BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Perkembangan fisik yang paling kelihatan adalah perubahan penggunaan

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN KABUPATEN KUPANG KABUPATEN KUPANG

HASIL PENELITIAN IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN WILAYAH KOTA TIDORE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI PULAU DOOM KOTA SORONG. : Permukiman, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

METOPEN ANALISIS LOKASI & POLA RUANG

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PULAU BURUNG. wilayah administratif Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau yang memiliki luas 531,22 km²

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Erwindy, Jossy. Tesis Magister dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan Sebagai Masukan

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan yang merupakan bagian

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

HASIL PENELITIAN ANALISIS PERKEMBANGAN AKTIVITAS KOMERSIL GALALA DI JALAN LINTAS HALMAHERA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

berkembang seperti Indonesia dewasa ini adalah tingginya pertumbuhan penduduk terutama pada pusat-pusat perkotaan, dimana terpusatnya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Seiring dengan perkembangan waktu selalu disertai dengan peningkatan

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI FISIK WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara Geografis Sorong terletak pada kawasan persilangan empat penjuru

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

I. PENDAHULUAN. Permukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal menetap dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Peranan tersebut menjadikan angkutan umum perkotaan sebagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena kawasan ini merupakan pusat segala bentuk aktivitas masyarakat. Pusat

DAFTAR ISI Halaman Judul Halaman Pengesahan Abstrak Halaman Persembahan Motto

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS PENGGUNAAN LAHAN PESISIR SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: ARI KRISTIANTI L2D

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DI KOTA JAYAPURA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. sosio-ekonomi dan budaya serta interaksi dengan kota kota lain di sekitarnya. Secara

BAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. fungsi yang sangat penting bagi kegiatan pembangunan, demi tercapainya

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK URBAN SPRAWL DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

PENGARUH KEBERADAAN PERUMAHAN TERHADAP PERUBAHAN HARGA LAHAN DI KECAMATAN CILEDUG TUGAS AKHIR. Oleh : Lisa Masitoh L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. pedesaan telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil. Teori

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung yang merupakan daerah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kota secara fisik berlangsung dinamis sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk perkotaan, perubahan sosial ekonomi dan tuntutan kebutuhan ruangnya. peningkatan kebutuhan ruang baik perumahan maupun kegiatan sosial-ekonomi perkotaan yang pada akhirnya akan menyebabkan alih fungsi lahan pada kawasan pinggiran kota yang semula merupakan lahan pertanian atau non pertanian. Branch(1996) menyatakan bahwa secara fisik perkembangan suatu kota dapat dicirikan dari penduduknya yang makin bertambah dan makin padat, bangunan-bangunan yang semakin rapat dan wilayah terbangun terutama permukiman yang cenderung semakin luas, serta semakin lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan sosial dan ekonomi kota. Rabani(2010), menyebutkan bahwa sejarah kota-kota di Indonesia sebagian besar berkembang di wilayah pantai. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas ekonomi, budaya, politik, dan sosial banyak dilakukan melalui laut pada masa lalu. Sejarah membuktikan bahwa perdagangan paling ramai dan mudah dilakukan adalah melalui sungai dan laut. Sehingga penduduk memilih lokasi permukiman disekitar sungai dan pantai. Permukiman itu pada perkembanganya berubah menjadi kota seiring dengan adanya interaksi penduduk asli dengan 1

