BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam

DASAR-DASAR ILMU TANAH

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. DAS Serayu, terutama di bagian hulu DAS berkaitan dengan pemanfaatan lahan

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. substitusinya sebagaimana bahan bakar minyak. Selain itu, kekhawatiran global

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN I-1

Konservasi lahan Konservasi lahan adalah usaha pemanfaatan lahan dalam usahatani dengan memperhatikan kelas kemampuannya dan dengan menerapkan

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

DAFTAR ISTILAH Air lebih: Bahan pembenah tanah ( soil conditioner Bangunan terjunan: Bedengan: Berat isi tanah: Budidaya lorong ( alley cropping

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

PERMASALAHAN dan PENGEMBANGAN IRIGASI LAHAN KERING. di NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang. Konsep pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat menjembatani antara kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial sehingga terwujud keseimbangan meskipun kenyataannya masih jauh dari harapan. Pembangunan yang dilakukan dalam rangka mewujudkan kesejateraan masyarakat masih menyisakan berbagai macam persoalan lingkungan. Salah satu isu kerusakan lingkungan yang terjadi adalah erosi tanah pada kawasan pegunungan yang mempunyai karakteristik lahan berlereng. Pemanfaatan lahan pegunungan untuk berbagai aktivitas sektor pembangunan misalnya : perdagangan, pertanian, pariwisata, permukiman, infrastruktur jalan, dan sebagainya sering berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan. Pegunungan dengan tutupan vegetasi yang ada mempunyai fungsi ekologis antara lain sebagai daerah tangkapan air, mengendalikan kekeringan dan banjir di daerah hilir, serta mencegah erosi. Air hujan yang jatuh di daerah pegunungan sebagian masuk ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian yang lain mengalir di atas permukaan tanah (run off), dan menguap (transpirasi dan evaporasi). Keberadaan vegetasi tanaman tahunan / keras dengan perakaran yang dalam akan meningkatkan infiltrasi air hujan ke dalam tanah, selanjutnya menyebabkan terjadinya perkolasi (pergerakan air tanah) dan membentuk air tanah. Air tanah tersebut merupakan salah satu sumber mata air yang bermunculan di lereng pegunungan. Terganggunya fungsi ekologis kawasan pegunungan berdampak antara lain berkurangnya mata air, banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau pada daerah hilir, serta degradasi lahan berupa erosi tanah. Apabila vegetasi tanaman keras / tahunan yang menutupi lahan pegunungan berkurang maka akan mengurangi kemampuan peresapan air hujan ke dalam tanah dan

2 meningkatkan run off (aliran air permukaan) ketika musim penghujan. Berkurangnya jumlah air yang masuk ke dalam tanah dapat mempengaruhi debit air tanah yang merupakan sumber dari mata air yang ada. Run off dapat menyebabkan terangkutnya partikel partikel tanah terlebih pada lahan miring di kawasan pegunungan. Lahan yang miring membuat kecepatan aliran air pemukaan tanah semakin tinggi dan berpotensi meningkatkan pengangkutan partikel-partikel tanah ke daerah yang lebih rendah (hilir). Sedimentasi (pengendapan partikel partikel tanah) pada daerah hilir dapat menyebabkan pendangkalan sungai dan waduk. Pendangkalan sungai dapat menyebabkan banjir pada waktu musim penghujan, sedangkan pendangkalan waduk dapat mengurangi kapasitas waduk berkaitan dengan fungsinya dalam menampung dan mengendalikan air di daerah hilir. Run off pada lahan miring kawasan pegunungan yang tidak tertutup vegetasi dapat memicu terjadinya erosi tanah, yang mengakibatkan terangkutnya lapisan tanah bagian atas (top soil) atau lapisan tanah subur. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan kesuburan tanah yang mempengaruhi kegiatan sektor pertanian berkaitan dengan efisiensi biaya usahatani karena untuk mempertahankan produktivitas lahan yang ada, maka input pupuk, bahan organik, dan tenaga kerja yang diberikan semakin bertambah sebanding dengan penurunan kesuburan tanah yang terjadi karena erosi. Salah satu konsep pertanian berkelanjutan pada dataran tinggi (unpland) sebagaimana yang dinyatakan oleh Nuraini (1996) adalah sistem pertanian yang memperhatikan kaidah konservasi tanah dengan tetap mempertahankan kestabilan produksi. Sistem usahatani konservasi merupakan implementasi sistem pertanian yang baik (good agriculture practices) di kawasan pegunungan yang dapat memberikan keuntungan ekonomi dan melindungi lingkungan sehingga pembangunan pertanian serta ekonomi dapat terwujud secara berkelanjutan (Deptan, 2006). Erosi dapat terjadi secara alamiah maupun dipercepat karena tindakan manusia. Pemanfaatan lahan pegunungan untuk budidaya pertanian yang mengabaikan kaidah konservasi lahan dapat memicu erosi yang berat. Illukpitiya and Gopalakrishnan (2003) menyatakan bahwa erosi tanah pada daerah hulu

