PERBANDINGAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF ERA REFORMASI DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF ERA REFORMASI DI INDONESIA"

Transkripsi

1 128 PERBANDINGAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF ERA REFORMASI DI INDONESIA Bismar Arianto 1 Abstract Throughout the era of reformation there has been three times of legislative elections of 1999, 2004, and With the changing rules of electoral systems, each had brought its implication on the mechanism and quality itself. Based on the phenomenon was this research conducted. Results show significant difference from one election to another and the district tending system with multirepresentative members, as well. Key words : legislative elections, rules of electoral systems A. Latar Belakang Kajian yang akan penulis lakukan ini berjudul Perbandingan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Legislatif Era Reformasi Di Indonesia. Sebelum penulis menjelaskan tentang latar belakang penulis tertarik untuk melakukan kajian ini, penulis akan menjelaskan atau memberikan pemahaman tentang judul tulisan ini terlebih dahulu. Penyelenggaraan pemilihan umum legislatif era reformasi di Indonesia maknanya adalah pemilihan umum yang dilaksanakan sejak mulainya era reformasi di Indonesia. Era reformasi adalah masa atau periode pasca jatuhnya Presiden Soeharto akibat gerakkan mahasiswa Pasca tumbangnya rezim otoritarian itulah dikenal dengan sebutan era reformasi. Sejak era reformasi sudah dilaksanakan tiga kali pemilihan umum legislatif (pileg) yaitu tahun 1999, 2004 dan Kajian ini penulis bermaksud ingin membandingkan penyelenggaraan pileg di era reformasi dilihat dari undang-undang yang mengatur tentang pileg tersebut. Ketiga undang-undang itu adalah Undang-undang No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum yaitu undang-undang yang mengatur penyelenggaraan pileg tahun 1999, kemudian Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan undang-undang yang mengatur penyelenggaraan pileg tahun 2003, serta Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan undang-undang yang menjadi acuan pelaksanaan pileg Penyelenggaraan pemilu berdasarkan ketiga undang-undang ini yang ingin penulis bandingkan. Secara materi tidak semua isi undang-undang tersebut yang akan penulis bandingkan, tetapi hanya pada materi tertentu yang sangat memiliki pengaruh terhadap kualitas pemilu dan dampak yang ditimbulkan dari penyelenggaraan pileg tersebut. Subtansi 1 Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP UMRAH

2 Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2, No. 2, 2011 : undang-undang pileg yang akan penulis bandingkan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1. Materi Undang-undang yang akan diperbandingkan Sumber : Data olahan 2011 Berdasarkan pemaparan di atas diharapkan bisa dipahami arah dari tulisan ini. Ada empat pertimbangan utama penulis tertarik untuk melakukan kajian ini. Pertama, sejak negara Indonesia terbentuk sudah dilaksanakan sebanyak sepuluh kali pileg. Pemilu legislatif pertama tahun 1955 ini adalah pemilu pada masa orde lama kemudian 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 ini adalah pemilu pada masa orde baru, selanjutnya tahun 1999, 2004 dan 2009 adalah pileg di era reformasi. Sebagian besar dari pelaksanaan pileg tersebut belum mencapai esesensi dari pelaksanaan pemilu. Pemilu dalam suatu negara yang demokratis mempunyai arti penting : pertama, merupakan mekanisme seleksi kepemimpinan yang demokratis, kedua, merupakan mekanisme bagi berlangsungnya sirkulasi elit, dan ketiga, merupakan persaingan seseorang dalam merebut kekuasan secara damai, etis dan beradab. Idealnya pemilu harus dapat menjadi jembatan transfer of power dan power compitition yang berlangsung dalam karangka yang demokratis damai dan beradab (J. Kristiadi ; 2004).