2 pendatang setelah melalui waktu lama. hal ini dapat dilihat pada dinamika suku yang mendiami kota dengan kepentingan yang berbeda-beda. Selain itu jenis pekerjaan atau profesi di kota sebagai gejala kekotaan yang lebih kompleks. Baubau dikenal sebagai kota pantai di Sulawesi Tenggara. Sejak abad ke- 16 berfungsi sebagai kota pelabuhan bagi kesultanan Buton. Pelabuhan dianggap sektor paling penting guna mendukung perkembangan ekonomi perdagangan dan pelayaran. Karena melalui pelabuhan inilah barang atau komoditas Kota Baubau di disalurkan ke daerah-daerah yang membutuhkan baik dalam maupun untuk kepentingan luar negeri. Letak Kota Baubau yang sangat strategis merupakan peluang besar bagi kota berkembang menjadi kota perdagangan dan jasa antar pulau, karena secara fisik Kota Baubua terletak di jalur pelayaran dan niaga dari pulau Buton, Jawa, Makasar, Manado, Maluku dan irian jaya. Posisi ini yang kemudian menjadikan Kota Baubau sebagai pusat pertemuan penduduk dari berbagai daerah seperti Bugis Makasar, Muna, Maluku dan Jawa di Kota Buabau. Aspek migrasi, kebutuhan tempat tinggal dalam kota serta pertukaran barang dan jasa yang terjadi dalam kota menjadikan Kota Baubau cepat berkembang. Permukiman-permukiman mereka kemudian tersebar di pinggiran-pinggiran pelabuhan dan pasar. Awal mulanya perluasan permukiman di Kota Baubau cenderung kearah sekitar pantai. Pasar dan perkantoran didirikan di sekitar pantai dekat dengan pelabuhan. Hal ini terkait dengan kegiatan penduduk Kota Baubau yang heterogen, yaitu nelayan, pelayar, pedagang antar pulau, yang mengharuskan mereka untuk memilih lokasi-lokasi di pinggiran pantai guna memudahkan jalur

3 pengakutan barang dan pelayaran antar pulau. Dengan demikian mencirikan perkembangan kota lebih kepada ciri kota niaga atau kota pelabuhan yang mengandalkan sektor perdagangan sebagai basis perkembanganya. Kondisi ini didukung oleh posisi geografis(letak kota) dan perilaku masyarakatnya yang sebagian besar berorientasi pada sektor pelayaran dan perdagangan. Menurut Rabani(2010) bahwa perdagangan dan pelayaran intensif dilakukan ke daerahdaerah yang memungkinkan perolehan pedapatan tinggi secara ekonomi. Wajah kota-kota pantai di wilayah itupun infrastrukturnya mengikuti jalur pantai dan orientasi ekonomi cenderung kearah pengembangan pelabuhan sebagai pendukung perdagangan dan pelayaran. Seperti halnya yang disebutkan oleh Branch(1995), bahwa keadaan geografis suatu kota bukan hanya merupakan pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasinya, melainkan mempengaruhi fungsi dan bentuk fisiknya. Jika dimaksudkan kota di kembangkan sebagai kegiatan niaga kelautan di dalam permukimanya, sebagai tempat pertukaran barang antar daerah daratan dan lautan, maka kota mestinya berlokasi di tepi pantai atau di sepanjang tepi sungai yang memiliki akses ke laut dengan menggunakan kapal. Perkembangan fisik Kota Baubau pada tahun 1996 sampai dengan 2011, terjadi perkembangan permukiman yang cenderung mengarah ke bagian perbukitan, hal ini yang menunjukan semakin menjauh dari ciri dan potensi kotanya sebagai kota pelabuhan dan kota niaga. Rumah-rumah permukiman penduduk tidak lagi mengikuti pola-pola setengah lingkaran yang berada di sekitar pantai dan pelabuhan seperti yang diungkapkan oleh Brunch(1995) dan

