Chusnul Mar iyah, Ph.D

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kronologi perubahan sistem suara terbanyak

Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD

SISTEM PEMILU LEGISLATIVE DAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

RINGKASAN PUTUSAN.

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

WORKSHOP DPRD KABUPATEN REMBANG 15 JUNI 2012

Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

KONSEP RESERVED SEATS DALAM AFFIRMATIVE ACTION

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. sesama perempuan yang bersosialisasi ditengah-tengah kehidupan

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

SISTEM PEMILU DI JERMAN

ANALISIS DINAMIKA PENINGKATAN KETERWAKILAN PEREMPUAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (PPP) DALAM PEMILU LEGISLATIF 2014 TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

Demokrasi dan Kebijakan Publik

MENAKAR KONTRIBUSI UU PEMILU TAHUN 2017 TERHADAP PENINGKATAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Abstract. Keywords: election, the electoral system, and a system of proportional open list

THE ROLE OF POLITICAL PARTIES TO IMPROVE WOMEN REPRESENTATION IN PARLIAMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND LOCAL LEGISLATIVE. Aisah Putri Budiatri

Dampak Diterapkannya Aturan Suara Terbanyak terhadap Keterwakilan Perempuan dan Gerakan Perempuan

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

Meningkatkan Keterwakilan Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

Meningkatkan Keterwakilan Perempuan

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

DARI PABRIK KE PARLEMEN: GERAKAN BURUH INDONESIA PASCA- REFORMASI

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

MEMBACA TEKS UNDANG-UNDANG PEMILU NO 8 TH 2012-DIANALISIS DARI KONTEKS LAHIRNYA UU TERSEBUT, KEPENTINGAN APA DAN SIAPA YANG IKUT MENENTUKAN LAHIRNYA

RDPU Baleg DPR RI. 14 Juli 2010

Tindak Afirmasi untuk Menjaga Keterwakilan Perempuan dalam Perpu Pasca Judicial Review UU Pemilu No. 10/2008

Antara Harapan dan Kecemasan Menyusup di Celah Sempit Pemilu 2004

Peran Pemerintah Dalam Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan

KETERWAKILAN POLITIK KAUM PEREMPUAN PADA PEMILU LEGISLATIF PERIODE DI KOTA PONTIANAK. Oleh: David Heriyanto Simamora NIM. E.

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

Pemilu tahun 2009 di Indonesia berhasil meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik (Dewan

P E N G A N T A R. Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota

DAFTAR RIWAYAT HIDUP CALON ANGGOTA TIM SELEKSI BAWASLU PROVINSI PROVINSI.

BAB II. Konteks Historis Penetapan 30% Kuota Calon Legislatif Perempuan. A. Proses Keluarnya Penetapan 30% Kuota Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu

Kandidasi Perempuan Caleg Di Kota Surabaya Dalam Pemilihan Legislatif 2014

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN. PG Tetap PDIP PPP PD PAN PKB PKS BPD PBR PDS

PEREMPUAN DAN POLITIK DARI PEMILU KE PEMILU : Mengawal Keterwakilan Perempuan Melalui Affirmative Action

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN

PEREMPUAN dan POLITIK. (Studi Kasus Perempuan dan Politik di Jemaat GKE Tewah Pada. Pemilu Legislatif Tahun 2009 Kabupaten Gunung Mas)

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM POLITIK LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH

Peranan Penyelenggara Pemilu dalam Pendidikan Pemilih untuk Mewujudkan Pemilu yang Berkualitas

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

KAJIAN TEORITIS PEMGARUH SISTEM PENETAPAN CALON TERPILIH DENGAN SUARA TERBANYAK TERHADAP PEMENUHAN HAK AFFIRMATIVE ACTION

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM DPR, DPD DAN DPRD. Komisi Pemilihan umum

Volume 23 No. 2, April Juni 2010 ISSN Daftar Isi. Akuntabilitas Diskresi Birokrasi di Era Otonomi Daerah Sri Juni Woro Astuti...

Representasi Perempuan di Parlemen Indonesia

PERBANDINGAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF ERA REFORMASI DI INDONESIA

PERSPEKTIF JENDER TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG DIHAPUSKANNYA KEBIJAKAN AFIRMATIF PEREMPUAN DI PARLEMEN PADA PEMILU TAHUN 2009

Jurnal Saintech Vol No.02-Juni 2016 ISSN No

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Sistem Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 Oleh Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI Periode )

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. Eksekutif.Dengan diaturnya partai politik sebagai satu-satunya tempat untuk

I. PENDAHULUAN. politik masih sangat terbatas. Bahkan di negara yang demokrasinya sudah mapan

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

Menuju Pemilu Demokratis yang Partisipatif, Adil, dan Setara. Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Jakarta, 16 Desember 2015

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

BAB V1 PENUTUP. Terdapat tiga variabel dalam kajian tentang personal branding calon legislatif

Electoral Law. Electoral Process. Electoral Governance

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu

REKRUTMEN POLITIK CALON LEGISLATIF PEREMPUAN PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDIP) KOTA TANJUNGPINANG PADA PEMILIHAN LEGISLATIF 2014