3 128 Tiga arti penting dari pemilu itu belum terwujud karena kuatnya intervensi rezim dalam pelaksanaan pileg terutama pada era orde baru. Penjelasan ini diperkuat dengan pendapat Lili Romli yang mengatakan jika sebelumnya pada masa Orde Baru partisipasi politik masyarakat dimobilisasi oleh rezim penguasa, maka saat ini variabel partisipasi itu bisa dikatakan hanya tinggal kemauan masyarakat saja (Seputar Indonesia, Selasa, 7 Juli 2009). Maknanya jika pelaksanaan pemilu dimobilisasi oleh rezim yang berkuasa maka pelaksanaan pemilu tersebut bisa dipastikan tidak berlangsung fair. Maka secara otomatis akan menguntung rezim pasa masa itu. Kondisi seperti inilah yang terjadi pada era orde baru. Pertimbangan kedua, pemilu adalah salah satu cara untuk mencapai konsensus politik (kesepakatan politik). Maswardi Rauf mengatakan pemilu adalah salah satu cara untuk mencapai konsensus politik, selain musyawarah dan pemungutan suara (voting) (Maswardi Rauf ; 2001;35-41). Dari penjelasan itu digambarkan bahwa pemilu adalah salah satu sarana untuk menyelesaikan konflik politik secara persuasif. Pada kasus pemilu 1999, apa yang dilakukan oleh pemerintah pada era itu adalah bagian dari upaya untuk menyelesaikan konflik politik, di mana masyarakat tidak percaya dengan pemerintah yang berkuasa. Dalam pandangan penulis Presiden Habibi sebagai pengganti Soeharto memilih tidak menjalani seluruh masa tugas tapi lebih memilih untuk mempercepat penyelenggaraan pemilu demi mempercepat berakhirnya antipati masyarakat pada pemerintah. Pertimbangan ketiga, ada perbedaan yang mendasar antara pemilu era reformasi dengan pemilu sebelumnya. Pada pemilu sebelumnya terutama pada pemilu di zaman orde baru masyarakat hanya memilih lambang partai politik peserta pemilu, calon terpilih diserahkan kepada mekanisme partai tersebut dan berdasarkan nomor urut. Sedangkan pada tiga pemilu terakhir (pemilu 1999, 2004 dan 2009) masyarakat memilih lambang partai atau calon dan yang terpilih berdasarkan suara terbanyak. Alasan keempat penulis tertarik melakukan kajian ini adalah acuan pelaksanaan pemilu adalah undang-undang yang mengatur tentang pemilu. Setiap pemilu pasca reformasi undang-undang pemilu selalu berubah atau tidak sama. Perubahan ini tentunya ingin mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang lebih baik. Karena selalu berubah maka menurut penulis penting untuk dibandingkan ketiga undang-undang ini untuk mencari persamaan, perbedaan, perbaikan dan dampak dari perubahan tersebut baik bagi penyelenggaraan maupun dampak dari hasil pemilu tersebut. Berangkat dari empat pertimbangan inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Perbandingan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Legislatif Era Reformasi Di Indonesia. B. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan pertimbangan/alasan penulis melakukan kajian ini yang dikemukan di atas, maka permasalahan penelitian ini menimbul pertanyaan penelitian bagaimana perbandingan tiga undang-undang penyelenggaraan pemilihan legislatif era reformasi di Indonesia? C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana perbandingan penyelenggaraan pemilihan legislatif era reformasi di Indonesia. D. Konsep Teori D.1. Konsep Pemilihan Umum D.1.1. Defenisi Pemilihan Umum Banyak para ahli yang memberikan arti atau definisi tentang pemilihan umum. Menurut Ali Murtopo pemilu adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga

4 Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2, No. 2, 2011 : demokrasi. Kemudian menurut Manuel Kaisepo pemilu memang telah menjadi tradisi penting dalam berbagai sistem politik di dunia, penting karena berfungsi memberi legitimasi atas kekuasaan yang ada dan bagi rezim baru, dukungan dan legitimasi inilah yang cari (Ali Murtopo, 1981;179,). William Liddle menyatakan dalam sistem pemerintahan demokrasi, pemilu sering dianggap sebagai penghubung antara prinsip kedaulatan rakyat dan praktek pemerintahan oleh sejumlah elit politik. Setiap warga negara yang telah dianggap dewasa dan memenuhi persyaratan menurut undangundang, dapat memilih wakil-wakil mereka di parlemen, termasuk para pemimpin pemerintahan (dalam Toni Adrianus Pito dkk, 2006; 298) Ahli lain Nohlen mengatakan bahwa pemilu adalah satu-satunya metode demokratik untuk memilih wakil rakyat. Pendapat lain mengenai defenisi pemilihan umum dikemukan oleh Giovanni Sartori yang mengatakan sistem pemilihan umum adalah serangkaian aturan yang menurutnya pemilihan mengekpresikan preferensi politik mereka, dan suara dari pemilih diterjemahkan menjadi kursi dalam Toni Adrianus Pito dkk, 2006; ). Pendapat lain disampaikan oleh Samuel Huntington pemilu merupakan media pembangunan partisipasi politik rakyat dalam negara modern. Partisipasi politik merupakan arena seleksi bagi rakyat untuk mendapatkan jabatanjabatan penting dalam pemerintahan (dalam Toni Adrianus Pito dkk, 2006; ). D.1.2. Sistem Pemilihan Umum Sistem Pemilu secara sederhana adalah instrumen untuk menterjemahkan perolehan suara di dalam pemilu kedalam kursi-kursi yang dimenangkan oleh partai atau calon. Sistem pemilu dalam kajian ilmu politik bermacam-macam dengan berbagai variasi, namun secara umum dapat dibagi kedalam dua macam yaitu sistem distrik dan sistem proporsional (Kacung Marijan ; 2010;83). Sistem distrik adalah sistem dimana satu daerah pemilihan memilih satu wakil atau dikenal juga dengan sebutan single member constituency. Sedangkan sistem proporsional adalah sistem pemilu dimana dari satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil atau dikenal juga dengan sebutan sistem perwakilan berimbang (multi member constituency) (Kacung Marijan ; 2010;83). Memang ada beberapa variasi tentang sistem pemilihan umum diantaranya Block Vote (BV), Alternative Vote (AV), sistem dua putaran atau Two Round System (TRS), sistem paralel, Limated Vote (LV), Single Non-Tranferable Vote (SN- TV), Missed Member Proporsional (MMP) dan Single Tranferable Vote (STV). Namun jika dikelompokkan tiga pertama BV, AV dan TRS lebih dekat ke sistem distrik, sedangkan yang lainnya lebih dekat ke sistem proporsional atau semi proporsional. Kacung Marijan dalam bukunya Sistem Politik Indonesia, Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru merangkum pendapat para ahli serta mengkalisifikasi sistem