3 di Sri Langka terjadi karena budidaya sayuran pada lahan miring tanpa tindakan konservasi. Berbagai teknologi konservasi diperkenalkan namun belum membuahkan hasil yang memuaskan karena kurangnya pemahaman petani untuk memutuskan investasi pada konservasi tanah. Faktor individu, ekonomi, dan kelembagaan menentukan keputusan dalam konservasi tanah. Petani membutuhkan pendidikan, subsidi, pendampingan teknis dalam rangka penerapan praktek pengendalian erosi. Hasil penelitian Wijayanti et al. (2009) pada lereng Gunung Muria menunjukkan bahwa erosi disebabkan oleh konversi lahan hutan menjadi bukan hutan, pengelolaan lahan pertanian yang kurang / tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air, serta belum adanya kesadaran partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lahannya. Purwanto dan Cahyono (2012) mengungkapkan bahwa praktek pertanian sayur (terutama kentang) di dataran tinggi Dieng kurang memperhatikan aspek konservasi tanah dan air mengakibatkan penurunan daya dukung DAS (Daerah Aliran Sungai). Hal tersebut dipicu persoalan sosial, ekonomi dan kelembagaan. Keuntungan usaha tani kentang yang relatif tinggi mencapai Rp. 28.149.000,-/ha sekali panen menyebabkan masalah degradasi lahan berupa erosi tidak diperhatikan. Hasil penelitian di dataran tinggi Dieng menunjukkan bahwa lahan yang miring dan berbatu masih dipergunakan untuk tanaman kentang karena tingginya pendapatan yang diperoleh. Salah satu upaya untuk menekan kerusakan di dataran tinggi Dieng antara lain mencarikan alternatif sumber penghasilan yang tidak merusak lingkungan serta nilainya lebih tinggi dari usaha tani kentang (Purwanto dan Cahyono, 2012). Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah merupakan kawasan pegunungan yang terletak diantara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, dimana sebagian penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Pemanfaatan lahan untuk budidaya tanaman semusim dapat ditemui pada berbagai kondisi kemiringan lahan. Berkaitan dengan tingkat erosi di Kecamatan Selo, Riyono (1994) menyatakan bahwa tingkat erosi Kecamatan Selo klasifikasi berat s/d sangat berat seluas 3.576 ha atau 64,67%. Pengolahan lahan tegalan dengan membuat bedengan yang memotong garis kontur (searah lereng), dengan tujuan

4 untuk menghindari penggenangan air pada lahan, menyebabkan peningkatan erosi tanah. Selain itu budidaya tanaman semusim yang tidak sesuai dengan kondisi lahan berdampak menurunkan kualitas lahan di Kecamatan Selo. Penelitian tentang besar dan sebaran erosi di Kecamatan Selo oleh Susanto (2009) menunjukkan tingkat erosi tanah klasifikasi sangat berat seluas 4.684,112 ha atau 83,53%. Pengolahan lahan pada kemiringan lereng >30% serta sedikitnya pergiliran tanaman diduga sebagai penyebab tingginya tingkat erosi. Penelitian tentang bagaimanakah penerapan prinsip - prinsip pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo sampai dengan saat ini masih relevan untuk dilakukan, mengingat informasi dan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan kecenderungan peningkatan erosi. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi stakeholder yang terkait dengan pembangunan pertanian dalam rangka menyusun strategi pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo. 1.2. Perumusan Masalah Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk menjamin keberlanjutan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial dalam pembangunan. Namun tidak jarang faktor lingkungan diabaikan untuk memperoleh keuntungan ekonomi sesaat sehingga pembangunan berkelanjutan sulit terwujud. Penggunaan lahan di kawasan pegunungan, dengan karakteristik lahan berlereng untuk pembangunan pada berbagai sektor, tidak jarang menyebabkan permasalahan lingkungan berupa erosi. Kecamatan Selo yang berada pada lereng Gunung Merapi Merbabu merupakan penghasil utama tembakau rajangan dan berbagai jenis sayur sayuran dataran tinggi di Kabupaten Boyolali. Pemanfaatan lahan pegunungan untuk budidaya pertanian dihadapkan pada keterbatasan kondisi fisik lahan yang berlereng dengan ancaman erosi, tak terkecuali di Kecamatan Selo. Berdasarkan penelusuran informasi dan data hasil penelitian terdahulu bahwa erosi merupakan masalah utama yang sering terjadi di Kecamatan Selo.

