terbang burung merpati selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Kisaran kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian pada penelitian ini adalah 18,65-29,18 m/detik dengan keragaman 16,02%. Pada Tabel 2, kecepatan terbang merpati tidak berbeda nyata antara periode giring satu dengan periode giring yang lain. Hal ini menunjukan bahwa setelah burung merpati dilatih maka kemampuan terbangnya cenderung stabil, dan dapat dilihat dari rataan kecepatan 21

35 terbang antara periode I, II dan III tidak berbeda. Burung merpati pada penelitian ini dipilih yang sama dalam keadaan giring, sehingga saat memasuki masa bertelur dari 10 pasang burung merpati tidak berbeda jauh, sehingga burung merpati tidak diterbangkan. Berdasarkan pengamatan dilapangan, angin adalah faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kecepatan terbang burung merpati. Angin yang bergerak sangat kencang cenderung memperlambat terbang burung merpati yang bergerak berlawanan dengan arah angin. Angin yang kencang menyebabkan terbang burung merpati tidak terbang lurus dan cenderung berputar-putar. Tabel 2. Rataan dan Uji t Kecepataan Terbang Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Periode Rataan±Sb (m/detik) t hit P-Value Uji t I dan II 22,26± 3,29 22,53±3,57-0,18 0,859 tn I dan III 22,26±3,29 22,27±3,33-0,01 0,996 tn II dan III 22,53±3,57 22,27±3,33 0,17 0,864 tn Keterangan : Sb = simpangan baku, tn = tidak nyata Hubungan kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian antara giring yang satu dengan giring yang lain pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Nilai korelasi antara rataan periode I dan II, I dan III, II dan III dari hasil ini terlihat nilai korelasinya, sangat nyata (P<0,01) dikarenakan kecepatan tiap-tiap individu yang tidak berbeda seperti disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan pengamatan dilapangan kecepatan merpati terbang tinggi diduga dipengaruhi kondisi giring yang tinggi (rasa ingin menghampiri betina) sehingga kecepatan terbang yang dihasilkan maksimal. Tabel 3. Nilai Korelasi antara Rataan Kecepatan Terbang Burung Merpati Balap Tipe Tinggian pada Periode Giring I, II dan III. Periode R P-Value I dan II 0,97 0,000 I dan III 0,952 0,000 II dan III 0,996 0,000 Pola terbang dan ketahanan tubuh merpati juga mempengaruhi kecepatan terbang yang dihasilkan. Merpati yang memiliki ketahanan tubuh yang baik umumnya akan memiliki kecepatan yang stabil karena pada umumnya merpati akan diterbangkan berulang-ulang. Selain itu pada dua hari terakhir dilatih (menjelang 22

36 bertelur) umumnya merpati dalam kondisi giring yang tinggi sehingga kecepatan terbang yang dihasilkan maksimal. Menurut Tyne dan Berger (1976) faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan terbang burung adalah kecepatan angin, suhu dan motivasi terbang. Pengaruh Ukuran Tubuh Merpati Balap Terhadap Kecepatan Terbang Ukuran tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan burung merpati balap tipe tinggian. Tyne dan Berger (1976) menyatakan ukuran tubuh seperti lingkar dada, bobot badan, dalam dada, lebar dada, panjang punggung, panjang sayap, lebar pangkal ekor, lebar bulu ekor dan panjang bulu ekor sangat mempengaruhi bentuk badan burung. Kecepatan terbang pada burung merpati salah satunya dapat dilihat dari faktor ukuran tubuh. Nilai korelasi kecepatan terbang dengan ukuran tubuh dapat dilihat pada Tabel 4. Analisis korelasi pada Tabel 4 untuk lingkar dada, lebar dada, panjang punggung, panjang bulu sayap dan panjang bulu ekor tidak menunjukan hubungan yang nyata dengan kecepatan terbang. Bobot badan, dalam dada, lebar bulu ekor dan lebar pangkal ekor menunjukan hubungan yang nyata dengan kecepatan terbang. Tabel 4. Nilai Korelasi Kecepatan Terbang dengan Ukuran Tubuh Burung Merpati Balap Tipe Tinggian. Bagian Tubuh Korelasi Bobot Badan -0,865 A Lingkar Dada -0,308 Dalam Dada -0,771 A Lebar Dada -0,564 Panjang Punggung -0,574 Panjang Bulu Sayap -0,616 Lebar Bulu Ekor -0,636 a Lebar Pangkal Ekor -0,722 a Panjang Bulu Ekor -0,574 Ket :Superskrip dengan huruf besar menunjukan perbedaan sangat nyata (P<0,01) Superskrip dengan huruf kecil menunjukan perbedaan nyata (P<0,05) Bobot badan, dalam dada, lebar bulu ekor dan lebar pangkal ekor pada burung merpati balap tinggian berkorelasi negatif dengan kecepatan terbangnya. Bertambahnya bobot badan, dalam dada, lebar bulu ekor dan lebar pangkal ekorakan mengurangi kecepatan terbang burung merpati balap tipe tinggian. 23