5 130 pemilu kedalam tiga rumpun besar berikut ini : 1. Rumpun Distrik a. Firt past the post (FPTP) : dalam sistem ini pemenang pemilu atau calon terpilih adalah calon suara terbanyak b. The two roun system (TRS): pemenangnya adalah calon suara terbanyak, jika tidak ada dilanjutkan pada putaran kedua c. The alternative vote (VT) : sama dengan FPTP tapi pemilih diberi kebebebasan untuk merangking calon/ kandidat, yang terpilih yang adalah yang paling tinggi rangkingnya d. Block vote (BV) : pada sistem ini pemilih bisa memilih calon individu yang ada di daftar calon e. Party block vote (PBV) : sistem ini sama dengan BV cuma pemilih hanya memilih partai 2. Rumpun Proporsional a. List proporsional presentation (List PR) : pada sistem ini partai mengajukan calon, pemilih memilih partai yang terpilih berdasarkan nomor urut b. The single transferable vote (STV) : dalam sistem ini sama dengan AV, tapi pemenangnya berdasarkan kuota 3. Rumpun Campuran (mixed system) a. Mixed member proporsional (MPP) : pada sitem ini sistem proporsional dipakai untuk memberi kompensasi jika adanya disproporsionalitas dalam pembagian kurasi berdasarkan distrik b. Parallel system (Sistem Paralel) : sedangkan sistem ini sistem proporsional dan distrik dijalankan secara bersama-sama Secara sederhana berbagai klasifikasi sistem pemilu yang dikemukan oleh Kacung Marijan di atas dapat dilihat pada bagan berikut ini; Dari pemaparan di atas banyak konsep teori tentang sistem pemilihan umum, namun

6 Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2, No. 2, 2011 : Bagan 1.1. Rumpun Sistem Pemilu Sumber : Kacung Marijan, 2010 ; 85 secara keseluruhan dalam kajian ilmu politik hanya ada dua kelompok besar yaitu sistem distrik dan proporsional. Untuk mengetahui keuntungan dan kelemahan sistem distrik dan proporsional ini, dapat dilihat pada tabel berikut ini ; Dari tabel di atas terlihat keuntungan dan kelemahan pada pemilu yang menggunakan Tabel 1.2 Keuntungan dan Kelemahan Sistem Distrik

7 132 Sumber : dalam Miriam Budiardjo 2008, hal sistem distrik. Tabel berikut ini berisikan data tentang keuntungan dan kelemahan pemilihan umum yang dilaksanakan dengan sistem proporsional ; D.2. Tinjauan Penelitian Sebelumnya Tabel 1.3 Keuntungan dan Kelemahan Sistem Proporsional

8 Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2, No. 2, 2011 : Sumber : dalam Miriam Budiardjo 2008, hal Kajian tentang pemilu cukup banyak dilakukan peneliti sebelumnya. Diantaranya R. William Liddle, dalam buku yang berjudul Pemilu-Pemilu Orde Baru Pasang Surut Kekuasaan Politik. Liddle menunjukkan bagaimana rangkaian Pemilu tersebut mencerminkan proses electoral yang dikelola serta dikendalikan secara sangat berencana dan ketat. Untuk menegaskan keabsahan pemerintah kepada rakyatnya dan dunia luar, sementara pada yang bersamaan menghindari sejauh mungkin pertarungan diantara kekuatan-kekuatan politik yang bersaing. Buku ini merupakan semacam reakaman sejarah mengenai bagaimana pemerintah Orde Baru yang merupakansatu-satunya pemerintah dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia yang duduk di kursi pemerintahan melalui proses pemilihan umum secara bertahap melalui berbagai strategi lembaga serta doktrin politik dan ekonomi meneguhkan kekuasaannya diatas landasan yang sangat kokoh, stabil dan efektif (R William Liddle ; 1992). Kajian lain tentang pemilu ditulis oleh Koirudin. Dalam bukunya Kilas Balik Pemilihan Presiden 2004, menjabarkan bahwa buku ini merupakan salah satu dokumen dan kajian pemilihan umum 2004 dengan harapan dapat bermanfaat untuk pemilihan umum yang akan datang melalui perubahan amandemen Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang pemilihan Presiden. Sehingga pelaksanaan pemilihan umum untuk masa yang akan datang dapat dilaksanakan lebih demokratis lagi (Koirudin; 2004). Penelitian yang hampir sama dengan yang penulis lakukan ini pernah ditulis oleh Suda Wirrahmi. Penelitian tersebut berjudul Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia Studi Kasus Perbandingan Undang-undang No. 12 Tahun 2003 dengan Undang-undang No. 10 Tahun Penelitian ini dilakukan tahun Ada dua tujuan utama penelitian ini yaitu ; menjelaskan elemen-elemen dan variabel dalam pemilu di Indonesia, kemudian merumuskan dan menjelaskan perbedaan yang terdapat dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2003 dengan Undang-undang No. 10 Tahun Penelitian ini menyimpulkan (Suda Wirrahmi ; 2009) ; 1. Suara terbanyak meneguhkan kedaulatan di tangan rakyat, sistem suara terbanyak merupakan esensi dalam sistem demokrasi, dengan sistem suara terbanyak aspirasi rakyat terwakili dan tersalurkan. 2. Sistem suara terbanyak membuka peluang bagi seluruh kontestan pemilu untuk terpilih menjadi anggota legislatif. 3. Kandidat/caleg berupaya semaksimal mungkin membentuk citra positif. 4. Keputusan MK tentang suara terbanyak bisa memutus mata rantai oligarkhi pimpinan partai politik dalam penentuan caleg.