4 Nelson dalam Yunus(2009), pada umumnya kota-kota pelabuhan membentuk pola setengah lingkaran atau menyerupai bentuk kipas. melainkan perkembangan Kota Baubau berpencar mengikuti pola-pola jaringan jalan dan lahan-lahan yang landai menuju bagian luar ke daerah pinggiran. Perubahan orientasi perkembangan kota ini terkait dipengaruhi pertambahan jumlah penduduk, pemekaran wilayah dan peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Baubau. pertambahan jumlah penduduk, ditandai dengan masuknya pengungsi dari maluku pada tahun 1998-2000. Populasi penduduk yang semakin meningkat pada tahun 1998 secara linear mengakibatkan kebutuhan tempat bermukim dan prasarana transportasi sebagai akses memudahkan pegerakan penduduk sulit dihindari. Sebagian warga yang secara sosial-ekonomi mampu, dapat memilih tempat bermukim yang lebih nyaman dan tidak terganggu dengan kesumpekan kota, misalnya kearah perbukitan yang relatif lebih nyaman dan bebas banjir. Walaupun jarak ke pusat kegiatan mungkin relatif jauh, tetapi dengan tersedianya sarana dan prasarana yang semakin berkembang maka kendala jarak cukup teratasi. Warga kota yang berpenghasilan minim terpaksa menambah kesumpekan kota, karena ingin menjangkau pusat kegiatan sehari-hari. kedekatan jarak jangkau ke pusat kota lebih diutamakan daripada harus berpikir kenyamanan. Dengan demikian kejenuhan permukiman dan penduduk di pusat kota semakin terlihat nyata. Sedangkan dibagian luar pusat kota mulai banyak didirikan bangunan-bangunan baru yang makin berpotensi untuk berkembang. Potensi perkembangan tersebut karena ketersediaan lahan maupun kenyamanan lingkungan serta didukung dengan jaringan jalan.

5 Sebelum tahun 2001, perkembangan fisik Kota Baubau terkosentrasi di sekitar pelabuhan dan pantai. Sedangkan bagian berbukitan terlihat masih luasnya kawasan tidak terbangun seperti; hutan, tegalan dan lahan-lahan kosong yang mengintari kawasan pusat kota Baubau. Pada tahun 2001, permukiman penduduk dan aktifitas perkotaan lainnya mulai tersebar di kawasan-kawasan tidak terbangun. Hal ini selain faktor pertambahan jumlah penduduk, juga di tandai dengan pemekaran wilayah Kota Baubau pada tahun 2001 dari Kabupaten Buton (lembar Negara no 13 tahun 2001). Pemekaran wilayah ini tentu saja dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan kota secara fisik dan jangkauan pelayanan fasilitas perkotaan pada daerah-daerah pingiran, sebagai akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang semakin memerlukan lahan tempat bermukim dan fasilitas umum. Pada tahun 2006-2011, terjadi perkembangan yang sangat pesat pada kawasan-kawasan pinggiran/perbukitan Kota Baubau, baik dari aspek demografi(penduduk), sarana transportasi, perdagangan dan perkantoran, sehingga menimbulkan implikasi perkotaan antara lain terhadap sosial-budaya, sosialekonomi dan fisik kota. perkembangan Kota Baubau ini berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Baubau, dimana terciptanya peluang lapangan pekerjaan semakin luas, mengakibatkan tingkat pendapatan daerah dan masyarakat semakin meningkat. Karena tingkat pendapatan masyarakat semakin tinggi, maka berpengaruh pada tingkat daya beli masyarakat semakin besar. Perkembangan fisik Kota Baubau yang mengarah ke perbukitan dengan pola tidak teratur pada wilayah pinggiran/perbukitan, tentunya menjadi ancaman