37 Berdasarkan hasil analisis korelasi ukuran tubuh dengan kecepatan terbang maka burung merpati yang memiliki kecepatan terbang tinggi pada penelitian ini memiliki bobot badan (330 g), dalam dada (5,4 cm), lebar bulu ekor (4,4 cm) dan lebar pangkal ekor (3,5 cm). Adapun burung yang masuk kriteria cepat terbang pada penelitian ini adalah berwarna megan. Burung jantan berwarna megan tersebut ditunjukkan pada Gambar 12. A B Gambar 12. Burung Merpati yang Masuk Kriteria : a). Jantan dengan Warna Bulu Megan, dan b). Betina dengan Warna Bulu Coklat. Berdasarkan pengamatan di lapangan, para penggemar merpati balap tipe tinggian ketika menyeleksi atau memilih bahan burung yang akan dilatih untuk balap tinggi adalah bobot badan, panjang dan lebar bulu sayap, lebar bulu ekor. Alasan para penggemar ini berdasarkan pengalaman selama memelihara burung merpati. Para penggemar ketika akan memilih burung merpati yaitu meraba atau memperhatikan bobot badannya. Mereka memilih burung merpati yang memiliki bobot badan yang tidak terlalu ringan, karena pada saat terbang burung merpati akan mengahadapi terpaan angin. Apabila tubuhnya terlalu kecil maka burung merpati akan terhempas oleh angin. Para penggemar juga memperhatikan panjang dan lebar bulu sayap. Mereka memilih merpati yang memiliki bulu sayap panjang dan lebar. Bulu sayap panjang dan lebar akan memudahkan merpati ketika terbang, karena merpati dapat menempuh jarak yang jauh dalam sekali kepakan. Para penggemar burung merpati tipe tinggian ketika memilih burung yang akan dilatih akan memperhatikan lebar bulu ekor. Mereka memilih merpati yang 24