9 Sistem pemilu yang berdasarkan nomor urut hanya menguntungkan para caleg yang dekat dengan pimpinan partai politik. 6. Sistem suara terbanyak mendekatkan caleg dengan pemilih/rakyat. 7. Hasil Pemilu 2009 sangat tergatung pada sistem pemilu yang digunakan. 8. Sistem suara terbanyak juga bisa berdampak negatif dimana turunnya kualitas legislatif, karena caleg yang terpilih sebagain besar karena ketokohannya bukan karena kemampuanya. Dari kajian tentang pemilu yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya terlihat terjadi perubahan dalam proses pemilu dari masa ke masa. Perubahan ini bisa memperkuat rezim yang berkuasa atau perubahan kearah yang lebih demokratis. Dalam konteks pemilu di Indonesia, perubahan itu arahnya lebih kearah pemilu yang lebih baik dan lebih demokratis. Penelitian yang akan penulis lakukan ini berbeda dengan peneliti sebelumnya yang telah diuraikan di atas. Penelitian ini akan membahas tiga undang-undang pemilu di Indonesia tepatnya undang-undang pemilu di era reformasi. Penelitian ini akan menampilkan persamaan, perbedaan keunggulan dan titik lemah dari ketiga undang-undang tersebut. E. Metode Penelitian Penelitian adalah proses mencari sesuatu secara sistematis dalam waktu tertentu dengan mengunakan metode ilmiah serta aturan penelitian. Metodologi adalah cara-cara atau langkah-langkah yang akan ditempuh dalam melakukan penelitian ini. Metodologi berfungsi untuk menjaga penelitian ini bisa dianggap sebagai penelitian ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan kebenaran informasi yang didapat darinya. Untuk itu, diperlukan beberapa langkah sehingga penelitian ini menjadi penelitian ilmiah. E.1. Jenis Penelitian Penelitian yang akan penulis lakukan ini masuk dalam kategori penelitian keperpustakaan (library research). Dalam penelitian penulis mengunakan metode komparatif. Penelitian ini akan melakukan perbandingan tiga undang-undang pemilu yang dilaksanakan di era reformasi. Berdasarkan perbandingan tersebut akan dilakukan interpretasi berdasarkan teori yang digunakan sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan yang ilmiah. E.2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah pustaka. Teknik ini dilakukan dengan pengumpulan berupa literatur atau buku merupakan data primer atau pokok dalam penelitian ini. Data tersebut bisa berupa undang-undang, buku, jurnal, majalah, koran, artikel hasil pemungutan suara pemilu legislatif, data statistik serta berbagai sumber lainnya yang terkait dengan penelitian ini. E.3. Teknik Analisa Data Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa secara deskriptif kualitatif. Teknik ini hanya memaparkan dengan kata-kata tanpa melakukan uji statistik. Metode kualitatif merupakan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang yang perilaku dapat diamati (Jalaluddin Rakhmat, 2004;5). Data yang didapatkan dari temuan penelitian akan dijabarkan secara gamblang, data tersebut akan dianalisis dengan mendalam sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. F. Pembahasan Sepanjang era reformasi sudah dilakukan tiga pemilihan umum legislatif di Indonesia. Pemilu 1999 diikuti sebanyak 48 partai politik, pada pemilu 2004 dikuti oleh 24 partai politik dan pemilu 2009 dikuti oleh 41 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di Aceh. Pokok

10 Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2, No. 2, 2011 : bahasan dalam kajian ini akan memfokuskan atau membandingkan pada empat hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan umum legislatif era reformasi di Indonesia. Pertama, penyelenggara pemilihan umum, kedua, pencalonan anggota legislatif, ketiga, pemungutan suara dan keempat, penetapan hasil pemilihan umum. F.1. Penyelenggara Pemilihan Umum Legislatif Penyelenggara pemilihan umum legislatif yang akan dibandingkan terkait dengan organisasi pelaksana pemilu 1999 dengan pemilu 2004 dan Penyelengaraan pemilu legislatif 1999 secara yuridis diatur melalui Undang-undang No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Dalam undangundang ini organisasi penyelenggara pemilu diatur mulai dari Bab III tentang Penyelenggaraan dan Organisasi yaitu dari pasal 8 hingga pasa 23. Secara teknis pada pemilu legislatif 1999 dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bebas dan mandiri, yang terdiri dari atas unsur partai-partai politik peserta pemilihan umum dan pemerintah, yang bertanggung jawab kepada Presiden. Pemilu legislatif 2004 berpedoman pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pelaksana pemilu diatur dalam sejak Bab IV Penyelenggara Pemilihan Umum mulai dari pasal 15 hingga pasal 45. Secara teknis yang menyeleggarakan pemilu adalah KPU yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Untuk tingkat pusat anggota KPU berjumlah 11 orang dan di tingkat provinsi, kabupaten/kota berjumlah 5 orang. Undang-undang No 10 tahun 2008 adalah landasan yuridis pelaksanaan pileg Pengaturan mengenai penyelenggara pemilu pada tahun 2009 diatur mulai dari pasal 9 yang berbunyi Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota diselenggarakan oleh KPU. Pemaparan singkat di atas terlihat bahwa sejak era reformasi penyelenggara pemilu khususnya pemilu 2004 dan 2009 diserah kepada lembaga yang independen terpisah dari unsur pemerintah atau yang disebut dengan Komisi Pemilihan Umum. Ada perbedaan yang mendasar antar penyelenggara pemilu 1999 dengan pemilu 2004 dan Secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikit ini. Tabel 1.4. Perbandingan Penyelenggara Pemilu Era Reformasi Sumber ; Olahan 2011