5 Bagaimanakah kesesuaian prinsip prinsip pertanian berkelanjutan di wilayah Kecamatan Selo sekarang? Berdasarkan rumusan permasalahan di atas maka diuraikan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kondisi pertanian di Kecamatan Selo? 2. Bagaimanakah status pertanian berkelanjutan di daerah penelitian? 3. Bagaimanakah strategi peningkatan pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo? 4. Bagaimanakah rekomendasi peningkatan pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian strategi pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo adalah : 1. Mengetahui gambaran kondisi pertanian di Kecamatan Selo. 2. Menganalisis status pertanian berkelanjutan di daerah penelitian. 3. Merumuskan strategi peningkatan pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo. 4. Merumuskan rekomendasi peningkatan pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang strategi pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo diharapkan dapat menjadi informasi yang bermanfaat bagi : 1. Pengembangan ilmu pengetahuan : sebagai landasan empiris penelitian selanjutnya tentang strategi pertanian berkelanjutan di lereng Gunung Merapi Merbabu khususnya di Kecamatan Selo. 2. Petani / Kelompok Tani : sebagai sarana peningkatan kesadaran dalam peningkatan penerapan prinsip - prinsip pertanian berkelanjutan di wilayahnya. 3. Pemerintah : sebagai bahan atau masukan dalam rangka menyusun prioritas alternatif strategi peningkatan pertanian berkelanjutan di daerah penelitian. 1.5. Telaah Penelitian Terdahulu yang Relevan Sejauh yang penulis ketahui bahwa penelitian tentang strategi pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo belum pernah dilakukan. Adapun penelitian

6 penelitian yang berkaitan dengan konservasi sumber daya alam di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dan wilayah lain diantaranya sebagai berikut : 1. Riyono (1994) melakukan penelitian tentang arahan konservasi tanah sebagai upaya untuk melestarikan daya dukung lingkungan di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dengan tujuan : (a) mengetahui kelas kemampuan lahan berdasarkan satuan lahan, (b) mempelajari tingkat bahaya erosi pada setiap satuan lahan sebagai dasar untuk menentukan arahan konservasi tanah, (c) serta mengetahui faktor sosial ekonomi yang paling berpengaruh terhadap perilaku dalam usaha konservasi tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) kelas kemampuan lahan antara kelas IV VIII, dan didominasi kelas VIII yaitu 3.776 Ha atau 67,39%. (b) tingkat erosi Berat sampai dengan Sangat Berat : 3.576 Ha atau 64,67% (c) Faktor pendidikan responden merupakan faktor paling berpengaruh terhadap perilaku petani dalam usaha konservasi tanah dibandingkan dengan tingkat pendapatan keluarga, tingkat pengetahuan konservasi tanah, luas lahan, sikap petani tentang program konservasi tanah. Rekomendasi pemanfaatan kawasan untuk budidaya tanaman tahunan (65,4%) dan kawasan lindung (34,6%). Alternatif tindakan konservasi tanah yang sesuai dengan karakteristik lahan dan kondisi petani di daerah penelitian adalah pola wanatani (agroforestry) dan melengkapi lahan garapan dengan teras gulud. 2. Susanto (2009) meneliti tentang besarnya erosi di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali yang bertujuan untuk mengetahui besar dan penyebaran tingkat erosi tanah di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat erosi kategori sangat berat seluas 4.684,112 Ha atau sekitar 83,53% dari wilayah di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dengan besar erosi sekitar 630,23 173.259,36 Ha/Ton/Th. 3. Ahmadi (2011) melakukan penelitian tentang pemanfaatan air Tuk Babon dan Tuk Pakis oleh masyarakat lokal di kawasan Tanaman Nasional Gunung Merbabu. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pola pemanfaatan dan merumuskan strategi pelestarian mata air oleh masyarakat lokal di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu. Hasil penelitian menunjukkan