38 memliki bulu ekor yang tidak terlalulebar, karena bulu ekor yang tidak terlelu lebar akan mempermudah merpati ketika mendarat. Dari hasil penelitian ini ukuran tubuh yang dapat digunakan untuk seleksi burung merpati balap tipe tinggian adalah dalam dada (r= -0,7771), lebar bulu ekor (r= -0,636) dan lebar pangkal ekor (r= -0,722). Urutan seleksi berdasarkan keragaman adalah lebar pangkal ekor, lebar bulu ekor, dalam dada dan bobot badan. Persamaan regresi kecepatan terbang burung merpati tipe tinggian dengan bobot badan, dalam dada, lebar bulu ekor dan lebar pangkal ekor dapat dilihat pada Tabel 5. Kecepatan terbang dengan bobot badan mempunyai nilai koefisien determinasi paling tinggi dibandingkan dengan dalam dada, lebar bulu ekor dan lebar pangkal ekor yaitu sebesar 71,7%. Persamaan regresi untuk kecepatan terbang dengan bobot badan adalah Y (kecepatan terbang) = 63,8-0,107 BB (bobot badan). Tabel 5. Persamaan Regresi antara Kecepatan Terbang dengan Ukuran Tubuh Burung Merpati Balap Tipe Tinggian Persamaan Regresi P-Value R-Sq(adj) ---%--- Y = 63,8-0,107 BB 0,001 71,7 Y = 63,2-6,65 DD 0,009 54,3 Y = 49,2-5,31 LBE 0,048 33,0 Y = 45,6-5,74 LPE 0,018 46,2 Keterangan: Y = kecepatan terbang; BB = bobot badan; DD = dalam dada; LBE = lebar bulu ekor; LPE = lebar pangkal ekor Persamaan regresi dari kecepatan terbang dengan bobot badan memiliki nilai yang paling besar yaitu 71,7% daripada yang lainnya, akan tetapi volume bobot badan dapat berubah, sehingga bobot badan sulit dijadikan penduga burung merpati yang memiliki kecepatan terbang tinggi. Dalam dada memiliki nilai terbesar ke-2 dari bobot badan dengan nilai 54,3%, oleh karena itu dalam dada bisa dijadikan penduga burung merpati yang memiliki kecepatan terbang tinggi. Pola Terbang Pola terbang merupakan suatu pergerakan yang terbentuk dari udara sehingga menghasilkan bentuk atau pola terbang tertentu. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa pola terbang merpati terbang tinggi seperti disajikan pada Tabel 6. 25

39 Tabel 6. Pola Terbang dan Kecepatan Terbang Burung Merpati Balap Tipe Tinggian. No Pola terbang Ekor Persentase Kecepatan terbang (n=10) ---%--- (m/detik) 1 Berputar lalu terbang lurus ,65-18,69 2 Langsung terbang lurus ,62-29,18 3 Terbang lalu ditengah perjalanan berputar dahulu setelah itu terbang lurus ,18-21,94 Pola terbang burung merpati balap tipe tinggian, berputar lalu terbang lurus, langsung terbang lurus danterbang ditengah berputar lalu terbang lurus. Masingmasing pola terbang memiliki kelebihan dan kekurangan, diantaranya : 1) Polaberputar lalu terbang lurus, yaitu burung merpati waktu awal terbang naik ke atas setelah itu berputar-putar sampai puncak ketinggian dan setelah itu burung langsung terbang lurus. Terdapat 2 ekor burung merpati (20%) (warna kelabu dan tritis dengan kecepatan rata-rata masing-masing 18,69 dan 18,65 m/detik), yang mempunyai pola terbang berputar lalu terbang lurus. Pola terbang ini mempunyai kekurangan, yaitu waktu terbang menjadi lebih lama. 2) Pola langsung terbang lurus, yaitu burung merpati pada awal terbang burung merpati naik ke atas setelah itu terbang langsung lurus sampai puncak ketinggian. Terdapat 4 ekor burung merpati (40%) (warna megan, hitam, gambir dan megan 2 dengan kecepatan rata-rata masing-masing 23,62; 25,39; 28,88 dan 29,18 m/detik), yang mempunyai pola terbang langsung terbang lurus. Kelebihan pola langsung terbang lurus yaitu burung merpati cepat sampai ke tujuan. 3) Terbang lalu ditengah perjalanan berputar dahulu setelah itu terbang lurus, yaitu pada awal terbang burung merpati naik ke atas terbang lurus tapi di tengahtengah perjalanan burung berputar-putar sampai puncak ketinggian lalu terbang lurus lagi. Terdapat 4 ekor burung merpati (40%) (warna blorok, tritis megan, blantong dan kelabu selap dengan kecepatan rata-rata masing-masing 20,18; 20,21; 21,94 dan 21,94 m/detik), yang mempunyai pola terbang disertai berputar ditengah perjalanan. Pola terbang ini dilakukan agar burung merpati untuk mencapai titik tinggi tertentu sehingga waktu turun memiliki kecepatan maksimal. 26