11 136 Data pada tabel di atas dari tiga pemilihan umum yang dilakukan di era reformasi di Indonesia dalam pandangan penulis dari aspek penyelenggara pemilu 2004 dan 2009 lebih demokratis dan jauh dari intervensi pemerintah dan partai peserta pemilu karena unsur anggota KPU berasal dari orang-orang yang independen dan diluar unsur partai dan pemerintah. Maka konflik intrest antara penyelenggara dan peserta akan bisa diminimalisir. F.2. Pencalonan Anggota Legislatif Pencalonan anggota legislatif ini dinilai penting karena terkait dengan mekanisme pencalonan dan persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh partai politik atau perseorangan seperti nomor urut calon perempuan dan kuota perempuan dalam daftar calon yang akan diusulkan dalam pemilu. Mekanismen pencalonan anggota legislatif pada pemilu 1999 diatur secara detail mulai dari pasal 41 hingga 45. Terkait dengan pencalonan anggota legislatif pada pemilu ini sepenuhnya menjadi kewenangan partai politik, kemudian dalam Partai Politik Peserta Pemilihan Umum dapat mengajukan namanama calon Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II, sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali jumlah kursi yang telah ditetapkan dan penetapan nomor urut calon sepenuhnya menjadi kewenangan DPP partai politik. Ketentuan yang mengatur tentang pencalonan anggota legislatif pada pemilu 2004 terdapat dalam pasal 60 hingga 70 Undangundang No 12 tahun Pada pemilu ini ada anggota legislatif yang berasal dari unsur partai yaitu DPR dan DPRD serta calon persorangan atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dimana setiap provinsi terdiri dari 4 orang. Pada pemilu tahun 2004 ini selain munculnya calon persorangan ada kewajiban partai politik untuk memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% dalam pengajuan calon angggota legislatif. Pemilu 2009 juga terjadi perbaikkan dalam proses pengajuan calon anggota legislatif dimana selain ada calon dari partai dan calon perseorang, dalam pemilu secara tegas diatur mengenai kuota 30% keterwakilan perempuan, dimana dari tiga orang calon yang diajukan partai politik harus ada minimal satu orang calon perempuan. Penjelasan singkat ini menggambar bahwa pada pemilu 1999 hanya ada anggota legislatif yang berasal dari partai politik, kemudian pada pemilu 2004 dan 2009 untuk nasional ada calon yang berasal dari calon perorangan atau yang di sebut dengan DPD. Kemajuan lain pada pemilu 2004 ada kuota 30% bagi calon perempuan dan 2009 partai diwajibkan mengusulkan calon legislatif perempuan menimal 1 orang dari tiga calon yang diajukan. Secara terperinci perbandingan dari aspek pengajuan calon anggota legislatif pada pemilu era reformasi dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.5. Perbandingan Pengajuan Calon Anggota Legislatif

12 Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2, No. 2, 2011 : Sumber ; Olahan 2011 F.3. Pemungutan Suara Pokok pembahasan pada sub bahasan ini terkait dengan mekanisme cara pencoblosan atau pemilihan. Dari ketiga pemilu yang dilakukan pada era reformasi mekanisme pemungutan suara pada dasarnya sama dimana pemilih harus memilih atau mencoblos salah satu tanda gambar partai politik peserta pemilu dan mencoblos satu calon dibawah tanda gambar partai politik peserta pemilu dalam surat suara. Sedangkan pada pemilu 2004 dan 2009 selain memilih partai dan calon partai masyarakat juga pemilihan anggota DPD dilakukan dengan mencoblos satu calon anggota DPD dalam surat suara. Perbedaan mendasar antara pemilu 1999 dengan 2004 dan 2009 adalah adanya pemungutan suara untuk calon perseorangan. Kemudian perbedaan yag signifikan antara pemilu 2009 dengan pemilu sebelumnya pada tata cara pemilihan dimana pada pemilu 2009 pemilih bukan mencoblos akan tetapi menandai pilihannya dengan menggunakan pena. Secara detail mekanisme pemungutan suara atau cara penggunaan hak pilih dari ketiga pemilu ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1.6. Perbandingan Pengajuan Calon Anggota Legislatif Sumber ; Olahan 2011

13 138 F.4. Penetapan Hasil Pemilihan Umum Pembahasan terakhir dalam kajian ini adalah membahas tentang penetapan hasil pemilihan umum, pembahasan ini terkait dengan tata cara menentukan hasil pemilihan umum dan proses penentuan calon terpilih. Merujuk pada pada undang-undang yang yang mengatur tentang penyelenggaraan pemilu tahun 1999, 2004 dan 2009 secara garis besar mekanisme penetapan hasil pemilihan umum pada dasarnya sama. Tahap awal yang dilakukan dalam menentukan calon terpilih adalah dengan mengakumulasi seluruh perolehan partai politik (akumlasi suara partai dan suara yang memilih calon) peserta pemilu di satu daerah pemilihan guna mencari total suara sah. Langkah kedua yang dilakukan adalah mencari Bilangan Pembagi Pemilih (BPP), BPP didapatkan dengan membagi suara sah dengan jumlah kursi yang di perebutkan di satu Dapil. Langkah selanjutnya adalah mencari perolehan kursi partai politik dengan cara membagi akumulasi suara partai di satu dapil dengan BPP. Hasil pembagian yang di dapat itulah yang menjadi kursi partai di parlemen. Kemudian jika masih ada kursi yang masih tesisa setelah tahap ini langkah berikutnya dalam menentukan kursi di parlemen adalah dengan membandingkan jumlah sisa suara partai politik. Partai yang memiliki suara terbanyak dari suara sisa maka akan mendapatkan sisa kursi setelah pembagian BPP. Penentuan calon terpilih setelah dapat pembagian kursi partai, kalau calon anggota legisatif yang mencapai atau melebihi BPP maka secara otomatis akan duduk di parlemen, sementara jika tidak ada yang mencapai BPP maka calon yang terpilih ditentukan berdasarkan caleg yang mendapatkan suara terbanyak dari partai tersebut cara ini berlaku pada pemilu 1999 dan 2009, sedangkan pada 2004 jika tidak memenuhi BPP maka calon terpilih di tentukan berdasarkan nomor urut. Kasus pada pemilu legislatif 2004 hanya dua orang anggota DPR yang memenuhi BPP yaitu Saleh Djazit dari pemilihan Provinsi Riau dan Hidayat Nurhawid dari pemilihan Jakarta. Penentuan anggota DPD terpilih dari setiap provinsi akan di tentukan dari empat besar perolehan suara terbanyak dari calon yang bersaing. Maka proses pentuan calon perseorang lebih mudah dibandingkan dengan penentuan calon dari partai politik (DPR/ DPRD). Secara sederhana perbandingan penetapan calon terpilih pada pileg era reformasi dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.6. Perbandingan Penetapan Calon Anggota Legislatif Terpilih

