BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI nomor 22 dan 23 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN. dan berkembang secara normal terutama anak, namun itu semua tidak didapatkan

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan pada umumnya adalah upaya membantu peserta. didik dalam merealisasikan berbagai potensi atau kemampuan yang

MENGENAL ANAK TUNAGRAHITA. anak yang biasa-biasa saja, bahkan ada anak yang cepat. Yang menjadi persoalan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki anak sehat, sempurna lahir dan batin adalah harapan semua

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

2014 PEMBELAJARAN SENI GRAFIS TEKNIK SABLON UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB ASYIFA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam Taylor 2009). Menurut Croker, Kowalski, dan Graham dalam

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB I PENDAHULUAN. rata-rata dengan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Aktualisasi Diri Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian

DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA PADA ANAK RETARDASI MENTAL SEDANG FAMILY SOCIAL SUPPORT TO CHILDREN WITH MODERATE MENTAL RETARDATION

: Adi Handoko dan Ayu Sholihah : Psikologi Anak Luar Biasa ANAK TUNAGRAHITA A. PENGERTIAN ANAK TUNAGRAHITA

Tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Subaverage),

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia. menjadi manusia yang berguna. Secara umum anak mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. Institusi pendidikan sangat berperan penting bagi proses tumbuh kembang

BAB IV ANALISIS DATA METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

: Metode-metode Pembelajaran Bahasa Lisan pada Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah Luar Biasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Terdapat perkembangan mental yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

2016 MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MELALUI MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita sedang adalah anak yang tingkat kecerdasan (IQ) berkisar

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. investasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian untuk

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan anak terjadi mulai aspek sosial, emosional, dan intelektual. Salah satu aspek

BAB II KONSEP DASAR TUNAGRAHITA, MEDIA TANGGA BILANGAN, KEMAMPUAN BERHITUNG PENJUMLAHAN

BIMBINGA G N N P ADA S ISWA W DENGAN HAMBATA T N

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Inne Yuliani Husen, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berkembang secara normal. Orang tua pun akan merasa senang dan bahagia

2015 METODE SOSIODRAMA UNTUK MENINGKATKAN INTERKASI SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLBN-A CITEUREUP

BAB I PENDAHULUAN. Retardasi mental adalah suatu gangguan yang heterogen yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. abad kedua puluh satu ini. Dimana didalamnya sarat dengan kompetisi. yang pemenangnya sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

: UTARI RAHADIAN SETIYOWATI K

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

2016 RUMUSAN PROGRAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MERAWAT DIRI BAGI ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB X PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa ( stressor)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan masa depan bangsa dan aset negara yang perlu mendapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

TUNAGRAHITA. M. Umar Djani Martasuta

2016 MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMAKAI SEPATU BERTALI PAD A ANAK TUNAGRAHITA SED ANG MELALUI METOD E D RILL D I SLB C SUMBERSARI BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pribadi yang dialami peneliti, ketika peneliti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Luar Biasa bertujuan untuk membantu peserta didik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Beban Pengasuhan Orang Tua Kepada Anak Intellectual Disability

BAB I PENDAHULUAN. taraf kelainannya. American Association On Mental Deliciency (AAMD) dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan anak (Permeneg PP&PA Nomor 10 Tahun 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Wiknjosastro (2002, hal 154), Antenatal Care ialah Pengawasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Deteksi Dini Pola Gangguan Artikulasi Pada Anak Tunagrahita Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku adaptif diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam memikul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Agustiana, 2013

BAB II LANDASAN TEORI

PENANAMAN KARAKTER PATRIOTISME PADA SISWA TUNAGRAHITA (Studi Kasus di SMPLB Bina Karya Insani Cangakan Karanganyar Tahun Pelajaran 2013/2014)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang diciptakan oleh Tuhan yang memiliki kekurangsempurnaan baik dalam segi

DAN SELF EFFICACY DENGAN STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI SEMARANG PROPOSAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. Anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pendidikan sebagaimana anak

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Dariyo (2011), keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari anggota keluarga inti seperti ayah, ibu, dan anak-anak. Menurut Shochib (2010), pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah, sosial, psikologis dan juga pedagogis. Keluarga dalam dimensi hubungan darah merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan yang lain. Dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan dan interaksi dan saling mempengaruhi, antara satu dengan yang lainnya, walaupun diantara mereka tidak ada hubungan darah. Menurut pengertian psikologis keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin, sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri (Soelaeman, 1994). Dalam pengertian pedagogis keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, yang bermaksud untuk saling menyempurnakan diri. Menurut Gerungan (2004), Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan sekelompoknya.

Burgess, 1963 (Friedmand, 1998) keluarga merupakan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan ikatan adopsi. Menurut Friedmand (1998), keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidetifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga adalah orang-orang yang tinggal dalam satu rumah yang mempunyai hubungan perkawinan, hubungan darah dan saling berinteraksi satu sama lain. 2. Pengertian Dukungan Keluarga Friedman (1998), dukungan keluarga adalah dukungan yang mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersikap mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Menurut Kane (Friedman, 1998) dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya. Dukungan keluarga juga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang kehidupan masa kehidupan ; sifat dan jenis dukungan sosial berbedabeda dalam berbegai tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara-saudara kandung, dan dukungan keluarga eksternal, yaitu dukungan eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja keluarga). Menurut Friedman (1998), studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptulisasi

dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Sarwono (2003), dukungan keluarga adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Dukungan keluarga juga didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Orang yang merasa memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya (Smet, 1994). Dukungan keluarga menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu bantuan atau dorongan psikologis yang diberikan oleh keluarga (Kamus Besar Bahasa Inonesia, 2003). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dukungan keluarga dapat diartikan sebagai dukungan yang diperoleh dari anggota keluarga, dimana dukungan tersebut dapat berupa perhatian, pemberian afeksi, sikap menghargai, dan dukungan moril lainnya yang langsung diberikan pada seseorang. 3. Fungsi Dukungan Keluarga Friedman (1998), menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu :

a. Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (pembayar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkap suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. b. Dukungan penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumberdan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian. c. Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. d. Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

House & Kahn (1985), ada empat aspek dukungan keluarga yang diberikan yaitu: a. Dukungan emosional (Emotional Support) Dukungan emosional meliputi ekspresi, empati, perlindungan, perhatian, kepercayaan. Dukungan ini membuat seseorang merasa nyaman, tentram, dan dimiliki dan dicintai. b. Dukungan instrumental (Instrumental Support) Dukungan instrumental adalah dukungan dalam bentuk penyediaan sarana yang dapat mempermudah tujuan yang ingin dicapai dalam bentuk materi juga berupa jasa pelayanan. c. Dukungan informasi (Informational Support) Dukungan informasi adalah bentuk dukungan yang, meliputi pemberian nasehat, arahan, pertimbangan tentang bagaimana seseorang harus berbuat. d. Penilaian Dukungan ini berupa penghargaan atas usaha yang telah dilakukan, memberi umpan balik mengenai hasil/prestasi. Aspek dukungan keluarga yang diungkapkan oleh House (dalam Smet, 1994) antara lain sebagai berikut: a. Emosional : harapan, cinta dan kasih sayang, kepercayaan, perhatian dan kesediaan mendengarkan. b. Informatif : nasehat, sugesti, saran yang berguna untuk mempermudah individu dalam menjalani hidupnya dan memberikan informasi.

c. Instrumental : tersedianya sarana untuk menolong individu melalui waktu, alat pekerjaan, bantuan uang, kesempatan dan modifikasi lingkungan. d. Penilaian : berupa dukungan dalam bentuk penguatan dan perbandingan sosial serta umpan balik yang diterima individu. Dukungannya berupa penghargaan positif, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan penderita. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi dukungan keluarga dibagi menjadi 4 (empat) yaitu : dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional. 4. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga Friedman (1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman perkembangan. Anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian dari pada anak dari keluarga yang besar. Selain itu, usia orangtua khususnya ibu juga dapat mempengaruhi pemberian perhatian kepada anak. Ibu yang masih muda cenderung tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dibandingkan dengan usia ibu yang lebih tua. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orangtua dan tingkat pendidikan orangtua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara pada keluarga kelas bawah, yang ada adalah hubungan yang otoritas dan otokrasi. Selain itu orangtua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orangtua dengan kelas sosial bawah.

Purnawarman, 2001 (Setiadi, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah : a. Faktor internal 1. Tahap perkembangan Artinya dukungan keluarga dapat ditentukan oleh faktor usia perkembangan, dalam hal ini tahap perkembangan sangat berpengaruh dalam setiap dukungan keluarga individu. 2. Pendidikan atau tingkat pengetahuan Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan keluarga. 3. Faktor emosional Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan keluarga dan cara melaksanakannya. Seorang yang sangat memerlukan dukungan selalu ingin selalu diperhatikan dalam di setiap langkahnya dalam menggapai suatu tujuan 4. Spiritual Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, menyangkut nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti hidup.

b. Faktor eksternal 1. Dalam keluarga Anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian dari pada anak dari keluarga yang besar. Selain itu usia orangtua khususnya ibu juga dapat mempengaruhi pemberian perhatian kepada anak. Ibu yang masih muda cenderung tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dibandingkan dengan usia ibu yang lebih tua. 2. Faktor sosial ekonomi Meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orangtua dan tingkat pendidikan orangtua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan demokratis dan adil mungkin ada, sementara pada keluarga menengah bawah yang ada adalah hubungan yang otoritas dan otokrasi. Selain itu orangtua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orangtua dengan kelas sosial bawah. 3. Latar belakang budaya Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan keluarganya. B. Tunagrahita 1. Pengertian Anak Tunagrahita Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa

asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain (Somantri, 2007) Istilah tersebut sesungguhnya mempunyai arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. AAMD (American Association Of Mental Deficiency) keterbelakangan mental menunjukan fungsi intelektual dibawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan (Kauffman dan Hallahan, dalam Somantri 2007). Menurut Semiun (2006), retardasi mental adalah tingkat fungsi intelektual yang secara signifikan berada dibawah rata-rata sebagaimana diukur oleh tes intelegensi yang dilaksanakan secara individual. Grossman (Sularyo, 2000), Retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang menyeluruh secara bermakna dan secara langsung menyebabkan gangguan adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa perkembangan. Berdasarkan pengertian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa tunagrahita adalah anak yang mempunyai kemampuan inteleaktual dibawah rata-rata dan juga memiliki keterbatasan intelegensi, interaksi sosial, dan fungsi mental lainnya. 2. Karakteristik Anak Tunagrahita Somantri, (2007) menentukan beberapa karakteristik umum tunagrahita yaitu :

a. Keterbatasan Intelegensi Intelegensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan ketrampilan-ketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tersebut. kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo. b. Keterbatasan Sosial Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. c. Keterbatasan Fungsi-Fungsi Mental Lainnya Anak tunagrahita memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan

reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukan secara berulang-ulang. Anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dengan yang buruk, dan membedakan yang benar dan salah. Ini semua karena kemampuannya terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat membayangkan terlabih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatan. DSM-III R mengemukakan tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis seorang individu yang menderita retardasi mental: (1) individu harus memiliki fungsi intelektual umum yang secara signifikan berada dibawah rata-rata. Secara teknis, fungsi intelektual dari individu tersebut berada pada IQ 70 atau lebih rendah dari 70; (2) individu tersebut harus mengalami kekurangan atau kerusakan dalam tingkah laku adaptif yang disebabkan oleh atau ada hubungannya dengan inteligensi yang rendah. Kerusakan dalam tingkah laku adaptif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menerima tanggung jawab sosial dan mengurus diri sendiri (misalnya mengenal atau mengatakan tentang waktu, menangani uang, berbelanja, atau berpergian sendiri) (Semiun, 2006).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan karakteristik anak tunagrahita yaitu keterbatasan intelegensi, keterbatasan sosial dan juga keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya. 3. Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengelompokan pada umumnya didasarkan pada taraf intelegensinya, yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang dan berat. Pengelompokannya seperti ini sebenarnya bersifat artificial karena ketigannya tidak dibatasi oleh garis demarkasi yang tajam. Gradasi satu level ke level berikutnya bersifat kontinuum. Kemampuan intelegensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC) (Somantri, 2007) a. Tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak dengan terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. b. Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ antara 51-36 pada skala Binet dan 54-40 pada skala Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA (umur mental) sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat didik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya, seperti menghindari kebakaran, berjalan dijalan raya, berlindung dari hujan dan sebagainya.

c. Tunagrahita Berat Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (severe) memilki IQ antara 32-20 menurut skala Binet dan antara 39-25 menurut skala Weschler (WISC). d. Tunagrahita Sangat Berat Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Weschler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun. Berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders, WHO, Geneva, 1994 (Sularyo, 2000) retardasi mental dibagi menjadi 4 golongan yaitu : Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69 Moderate reterdation (reterdasi mental sedang), IQ 35-49 Severe retardation (reterdasi mental berat) IQ 20-34 Profound retardation (reterdasi mental sangat berat), IQ < 20 yaitu : Sularyo (2000), menggolongkan retardasi mental menjadi 4 golongan a. Reterdasi Mental Ringan Reterdasi mental ringan dikategorikan sebagai reterdasi mental dapat mendidik (educable). Anak mengalami gangguan bahasa tetapi masih mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik.

Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri secara independen (makan, mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung kemih) meskipun tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan yang utama biasanya terlihat pada pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam membaca dan menulis. b. Reterdasi Mental Sedang Reterdasi mental sedang dapat dikategorikan sebagai reterdasi dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan perkembangan dan penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan keterampilan motor juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan disekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar dasar-dasar membaca, menulis, dan berhitung. c. Reterdasi Mental Berat Kelompok reterdasi mental berat ini hampir sama dengan reterdasi mental sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama adalah pada reterdasi mental berat ini biasanya mengalami kerusakan motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis. d. Reterdasi Mental Sangat Berat Reterdasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau instruksi.

Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu dalam bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer. Para ahli klinis menggunakan 4 kategori retardasi mental berdasarkan pada nilai tes intelligensinya, yakni: ringan, sedang, berat, dan sangat berat (Semium, 2006). TINGKAT-TINGKAT RETARDASI MENTAL DALAM PANDANGAN KLINIS Tingkat Kehebatan Perkiraan Rentang IQ Persentasi Mental Reterdasi Reterdasi mental ringan 50-70 Kira-kira 85 Reterdasi mental sedang 35-49 10 Reterdasi mental berat 20-34 3-4 Reterdasi mental sangat Dibawah 20 1-2 berat Sumber : disadur dari DSM-III, 32-33. PPDGJ-III menggolongkan reterdasi mental menjadi 4 golongan yaitu : a. Retardasi Mental Ringan Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 sampai 69. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai

kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biasanya tampak pada pekerjaan sekolah yang bersifat akademik, dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis. b. Retardasi Mental Sedang Biasanya IQ berada pada rentang 35 sampai 49. Umumnya ada profil kesenjangan (discrepancy) dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam keterampilan visio-spasial dari pada tugas-tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana. Tingkat perkembangan bahasa bervariasi: ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka. c. Retardasi Mental Berat Biasanya IQ berada pada rentang 20 sampai 34. Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal: Gambaran klinis Terdapat etiologi organik Kondisi yang menyertainya Tingkat presentasi yang rendah Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukan adanya

kerusakan atau penyimpangan perkembangan yeng bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat. d. Retardasi Mental Sangat Berat Biasanya IQ dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya dapat mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan visio-spasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokan mungkin dapat dicapainya, dan dengan pengawasan dan petujuk yang tepat penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi tunagrahita dapat dibagi menjadi 4 (empat) yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, tunagrahita berat, dan tunagrahita sangat berat. C. Kerangka Berpikir Setiap orangtua menginginkan anaknya tumbuh secara sempurna, namun demikian kenyataaan yang tidak sesuai dengan harapan yang dialami oleh satu atau keduanya, akan menimbulkan kekecewaan. Salah satunya adalah mempunyai anak yang berkebutuhan khusus yaitu memiliki anak tunagrahita. Somantri (2007), tunagrahita merupakan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.

Memiliki anak tunagrahita merupakan suatu tantangan yang cukup berat bagi banyak orangtua. Tidak sedikit orangtua yang mengeluhkan bahwa merawat dan mengasuh anak tunagrahita tidaklah mudah, karena merawat anak tunagrahita membutuhkan tenaga dan perhatian yang ekstra karena berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dan utama dalam kehidupan anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunagrahita. Adanya keterbatasan yang dimiliki oleh anak, maka dari itu peran dukungan keluarga merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan anak. Peningkatan kemampuan hidup anak tunagrahita akan sangat ditentukan oleh peran serta dan dukungan penuh dari keluarga, sebab keluarga adalah pihak yang mengenal dan memahami berbagai aspek dalam diri seseorang dengan jauh lebih baik daripada orang-orang yang lain. Dukungan dan penerimaan dari orangtua dan anggota keluarga yang lain akan memberikan semangat dan kepercayaan dalam diri anak tunagrahita untuk lebih berusaha mempelajari dan mencoba hal-hal baru yang terkait dengan ketrampilan hidupnya. Sebaliknya, penolakan atau minimnya dukungan yang diterima dari orang-orang terdekat akan membuat mereka semakin rendah diri dan menarik diri dari lingkungan, enggan berusaha karena selalu diliputi oleh ketakutan ketika berhadapan dengan orang lain maupun untuk melakukan sesuatu, dan pada akhirnya mereka benar-benar menjadi orang yang tidak dapat berfungsi secara sosial serta selalu tergantung pada bantuan orang lain, termasuk dalam merawat diri sendiri. Sebagaimana hasil penelitian Siswono (2008) menjelaskan bahwa keberadaan anak tunagrahita membutuhkan dukungan keluarga yang besar

sehingga anak mampu menyesuaikan diri dan memiliki perkembangan yang baik sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan diatas, penelitian dukungan keluarga terhadap anak tunagrahita penting untuk dilakukan. Kerangka berfikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Anak Didiagnosis Mengalami Tunagrahita Dukungan Keluarga Dukungan Informasional Dukungan Penilaian Dukungan Instrumental Dukungan Emosional Gambar 1. Kerangka Berfikir