40 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa burung merpati balap tipe tinggian yang memiliki kecepatan terbang tertinggi (29,18 m/detik) mempunyai pola terbang langsung terbang lurus, bobot badan (330 g), lingkar dada (22 cm), dalam dada (5,4 cm), lebar dada (8 cm), panjang punggung (12 cm), panjang bulu sayap (18 cm), lebar bulu ekor (4,4 cm), lebar pangkal ekor (3,5 cm) dan panjang bulu ekor (11 cm). Ukuran tubuh burung merpati balap tipe tinggian yang memiliki korelasi dengan kecepatan terbang adalah bobot badan (-0,865), dalam dada (-0,771), lebar bulu ekor (-0,636) dan lebar pangkal ekor (-0,722). Ukuran tubuh merpati terbang tinggian yang paling beragam adalah lebar pangkal ekor (KK=12,37%) dan yang paling seragam adalah lebar dada (KK=3,48%). Lebar pangkal ekor paling efektif untuk diseleksi. Saran Perlu penelitian lebih lanjut tentang; 1. Morfologi burung merpati balap tipe tinggian, sehingga para pembeli mengerti ciri-ciri burungmerpati tinggian yang baik. 2. Pengukuran ketinggian terbang dari burung merpati tinggian. 27

41 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul Kecepatan Terbang Burung Merpati Balap Lokal (Tipe Tinggian). Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Sri Darwati, M,Si sebagai dosen pembimbing utama dan Ibu Maria Ulfah, S.Pt., MSc.Agr.sebagai dosen pembimbing kedua yang telah banyak membantu dengan tulus, baik dan sabar dalam pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian di lapangan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga ucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Rukmiasih, M,Si dan Ir. Dwi Margi Suci, M,Si sebagai dosen penguji ujian siding dan dosen penguji seminar Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc terimakasih atas ilmu dan sarannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik moral, spiritual, material, nasihat, dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan kewajiban belajar selama ini. Kakakku Ardiansyah Paramita, Chirstina Yulia dan Rosaria Upami Syahril dan Adikku Ferdiansyah yang penulis sayangi, terima kasih buat doa dan dukungannya selama Penulis menjalankan perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Nida Handayani terimakasih atas cinta, dukungan, doa dan kasih sayangnya yang sangat berharga bagi Penulis. Mudah-mudahan kita bisa meraih semua harapan dan cita-cita kita. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di kandang burung merpati Tanah Merah Lama yang telah memberikan dukungan untuk melakukan penelitian, Penulis ucapkan terima kasih pula atas bantuannya selama penelitian hingga penulisan skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Kang Cudel dan teman-teman kuliah (TMT 42 dan alih jenis peternakan), terima kasih telah menjadi teman yang selalu memberi dukungan, bantuan, kerjasama dan semangat sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Kelompok usaha kambing perah Karya Mandiri (Yudhi, Agus, Tantan, Rusman, Fitri dan Fetty) terimakasih atas doa, dukungan serta kekompakannya selama merintis usaha. Teman-teman di Kelompok Pemerhati Lingkungan (KPL) Angsana Diploma IPB terimakasih atas 28

42 semua doa dan dukungannya. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terakhir Penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen dan pegawai di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2011 Penulis 29