14 Jurnal FISIP UMRAH Vol. 2, No. 2, 2011 : Sumber ; Olahan 2011 G. Penutup Uraian singkat pada pembahasan di atas mengambarkan dinamika penyelenggaraan pileg sepanjang era reformasi di Indonesia. Kepentingan elit terutama dari partai politik dalam penyelenggaraan pemilu sangat kuat, terbukti pada pileg 2004 terjadi perubahan yang mendasar dalam penentuan calon terpilih dimana ketika calon tidak mencapai BPP maka calon terpilih di kembalikan berdasarkan nomor urut. Aturan main seperti ini akan menguntungkan para politisi yang dekat degan elit partai, karena cederung di tempatkan pada nomor urut kecil dalam proses pencalegkan. Temuan lain di era reformasi ruang untuk keterwakilan perempuan dalam panggung politik semakin terbuka hal ini dibuktikan dengan adanya kuota 30% perempuan pada pileg 2004 dan 2009, walunpun tidak ada kententuan yang akan memberi sanksi jika partai politik tidak menjalannya. Sejak reformasi dari analiasi penulus pemilihan umum legislatif di Indonesia cenderung dekat dengan sistem distrik tetapi satu dapil masih diwakilkan lebih dari satu calon. Daftar Pustaka Budiardjo, Miriam, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik (edisi revisi pertama), Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Koirudin Kilas Balik Pemilihan Presiden Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Liddle, R William Pemilu Pemilu Orba Pasang Surut Kekuasaan Politik, LP 3 ES Jakarta Marijan, Kacung, 2010, Sistem Politik Indonesia, Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru, Kencana, Jakarta Murtopo, Ali, 1987 Strategi Pembangunan Nasional, CSIS, 1981, hal.179, dalam Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama Pito, Toni Adrianus, Efriza dan Kemal Fasyah, 2006, Mengenal Teori-Teori Politik, Nuasa, Jakarta Rauf, Maswardi, 2001 Konsesus dan Konflik Politik Sebuah Penjajagan Teoritis, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas, Jakarta Rakhmat, Jalaluddin 2004, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Wirrahmi, Suda, 2009, Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia Studi Kasus Perbandingan Undang-undang No. 12 Tahun 2003 dengan Undang-undang No. 10 Tahun 2008, Universitas Sumatera Utara (Skripsi) Jurnal, Opini dan Undang-undang

15 140 J. Kristiadi dalam Workshop Pendidikan Politik untuk Pengurus Partai Politik 2004 di Provinsi Riau Lili Romli, Mendorong Partisipasi Politik dalam Pemilihan Presiden 2009, Seputar Indonesia, Selasa, 7 Juli 2009 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Penetapan dan Pengumunan Hasil Pemilu, Tatacara Penetapan Perolehan Kursi, Penetapan Calon Terpilih dan Penggantian Calon Terpilih dalam Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Tahun UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, Sinar Grafika, 1999 Jakarta. UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, Gradian Mediatama, Jakarta. UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, Gradian Mediatama, Jakarta.

NEGARA-NEGARA YANG MELAKUKAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU

NEGARA-NEGARA YANG MELAKUKAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU NEGARA-NEGARA YANG MELAKUKAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU SISTEM PEMILU Pilihan atas sistem pemilu merupakan salah satu keputusan kelembagaan yang paling penting bagi negara demokrasi di manapun. Pilihan sistem

Lebih terperinci

Dermawan Zebua DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Dermawan Zebua DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 PENGARUH PERUBAHAN SISTIM PEMILU TERHADAP TINGKAT AKUNTABILITAS ANGGOTA LEGISLATIF TERPILIH PADA PEMILU 2009 (Studi pada Daerah Pemilihan IV, Kabupaten Nias) Dermawan Zebua 040906045 DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembahasan dalam bab sebelumnya (Bab IV) telah diuraikan beberapa ketentuan pokok dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 dan 2014

Lebih terperinci

Sistem Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 Oleh Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI Periode )

Sistem Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 Oleh Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI Periode ) Sistem Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 Oleh Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI Periode 2012-2017) I. Pemilihan Umum Pengisian lembaga perwakilan dalam praktik ketatanegaraan demokratis lazimnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Jakarta, 12 Juli 2007

Jakarta, 12 Juli 2007 PENDAPAT FRAKSI PARTAI DEMOKRAT TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Juru Bicara : drh. Jhony

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

SISTEM PEMILIHAN UMUM

SISTEM PEMILIHAN UMUM SISTEM PEMILIHAN UMUM Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi dua macam: pemilihan mekanis dan pemilihan organis Dalam sistem mekanis, partai politik mengorganisir pemilihan-pemilihan dan partai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata Pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah tidak

Lebih terperinci

Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum

Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Definisi

Lebih terperinci

Pengantar Ketua KPU. Assalamu alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Pengantar Ketua KPU. Assalamu alaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Pengantar Ketua KPU Assalamu alaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan YME, karena modul yang sudah lama digagas ini akhirnya selesai juga disusun dan diterbitkan oleh

Lebih terperinci

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah PEMILU Oleh : Nur Hidayah A. PENGERTIAN PEMILU Merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada demokrasi perwakilan. Pemilu diartikan sebagai mekanisme penyeleksian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN POIN NO.DIM RUU FRAKSI USULAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU 59 (1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu

Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu Oleh: Hardinata Abstract In the culture of Elections in Indonesia, one of new challenge for Indonesia is the Regional Election directly initiated

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (3) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Sebelumnya telah dikemukakan Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) untuk Pemilu

Lebih terperinci

TOPIK. Konsepsi SISTEM PEMILU

TOPIK. Konsepsi SISTEM PEMILU TOPIK Konsepsi SISTEM PEMILU By Andri Rusta Mata Kuliah Sistem Perwakilan Politik Semester Genap 2010/2011 Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas 7 April 2011 1 DEMOKRASI Dalam khasanah ilmu politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM DAN SISTEM KEPARTAIAN : SUATU STUDI TERHADAP PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM PEMILU LEGISLATIF DPRD KOTA MEDAN 2004

PEMILIHAN UMUM DAN SISTEM KEPARTAIAN : SUATU STUDI TERHADAP PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM PEMILU LEGISLATIF DPRD KOTA MEDAN 2004 PEMILIHAN UMUM DAN SISTEM KEPARTAIAN : SUATU STUDI TERHADAP PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM PEMILU LEGISLATIF DPRD KOTA MEDAN 2004 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi S-1 di

Lebih terperinci

Sistem Pemilihan Umum

Sistem Pemilihan Umum Sistem Pemilihan Umum Sistem pemilihan mekanis Melihat bahwa rakyat terdiri atas individu-individu. Sistem ini dalam pelasanannya dilakukan dengan dua cara yaitu sistem perwakilan distrik/mayoritas dan

Lebih terperinci

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Rudy (2007 : 87)

Lebih terperinci

TINJAUAN SINGKAT TENTANG SISTEM PEMILU

TINJAUAN SINGKAT TENTANG SISTEM PEMILU TINJAUAN SINGKAT TENTANG SISTEM PEMILU YANG DIUSULKAN DALAM RANCANGAN AMANDEMEN TERHADAP UU No. 3/1999 Tentang Pemilu ISI: Pengantar Beberapa Kriteria untuk Menilai Sistem Pemilihan Beberapa Petunjuk Praktis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan BAB I I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004?

APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004? APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004? Hak Pemilih T: Apa yang menjadi Hak Anda sebagai Pemilih? J: Hak untuk terdaftar sebagai pemilih bila telah memenuhi semua syarat sebagai pemilih. Hak untuk memberikan suara

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu instrumen terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan pilar demokrasi dalam suatu negara seperti di Indonesia. Kehadiran partai politik telah mengubah sirkulasi elit yang sebelumnya tertutup bagi

Lebih terperinci

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU SEKILAS PEMILU 2004 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

BAB III Pastikan proses penetapan calon terpilih berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sesuai tingkatannya

BAB III Pastikan proses penetapan calon terpilih berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sesuai tingkatannya BAB III Pastikan proses penetapan calon terpilih berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sesuai tingkatannya Bab ini menjelaskan tentang: A. Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Peran. Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Peran. Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status) BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Peran Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status) terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu

Lebih terperinci

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Kuliah ke-11 suranto@uny.ac.id 1 Latar Belakang Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan lembaga pemerintahan DPR dan MPR mandul, tidak mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANA PENGAWASAN

BAB II PELAKSANA PENGAWASAN - 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mungkin belum sepenuhnya dimengerti dan dihayati sehingga perbincangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mungkin belum sepenuhnya dimengerti dan dihayati sehingga perbincangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata demokrasi sudah dimengerti begitu saja dalam banyak perbincangan. Namun apa dan bagaimana sebenarnya makna dan hakekat substansi demokrasi mungkin belum

Lebih terperinci

Jurnal Saintech Vol No.02-Juni 2016 ISSN No

Jurnal Saintech Vol No.02-Juni 2016 ISSN No PENTINGNYA PEMBENAHAN DAERAH PEMILIHAN Oleh : Benyamin Pinem, ST.,MM Ketua KPU Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara Abstract The purpose of this research is to : 1) maximizing the representation candidate

Lebih terperinci

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT

Lebih terperinci

Electoral Law. Electoral Process. Electoral Governance

Electoral Law. Electoral Process. Electoral Governance Gregorius Sahdan, S.IP, M.A Direktur The Indonesian Power for Democracy (IPD), Staf Pengajar Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan STPMD APMD Yogyakarta Email: gorissahdan@yahoo.com Nohp: 085 253 368 530

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Dalam kesempatan ini sebelum melakukan perbandingan antara kedua sistem dalam Pemilu DPR, DPD dan DPRD di 2009 dan 2014, terlebih dahulu yang dibahas adalah apa dan

Lebih terperinci

KONSEP RUMAH PINTAR PEMILU

KONSEP RUMAH PINTAR PEMILU KONSEP RUMAH PINTAR PEMILU Oleh: - Ida Budhiati - Arief Budiman Anggota KPU RI Disampaikan pada Acara Rakor Pusat Pendidikan Pemilih Bali, 19-21 Mei 2016 MATERI RUMAH PINTAR PEMILU PENTINGNYA PEMILU DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD Disampaikan oleh juru bicara FKB DPR RI : Dra. Bariyah Fayumi, Lc Anggota

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN LEGISLATIF DPRD KOTA TOMOHON TAHUN 2014 (STUDI DI KECAMATAN TOMOHON UTARA)

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN LEGISLATIF DPRD KOTA TOMOHON TAHUN 2014 (STUDI DI KECAMATAN TOMOHON UTARA) PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN LEGISLATIF DPRD KOTA TOMOHON TAHUN 2014 (STUDI DI KECAMATAN TOMOHON UTARA) Oleh : Sandy Brian Randang ABSTRAKSI Partisipasi politik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ciri negara demokrasi adalah diselenggarakannya pemilihan umum (pemilu) yang terjadwal dan berkala. Amandemen UUD 1945 yakni Pasal 1 ayat (2), menyatakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG Draf Final Baleg RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan Reformasi tidak hanya memasang target rezim orde baru berakhir, tetapi juga bertujuan membangun Indonesia yang demokratis dan berkeadilan. Pemilu tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi memberikan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat pada hasil amandemen ketiga Undang-

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji: Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-VI/2008 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya

Lebih terperinci

dilaksanakan asas langusng, umum,bebas, rahasia, jujur dan adil. 2

dilaksanakan asas langusng, umum,bebas, rahasia, jujur dan adil. 2 41 BAB III SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA DALAM PENGUATAN KEANGGOTAAN DPR RI A. Sistem Proporsional Terbuka Menurut Farrel, sistem proporsional selalu diasosiasikan dengan nama 4 empat orang, yaitu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 7 06/07/2009 2:37 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM Teks tidak dalam format asli. Kembali LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 8, 2001 KEPUTUSAN PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga

Lebih terperinci

BABAK PENYISIHAN JAWABAN SOAL WAJIB

BABAK PENYISIHAN JAWABAN SOAL WAJIB KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA BOGOR PANITIA LOMBA CERDAS CERMAT KEPEMILUAN DAN DEMOKRASI TINGKAT PELAJAR SLTA SE-KOTA BOGOR TAHUN 2015 BABAK PENYISIHAN JAWABAN SOAL WAJIB KODE A 1. Singkatan dari apakah -

Lebih terperinci

TANTANGAN DAN PELUANG PEREMPUAN DI PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014

TANTANGAN DAN PELUANG PEREMPUAN DI PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014 TANTANGAN DAN PELUANG PEREMPUAN DI PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2014 Nurhamidah Gajah Universitas Muhammadiyahh Tapanuli Selatan, Jl.St.Mohd.Arief No.32 Padangsidimpuan Email : m_nurhamidah@yahoo.co.id

Lebih terperinci

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012 UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 RANCANGAN KONSULTASI DPR RI PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Kronologi perubahan sistem suara terbanyak

Kronologi perubahan sistem suara terbanyak Sistem Suara Terbanyak dan Pengaruhnya Terhadap Keterpilihan Perempuan Oleh: Nurul Arifin Jakarta, 18 Maret 2010 Kronologi perubahan sistem suara terbanyak Awalnya pemilu legislatif tahun 2009 menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada pasca reformasi negara Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menguatkan substansi negara demokrasi perihal kemerdekaan berserikat,

Lebih terperinci

Abstract. Keywords: election, the electoral system, and a system of proportional open list

Abstract. Keywords: election, the electoral system, and a system of proportional open list SISTEM PROPORSIONAL DAFTAR CALON TERBUKA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Oleh: Meisari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Nico Harjanto, PhD Rajawali Foundation Disampaikan pada Diskusi Bulanan FORMAPPI bertema Mengawal Proporsional Terbuka pada hari Kamis, 12 Januari 2012 Varian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat, BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Di negara yang menganut sistem demokrasi rakyat merupakan pemegang kekuasaan, kedaulatan berada

Lebih terperinci

SISTEM PEMILU DI JERMAN

SISTEM PEMILU DI JERMAN SISTEM PEMILU DI JERMAN Jerman merupakan demokrasi parlementer berbentuk negara federasi. Organ konstitusi yang sangat dikenal masyarakat adalah Parlemen Federal, Bundestag. Anggotanya dipilih langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Teuku May Rudy (2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem Pemilihan Umum Indonesia yang

Lebih terperinci

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015 KEPUTUSAN NOMOR: 5 /Kpts/KPU-002.434894/2015 TENTANG PENETAPAN JUMLAH MINIMAL PEROLEHAN KURSI DAN AKUMULASI PEROLEHAN SUARA SAH PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK SEBAGAI SYARAT PENDAFTARAN BAKAL

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peralihan kekuasaan dari rezim Orde Baru ke Orde Reformasi merubah tata pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan tuntutan

Lebih terperinci