6 bagi sumber-sumber mata air, menyebabkan alih fungsi lahan pertanian ataupun hutan, terjadi kemacetan karena terkosentrasi pada sisi jalan serta terjadinya peningkatan biaya pembangunan fasilitas pada wilayah-wilayah yang tidak kompak, jika hal ini berkembang tanpa kendali. Maka penting sekali mengidentifikasi faktor-faktor perkembangan kota untuk kemudian menjadi pertimbangan di dalam mengarahkan dan mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan Kota Baubau dimasa yang akan datang, dan menjadi contoh dalam mengembangkan kota-kota lain yang serupa. Yunus (2000), menyebutkan bahwa ekspresi perkembangan kota yang bervariasi sebagian terjadi melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik berkaitan dengan topografi, struktur geologi, geomorfologi, perairan dan tanah, sedangkan faktor non fisik berkaitan dengan kegiatan penduduk (politik, sosial, budaya, teknologi), urbanisasi, peningkatan kebutuhan akan ruang, peningkatan jumlah penduduk, perencanaan tata uang, perencanaan tata kota, zoning, peraturan pemerintah tentang bangunan dan lain sebagainya. Peran aksesibilitas, prasarana dan sarana transpotasi serta pendirian fungsi-fungsi besar seperti industri dan perumahan, mempunyai pengaruh yang besar terhadap perembetan fisik kota di area pinggiran. Senada yang disampaikan oleh Branch (1996), menyebutkan terdapat suatu unsur eksternal yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu; keadaan geografis, tapak(site), sejarah dan kebudayaan, dan unsur-unsur umum; kebijakan, jaringan transportasi, fasiltas umum penyediaan air, penggunaan lahan, distribusi kepadatan.

7 1.2. Rumusan Masalah Kota Baubau memiliki luas wlayah 221,00 Km 2, tumbuh dan berkembang di sepanjang pesisir dengan limitasi perkembangan ke dalam daerah berbukitbukit, sehingga menjadi limitasi dalam perkembangan kota. Kecenderungan perkembangan Kota Baubau, ditinjau dari penduduk dalam kurun waktu selama sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Jumlah penduduk Kota Baubau pada tahun 1990 sebanyak 77.224 jiwa dan tahun 2003 sebanyak 116.901 jiwa sehingga rata - rata laju pertumbuhan pertahun selama kurun waktu 10 tahun sebesar 2,88 %, dan menjadi 139.717 orang di tahun 2011. angka pertumbahan ini cukup besar karena dipicu oleh adanya eksodus baik dari Ambon (Maluku) maupun dari Timor Timur. Pertambahan penduduk yang begitu tinggi, berdampak pada peningkatan kebutuhan perumahan dan penyediaan fasilitas penunjang permukiman perkotaan, yang pada akhirnya mempengaruhi perubahan fisik lahan sekitar pusat kota, yaitu dari kawasan tak terbangun ke kawasan terbangun. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan terlihat pada tahun 1996 dengan luas kawasan tidak terbangun sebesar 7642.27 Ha (26,37%) serta luas lahan terbangun bertambah 180.98 Ha (0,62%) dari luas penggunaan lahan Kota Baubau 29,016.49, pada tahun 2011 luas lahan tidak terbangun berkurang menjadi 7425.92 Ha(25,59%), dan lahan terbangun meningkat mencapai 397.32 Ha (1,37%). (Sumber: Hasil Olah data Citra Satelit Kota Baubau Tahun 2003-2011 dan luas lahan yang dihitung berdasarkan pertambahan wilayah daerah penelitian).

8 Perkembangan tersebut menunjukan bahwa kota Baubau semakin mengarah ke kawasan perbukitan dan tidak lagi berkembang mengkuti wilayahwilayah pesisir dan pelabuhan. hal ini tidak seperti yang diharapkan, dimana perkembangan kotanya semakin menjauh dari pelabuhan dan pesisir dengan pola tidak merata kesegala arah. Berdasarkan hasil wawancara menyebutkan bahwa; Kecenderungan perkembangan fisik Kota Baubau saat ini mengarah ke daerah-daerah perbukitan, terjadi dengan tidak memanfaatkan potensi ruang Kota Baubau secara optimal serta adanya peletakan perumahan yang sporadis dan tidak teratur di bagian perbukitan. sehingga berdampak pada terjadi peningkatan biaya kebutuhan akan sarana dan prasarana yang lebih besar, penyediaan sarana dan prasarana yang tidak efisien, berkurangya lahan agraris, ruang terbuka hijau, mengancam sumber mata air serta berkurangnya daerah resapan air. ( Wawancara, Bpk.Rusli/Staf Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Baubau, pada tanggal 11-12-2012). 1.3. Hipotesis Kota Baubau dikenal sebagai kota pelabuhan sejak abad ke-16, awal mula perkembangan fisiknya seperti perkantoran, permukiman dan failitas umum berkembang di sekitar pelabuhan untuk memudahkan jalur perdaganan dan pelayaran, sehingga pola perkembanganya terlihat membentuk setengah lingkaran hingga tahun 1996. Namun pada tahun 1996-2011 perkembangan permukiman semakin menjauh dari potensinya sebagai kota pelabuhan, yaitu menyebar ke kawasan perbukitan. 1.4. Pertanyaan Penelitian Kalau semakin menjauh dari potensinya sebagai kota pelabuhan, maka muncul pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pola di tiap periode perkembangan fisik Kota Baubau?