43 DAFTAR PUSTAKA Blakely, J. & D. A. Bade Ilmu Peternakan (Terjemahan B. Srigandono dan Soedarsono) Edisi Ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta CNRE Pigeon Skeleton. [21 Juli 2011] Darwati, S Seleksi merpati lokal sebagai performing breed berdasarkan ketangkasan Tumbler. htm [23September 2010] Djanah, D & Sulistyani Beternak Merpati. CV Simplex. Jakarta. Google Map Google Data Peta. [22 September 2011] Hatmono, H Beternak Burung Merpati Potong Sistim Tower. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Maylinda, S Breeding burung merpati. /breedingmerpati.htm. (8 oktober 2010) Mosca, F Basic pigeon genetic. [8 Oktober 2010] Levi, M. W The Pigeon. 2 nd ed. The R. L. Bryan Company, Columbia. California. Ritchison, G Brid Flight II. [21 Juli 2011] Salis, R Studi fenotipe burung merpati lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Peternaian Bogor. Bogor. Sucahyo Karakteristik burung merpati balap tinggi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Peternaian Bogor. Bogor. Soeseno, A Memelihara dan Beternak Burung Dara. PT Penebar Swadaya. Jakarta. Sumadi, I. K Pengaruh pengganti susu tembolok dengan susu atau telur sebagai pakan awal terhadap performans piyik. Tesis. Program Studi Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sutejo Merpati Balap. Penebar Swadaya. Jakarta. Tanubrata, H & U. S. R. Syammkhard Menghasilkan Merpati Balap Sprint Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. Tritunggalpigeonfarm Kemampuan Merpati untuk Terbang Tinggi. [19 Mei 2011] 30

44 Tyne, J. V. & A. J. Berger Fundamentals of Ornithology. 2 nd ed. A Willey Interscience Publication.John Willey and Sons. NewYork-London-Sidney- Torontalo. Walpole, A. E Pengantar Statistik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yonathan, E Merawat dan Melatih Merpati Balap. Agromedia Pustaka. Jakarta. 31

45 LAMPIRAN 32

46 Lampiran 1. Persamaan Linier Antara Bobot Badan Merpati Balap Tipe Tinggian dengan Kecepatan Sumber Keragaman db JK KT F P Regresi 1 100,40 100,40 23,79 0,001 Galat 8 33,77 4,22 Total 9 134,171 Lampiran 2. Persamaan Linier Antara Dalam Dada Merpati Balap Tipe Tinggian dengan Kecepatan Terbangnya. Sumber Keragaman db JK KT F P Regresi 1 79,697 79,697 11,70 0,009 Galat 8 54,474 5,809 Total 9 134,171 Lampiran 3. Persamaan Linier Antara Lebar Bulu Ekor Merpati Balap Tipe Tinggian dengan Kecepatan Terbangnya Sumber Keragaman db JK KT F P Regresi 1 54,242 54,242 5,43 0,048 Galat 8 79,929 9,991 Total 9 134,171 Lampiran 4. Persamaan Linier Antara Lebar Pangkal Ekor Merpati Balap Tipe Tinggian dengan Kecepatan Terbangnya Sumber Keragaman db JK KT F P Regresi 1 69,958 69,958 8,72 0,018 Galat 8 64,213 8,027 Total 9 134,171 33

47 Lampiran 5. Nilai Kecepatan Terbang Merpati Balap Tipe Tinggian pada Periode Giring ke 1, 2 dan 3 Individu Periode I II III Rata-rata Kelabu 18,26 18,87 18,96 18,69 Tritis 18,02 18,87 19,05 18,65 Megan 23,39 22,99 22,22 23,62 Hitam 24,09 22,86 22,1 25,39 Gambir 26,67 28,78 28,17 28,88 Megan 2 27,78 28,57 28,17 29,18 Blorok 20,2 20,1 20,2 20,18 Tristis megan 20,2 20,1 20,3 20,21 Blantong 21,98 22,1 21,74 21,94 Kelabu selap 21,98 22,1 21,74 21,94 Rataan per periode 22,26 22,53 22,27 Simpangan baku 3,29 3,57 3,33 34

