BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri yang membedakannya dari suku yang lain. Salah satu pembeda itu adalah bahasa. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2008:24). Pembinaan dan pengembangan bahasa sangat penting terutama pada bahasa-bahasa daerah karena disamping sebagai pemerkaya kebudayaan nasional yang diungkapkan didalam kebudayaan nasional, nilai nilai kebudayaan tradisional juga diungkapkan di dalam bahasa bahasa daerah. Konsep kebudayaan tradisional hanya dapat dimengerti melalui ungkapan bahasa daerah msyarakatnya (Sibarani, 2003:1). Dengan berkembangnya bahasa-bahasa daerah, maka budaya etnis penutur tersebut akan dikenal dan kemungkinan pengkajian serta pengembangan budaya masyarakat penutur bahasa itu akan lebih cepat dilakukan. Oleh karena itu, bahasa daerah harus tetap dipelihara dan dibina agar tetap berkembang. Salah satu upaya melestarikan eksistensi bahasa-bahasa daerah itu adalah dengan cara melakukan kajian tentang bahasa-bahasa tersebut. Salah satu bahasa daerah yang mengalami perkembangan cukup pesat adalah bahasa Pesisir Sibolga. Perkembangan bahasa Pesisir Sibolga dipengaruhi oleh besarnya jumlah penutur. Penutur bahasa ini diperkirakan sekitar 84.444 jiwa dengan luas wilayah sekitar 10,77 kilo meter persegi di dataran Sumatera (Berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik kota Sibolga tahun 2010). Selain itu, kota ini juga menjadi sebuah kota bahari yang identik dengan fungsi melayani kepentingan perdagangan antarpulau, antarnegara, melayani para
pelaut atau musafir yang berkelana dari berbagai penjuru negeri, dan melayani mereka yang hendak beristirahat atau sekedar bertamasya. Hal inilah yang menjadi pendukung perkembangan bahasa Pesisir Sibolga. Secara geografis wilayah Sibolga terletak antara 1º 42'1º 46' Lintang Utara dan 98º 44' - 98º 48' Bujur Timur di Pantai Barat Pulau Sumatera Bagian Utara yaitu di Teluk Tapian Nauli, ± 350 Km Selatan Kota Medan. Secara administratif, kota Sibolga terdiri atas empat Kecamatan, yakni Sibolga Utara, Sibolga Kota, Sibolga Selatan, dan Sibolga Sambas. Kemudian empat kecamatan itu dibagi menjadi 17 Kelurahan. Bahasa Pesisir Sibolga dapat dikaji berdasarkan strukturnya seperti yang pernah dilakukan oleh Setiana Simorangkir (1986) dalam bukunya Struktur Bahasa pesisir Sibolga. Struktur tersebut termasuk mengenai frasa. Pembentuk frasa adalah kata. Kata, dalam tataran sintaksis, merupakan satuan gramatikal bebas terkecil, sehingga pembentuk frasa harus berupa morfem bebas. Misal, sangat cantik dan gedung tinggi. Dari pengertian di atas dapat juga dikatakan bahwa frasa adalah gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, artinya antara kedua unsur yang membentuk frasa itu tidak berstruktur subjek-predikat atau berstruktur predikat-objek. (Chaer, 1994 : 222). Ramlan (1995: 151) memberi batasan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Sebagai suatu fungsi, frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemadu kalimat (Samsuri, 1985:93). Sebagai suatu bentuk, frasa adalah satuan gramatikal yang berupa kata yang nonpredikatif (Kridalaksana dkk, 1994 : 162). Frasa dapat dikaji secara struktural maupun secara generatif. Secara struktural, frasa dikaji berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada, misalnya dalam menentukan kelas kata, untuk menyatakan kata kerja harus berdistribusi dengan frasa dengan dan kata sifat adalah kata yang dapat didahului oleh kata sangat atau kata paling (Chaer, 1994:360). Sedangkan secara generatif, frasa dikaji berdasarkan hubungan bunyi dan
arti dalam bentuk kaidah-kaidah yang tepat dan jelas sebab frasa merupakan kumpulan kata yang terdiri atas deretan bunyi yang mempunyai makna. Tata bahasa generatif adalah cabang linguistik teoretis yang bekerja untuk menyediakan seperangkat aturan yang secara akurat dapat memprediksi kombinasi kata yang mampu membuat tata bahasa kalimat yang benar. Studi tentang tata bahasa generatif dimulai pada tahun 1950-an oleh Noam Chomsky, seorang filsuf Amerika yang juga seorang penulis dan pengajar di bidang linguistik. Chomsky mengenalkan gagasan barunya melalui sebuah buku yang berjudul Syntactic Structure. Di dalam buku ini, Chomsky mengutarakan bahwa bahasa berkaitan dengan aktivitas mental yang sehubungan juga dengan probabilitas dan bukan berhadapan dengan data kajian yang tertutup dan