PENCOMOTAN PEREMPUAN UNTUK DAFTAR CALON

Menghadirkan Kepentingan Perempuan dalam Representasi Politik di Indonesia

Transkripsi:

Sistem Pemilu dan Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan Oleh Chusnul Mar iyah, Ph.D www.chusnulmariyah.or.id cmariyah2004@yahoo.com Chusnul Mar iyah, Ph.D Pendidikan: Doktor Ilmu Politik dari Sy dney University, 1998 Sarjana Ilmu Politik, FISIP UI, 1987 Sekolah Pendidikan Guru, SPG Negeri Lamongan, 1979 Short Cources: F ederalism, Easton University, USA 1997; Transaprancy in Political Parties, O xford Univ ersity, UK 2002; Urban Studies, ANU, Australia 1993; Japanese Studies, Hosei Univ ersity, Jepang 1985 dll. Pekerjaan: Dosen Ilmu Politik, F ISIP Universitas Indonesia 1982-sekarang Research Fellow, the V ictoria Univ ersity, Melbourne, A ustralia, 2008 Anggota Komisi Pemilihan Umum 2001-2007 Ketua Program Pascasarjana Ilmu Politik, FISIP UI, 2000-2003 Dosen Politik Asia Tenggara, Sy dney University, A ustralia 1992-1996 Aktiv is P erempuan, P erempuan Aktivis

Introduction Demokrasi, perempuan dan Electoral gender quota : transisi politik membuat perubahan konsensus politik, tuntutan gerakan perempuan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan Demokrasi: full partisipation and political equality, from the politics of ideas to the politics of presence Terdapat sekitar 50 negara di dunia yang menggunakan model quota untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen Quota dapat dilakukan dengan voluntarary oleh partai politik atau secara perundang-undangan Model peningkatan keterwakilan perempuan Scandinavian model: the incremental track to equal political representation for women and men, bahwa peningkatan keterwakilan perempuan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai gender equality. Quota perempuan diperkenalkan pada tahun 1980an pada saat keterwakilan perempuan di parlemen sudah mencapai 20-30 per cent (a strong power base). Denmark, norway and Sweden membutuhkan waktu 60 tahun untuk mencapai 20 %; dan 70 tahun untuk mencapai 30 %.

Model Amerika Latin The fast track, gerakan perempuan tidak mau menunggu lama seperti pengalaman di negara-2 scandinavian tersebut Digunakan electoral gender quota sebagai tindakan afirmatif untuk meningkatkan jumlah perempuan di parlemen Contoh: Costa Rica dari 19 ke 35 %, di Afrika Selatan memiliki keterwakilan perempuan 30 % pada saat pertama kali dilaksanakan pemilu setelah perubahan rezim (demokratisasi) Electoral system and gender quota country Women % Type of quota Electora l system Rwanda 56,3 (2008) C, L List-PR Sweden 46,4 (2006) P List-PR Denmark 38,0 (2007) NQ List-PR Findland 40,0 (2007) NQ List-PR Netherland 42,0 (2006) P List-PR Norway 39,6 (2009) P List-PR Cuba 43,2 (2008) NQ NDE Mozambique 39,6 (2009) P List-PR

Electoral system and gender quota country Women %/ rank Type of quota Electora l system Spain 36,6 (2006) P MMP Belgium 38,0 (2007) L List-PR Argentina 38,5 (2009) C,L List-PR Germany 32,8(20 09) P MMP South Africa 44,5 (2009) P List-PR Iceland 42,9 (2009) P List PR Indonesia 18,0 (2009) L List-PR Keterangan Constitutional quotas ( C ), quotas by law (L), political party quotas only (P), no quota (NQ) Proportional Representation (list-pr), mix member proportional (MMP), non Democratic elections (NDE) Data diambil dari IPU, 28 February 2010

Pemilu 2004: memperkenalkan sistem Quota untuk calon legislatif perempuan UU no 12 tahun 2003 pasal 65 tentang calon legislatif sedikitnya 30 % UU no 31 tahun 2002 pasal 7 dan 13 Peningkatan jumlah perempuan melalui peningkatan jumlah caleg perempuan Peningkatan keterwakilan perempuan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota relatif signifikan (Bukit Tinggi 25 %, Kota Yogyakarta 22 %, data pada pemilu2 sebelumnya untuk provinsi tidak lebih dari 5 % dan untuk kabupaten/kota hanya rata2 1 %, lihat data pemilu 2004 dan 2009 untuk Kabupaten/Kota dan Provinsi), sementara secara nasional meningkat dari 8 % menjadi 11 % (pada pemilu 2004) Pemilu 2009 Bagaimana peni ngkatan jumlah perempuan dari 11 % menjadi 18 % pada pemilu 2009 dengan memasukkan model zipper sistem dan suara terbanyak? Persoalannya pemilu 2009 merupakan the liberal machiavelian election, pemilu terbuka tapi penuh dengan tipu muslihat Intervensi administrasi pemilu seringkali dilakukan dalam bentuk rekayasa konstitusi, penguasaa n dan pengendalian lembaga penyele nggara pemilu, subversi peraturan dan atura n pemilu, manipulasi proses pemilu, pendaftaran pemilih dan penyelenggaraan pemilu), seperti terlihat di Gambia, Nigeria dan Ghana. Di Ghana, menyam but pemilu 1996, pemimpin oposisi menyatakan sangat khawatir bahwa telah terjadi a swollen and inaccurate voters register, providing opportunity, in combination with various loopholes in electoral procedur es, for under-age voting, stuffing ballot boxes and other ways of inflating the government s vote (Jeffries, 1998: 189-208).