48 Lampiran 6. Data Ukuran Tubuh Burung Merpati Warna Burung Merpati Bobot Badan Lingkar dada Dalam Dada Lebar Dada Pjg. Punggung Pjg.bulu sayap Lbr. Bulu Ekor Lbr Pangkal Ekor Pjg. Bulu Ekor KELABU TRITIS MEGAN PUTIH GAMBIR MEGAN BLOROK TRISTIS MEGAN BLANTONG KELABU SELAP rata-rata Simpanganbaku Koefisien Keragaman

49 Lampiran 7. Hasil Nilai Korelasi Ukuran Tubuh Burung Meparti dengan Kecepatan Terbang Bobot Badan Lingkar dada Dalam Dada Lebar Dada Pjg. Punggung Pjg.bulu sayap Lbr. Bulu Ekor Lbr Pangkal Ekor Pjg. Bulu Ekor Lingkar dada 0,598 0,068 Dalam Dada 0,962 0,642 0,000 0,045 Lebar Dada 0,561 0,546 0,626 0,092 0,103 0,053 Pjg. Punggun 0,669 0,437 0,748 0,793 0,034 0,206 0,013 0,006 Pjg.bulu sayap 0,757 0,463 0,800 0,776 0,924 0,011 0,177 0,005 0,008 0,000 Lbr. Bulu Ekor 0,591 0,037 0,547 0,610 0,750 0,751 0,072 0,920 0,102 0,061 0,012 0,012 Lbr Pangkal Ekor 0,835 0,412 0,832 0,661 0,852 0,920 0,690 0,003 0,237 0,003 0,038 0,002 0,000 0,027 Pjg. Bulu Ekor 0,669 0,437 0,748 0,793 1,000 0,924 0,750 0,852 0,034 0,206 0,013 0,006 * 0,000 0,012 0,002 Kecepatan -0,865-0,308-0,771-0,564-0,574-0,616-0,636-0,722-0,574 0,001 0,386 0,009 0,090 0,083 0,058 0,048 0,018 0,083

50 Lampiran 8.Peta Pengukuran Jarak dengan Google Map 37

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Burung Merpati TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati termasuk kedalam kelas unggas yang telah lama dikenal di Indonesia dengan sebutan burung dara (Gambar1). Burung merpati merupakan spesies paling terkenal

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Rawamangun Selatan, Gg. Kana Tanah Merah Lama, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan empat bulan, yaitu mulai bulan Agustus sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Burung Merpati Balap Tinggian Karakteristik dari burung merpati balap tinggian sangat menentukan kecepatan terbangnya. Bentuk badan mempengaruhi hambatan angin, warna

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan merpati di area Komplek Alam Sinar Sari, Desa Sinarsari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung selama bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati )

TINJAUAN PUSTAKA Merpati Karakteristik Merpati ) TINJAUAN PUSTAKA Merpati Menurut Yonathan (2003), penyebaran merpati hampir merata di seluruh bagian bumi kecuali di daerah kutub. Merpati lokal di Indonesia merupakan burung merpati yang asal penyebarannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Lokasi Penelitian Suhu dan kelembaban lokasi penelitian diamati tiga kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Rataan suhu dan kelembaban pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN SKRIPSI RICKY FIRMANSYAH

KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN SKRIPSI RICKY FIRMANSYAH KARAKTERISTIK DAN KECEPATAN TERBANG MERPATI LOKAL TIPE TINGGIAN SKRIPSI RICKY FIRMANSYAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 RINGKASAN Ricky

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF MERPATI BALAP TINGGIAN DAN MERPATI BALAP DASAR JANTAN

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF MERPATI BALAP TINGGIAN DAN MERPATI BALAP DASAR JANTAN IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF MERPATI BALAP TINGGIAN DAN MERPATI BALAP DASAR JANTAN IDENTIFICATION OF QUANTITATIVE TRAITS ON MALE "TINGGIAN" AND SPRINT RACING PIGEONS Dimas Aji S*, Dani Garnida**,