selesai sehingga bahasa dapat dianalisis dan dideskripsikan secara pasti. Akibat konsep tersebut bahwa teori merupakan sebuah hipotesis yang memiliki hubungan secara internal antara yang satu dengan yang lainnya. Hipotesis tersebut memiliki dua ciri, pertama berisi pernyataan yang berfungsi untuk memahami sesuatu secara sementara yang dikembangkan melalui strategi heuristik dan kedua merupakan kreasi intelek yang sistematik, teliti tetapi sekaligus bersifat tentatif (Chomsky, 1981 dalam Adil). Gagasan inilah yang dimaksud Chomky sebagai tata bahasa generatif. Sehubungan dengan itu maka pengertian tata bahasa generatif adalah tata bahasa yang berusaha menampilkan seperangkat kaidah kalimat yang terbatas dari kalimat yang tak terbatas jumlahnya. Teori X-bar adalah salah satu bidang kajian Tata Bahasa Generatif Transformasi. Teori ini pada mulanya digunakan untuk menjawab dua permasalahan yang dihadapi oleh kaidah struktur sintaksis dan kaidah struktur frasa. Permasalahan yang pertama adalah kaidah struktur sintaksis dan kaidah struktur frasa hanya dapat diterapkan pada jenis proyeksi tertentu. Permasalahan kedua, kaidah struktur sintaksis dan kaidah struktur frasa terkesan terlalu luas sehingga perlu adanya pembatasan (Lieber dalam Sawirman, 2009). Teori X-bar
bukanlah sesuatu yang asing dalam literatur bahasa Indonesia. Sebagai contoh, teori ini telah diterapkan oleh Mulyadi dalam penelitiannya (1998) yang membicarakan frasa nomina bahasa Indonesia dan pada frasa preposisi bahasa Indonesia (2002). Kajian struktur frasa terhadap bahasa Pesisir Sibolga masih terbatas termasuk di antaranya mengenai frasa numeralia. Numeralia dalam tata bahasa Pesisir Sibolga tidak dapat diabaikan begitu saja. Istilah numeralia digunakan untuk menghitung banyaknya maujud, misalnya, untuk menyatakan jumlah orang, binatang dan benda (Moeliono, 1988 : 194). Pada tataran frasa, numeralia bisa diperluas menjadi frasa numeralia dengan cara menambahkan konstituen lain sebelum atau sesudah inti leksikal. Namun, dalam sintaksis generatif (lihat Radford, 1988: 86), frasa numeralia dapat terbentuk tanpa adanya tambahan konstituen lain sebab frasa yang belum dimodifikasi memiliki distribusi dan status yang sama seperti sebuah frasa yang lengkap. Dari uraian di atas, sejauh yang diamati peneliti terhadap struktur FNum bahasa Pesisir Sibolga dengan menggunakan teori X-Bar sama sekali belum pernah dilakukan. Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian tentang frasa numeralia dalam bahasa pesisir Sibolga. 1.2 Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah dari penelitian ini adalah 1. Bagaimanakah perilaku fungsi gramatikal, seperti komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec) dalam membentuk struktur FNum bahasa Pesisir Sibolga berdasarkan teori X-bar? 2. Bagaimanakah kaidah struktur FNum bahasa Pesisir Sibolga menurut teori X-bar?
1.3 Pembatasan Masalah Suatu penelitian mempunyai batasan masalah. Dengan adanya pembatasan masalah, maka penelitian yang dikaji dapat terarah dan tidak terjadi kesimpangsiuran terhadap masalah yang hendak diteliti, sehingga tujuan yang dimaksud dapat tercapai. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi hanya pada struktur frasa, yakni frasa numeralia dalam bahasa Pesisir Sibolga berdasarkan teori X-bar dan diteliti secara kepustakaan. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai dua tujuan yakni 2. Mendeskripsikan fungsi gramatikal, seperti komplemen (Komp), keterangan (Ket), dan specifier (Spec) dalam membentuk struktur FNum bahasa Pesisir Sibolga berdasarkan teori X-bar. 3. Merumuskan kaidah struktur FNum bahasa Pesisir Sibolga menurut teori X-bar. 1.4.2 Manfaat Penelitian Manfaat Teoretis 1. Memberikan manfaat dalam upaya pengembangan kajian sintaksis bahasa Pesisir Sibolga 2. Memperkaya pemerian bahasa Pesisir Sibolga, khususnya yang berhubungan dengan FNum dalam analisis teori X-bar 3. Memperkaya hasil penelitian sintaksis yang menggunakan pendekatan generatif.
Manfaat Praktis 1. Sebagai sumber data bagi penelitian lanjutan tentang frasa numeralia maupun bahasabahasa daerah lain khususnya yang berhubungan dengan teori X-bar. 2. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian baru tentang bahasa Pesisir Sibolga. 3. Sebagai bahan perbandingan untuk pembelajaran antara struktur frasa numeralia bahasa Pesisir Sibolga dengan frasa lain.