7 bahwa pola pengelolaan mata air lebih menonjolkan fungsi sosial, lebih mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan fungsi ekonomi dan lingkungan. Salah satu rumusan strategi pelestarian pemanfaatan mata air dengan perbaikan dan pelestarian ekosistem sekitar sumber, pemberdayaan ekonomi masyarakat, pembentukan dan penguatan kelembagaan organisasi masyarakat dalam pengelolaan mata air. 4. Wijayanti et al. (2009) melakukan penelitian tentang identifikasi pengelolaan lahan berdasarkan tingkat bahaya erosi (TBE). Penelitian bertujuan untuk (a) mengidentifikasi dan mengkaji tingkat bahaya erosi (TBE) di Sub DAS Sani DAS Juwana (Lereng Gunung Muria), (b) merumuskan urutan prioritas pengelolaan lahan berdasarkan TBE dan rekomendasi pengelolaan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) TBE di Sub DAS Sani DAS Juwana yang memerlukan tindakan konservasi sebesar 4.425,92 Ha, (b) Erosi disebabkan oleh konversi lahan hutan ke bukan hutan, pengelolaan lahan pertanian kurang atau tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air, serta belum adanya kesadaran partisipasi masyarakat dalam mengelola lahannya. 5. Praptono (2010) melakukan kajian tentang pola bertani padi sawah di Kabupaten Pati ditinjau dari sistem pertanian berkelanjutan. Penelitian bertujuan untuk : (a) mengkaji pola bertani padi sawah di Kabupaten Pati ditinjau dari sistem pertanian berkelanjutan, (b) mengkaji faktor faktor yang mempengaruhi petani padi sawah dalam menerapkan pola bertani, (c) mengkaji dampak pertanian yang tidak berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) pola bertani di Kecamatan Pati Kabupaten Pati kurang sesuai dengan sistem pertanian berkelanjutan, (b) faktor yang diduga berpengaruh nyata terhadap penerapan pola bertani adalah status lahan, (c) dampak dari pertanian yang tidak berkelanjutan meliputi aspek lingkungan (pencemaran air, tanah, dan udara; penurunan keanekaragaman hayati, penurunan kualitas lahan), aspek ekonomi (penurunan pendapatan petani karena pemborosan pemakaian input produksi pertanian) serta aspek sosial (mengganggu kesehatan).

8 1.6. Alur Penelitian Mulai Data Primer : Tujuan 1 1. Data aspek biofisik, ekonomi, sosial (observasi lapangan, wawancara dengan pedoman daftar pertanyaan terbuka dan tertutup terhadap petani sampel). Tujuan 2 1. Data sampel tanah (Struktur, tekstur, permeabilitas, BO, ph, Kedalaman Solum (observasi lapangan, laboratorium). 2. Data kriteria dan indikator teknologi pertanian, sosial, ekonomi (wawancara dengan pedoman daftar pertanyaan terbuka dan tertutup terhadap petani sampel). Tujuan 3 1. Data rumusan kriteria dan alternatif strategi peningkatan pertanian berkelanjutan (Wawancara mendalam). 2. Penilaian kriteria dan alternatif strategi (Kuesioner). Tujuan 4 1. Data hasil analisis prioritas alternatif strategi(hasil tujuan 3) Data Sekunder : Tujuan 1 1. Data aspek biofisik, ekonomi, dan sosial (studi dokumentasi, laporan). Tujuan 2 1. Data peta tematik (studi dokumentasi). 2. Data pertanian dan kependudukan (studi dokumentasi dan laporan). Tujuan 3 1. Data rumusan kriteria dan alternatif strategi peningkatan pertanian berkelanjutan (studi pustaka). Tujuan 4 1. Data pendukung hasil tujuan 3 (studi pustaka). Analisis Data : 1. Deskriptif tentang kondisi pertanian di Kecamatan Selo 2. Skoring, tabulasi, penilaian status pertanian berkelanjutan dengan rumus lebar interval dan matrik pedoman teknik konservasi lahan berdasarkan kriteria kemiringan lereng, erodibilitas, kedalaman solum 3. Metode AHP untuk penentuan prioritas alternatif strategi dng software expert choice versi 11.0 4. Deskriptif berdasarkan hasil analisis prioritas alternatif strategi peningkatan pertanian berkelanjutan Output : 1. Gambaran kondisi pertanian di Kecamatan Selo 2. Kategori status pertanian berkelanjutan dan kesesuaian teknik konservasi lahan mekanik dan vegetatif di Kecamatan Selo 3. Alternatif strategi peningkatan pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo 4. Rekomendasi peningkatan pertanian berkelanjutan di Kecamatan Selo Pertanian Berkelanjutan di Kecamatan Selo Gambar 1. Bagan alur penelitian