BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS RUNTUN WAKTU. Laporan VI ARIMA Analisis Runtun Waktu Model Box Jenkins

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. perubahan harga yang dibayar konsumen atau masyarakat dari gaji atau upah yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang. Kegunaan dari peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun akademik 2014/2015

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adl teknik untuk mencari pola yg paling cocok dari sekelompok data Model ARIMA dapat digunakan

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Pendahuluan. Universitas Sumatera Utara

BAB 2. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. diperkirakan akan terjadi pada masa yang akan datang. Ramalan tersebut dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Adapun langkah-langkah pada analisis runtun waktu dengan model ARIMA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 2.1 Produk Domestik Regional Bruto

PENDUGAAN DATA RUNTUT WAKTU MENGGUNAKAN METODE ARIMA

Metode Deret Berkala Box Jenkins

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ramalan pada dasarnya merupakan perkiraan mengenai terjadinya suatu yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi jagung merupakan hasil bercocok tanam, dimana dilakukan penanaman bibit

PREDIKSI HARGA SAHAM PT. BRI, Tbk. MENGGUNAKAN METODE ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Data Deret Berkala

BAB 2 LANDASAN TEORI

FORECASTING INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DENGAN MENGGUNAKAN METODE ARIMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Analisis ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) umumnya

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL HOLT-WINTER DAN METODE DEKOMPOSISI KLASIK

BAB 2 LANDASAN TEORI

Perbandingan Metode Fuzzy Time Series Cheng dan Metode Box-Jenkins untuk Memprediksi IHSG

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Analisis Peramalan Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sebagai Tolak Ukur Kinerja Perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB III METODE PENELITIAN

Pemodelan Autoregressive (AR) pada Data Hilang dan Aplikasinya pada Data Kurs Mata Uang Rupiah

EFEKTIVITAS METODE BOX-JENKINS DAN EXPONENTIAL SMOOTHING UNTUK MERAMALKAN RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DISHUB KLATEN

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORITIS

PERAMALAN STOK BARANG UNTUK MEMBANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN BARANG PADA TOKO BANGUNAN XYZ DENGAN METODE ARIMA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB. 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERAMALAN PENJUALAN PRODUKSI TEH BOTOL SOSRO PADA PT. SINAR SOSRO SUMATERA BAGIAN UTARA TAHUN 2014 DENGAN METODE ARIMA BOX-JENKINS

Prediksi Laju Inflasi di Kota Ambon Menggunakan Metode ARIMA Box Jenkins

VI PERAMALAN PENJUALAN AYAM BROILER DAN PERAMALAN HARGA AYAM BROILER

4 BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN EVALUASI. lebih dikenal dengan metode Box-Jenkins adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Vanissa Hapsari,2013

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan kumpulan dari komponen-komponen yang salling berkaitan untuk

BAB 3 MODEL FUNGSI TRANSFER MULTIVARIAT

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan adalah proses perkiraan (pengukuran) besarnya atau jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi telah berkembang dengan relatif pesat. Di era

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan (forecasting) adalah kegiatan memperkirakan atau memprediksi apa. situasi dan kondisi di masa yang akan datang.

III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 2 LANDASAN TEORI. datang dengan waktu yang relatif lama (assaury, 1991). Secara teoritis peramalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. autokovarians (ACVF) dan fungsi autokorelasi (ACF), fungsi autokorelasi parsial

Prediksi Jumlah Penumpang Kapal Laut di Pelabuhan Laut Manado Menggunakan Model ARMA

PEMBANDINGAN METODE PENGHALUSAN EKSPONENSIAL GANDA DUA PARAMETER HOLT

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii. HALAMAN PENGESAHAN...iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR... viii. DAFTAR ISI... x. DAFTAR TABEL...

PENERAPAN MODEL ARFIMA (AUTOREGRESSIVE FRACTIONALLY INTEGRATED MOVING AVERAGE) DALAM PERAMALAN SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI)

Prediksi Harga Saham dengan ARIMA

PENERAPAN MODEL ARIMA UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PT. TELKOM Tbk. APPLICATION OF ARIMA TO FORECASTING STOCK PRICE OF PT. TELOKM Tbk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian ini, yaitu ln return, volatilitas, data runtun waktu, kestasioneran, uji

PERAMALAN SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX MENGGUNAKAN METODE ARIMA BULAN MEI-JULI 2010

BAB 2 LANDASAN TEORI

Peramalan Permintaan Paving Blok dengan Metode ARIMA

BAB 2 TINJAUAN TEORI. akan datang. Sedangkan ramalan adalah suatu situasi atau kondisi yang diperkirakan

PERAMALAN PENYEBARAN JUMLAH KASUS VIRUS EBOLA DI GUINEA DENGAN METODE ARIMA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN TEORI. atau yang mewakili suatu himpunan data. Menurut Supranoto (2001:14) Rata rata (μ) dari distribusi probabilitas

PERAMALAN JUMLAH PENUMPANG BANDARA I GUSTI NGURAH RAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA)

PERAMALAN PENJUALAN TEH HIJAU DENGAN METODE ARIMA (STUDI KASUS PADA PT. MK)

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB II LANDASAN TEORI. nonstasioneritas, Autocorrelation Function (ACF) dan Parsial Autocorrelation

MODEL EXPONENTIAL SMOOTHING HOLT-WINTER DAN MODEL SARIMA UNTUK PERAMALAN TINGKAT HUNIAN HOTEL DI PROPINSI DIY SKRIPSI

Metode Box - Jenkins (ARIMA)

PERAMALAN KUNJUNGAN WISATA DENGAN PENDEKATAN MODEL SARIMA (STUDI KASUS : KUSUMA AGROWISATA)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang menjadi dasar dan landasan dalam penelitian sehingga membantu mempermudah pembahasan selanjutnya. Teori tersebut meliputi arti dan peranan metode peramalan, metode deret berkala, tahapan metode yang dipakai, uji statistik yang digunakan serta ketepatan ramalan yang digunakan. 2.1 Arti dan Peranan Metode Peramalan Metode peramalan merupakan cara untuk memperkirakan secara kuantitatif apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan dasar data yang relevan pada masa lalu. Dengan kata lain metode peramalan ini digunakan dalam peramalan yang bersifat objektif. Keberhasilan dari suatu peramalan sangat ditentukan oleh: 1. Pengetahuan dan teknik tentang informasi yang lalu yang dibutuhkan 2. Teknik dan metode peramalannya Oleh karena keberhasilan tersebut, dapat dikatakan baik tidaknya suatu ramalan yang disusun ditentukan oleh metode yang digunakan juga baik tidaknya informasi kuantitatif yang digunakan. Selama informasi yang digunakan tidak dapat meyakinkan, maka hasil peramalan yang disusun akan sulit dipercaya ketepatan ramalannya. Metode peramalan merupakan cara memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang secara sistematis, sehingga metode peramalan sangat berguna untuk dapat memperkirakan secara sistematis atas dasar data yang relevan pada masa yang lalu, dengan demikian metode peramalan diharapkan dapat memberikan objektivitas yang lebih besar. 2.2 Jenis-Jenis Metode Peramalan Berdasarkan sifatnya, peramalan dibedakan atas dua macam, yaitu: 1. Peramalan Kualitatif

Peramalan kualitatif adalah peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat bergantung pada orang yang menyusunnya. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pendapat dan pengetahuan serta pengalaman dari orang yang menyusunnya. 2. Peramalan Kuantitatif Peramalan kuantitatif adalah peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat bergantung pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Dengan metode yang berbeda akan diperoleh hasil peramalan yang berbeda. Baik tidaknya metode yang dipergunakan ditentukan oleh perbedaan atau penyimpangan antara hasil ramalan dengan kenyataan yang terjadi. Semakin kecil penyimpangan antara hasil ramalan dengan kenyataan yang terjadi berarti metode yang dipergunakan semakin baik. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut (Assauri, Sofyan,1984) : 1. Adanya informasi tentang keadaan masa lalu 2. Informasi tersebut dapat dihitung dalam bentuk data 3. Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang. Adapun jenis metode peramalan kuantitatif adalah sebagai berikut: 1. Metode peramalan yang didasarkan dari penggunaan analisa metode pola antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, yang merupakan deret waktu (time series) 2. Metode peramalan yang didasarkan dari penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhi yang disebut dengan metode korelasi atau sebab akibat (causal methods).(assauri,sofyan,1991) Dalam penelitian ini digunakan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu atau analisa deret waktu atau deret berkala. Sehingga diperoleh peramalan yang tepat untuk digunakan.

2.3 Metode Deret Berkala Menurut Santoso (2009:13-14) dalam bukunya memberikan defenisi dari data deret berkala (time series) adalah data yang ditampilkan berdasarkan waktu, seperti data bulanan, data harian, data mingguan atau jenis waktu yang lain. Ciri data deret berkala adalah adanya rentang waktu tertentu, bukannya data pada satu waktu tertentu. Tujuan dari metode deret berkala adalah untuk menggolongkan data, memahami sistem serta melakukan peramalan berdasarkan sifatnya untuk masa depan. Persamaan dan kondisi awal dalam peramalan runtun waktu mungkin diketahui kedua-duanya atau mungkin saja hanya salah satunya. Sehingga dibutuhkan suatu aturan yang digunakan untuk menentukan perkembangan dan keakuratan sistem. Untuk memilih suatu metode yang tepat yang digunakan dalam mengolah data deret berkala adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data deret berkala dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu sebagai berikut (Assauri, Sofyan,1991): 1. Pola Data Horizontal Pola data ini terjadi bila fluktuasi disekitar nilai rata-rata yang konstan 2. Pola Data Musiman Pola yang menunjukkan perubahan yang berulang-ulang secara periodik dalam deret waktu. Pola ini terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman, misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan atau hari-hari pada minggu tertentu. 3. Pola Data Siklis Pola data yang menunjukkan gerakan naik turun dalam jangka panjang dari suatu kurva trend. Terjadi bila datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. 4. Pola Data Trend Pola yang menunjukkan kenaikan atau penurunan jangka panjang dalam data. 2.4 Analisa Deret Berkala Analisa deret berkala merupakan metode yang mempelajari deret berkala, baik dari segi teori yang menaunginya maupun untuk membuat peramalan. Peramalan deret waktu adalah penggunaan model untuk memprediksi nilai di waktu mendatang berdasarkan peristiwa yang telah terjadi.

Makridakis (1999) menyatakan bahwa untuk menganalisa data deret berkala digunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Plot Data Memplot data secara grafis adalah hal yang paling baik untuk menganalisis data deret berkala. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada gejala trend (penyimpangan nilai tengah) atau pengaruh musiman pada suatu data. 2. Koefisien Autokorelasi Koefisien autokorelasi adalah korelasi antara deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0, 1, 2 periode atau lebih. Misalnya diketahui persamaan (2.1) adalah model AR atau ARIMA (2,0,0) yang menggambarkan Y t sebagai suatu kombinasi linier dengan dua nilai sebelumnya. Koefisien korelasi sederhana antara Y t dengan Y t-1 dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Karena rumus tersebut secara statistik akan menyulitkan, maka dibuat asumsi untuk menyederhanakannya. Data Y t diasumsikan stasioner (baik nilai tengah maupun variansinya) sehingga kedua nilai Y t dan Y t-1 dapat diasumsikan bernilai sama (dan kita dapat membuat subskrip dengan menggunakan ) dan dua deviasi standar dapat diukur satu kali saja yaitu dengan menggunakan seluruh data Y t yang diketahui. Dengan menggunakan asumsi-asumsi penyederhanaan ini, maka persamaan (2.2) menjadi sebagai berikut: Pada persamaan (2.3) diketahui bahwa pembilang kekurangan satu nilai suku dibanding penyebut, akan tetapi karena adanya asumsi stasioneritas maka persamaannya dapat berlaku umum dan dapat digunakan untuk seluruh time-lag dari satu periode untuk suatu deret berkala. Hal ini sebagai akibat adanya asumsi

stasioneritas. Autokorelasi untuk time-lag 1, 2, 3,..., k dapat dicari dan dinotasikan r k sebagai berikut: Untuk menentukan apakah secara statistik suatu koefisien autokorelasi nilainya berbeda secara signifikan dari nol atau tidak, maka perlu dihitung galat standar dari r k dengan rumus sebagai berikut: Koefisien autokorelasi dari data random mempunyai distribusi sampling yang mendekati kurva normal dengan nilai tengah nol dan kesalahan standar kesalahan standar. Dari nilai dan sebuah nilai interval kepercayaan dapat diperoleh sebuah rentang nilai. Suatu koefisien autokorelasi disimpulkan tidak berbeda secara signifikan apabila nilainya berada pada rentang nilai tersebut dan sebaliknya. 3. Koefisien Autokorelasi Parsial Dalam analisis regresi, jika variabel tidak bebas Y diregresikan kepada variabelvariabel bebas X 1 dan X 2 maka akan muncul pertanyaan bahwa sejauh mana variabel X mampu menerangkan keadaan Y apabila mula-mula X 2 dipisahkan. Ini berarti meregresikan Y kepada X 2 dan menghitung galat sisa (residual error) kemudian meregresikan lagi nilai sisa tersebut kepada X t. Di dalam analisis deret berkala juga berlaku konsep yang sama. Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan (association) antara X t dan X t-k apabila pengaruh dari time-lag 1,2,3,...,k-1 dianggap terpisah. Koefisien autokorelasi parsial berorde m didefenisikan sebagai koefisien autoregresif terakhir dari model AR(m). Berikut ini persamaan-persamaan yang masing-masing digunakan untuk menetapkan AR(1), AR(2),..., AR(m-1) dan proses AR(m). (2.6) (2.7) (2.8) (2.9)

Dari persamaan-persamaan diatas dapat dicari nilai-nilai taksiran. Perhitungan yang diperlukan akan memakan banyak waktu. Oleh karena itu, lebih memuaskan untuk memperoleh taksiran berdasarkan pada koefisien autokorelasi. Penaksiran ini dapat dilakukan dengan mengalikan ruas kiri dan kanan persamaan (2.6) dengan X t-1 menjadi sebagai berikut: (2.10) 2.5 Pengujian Data Sebelum melakukan analisa terhadap data, langkah awal yang harus dilakukan adalah pengujian terhadap anggota sampel. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dapat diterima sebagai sampel. Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah anggota sampel adalah: (2.11) Keterangan: N = Ukuran sampel yang dibutuhkan N = Ukuran sampel percobaan = Data yang akan diamati Y t Apabila N < N, maka sampel percobaan dapat diterima sebagai sampel. 2.6 Metode Pemulusan (smoothing) Metode pemulusan (Pangestu, S.1996) merupakan metode peramalan dengan mengadakan penghalusan terhadap masa lalu, yaitu dengan pengambilan rata-rata dari nilai beberapa tahun kedepan. 2.6.1 Klasifikasi dalam Metode Pemulusan Secara umum metode smoothing diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Metode rata-rata Metode rata-rata dibagi atas empat bagian, yaitu:

e. Nilai tengah kesalahan f. Rata-rata bergerak tunggal (Single Moving Average) g. Rata-rata bergerak ganda (Double Moving Average) h. Kombinasi rata-rata bergerak lainnya Tujuan dari metode rata-rata adalah untuk memanfaatkan data masa lalu dalam mengembangkan suatu sistem peramalan pada periode mendatang. 2. Metode Pemulusan (Smoothing) Eksponensial Metode pemulusan eksponensial merupakan pengembangan dari metode average, yaitu peramalan dilakukan dengan mengulangi perhitungan secara terus menerus dengan menggunakan data yang baru. Sekelompok metode yang menunjukkan pembobotan menurun secara eksponensial terhadap nilai observasi yang lebih tua atau dengan kata lain nilai observasi yang baru diberikan bobot yang relatif besar dibandingkan dengan nilai observasi yang lebih tua. Metode Smoothing Eksponensial terdiri atas: a. Smoothing Eksponensial Tunggal b. Smoothing Eksponensial Ganda 1. Metode Linier satu parameter dari Brown 2. Metode dua parameter dari Holt c. Smoothing Eksponensial Triple 2.6.2 Tahapan Metode Pemulusan Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam peramalan dengan menggunakan metode pemulusan (Makridakis, 1999): 1. Memilih suatu kelompok data untuk dianalisa 2. Memilih suatu metode pemulusan, dalam hal ini dipilih metode pemulusan eksponensial 3. Gunakan metode pemulusan untuk meramalkan data yang akan dianalisa 4. Melakukan uji statistik

5. Keputusan penilaian ramalan 2.6.3 Metode Pemulusan yang Digunakan Untuk mendapatkan suatu hasil yang baik harus diketahui cara peramalan yang tepat. Data deret berkala yang digunakan setelah diplot dalam grafis tidak menunjukkan pola data trend linier dan dapat juga dilihat dari plot autokorelasi dan nilai-nilai korelasinya. Maka metode peramalan analisa time series yang digunakan untuk meramalkan data deret berkala yang digunakan adalah Metode Smoothing Eksponensial Tunggal Satu Parameter. adalah: Bentuk umum dari Metode Smoothing Eksponensial Tunggal Satu Parameter (2.12) Keterangan: F t+1 = ramalan satu periode kedepan Y t = data aktual pada periode t F t = ramalan pada periode t α = parameter pemulusan ( 0 < α < 1 ) 2.6.4 Ketepatan Ramalan Ketepatan ramalan adalah suatu hal yang mendasar dalam peramalan, yaitu bagaimana mengukur kesesuaian suatu metode peramalan tertentu untuk suatu kumpulan data yang diberikan. Dalam pemodelan deret berkala (time series) dari data masa lalu yang diramalkan situasi yang akan terjadi di masa yang akan datang. Untuk menguji kebenaran ramalan ini digunakan ketepatan ramalan. Beberapa kriteria yang digunakan untuk menguji ketepatan ramalan antara lain : a. ME (Mean Error) / Nilai Tengah Kesalahan b. MAE (Mean Absolute Error) / Nilai Tengah Kesalahan Absolut

c. MSE (Mean Square Error) / Nilai Tengah Kesalahan Kuadrat d. MPE (Mean Percentage Error) / Nilai Tengah Kesalahan Persentase e. MAPE (Mean Absolute Percentage Error) / Nilai Tengah Kesalahan Persentase Error: Keterangan : X t F t N = X t F t = data aktual periode t = (100) ; kesalahan persentase periode t = nilai ramalan periode t = banyaknya periode Metode peramalan yang dipilih adalah metode peramalan yang memberikan Mean Square Error (MSE) yang terkecil. 2.7 Metode ARIMA (Box-Jenkins) Metode ARIMA (Box-Jenkins) adalah metode peramalan yang tidak menggunakan teori atau pengaruh antar variabel seperti pada model regresi. Sehingga metode ini tidak memerlukan penjelasan mengenai mana variabel bebas atau terikat. Metode ini juga tidak perlu melihat pola data seperti pada time series decomposition, artinya data yang akan diprediksi tidak perlu dibagi menjadi komponen trend, musiman, siklis atau irregular (acak). Metode ini secara murni melakukan prediksi hanya berdasarkan datadata historis yang ada (Santoso, 2009:152). ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalan berdasarkan sintesis dari pola data secara historis (Arsyad,1995). Variabel yang digunakan adalah nilai-nilai terdahulu bersama nilai kesalahannya. Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena

series stasioner tidak punya unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error. Kelompok model time series linier yang termasuk dalam metode ini antara lain: autoregressive, moving average, autoregressive-moving average, dan autoregressive integrated moving average. Makridakis (1999) menjelaskan bahwa model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan metode yang telah dikembangkan oleh George dan Gwilym Jenkins yang diterapkan untuk analisis deret berkala, peramalan dan pengendalian. Metode ini paling berbeda dari metode peramalan lain karena tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Apabila metode ini digunakan untuk data deret berkala yang bersifat dependen (terikat) atau berhubungan satu sama lain secara statistik maka metode ini akan bekerja dengan baik. Metode ARIMA dinotasikan sebagai ARIMA (p,d,q) dengan, p = orde atau derajat autoregressive (AR) d = orde atau derajat differencing (pembedaan) dan q = orde atau derajat moving average (MA) dan untuk model ARIMA musiman dinotasikan sebagai berikut: ARIMA (p, d, q) (P, D, Q) s dengan, (P, D, Q) merupakan bagian yang musiman dari model P = orde atau derajat autoregressive (AR) D = orde atau derajat differencing (pembedaan) dan Q = orde atau derajat moving average (MA) 2.7.1 Klasifikasi Model dalam Metode ARIMA (Box-Jenkins) Model Box-Jenkins (ARIMA) dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu model autoregressive (AR), moving average (MA), dan model campuran ARIMA (autoregressive moving average) yang mempunyai karakteristik dari dua model pertama (Hendranata 2003). 1. Autoregressive Model (AR) Bentuk umum model autoregressive ordo p (AR(p)) atau model ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut: (2.13) Keterangan:

= suatu konstanta = parameter autoregressive ke-p = nilai kesalahan pada saat t 2. Moving Average Model (MA) Bentuk umum model moving average ordo q (MA(q)) atau ARIMA (0,0,q) dinyatakan sebagai berikut: (2.14) Keterangan: = suatu konstanta sampai adalah parameter-parameter moving average = nilai kesalahan pada saat t-k 3. Model Campuran a. Proses ARMA Model umum untuk campuran proses AR(1) murni dan MA(1) murni, misal ARIMA (1,0,1) dinyatakan sebagai berikut: (2.15) atau AR(1) b. Proses ARIMA MA(1) (2.16) Apabila nonstasioneritas ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka model umum ARIMA (p,d,q) terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA (1,1,1) adalah sebagai berikut: (2.17) pembedaan AR(1) MA(1) pertama c. Model ARIMA dan Faktor Musiman Musiman didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Untuk data yang stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan mengidentifikasi koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time-lag yang berbeda nyata dari nol. Autokorelasi yang secara signifikan berbeda dari

nol menyatakan adanya suatu pola dalam data. Untuk mengenali adanya faktor musiman, seseorang harus melihat pada autokorelasi yang tinggi. Secara aljabar adalah sederhana tetapi dapat berkepanjangan. Oleh sebab itu, untuk tujuan ilustrasi diambil model umum ARIMA (1,1,1)(1,1,1) 4 sebagai berikut. (2.18) 2.7.2 Tahapan Metode ARIMA Metode ARIMA diharapkan dapat menyelesaikan suatu data time series apakah dengan proses AR murni/ ARIMA (p,0,0) atau MA murni/ ARIMA (0,0,q) atau proses ARMA/ ARIMA (p,0,q) atau proses ARIMA (p,d,q). Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turut adalah : 1. Identifikasi model 2. Penaksiran parameter 3. Pemeriksaan diagnostic 4. Peramalan Berikut flowchart tahapan metode ARIMA (Box-Jenkins): Menentukan tingkat stasionaritas data Identifikasi model ARIMA Estimasi parameter dari model yang dipilih Tidak Uji diagnostik (apakah model sudah tepat?) Ya Gunakan model untuk peramalan Gambar 2.1 Flowchart tahapan dalam model ARIMA (Box-Jenkins) 2.7.3 Model Umum dan Uji Stasioner

Suatu data runtun waktu dikatakan stasioner jika nilai rata-ratanya tidak berubah. Langkah pertama yang dilakukan dengan menghitung nilai-nilai autokorelasi dari deret data asli. Apabila nilai tersebut turun dengan cepat ke atau mendekati nol sesudah nilai kedua atau ketiga menandakan bahwa data stasioner di dalam bentuk aslinya. Sebaliknya, apabila nilai autokorelasinya tidak turun ke nol dan tetap positif menandakan data tidak stasioner. Apabila data yang menggunakan model ARIMA tidak stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing), yaitu mengurang nilai data pada suatu periode dengan nilai data periode sebelumnya. Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili data yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena data stasioner tidak mempunyai unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error. Apabila tetap tidak stasioner dilakukan pembedaan pertama lagi. Untuk kebanyakan tujuan praktis, suatu maksimum dari dua pembedaan akan mengubah data menjadi deret stasioner. 2.7.4 Identifikasi Model Langkah selanjutnya setelah data deret waktu stasioner adalah menetapkan model ARIMA (p,d,q) yang cocok (tentatif), yaitu menetapkan berapa p, d, dan q. Jika pada pengujian stasioneritas dilakukan tanpa proses pembedaan (differencing) d maka diberi nilai 0, dan jika melalui pembedaan pertama maka bernilai 1 dan seterusnya. Pada identifikasi model data times series yang stationer digunakan: 1. ACF atau Autocorrelation Function yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi antara pengamatan pada waktu ke t dengan pengamatan pada waktuwaktu sebelumnya. 2. PACF atau Partial Autocorrelation Function yaitu fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi parsial antara pengamatan pada waktu ke t dengan pengamatan-pengamatan pada waktu-waktu sebelumnya. Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi autocorrelation dan partial autocorrelation (correlogram) dari series yang dipelajari, dengan acuan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Pola Autokolerasi dan Autokorelasi Parsial Autocorrelation Partial autocorrelation ARIMA tentative Menuju nol setelah lag q Menurun secara bertahap/ ARIMA (0,d,q) Bergelombang Menurun secara Menuju nol setelah lag q ARIMA (p,d,0) bertahap/bergelombang Menurun secara bertahap/ bergelombang sampai lag q masih berbeda dari nol) Menurun secara bertahap/ bergelombang (sampai lag p masih berbeda dari nol) ARIMA (p,d,q) Pada umumnya, peneliti harus mengindentifikasi autokorelasi yang secara eksponensial menjadi nol. Jika autokorelasi secara eksponensial melemah menjadi nol berarti terjadi proses AR. Jika autokorelasi parsial melemah secara eksponensial berarti terjadi proses MA. Jika keduanya melemah berarti terjadi proses ARIMA (Arsyad, 1995). 2.7.5 Penaksiran Parameter Model Setelah berhasil menetapkan identifikasi model sementara, selanjutnya parameterparameter AR dan MA, musiman dan tidak musiman harus ditetapkan dengan cara yang terbaik. Terdapat dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameterparameter terbaik dalam mencocokkan deret berkala yang sedang dimodelkan (Makridakis,1999) yaitu sebagai berikut : 1. Dengan cara mencoba-coba menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih satu nilai tersebut (sekumpulan nilai, apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of squared residuals). 2. Perbaikan secara iteratif memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif. Sebagai contoh untuk keperluan estimasi maka model ARIMA (2,1,0) diubah menjadi: (2.19)

Nilai estimasi parameter, diperoleh dengan menyelesaikan perhitungan berikut: (2,20) 2.7.6 Uji Diagnostik Uji diagnostik yaitu memeriksa atau menguji apakah model telah dispesifikasi secara benar atau apakah telah dipilih p, d, dan q yang benar. Berikut beberapa cara yang digunakan untuk memeriksa model: 1. Jika model dispesifikasi dengan benar, maka kesalahannya harus random atau merupakan suatu proses antar error tidak berhubungan, sehingga fungsi autokolerasi dari kesalahan tidak berbeda dengan nol secara statistik. Jika tidak demikian, spesifikasi model yang lain perlu diduga dan diperiksa. Jika pemeriksaan ini menyimpulkan bahwa kesalahannya random, spesifikasi model yang lain bisa juga diduga dan diperiksa untuk dibandingkan dengan spesifikasi benar yang pertama. 2. Dengan menggunakan modified Box-Pierce (Ljung-Box) Q statistic untuk menguji apakah fungsi autokorelasi kesalahan semuanya tidak berbeda dari nol. Rumusan statistik itu adalah: dengan, Q = hasil perhitungan statistik Box-Pierce n = banyaknya data asli r k = nilai koefisien autokorelasi time lag k m = jumlah maksimum time lag yang diinginkan (2.21) Jika model cukup tepat, maka statistik Q akan berdistribusi χ 2. Jika nilai Q lebih besar dari nilai tabel Chi-Square dengan derajat kebebasan m-p-q dimana p dan q masing-masing menunjukkan orde AR dan MA, model dianggap memadai. Sebaliknya apabila nilai Q lebih kecil dari nilai pada tabel Chi-Square, model

belum dianggap memadai. Apabila hasil pengujian menunjukkan model belum memadai, analisis harus diulangi dengan mengikuti langkah-langkah yang ada selanjutnya dengan model yang baru. 3. Dengan menggunakan t statistik untuk menguji apakah koefisien model secara individu berbeda dari nol. Seperti halnya dalam regresi, ciri model yang baik adalah jika semua koefisien modelnya secara statistik berbeda dari nol. Jika tidak demikian, variabel yang ada pada koefisien tersebut seharusnya dilepas dan spesifikasi dengan model yang lain diduga dan diuji. Jika terdapat banyak spesifikasi model yang lolos dalam uji diagnostik, yang terbaik dari model itu adalah model dengan koefisien lebih sedikit (prinsip parsimony). 4. Mempelajari nilai sisa (residual) untuk melihat apakah masih terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan. Nilai sisa (galat) yang tertinggal sesudah dilakukan pencocokan model ARIMA diharapkan hanya merupakan gangguan acak. Oleh karena itu, apabila autokorelasi dan parsial dari nilai sisa diperoleh, diharapkan akan ditemukan model yang tidak ada autokorelasi yang nyata dan model yang tidak ada parsial yang nyata. 2.7.7 Peramalan dengan Model ARIMA Apabila model memadai maka model tersebut dapat digunakan untuk melakukan peramalan. Sebaliknya, apabila model belum memadai maka harus ditetapkan model yang lain yang lebih tepat.