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): 244-248, Agustus 216 PERBEDAAN KARAKTERISTIK TUBUH MERPATI TINGGI JANTAN DAN MERPATI BALAP JANTAN LOKAL Different Characteristics of The Male Body and Columba

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati

Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati Pengaruh Perbedaan Kandungan Protein Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Anak Merpati Erna Winarti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Jln. Stadion Maguwoharjo No. 22 Sleman, Yogyakarta E-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Burung mempunyai daya tarik khusus bagi manusia karena berbagai alasan diantaranya adalah burung lebih mudah dilihat dari hewan lain. Beberapa burung memiliki

Lebih terperinci

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap

114 Warna dasar, pola bulu dan corak bulu burung merpati balap sama dengan burung merpati lokal, kecuali warna dasar putih tidak ditemukan pada balap 113 BAHASAN UMUM Gen yang mempengaruhi ekspresi sifat kualitatif terdapat pada kromosom otosom (kromsom Z), sehingga ekspresi pada kedua jenis kelamin sama, kecuali warna bulu adapula yang terpaut seks.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN PEMERAHAN DENGAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH DI PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT RAHMAWATI JAYA PENGADEGAN JAKARTA SELATAN SKRIPSI NUR HAFIZAH TRISTY DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan 19 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Pusat Pembibitan Puyuh Penelitian ini telah dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Pusat pembibitan ini terdiri atas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku dan Koefisien Keragaman pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis pada Kelompok Umur I 0. HASIL DAN PEMBAHASAN Ukuran-ukuran Tubuh pada Domba Ekor Gemuk dan Domba Ekor Tipis Penggunaan ukuran-ukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak, yaitu sifat kuantitatif untuk dapat

Lebih terperinci

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS OLEH: DWI LESTARI NINGRUM, S.Pt Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki banyak potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan maupun tumbuhan dapat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING S. SOPIYANA, A.R. SETIOKO, dan M.E. YUSNANDAR Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati

TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati Burung merpati mencakup sekitar 255 spesies dengan penyebaran yang hampir meliputi seluruh dunia. Kecuali di kutub dan beberapa kepulauan samudera. Bulunya yang khas berwarna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Mega Bird and Orchid farm, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni hingga Juli 2011. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan rakyat yang terletak di Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Percobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh Malon betina dewasaumur 4-5 bulan. Jumlah puyuh Malon yang dijadikan sampel sebanyak

Lebih terperinci

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO

PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO PENDUGAAN UMUR BERDASARKAN PERGANTIAN BULU PADA ITIK BETINA LOKAL PERIODE INDUKAN SKRIPSI NOVI GIANTI LOKOLLO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT

STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN JARAK GENETIK ANTAR DOMBA GARUT DI BPPTD MARGAWATI, KECAMATAN WANARAJA DAN KECAMATAN SUKAWENING KABUPATEN GARUT SKRIPSI TANTAN KERTANUGRAHA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur. 23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan terhadap sifat rontok bulu dan produksi telur dilakukan sejak itik memasuki periode bertelur, yaitu pada bulan Januari 2011 sampai Januari 2012.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc.

RINGKASAN. Pembimbing Utama : Ir. Sri Rahayu, MSi. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, MAgr.Sc. APLIKASI INDEKS MORFOLOGI DALAM PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN TIPE PADA DOMBA EKOR GEMUK DAN DOMBA EKOR TIPIS SKRIPSI HAFIZ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG HASNELLY Z., RINALDI dan SUWARDIH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km 4 Pangkal Pinang 33134 ABSTRAK

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan IDENTIFIKASI BOBOT BADAN DAN UKURAN UKURAN TUBUH ITIK BALI (Kasus Di Kelompok Ternak Itik Manik Sari Dusun Lepang Desa Takmung Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Provinsi Bali) IDENTIFICATION OF

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1).

III. MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan. Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2013 di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Sumatera Barat (Lampiran 1). 1.2. Materi Materi penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet HASIL Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan Pengamatan perilaku walet rumahan diamati dengan tiga unit kamera IR- CCTV. Satu unit kamera IR-CCTV tambahan digunakan untuk mengamati

Lebih terperinci

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango.

Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Relationship Between Body Weight and Body Size Some Quantitative Properties Goat Kacang in Bone regency Bolango. Oleh *APRIYANTO BAKARI, ** NIBRAS K. LAYA, *** FAHRUL ILHAM * Mahasiswa Progra Studi Peternakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011)

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea (http://maps.google.com, 5 Agustus 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah dari Propinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Propinsi Banten dan bagian dari wilayah Jabotabek. Secara geografis,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh (Coturnix coturnix japonica) Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Awalnya puyuh merupakan ternak

Lebih terperinci

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT HASNELLY Z. dan RAFIDA ARMAYANTI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Perlengkapan penelitian 3.1.1 Objek ternak dan jumlah sampel Ternak penelitian yang digunakan adalah Coturnix coturnix Japonica jantan lokal dan Coturnix coturnix

Lebih terperinci

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda Standar Nasional Indonesia Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...i Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup...1 2 Istilah

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA THE QUANTITATIVE OF LOCAL GOAT FEMALE AS A SOURCE OF BREED AT KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Characterization Quantitative Characters Of Kosta Buck In Pandeglang Regency Province Banten Fajar Purna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang dikembangkan sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Sejak

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS 1. PENDAHULUAN Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. yang didapatkan dari puyuh Coturnix-cotunix japonica pada umur 15 minggu yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. yang didapatkan dari puyuh Coturnix-cotunix japonica pada umur 15 minggu yang 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh dan telur yang didapatkan dari puyuh Coturnix-cotunix japonica

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang HASIL DAN PEMBAHASAN Hemoglobin Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

Atraksi Fisika di Udara

Atraksi Fisika di Udara Atraksi Fisika di Udara Sekumpulan burung Pelikan, Camar dan Angsa terbang indah di udara. Suatu atraksi udara yang sangat menakjubkan! Ada rasa iri yang dapat dimengerti saat manusia menyaksikan pertunjukan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Metode

METODE. Materi. Metode METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah Desa Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama 62 hari dari bulan September

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa 22 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa Jatimulyo, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Assolihin Aqiqah bertempat di Jl. Gedebage Selatan, Kampung Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini lokasinya mudah ditemukan

Lebih terperinci

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA UKURAN DAN BENTUK SERTA PENDUGAAN BOBOT BADAN BERDASARKAN UKURAN TUBUH DOMBA SILANGAN LOKAL GARUT JANTAN DI KABUPATEN TASIKMALAYA SKRIPSI MUHAMMAD VAMY HANIBAL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan

METODE. Materi. Tabel 2. Distribusi Ayam Kampung yang Digunakan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di desa Tanjung Manggu Sindangrasa, Imbanagara, Ciamis, Jawa Barat; di desa Dampyak, Mejasem Timur, Tegal, Jawa Tengah dan di desa Duren Talun, Blitar,

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS. Petunjuk Praktis Pengukuran Ternak Sapi

PETUNJUK PRAKTIS. Petunjuk Praktis Pengukuran Ternak Sapi PETUNJUK PRAKTIS i PENGUKURAN TERNAK SAPI POTONG Penyusun : Awaluddin Tanda Panjaitan Penyunting : Tanda Panjaitan Ahmad Muzani KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu

METODE. Lokasi dan Waktu METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan domba PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. yang berada di desa Tajur Kecamatan Citeureup, Bogor. Penelitian dilakukan selama 9 minggu mulai

Lebih terperinci

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS

STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS STUDI KERAGAMAN FENOTIPE DAN PENDUGAAN JARAK GENETIK KERBAU SUNGAI, RAWA DAN SILANGANNYA DI SUMATERA UTARA SKRIPSI ANDRI JUWITA SITORUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci