BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN HUKUM ALAT BUKTI DAN BARANG BUKTI DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB III PIDANA BERSYARAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

I. PENDAHULUAN. keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN)

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia. untuk merumuskan norma hukum dalam penanggulangannya. 1

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tidak mendapat kepastian hukum setelah melalui proses persidangan di

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. alih hak dan kewajiban individu dalam lintas hubungan masyarakat yang

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

I. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian analisis data dan wawancara dengan narasumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia (HAM) yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Sejak awal kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, bangsa Indonesia telah bertekad untuk mewujudkan suatu masyarakat yang dicita-citakan bersama yaitu masyarakat yang adil dan makmur, spiritual dan material. Negara Republik Indonesia adalah negara atas dasar hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka, maka dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia adalah negara atas dasar hukum (Rechtsaat). Yang dimaksud negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan pada warganya. Negara hukum dalam arti menurut konsepsi dewasa ini, mempunyai sendi-sendi yang bersifat universal, seperti pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Legalitas dan tindakan negara atau pemerintah dalam arti tindakan aparatur negara yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan terjaminnya peradilan yang bebas. Bagi bangsa Indonesia hak seseorang didalam hukum tercantum didalam Undang-Undang Dasar 1945, diantaranya dinyatakan dalam pasal 27 ayat (1) 1

yang berbunyi : Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan peme rintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan 1. Bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan amanah dari Allah SWT kepada penegak hukum untuk dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahwa, pembuktian suatu tindak pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap tindak pidana tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu tindak pidana baik pada tahap pembuktian sejak penyelidikan, penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan tindak pidana tersebut. Indonesia sebagai negara hukum, karena itu semua gerak langkah setiap aparat dan warga negaranya harus berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku. Fungsi hukum antara lain untuk mengatur tata tertib masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana kadang-kadang dijumpai bahwa perkembangan masyarakat lebih cepat daripada perkembangan hukum itu sendiri, sehingga dirasarakan hukum tidak lagi dapat mengejar perubahan sosial yang terjadi datam masyarakat yang diaturnya. Oleh karena itu pembangunan yang kita jalankan guna mengejar 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2

keterbelakangan dan harkat hidup bangsa, agar dapat dipandang sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya didunia, perlu dilakukan pembangunan hukum yang memadai dengan perkembangan masyarakat dewasa ini. Hal ini memerlukan kesungguhan dari segala pihak terutama aparat penegak hukum, disamping bertugas untuk menegakkan hukum berkewajiban pula menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat. 2 Berkaitan dengan perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, dalam hal ini tentu diikuti dengan semakin banyaknya kejahatan yang dilakukan oleh manusia, Oleh karena itu dalam rangka penegakan hukum diperlukan pula peningkatan keamanan yang harus diwujudkan guna terciptanya kesejahteraan masyarakat. Untuk itu pemerintah selalu berupaya mencegah kejahatan yang belum terjadi dan menindaklanjuti kejahatan yang terjadi, yang tentunya membawa kerugian bagi korban baik berupa kerugian materiil maupun kerugian moril. Usaha pencegahan yang telah dilakukan oleh pemerintah serta aparat penegak hukum antara lain dengan diadakannya penyuluhan hukum, Jaksa masuk desa, dan hakim masuk desa. Sedangkan usaha penindakan terhadap pelaku kejahatan dilakukan dengan menjatuhkan sanksi pidana yang setimpal terhadap pelaku tindak pidana yang telah terbukti bersalah, dimana setelah hakirn mengeluarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pemidanaan baru dapat dilaksanakan. Menurut ketentuan Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut dengan KUHAP secara jelas dicantumkan dalam pasal 270 Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap 2 Djoko Prakoso, SH. Eksistensi Jaksa di tengah-tengah Masyarakat, Ghalia Indonesia, tahun 1985, ha1.116 3

dilakukan oleh Jaksa yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya. 3 KAJIAN HUKUM ALAT BUKTI DAN BARANG BUKTI DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN (Studi Kasus di Polrestabes Semarang) Adapun macam-macam hukum acara 4 pidana dan hukum pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana, telah disebutkan secara jelas dalam Pasal 10 KUHP jo Pasa169 KUHAP antara lain : 1. Pidana Pokok a. Pidana mati; b. Pidana penjara; c. Pidana kurungan; d. Pidana denda; e. Pidana tutupan (Undang-undang nomor 20 tahun 1946). 2. Pidana Tambahan a. Pencabutan hak-hak tertentu; b. Perampasan barang-barang tertentu; c. Pengumuman putusan hakim. 5 Jika melihat ketentuan pasal 10 KUHP diatas, maka terhadap seorang pelaku tindak pidana dpat dijatuhkan pidana pokok saja atau pidana pokok ditambah dengan pidana tambahan, sedangkan untuk pidana tambahan tidak dapat berdiri sendiri. 3 P.A.F. Lamintang, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Dengan Pembahasan Secara Yuridis menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, CV Sinar Baru, Bandungan, Tahun 1984, hal. 552. 4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan 5 Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan ke XVI, tahun 1990, hal. 6. 4

Selanjutnya dalam pasal 39 KUHP dinyatakan sebagai berikut: 1. Barang kepunyaan si terhukum, yang diperoleh dengan kejahatan atau yang dengan sengaja dipakai akan melakukan kejahatan, dapat dirampas. 2. Jika dijatuhkan hukuman lantaran melakukan kejahatan tiada dengan sengaja atau lantaran melakukan pelanggaran, dapat juga dijatuhkan hukuman merampas itu dalam hal tertentu dalam undang-undang. 3. Hukuman merampas itu dapat dijatuhkan atas tanggungan si tersalah yang diserahkan kepada pemerintah tetapi hanyalah tentang barang yang sudah disita. 6 Dengan demikian nampak jelas bahwa dalam suatu pemeriksaan perkara pidana, penyidik perkara yang bersangkutan pada umumnya telah menyita barang-barang baik barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana maupun barang yang diperoleh dari tindak pidana, dimana barang-barang tersebut akan disertakan sebagai barang bukti dalam pemeriksaan pengadilan. Menurut Ratna Nurul Afiah didalam putusan hakim terhadap barang bukti ada beberapa kemungkinan yaitu : 1. Dikembalikan kepada pihak yang paling berhak; 2. Dirampas untuk kepentingan Negara; 3. Dirampas untuk dimusnahkan; 4. Tetap didalam kekuasaan Kejaksaan sebab barang bukti tersebut masih dipertukan dalam perkara lain. 7 Apabila terhadap barang bukti tersebut dijatuhkan putusan dimusnahkan 6 7 R. Soesilo, Kilab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar -komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,. Politeia Bogor, tahun 1995, hal. 57-58. Ratna Nurul Afiah. Barang Bukti Dalam Proses Pidana, Editor Andi Hamzah Sinar Grafika t ahun 1988, hal 199. 5

atau dijual lelang untuk negara, maka sesuai dengan ketentuan pasa139 KUHP hanya terbatas pada barang-barang yang telah disita saja. Apabila terhadap barang bukti tersebut dijatuhkan putusan dikembalikan kepada orang yang paling berhak, maka Jaksa selaku pelaksana putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus segara mengembalikannya. Namun kenyataannya didalam praktek proses pengembalian barang bukti tersebut menemui hambatan atau kendala, sehingga pelaksanaan pengembalian barang bukti tidak bisa segera dilaksanakan (memakan waktu yang lama). Bedasarkan uraian diatas maka penulis memilih judul B. Perumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang permasalahan diatas maka muncul permasalahan yang harus dipecahkan yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap khususnya terhadap barang bukti? 2. Bagaimana pelaksanaan pengembalian barang bukti yang disita setelah adanya putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang ingin dicapai dengan penulisan ini antara lain: 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap khususnya terhadap barang bukti. 2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengembalian barang bukti yang disita setelah adanya putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 6

D. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman dan pembahasan isi skripsi ini, maka sistematikanya dibuat sebagai berikut : Bab I tentang pendahuluan, yang herisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan sisternatika penulisan. Bab II tentang Tinjauan Pustaka. Dalam sub bab pertama dibicarakan tentang putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terdiri atas pengertian, bentuk dan isi putusan, kemudian dilanjutkan dengan macam-macam putusan, setelah itu pelaksanaan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan dalam sub bab kedua dibicarakan tentang barang bukti dalam proses pidana yang terdiri dari pengertian dan fungsi barang bukti, kemudian macam-macam putusan yang berkenaan dengan barang bukti. Setelah itu pihak yang bertanggung jawab atas barang bukti dalam upaya hukum biasa dan luar biasa, dan dalam sub bab terakhir membicarakan tentang lembaga pelaksana putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang terdiri atas struktur organisasi dan sistem administrasinya. Bab III tentang metode penelitian, dalam bab ini diuraikan mengenai metode pendekatan, spesifikasi penelitian, teknik sampling, sumber data, dan analisa data. Bab IV tentang Bagaimana pelaksanaan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap khususnya terhadap barang bukti. Dalam bab ini diuraikan mengenai pelaksanaan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap khususnya terhadap barang bukti oleh Kejaksanaan Negeri Semarang, kemudian dilanjutkan dengan Bagaimana pelaksanaan 7

pengembalian barang bukti yang disita setelah adanya putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Bab V merupakan penutup. Dalam bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian dan juga berisi saran-saran. 8