PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia dan bahkan sebagian besar penduduk di muka bumi ini menggunakan nasi sebagai makanan pokoknya tetapi ada juga makanan pokok selain nasi. Sejak jaman dahulu peranan komoditi pangan di Indonesia, khususnya padi begitu besar, sebab padi merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Kebutuhan bahan pangan padi di Negara kita tidak pernah surut, melainkan kian bertambah dari tahun ke tahun, sesuai dengan pertumbuhan penduduk. Walaupun program KB berperan besar dalam usaha menekan pertumbuhan penduduk, namun meningkatnya kebutuhan bahan pangan padi toh tidak terelakkan.untuk mengimbangi dan mengatasi kebutuhan pangan yang terus meningkat ini, kita harus berani bekerja keras guna meningkatkan dan melipat gandakan produksi bahan pangan padi ( HR.Sugeng, 2001). Beras sebagai bahan pokok sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, tanaman padi sebagai penghasil beras harus mendapat perhatian, baik mengenai lahan, benih, cara budi daya, maupun pasca panennya. Banyak masalah bermunculan dari petani mengenai hal-hal tersebut (Suparyono dan Setyono, 1997). Para petani kita sejak dulu dan semasa Pemerintahan Hindia Belanda telah memiliki kesadaran bahwa penggunaan benih yang baik dan atau bermutu akan sangat menunjang dalam peningkatan produknya, baik kualitas maupun kuantitas. Mereka sangat berhati-hati dalam memilih benih yang akan digunakan (Kartasapoetra, 2003 ).
Teknologi benih merupakan bidang ilmu yang relatif lebih muda dibandingkan dengan bidang-bidang lainnya di dalam gugus ilmu-ilmu pertanian umumnya atau agronomi khususnya. Hal ini tidak mengherankan karena bidang tersebut memang dikembangkan dari bidang-bidang lain yang ada sebelumnya ( Mugnisjah dan Setiawan, 1995 ). Secara eko-fisiologik mutu dan jumlah hasil benih ditentukan oleh interaksi sifat genetik komoditas yang di usahakan dan kondisi yang di usahakan dan kondisi agro-ekologik lahan dan pengusahaannya. Karena sungguh sulit menganalisis semua faktor yang mungkin berinteraksi, dalam skala penelitian biasanya hanya beberapa diantaranya yang dianalisis ( Mugnisjah dan Setiawan, 1995). Secara tradisional pemilihan benih dilakukan pada waktu pemungutan hasil atau panen, seperti pemilihan hasil ( selection ) untuk benih padi, kacangkacangan, sayur-sayuran, buah-buahan, termasuk untuk benih-benih untuk tanaman perdagangan seperti : kopi, tembakau, cengkeh, coklat dan beberapa jenis tanaman lainnya. Benih yang berasal dari tanaman yang baik mereka sisihkan, dirawat dan disimpan dengan sebaik-baiknya. Dengan cara ini tingkat mutu dan hasil tanaman dapat dipertahankan, dan cara pengadaan benih semacam ini telah dilakukan berabad-abad lamanya ( Kartasapoetra, 2003 ). Setelah Negara kita merdeka, usaha-usaha untuk meningkatkan teknologi pertanian selalu dilakukan terutama dalam usaha untuk meningkatkan taraf hidup para petani, dan dalam pengadaan benih berbagai jenis tanaman yang bermutu merupakan sasaran yang utama. Pada tahun 1952 negara kita diterima menjadi anggota FAO atau Food agricultural Organization, dan sejak itu mulai
dilaksanakan suatu pola produksi dan penyebaran benih yang lebih terarah. Dalam hal padi benih dibagi dalam tiga golongan : a) Benih dasar (Foundation seed), yang dihasilkan dan disebarkan oleh LP3. b) Benih pokok (Stock seed) yang dihasilkan dan disebarkan oleh Balai-Balai benih. c) Benih sebar (Extension seed) yang dihasilkan dan disebarkan oleh Kebun- Kebun Benih di pedesaan atau oleh para petani penangkar benih ( Kartasapoetra, 2003). Petani yang sederhana memahami bahwa segi mutu benih selain watak genetiknya, menyangkut kondisi tanaman di lapangan produksi benih. Petani yang ingin menanam benih, selalu mempermasalahkan mutunya. Pedagang benih yang baik menyadari bahwa nilai benih ditentukan oleh segenap proses produksi benih dan harganya ditentukan oleh pasar sebelun ditanam petani. Pedagang yang hanya mengumpulkan calon benih pada pasca panen kemudian memprosesnya menjadi benih, adalah pedagang benih yang hanya tahu harga benih, tetapi tidak mengerti tentang nilai benih. Biasanya mereka lalu beranggapan bahwa tidak banyak beda menghasilkan benih dengan biji untuk konsumsi dan mereka ini sebenarnya tidak bisa menilai benih. Dalam berniaga yang berwawasan benih itu sarana produksi, tanggung jawab pedagang benih masih dituntut lebih jauh, tidak hanya sampai benihnya mampu tumbuh baik sesudah ditanam, panennya pun harus menunjukkan mutu sesuai informasi genetik yang diberikan benih. Konsumen benih menjadi lebih kritis pula dalam memandang benih berfungsi sebagai sarana produksi karena orientasi terhadap mutu genetik pertanamannya makin tinggi.