Problem dan Strategi sedikit perempuan yang dianggap memiliki kemampuan atau kualitas untuk menjadi calon legislatif Anggapan masih sedikit perempuan yang memiliki resources dan komitmen publik Adanya secara formal atau informal diskrimasi terhadap perempuan dalam politik, terjadi proses peminggiran dan glass ceilings Resistensi terhadap kuota oleh para elit partai politik strategi Women empowerments, capacity building, untuk meningkatkan komitmen perempuan dalam ranah publik ( women judge by society based on their presumption, men judge based on individual merit) Partai politik harus secara aktif merekrut perempuan (memperkuat jaringan dengan civil society) Membuktikan bahwa kuota gender dapat meningkatkan efektifnya kebijakan publik yang ramah gender

Sistem penyelenggaraan pemilu Pemahaman KPU dalam implementasi peningkatan keterwakilan perempuan, contoh pada pemilu 2004 partai politik dapat menambahkan hanya dengan caleg perempuannya pada tahapan memperbaiki persyaratan caleg. Electoral border: magnitude daerah pemilihan yang besar (pilihan 3-6 kursi dalam satu Dapil atau 6 12 kursi dalam satu dapil) memberikan kesempatan kompetisi yang lebih ramah gender. Perjuangan pengambilan putusan Dapil adalah perjuangan anggota Perempuan KPU Dengan kata lain sistem pemilihan PR lebih ramah gender dibanding single member constituency (distrik) Amerikanisasi kampanye dan persoalan money politics menjadi hambatan utama dalam kompetisi pemilu Dukungan Partai Tidak jelasnya komitmen dan kebijakan dari partai politik dalam meningkatkan gender equality Perebutan nomor urut dalam daftar caleg (pada pemilu 2009 digunaka n UU yang memberikan kesempatan ba hwa dari 3 nomor urut harus ada satu perempuan) Daftar urutan caleg masih sangat penting posisinya (memahami struktur dan proses rekrutmen caleg di Partai Politik), bagaimana proses rekrutmen perempuan di partai politik? Relasi kekuasaan ataukah memiliki kemampuan leadership, a genda yang kuat untuk perjuangan kebijak an publik yang ramah gender Pertanyaannya apakah suara terbanyak diyaki ni memberikan konstribusi terhadap peningkatan keterwakilan perempuan (pr osentasi terbesar perempuan yang terpilih di DPR adalah nomor satu dan nomor dua)?

Electoral quota dan kebijakan publik Memiliki dampak yang sangat besar untuk menekan partai politik dalam meningkatkan jumlah perempuan baik sebagai caleg maupun terpilih Partai politik dan caleg memenangkan pemilu sebagian besar bukan didasarkan kepada posisi kebijakan yang akan diambil, namun lebih didasarkan alasan memiliki basis massa, basis sosial, basis ekonomi dan jaringan. Sementara caleg perempuan sebagian besar belum dapat menyamai posisi caleg laki-laki dalam konteks tersebut di atas. penutup Peningkatan jumlah perempuan di parlemen harus diikuti dengan kebijakan publik yang ramah gender untuk dapat mempertahankan pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen Walaupun perempuan sudah sangat aktif dalam kegiatan politik di masyarakat, namun masih sangat sulit untuk dapat menembus crit ical mass dalam electoral politics di setiap tingkatan parlemen (DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota)

penutup Perlu dilakukan studi lanjutan tentang meningkatnya jumlah keterwakilan perempuan dan hubungannya dengan kebijakan publik? Perempuan yang terpilih dapat juga anti-feminist dan kemungkinan bahkan menolak inisiatif perjuangan feminis (pro-conventional agenda patriarchy) Contoh agenda kebijakan gender interests, domestic violence, rape, gender equity stated as men and women Selamat berjuang! Referensi UU no 12 tahun 2003 yang kemudian diganti UU no 10 tahun 2008 tentang pemilu, UU no 31 tahun 2002 tentang partai politik Dahlerup, Drude and Lenita Freidenv all, Quota as a fast track to Equal Representation for women, International Feminist Journal of Politics, 7:1 March 2005, 26-48. Adejumobi, Said. Elections in Africa: A F ading Shadow of Democracy? in International Political Science Rev iew (2000), 21: 1, 59-73. Huntington, S. and C.R. Moore. A uthoritarian Politics in Modern Society (New York: Basic Books, 1970). Jeffries, Richard. The Ghanaian Elections of 1996: Tow ards the consolidation of democracy? in African Affairs (1998), 97, 189-208. Internastional Parliamentary Union, 28 february 2010. Rose, Richard. Ed. International Ency clopedia of Elections (London, Macmillan Ltd: 2000).