BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar

MAKALAH PANCASILA OLEH : MIKHAEL ALEXIUS WAHIDMA NIM : : SYSTEM INFORMASI(S1-SI) DOSEN. : MOHAMMAD IDRIS.P,Drs,MM

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DENGAN PERILAKU KENAKALAN REMAJA SISWA KELAS VII SMPN 2 PAGERWOJO TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kembang remaja. Istilah remaja sendiri berasal dari bahasa latin yaitu adolescere

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Grobogan dengan jumlah populasi 185 siswa. Sebagai responden penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun

a. Definisi Kenakalan Remaja

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

TUGAS AKHIR PANCASILA PERKELAHIAN ANTAR REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

FAJAR DWI ATMOKO F

PENGARUH KONDISI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT KENAKALAN SISWA SMPN 1 PRAMBON TAHUN PELAJARAN 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

KENAKALAN REMAJA : PENYEBAB & SOLUSINYA. Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

RASA BERSALAH PADA REMAJA NAKAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini masalah kenakalan remaja semakin dirasa meresahkan

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak termasuk golongan dewasa dan juga bukan golongan anak-anak, tetapi remaja

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

INDONESIA. Disusun Oleh : Mardhiana Setyaningrum Kelas D PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU DELIKUEN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

terbentuknya perilaku yang baik pula. Dari hasil beberapa penelitian, ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, namun cenderung rasa penasaran itu berdampak negatif bagi remaja,

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akan memberikan rasa dekat dengan Tuhan, rasa bahwa doa-doa yang dipanjatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : STUDI DESKRIPTIF POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA DI KELAS XI SMK ISLAM AL HIKMAH MAYONG JEPARA

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel Tergantung : Kecenderungan Kenakalan Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai

I. PENDAHULUAN. Remaja adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa dan insan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kenakalan remaja adalah perilaku jahat secara social pada anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Masa ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. psikis, maupun secara social (Sudarsono, 2004). Inilah yang disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Makna hidup (the meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebelumnya hanya menerima 30 kasus (Muchtar,2008). Data populasi kenakalan

PENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. manusia, yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan dewasa Sulistyawati (2014). fisik, psikis dan lingkungan Willis (2014). Tuntutan-tuntutan inilah

BAB I PENDAHULUAN. terbitan kota Medan seperti Waspada, Posmetro dan lain sebagainya tentang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode kehidupan penuh dengan dinamika, dimana

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. tetapi merambah di semua kalangan. Merokok sudah menjadi kebiasaan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Dalam masa peralihan itu remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua dan keluarganya. Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, dalam Ulfah 2007). Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat keperibadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja. 1

Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturanaturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang. Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada, perilaku menyimpang yang disengaja, bukan karena pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, padahal seseorang tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker (dalam Soekanto, 1988) mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya orang yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk menyimpang. 2

Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja di bawah usia 17 tahun sangat beragam mulai dari perbuatan yang amoral dan anti sosial tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Bentuk kenakalan remaja tersebut seperti : kabur dari rumah, membawa senjata tajam, dan kebutkebutan di jalan, sampai pada perbuatan yang sudah menjurus pada perbuatan kriminal atau perbuatan yang melanggar hukum seperti ; pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, seks bebas, pemakaian obat-obatan terlarang, dan tindak kekerasan lainnya yang sering diberitakan media-media masa. Hampir setiap hari kasus kenakalan remaja selalu kita temukan di mediamedia massa, dimana sering terjadi di Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan, salah satu wujud dari kenakalan remaja adalah tawuran yang dilakukan oleh para pelajar atau remaja. Data di Jakarta tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Tambunan, dalam e-psikologi, 2001). Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja, selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi 3

bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60% dari 71.281 orang. Unicef Indonesia menyebut angka 30% dari 40-150.000, dan Irwanto menyebut angka 87.000 pelacur anak atau 50% dari total penjaja seks (Dep.Sos, 2004). Berdasarkan hasil beberapa penelitian ditemukan bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur teladan bagi anak (Hawari, 1997). Selain itu suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994) orangtua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan orangtua terhadap remaja. Sebaliknya, suasana keluarga yang menimbulkan rasa aman dan menyenangkan akan menumbuhkan kepribadian yang wajar dan begitu pula sebaliknya. Gerungan (2004) menunjukkan bahwa sifat-sifat dalam keluarga dan kebiasaan-kebiasaan orang tua maupun cara-cara bersikap dalam pergaulan memegang peranan sangat penting dalam perkembangan sosial remaja. Keluarga merupakan kelompok kecil dengan tujuan tujuannya, strukturstrukturnya, norma dan dinamika termasuk cara-cara kepemimpinannya sangat mempengaruhi individu yang menjadi kelompok. Suasana keluarga yang mendukung pertumbuhan adalah keharmonisan keluarga. Hal ini penting 4

sebab dengan keluarga yang harmonis keseimbangan internalisasi nilai-nilai dan perilaku terhadap anak dapat tercapai. Keberadaan siswa sebagai sosok individu berkaitan erat dengan sistem pergaulan dalam keluarga, masing-masing anggota keluarga memiliki tempat khusus dalam kehidupan keluarga dan lingkungannya, dalam hal ini masingmasing orang tua seharusnya mampu memberi contoh dan teladan yang baik kepada putra-putrinya. Selanjutnya setiap anggota keluarga perlu membina hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga lainnya. Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang mampu mengembangkan potensi dan kepribadian dari masing-masing anggota keluarga secara optimal. Conger (dalam Monks dkk, 2002) menyatakan bahwa remaja nakal biasanya mempunyai sifat memberontak, ambivalen terhadap otoritas, mendendam, curiga, implusif dan menunjukan kontrol batin yang kurang. Dengan demikian remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis kemungkinan memiliki kecenderungan yang lebih besar menjadi remaja nakal dibandingkan remaja yang dibesarkan dalam keluarga harmonis. Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa depannya. Mayoritas remaja yang terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan biasanya berasal dari keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis dimana pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan sehari-hari remaja. Bapak yang otoriter, pemabuk, suka menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam arti kata tidak tegas menghadapi remaja, 5

kemiskinan yang membelit keluarga, kurangnya nilai-nilai agama yang diamalkan, semuanya menjadi faktor yang mendorong remaja melakukan tindak kekerasan dan kenakalan. Bila rumah tangga terus menerus dipenuhi konflik yang serius, menjadi retak, dan akhirnya mengalami perceraian, maka mulailah serentetan kesulitan bagi semua anggota keluarga, terutama anak-anak. Pecahlah harmonis dalam keluarga, dan anak menjadi sangat bingung, dan merasakan ketidakpastian emosional. Dengan rasa cemas, marah dan risau anak mengikuti pertengkaran antara ayah dengan ibu. Anak tidak tahu harus memihak kepada siapa. Batin anak menjadi sangat tertekan, sangat menderita, dan merasa malu akibat ulah orang tuanya. Ada perasaan ikut bersalah dan berdosa, serta merasa malu terhadap lingkungan. Banyak penelitian yang dilakukan para ahli menemukan bahwa remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan di sekitarnya (Hurlock, 1991). Selanjutnya Tallent (dalam Hurlock, 1993) menambahkan anak yang mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah, biasanya memiliki latar belakang keluarga yang harmonis, menghargai pendapat anak dan hangat. Hal ini disebabkan karena anak yang berasal dari keluarga yang harmonis akan mempersepsi rumah sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena semakin sedikit masalah antara orangtua, maka semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya jika anak mempersepsi keluarganya berantakan atau kurang harmonis maka 6

anak akan terbebani dengan masalah yang sedang dihadapi oleh orangtuanya tersebut. Ulfah (2007) meneliti tentang peran persepsi keharmonisan keluarga dan konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Hasil hipotesis menunjukkan, keharmonisan keluarga dan konsep diri secara bersama-sama memberikan peran terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima yaitu ada peran persepsi keharmonisan keluarga dan konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan remaja, dengan sumbangan efektif masing-masing prediktor yaitu konsep diri memiliki peran 30,5% sedangkan keharmonisan keluarga yaitu 7,2 %. Hasil penelitian Atmoko (2010) menunjukkan koefisien korelasi ( rxy ) = -0,615 dengan p 0,01, yang berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara persepsi keharmonisan keluarga dengan perilaku delinkuensi pada remaja. Semakin tinggi persepsi terhadap keharmonisan keluarga maka semakin rendah perilaku delinkuensi pada remaja, dan begitu pula sebaliknya. Rerata hipotetik persepsi keharmonisan keluarga sebesar 82,5 dengan rerata empirik sebesar 93,910 yang disimpulkan bahwa persepsi terhadap keharmonisan keluarga remaja di Sragen katagorisasinya tinggi, sedangkan rerata hipotetik perilaku delinkuensi sebesar 87,5 dengan rerata empirik sebesar 87,200 yang disimpulkan bahwa perilaku delinkuensi remaja di Sragen katagorosasinya sedang. Peranan persepsi keharmonisan keluarga terhadap perilaku delinkuensi sebesar 37,9%. Penelitian ini dapat disimpulkan 7

bahwa ada hubungan negaatif yang sangat signifikan antara persepsi keharmonisan keluarga dengan perilaku delinkuensi pada remaja, bahwa semakin tinggi persepsi keharmonisan keluarga maka semakin rendah perilaku delinkuensi pada remaja, sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap keharmonisan keluarga maka semakin tinggi perilaku delinkuensi pada remaja. Penelitian yang sejenis dilakukan oleh Irmawati (2008) dengan judul hubungan antara keluarga harmonis dengan kecenderungan kenakalan remaja pada siswa kelas XI SMU Al Islam I Surakarta. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi r = - 0,106 dengan p = 0,147 ( p < 0,05 ). Hal ini berarti menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara keluarga harmonis dengan kecenderungan kenakalan remaja, sehingga hipotesis yang diajukan ditolak. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti kembali mengenai hubungan keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja. Selain itu dari data yang menyebutkan di Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan sering terjadi kenakalan remaja, penulis ingin melihat kenakalan remaja di daerah-daerah, khususnya di SMP Negeri 2 Geyer Kabupaten Grobogan. Dimana dari hasil wawancara dengan guru BK dan beberapa guru mata pelajaran di sekolah tersebut serta masyarakat setempat terdapat kecenderungan kenakalan remaja yang relatif tinggi terutama tidak patuh pada peraturan sekolah, membolos bahkan pernah ada kasus perkelahian dan pencurian. Penulis juga sering melihat beberapa siswa 8

kebut-kebutan di jalan waktu mengendarai sepeda motor. Selain itu beberapa siswa di sekolah tersebut berasal dari keluarga yang mempunyai status ekonomi menengah ke bawah. Penulis mendapat data ini dari grafik yang ada di ruang BK, yaitu 70 % orang tua siswa bermatapencahariaan sebagai petani, 20 % buruh, 5 % wiraswasta dan 5 % PNS. Sehingga penulis tertarik ingin mengadakan penelitian dengan judul Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Kenakalan Remaja Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 2 Geyer Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011 / 2012. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Geyer Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2011 / 2012? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui signifikansi hubungan antara keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Geyer Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2011 / 2012. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan dan psikologi sosial terutama yang berhubungan dengan kenakalan remaja. 9

Jika hasil penelitian ini menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Geyer Kabupaten Grobogan, maka penelitian ini akan sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Atmoko (2010). Namun jika hasil penelitian ini ditemukan tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Geyer Kabupaten Grobogan, maka penelitian ini sejalan dengan penelitian Irmawati (2008). 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan orangtua, pendidik, dan remaja mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja. Bila penelitian ini terbukti maka hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk preventif terhadap kenakalan remaja dengan meningkatkan keharmonisan dalam keluarga. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Kajian pustaka berisi tentang teori teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian dan hipotesis. Bab III : Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel penelitian, 10

metode pengumpulan data, uji coba instrumen penelitian, dan metode analisis data. Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan berisi tentang gambaran subyek penelitian, pelaksanaan penelitian, analisis data, hasil penelitian dan pembahasan. Bab V : Kesimpulan dan saran berisi tentang kesimpulan hasil peneliti dan saran saran peneliti. 11