Orientasi demikian tidak mungkin dipenuhi oleh pedagang benih yang benih komersialnya sekedar materi sadapan pascapanen yang dibersihkan ( Sadjad, 1993 ). Kebutuhan benih padi tidak setiap saat terpenuhi. Walaupun benih padi mudah diusahakan dan selalu ditanam, namun pada saat tertentu persediaan benih dipasaran bebas berkurang. Meskipun ada, kadang-kadang hargannya cukup tinggi sehingga petani terkadang merasa kesulitan dalam pemenuhan benih untuk lahan tanamnya. Agar kelangsungan persediaan benih padi ini tetap ada, berbagai cara dan usaha telah banyak dilakukan, misalnya dengan adanya kebijakan pemerintah dalam penyediaan benih padi ini (Aak, 1993). Kebijakan pemerintah dalam menyediakan benih ini adalah : 1. Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan lembaga-lembaga perbenihan dari tingkat hulu sampai hilir. 2. Mengalihkan secara bertahap usaha pengadaan dan penyaluran benih komersial dari lembaga pemerintah kepada swasta. 3. Membimbing, membina dan mengawasi pengadaan benih yang bermutu dengan pertimbangan bahwa sertifikasi benih tetap ditangani pemerintah. 4. Mengusahakan agar pengadaan dan penyaluran benih bermutu dipenuhi oleh masing-masing daerah/provinsi (Mugnisjah dan Setiawan, 1995). Kebijakan perbenihan ini ditandai dengan telah adanya pengaturan tanggung jawab dan lokasi perbanyakan benih dalam rangka sertifikasi benih dalam kurun waktu dengan alir generasi tunggal ( one generation flow).di
Indonesia kebutuhan benih padi dipenuhi oleh dua industri benih padi terbesar yaitu, PT Sang Hyang Seri dan PT Pertani. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel 1. Tabel 1. Tanggung Jawab dan Lokasi Perbanyakan Benih Bersertifikat Kelas Benih Lokasi Penanggung jawab Benih penjenis Balai Penelitian Tanaman Puslitbangtan ( Breeder Seed, BS) Pangan Benih Dasar ( Foundatiojn Seed, FS) Balai Benih Induk (BBI) Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan Benih Pokok ( Stock Seed, SS) Balai Benih Induk/Utama (BBI/BBU) Penangkar Tertentu Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan Benih Sebar ( Extension Seed, ES) Balai Benih Perum Sang Hyang Seri ; Perjan Cihea PT Pertani Penangkar Dinas Pertanian Provinsi Sumber : Balai Penelitian Tanaman Pangan, 2006 Pemasaran atau distribusi merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat pendapatan petani dari semua penjualan produksi usahataninya. Pemasaran atau distribusi pada prinsipnya adalah aliran barang dari produsen ke konsumen. Aliran barang ini terjadi karena adanya lembaga pemasaran (Soekartawi, 1995). Ditinjau dari kelasnya, lintas benih dari BS sampai dengan ES tidak selalu mengikuti alur BS FS SS ES. Hal ini disebabkan oleh adanya kasus pertanaman benih atau pengolahan benih tidak lulus menurut penilaian BPSB (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih). Karena itu lintas benih dapat mengikuti alur sebagai berikut :
1. BS FS SS ES 2. BS SS ES 3. BS FS ES Namun disamping itu kadang-kadang terjadi bahwa benih ES yang diproduksi tidak laku dijual kepada petani yang kemudian dijual kepada petani sebagai gabah untuk dikonsumsi sehingga benih pemerintah bukan dijadikan benih tetapi jadi barang konsumsi langsung atau dimakan (Mugnisjah dan Setiawan, 1995). Masalah yang muncul berkenaan dengan pemasaran benih padi tidak persis sama antar komponen perbenihan.petani binaan (Prapenangkar) mempermasalahkan mutu dan harga. Penangkar yang mengolah sendiri calon benihnya, baik yang dibeli dari prapenangkar maupun yang dihasilkan sendiri, menilai bahwa harga benih kurang memadai sedang biaya transport kadangkadang harus ditanggung olehnya dan pemasaran benih sering terlambat karena menunggu hasil pengujian laboratorium oleh BPSB. Pedagang yang mengolah benih seperti PT Petani juga ikut mengeluh karena kadang-kadang benih padinya tidak dapat disalurkan akibat masa panen penangkar dan petani yang waktunya bersamaan. Pedagang swasta juga begitu seperti Kios Tani juga menilai bahwa harga yang dijualnya terlalu rendah padahal permintaan akan benih kadang-kadang tidak dapat dipenuhi. Dan inilah permasalahan yang sering didapati oleh para petani sehingga petani mengambil inisiatif membuat benih secara tradisional yaitu dengan pemisahkan hasil untuk dijadikan benih yang akan ditanam pada saat musim tanam berikutnya. (Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
Sebagai pedoman penggunaan benih pada umumnya setiap 1 Ha areal sawah ( areal pertanaman ) dibutuhkan benih 35-40 Kg ( Aak, 2006 ). Kebutuhan benih padi sawah pada setiap daerah di Sumatera Utara berbeda-beda dikarenakan perbedaan luas tanam yang berbeda sehingga panen, produksi, produktivitas pun berbeda-beda.perbedaan jumlah kebutuhan benih ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rencana Tanam, Panen, Produksi, Produktivitas, dan Kebutuhan Benih Padi Sawah Tahun 2006 No Kabupaten Tanam (Ha) Kebutuhan Benih Seharusnya (40Kg/Ha) Kebutuhan Benih Terealisasi (25 Kg) Kekurangan Benih ( 40Kg/Ha) Panen (Ha) Produksi ( Ton ) Produk tivitas (Ton /Ha) 1 Medan 5.347 213.880 133.675 80.205 4.545 20.414 44.92 2 Langkat 97.847 3.913.880 2.446.225 1.467.655 83.172 352.984 42.44 3 Deli Serdang 97.947 3.917.880 2.448.675 1.469.205 131.594 629.219 47.81 4 Simalungun 92.527 3.701.080 2.313.225 1.387.855 78.650 375.576 47.75 5 Tanah Karo 15.719 628.769 392.975 235.794 14.955 62.714 41.94 6 Asahan 73.832 2.953.280 1.845.800 1.107.480 70.140 294.913 42.05 7 Lab.Batu 88.176 6.480.320 2.204.400 4.275.920 74.950 304.615 40.64 8 TAPUT 34.283 1.371.320 857.075 514.245 29.141 120.820 41.46 9 TAPTENG 28.571 1.142.840 714.275 428.565 27.151 112.432 41.41 10 TAPSEL 85.462 3.418.480 2.136.550 1.281.930 81.211 374.435 46.11 11 Nias 34.137 1.365.480 853.425 512.055 32.439 119.947 36.98 12 Dairi 16.452 658.080 411.300 246.780 13.985 56.401 40.33 13 Tebing tinggi 1.763 70.520 44.075 26.445 1.675 7.503 44.79 14 Tan. Balai 504 20.160 12.600 7.560 478 1.989 41.61 15 Binjai 4.342 173.680 108.550 65.130 4.126 17.344 42.04 16 Pem.Siantar 4.284 171.360 107.100 64.260 4.072 18.569 45.60 17 TOBASA 34.923 1.396.920 873.075 523.845 33.186 138.161 41.63 18 Mandailing 41.611 1.664.440 1.040.275 624.165 39.530 180.263 45.60 19 P.Sidempuan 7.547 301.880 188.675 113.205 7.170 30.900 43.10 20 Serdang Bedagai 77.941 3.117.640 1.948.525 1.169.115 66.250 312.965 47.24 21 HUMBAHAS 18.412 736.480 460.300 276.180 15.651 64.889 41.46 22 Pakpak Bharat 4.669 186.760 116.725 70.035 3.969 16.436 41.41 Jumlah 866.300 34.652.00 21.657.500 12.976.500 818.040 3.613.489 43.88 Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, Tahun 2006 Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa Kabupaten yang ada di Sumatera Utara terdapat 22 kabupaten yang memproduksi padi sawah. Dari Tabel 2 dapat dilihat daerah Deli Serdang merupakan penghasil padi yang paling besar yaitu dengan jumlah produksi 393.277 Ton/Ha, kebutuhan benih dengan jumlah 3.917.880 (40 Kg/Ha) dan produktivitas 47.24 Ton/Ha.
Selanjutnya luas lahan produksi dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Deli Serdang menurut kecamatan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktifitas Tanaman Padi Sawah Per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) Gunung Meriah 1123 5110 4.55 STM Hulu 1092 4859 4.45 Sibolangit 1417 6365 4.33 Kutalimbaru 3536 15735 4.45 Pancur Batu 1099 4891 4.45 Namo Rambe 1779 8504 4.78 Biru-biru 1010 4424 4.38 STM Hilir 1488 6473 4.35 Bangun Purba 1015 4222 4.16 Kotarih 1320 5438 4.12 Dolok Masihul 4848 24095 4.97 Dolok Merawan 0 0 0.00 Sipispis 734 3230 4.40 Tebing Tinggi 7151 32707 4.57 Bandar Khalipah 3705 16895 4.56 Tanj.Berimhin 6037 28072 4.65 Teluk Mengkudu 3950 18170 4.60 Sei Rampah 15781 74960 4.75 Galang 4438 22234 5.01 Tanjung Morawa 4426 21909 4.95 Patumbak 1306 5812 4.45 Deli Tua 65 289 4.45 Sunggal 5584 26133 4.68 Hamparan Perak 9683 46963 4.85 Labuhan Deli 6173 28334 4.59 Percut Sei Tuan 7123 34760 4.88 Batang Kuis 1180 5404 4.58 Pantai Labu 4217 20452 4.85 Beringin 4026 19727 4.90 Lubuk Pakam 2625 12994 4.95 Pagar Merbau 4012 19980 4.98 Perbaungan 13281 68397 5.15 Pantai Cermin 6311 31681 5.02 Jumlah 131594 629219 4.78 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang 2006
Dari tabel 3 diatas kecamatan Perbaungan merupakan salah satu sentra produksi yang memiliki tingkat produksi yang besar diantara kecamatan yang ada di Deli Serdang yaitu 68397 Ton dengan luas panen 13281 Ha dan produktivitas 5,15 Ton/Ha. Namun produktivitas diantara petani bisa saja tidak selalu sama, hal ini dipengaruhi penggunaan sarana produksi. Salah satu sarana produksi utama yang mempengaruhi produktivitas adalah penggunaan benih yang baik. Benih yang baik adalah benih unggul atau benih berlabel dari pemerintah yang dijual melalui perusahaan yang dihunjuk oleh pemerintah. Namun benih yang dihasilkan oleh perusahaan yang hunjuk oleh pemerintah tersebut sering tidak mencukupi sehingga banyak petani yang menyediakan benih untuh musim tanam berikutnya dari produksinya sendiri. Dari pengamatan dilapangan sumber benih yang digunakan oleh petani ternyata tidak sama. Hal inilah yang mendorong Penulis ingin meneliti perbedaan produktivitas padi sawah menurut sumber benih yang digunakan.
Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian dengan permasalahan sebagai berikut : 1. Darimana saja sumber benih padi sawah yang digunakan petani di daerah penelitian? 2. Bagaimana petani memperoleh benih padi sawah yang dibutuhkan untuk ditanam petani di daerah penelitian? 3. Apakah ada perbedaan produktivitas dan pendapatan usahatani padi sawah berdasarkan sumber benih yang digunakan petani di daerah penelitian? 4. Apa masalah-masalah yang dihadapi petani dalam memperoleh benih bermutu di daerah penelitian? 5. Apa upaya yang dilakukan oleh petani dalam menghadapi masalah perolehan benih bermutu di daerah penelitian? Tujuan penelitian Sesuai dengan perumusan masalah maka penelitian bertujuan untuk : 1. Mengetahui sumber benih padi sawah yang digunakan petani di daerah penelitian. 2. Mengetahui bagaimana petani memperoleh benih padi sawah yang dibutuhkan untuk ditanam petani di daerah penelitian 3. Mengetahui perbedaan produktivitas dan pendapatan usahatani padi sawah berdasarkan sumber benih yang digunakan di daerah penelitian.
4. Mengetahui masalah-masalah apa yang dihadapi oleh petani dalam memperoleh benih yang bermutu. 5. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan petani dalam mengatasi masalah dalam memperoleh benih yang bermutu. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan untuk menjadi seorang sarjana. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi terkait untuk mengambil kebijaksanaan dalam penyediaan dan pendistribusian benih padi yang baik agar produksi padi semakin tinggi dan meningkat setiap tahunnya. 3. Sebagai bahan referensi dan bahan pembelajaran bagi pihak-pihak yang membutuhkan.