9 2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perkembangan fisik Kota Baubau? 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengambarkan pola perkembangan fisik Kota Baubau dari tahun 1996 sampai 2011. 2. Mengidentifikasi faktor kekuatan-kekuatan dinamis (centrifugal force dan Centripetal force) yang mempengaruhi perkembangan fisik Kota Baubau dari tahun 1996 sampai 2011. 1.6. Manfaat Penelitian 1. Dibidang keilmuan, dapat terkuak aspek yang mempengaruhi perkembangan kota, diharapkan dapat memprediksi lokasi-lokasi tempat timbulnya perkembangan kota sehingga dapat dirumuskan tindakan(secara teoritis) yang harus dilakukan untuk mencegah daerah-daerah yang cepat berkembang dan mendorong wilayah yang lambat perkekembanganya. 2. Bagi Kota Baubau, dengan di ketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kota tersebut, dapat megambil langkah-langka dalam menyikapi arah pertumbuhan kota yang diharapkan dalam mendorong daerah-daerah yang lambat berkembang serta mengendalikan perkembangan kota secara negatif. 1.7. Keaslian Penelitian Pada hakekatnya terdapat tiga pilar utama yang secara konseptual merupakan satu kesatuan integral dalam suatu penelitian. Pilar utama yang

10 dimaksud adalah metode yang digunakan, fokus yang menjadi obyek cermatan, dan lokasi yaitu tempat dilakukan amatan. Penelitian terkait dengan perkembangan kota telah banyak dilakukan, Seperti yang pernah diteliti oleh Ahmadi (2005) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik area pinggiran kota berdasarkan aspek persepsi bermukim pada Kota Sengkang Propinsi Sulawesi Selatan. Tujuan dari penelitiannya untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik area pinggiran kota berdasarkan aspek persepsi bermukim pada kota sengkang. Metode pendekatan deskriptif kualitatif dengan cara penarikan sampel. Firmansyah (2007) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik wilayah pinggiran(urban sprawl) di Kota Pekanbaru. Dengan penekananya pada faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya urban sprawl. Sedangkan penelitian yang dilakukan Fattah(2000) lebih menekankan pada pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik kota Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin. Penelitian ini menggunakan kajian data empiris. Metode ditekankan pada penelitian deskriptif spasial. Yaitu melihat arah perkembangan fisik kota melalui peta pemanfaatan ruang berupa time series dan perkembangan penggunaan lahan. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik kota dari sisi pendapat penduduk dan overlay peta fisik dasar. Sementara itu Syahruddin(2003) mengkaji Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik Kota Tembilahan studi kasus Kelurahan Tembilahan Kota Kecamatan Tembilahan. Metode ditekankan pada penelitian exploratif kualitatif. Sementara itu Maail(2003) mengkaji arah perkembangan dan pola fisik keruangan pusat Kota Ambon dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukannya. Metode pendekatan adalah pendekatan rasionalistik, dengan metode deduktif kualitatif.

11 Kelima penelitian tersebut masing-masing menekankan pada faktor dan arah perkembangan Kota yang lebih banyak dilakukan pada lokasi darat. Sementara penelitian ini bertujuan mengetahui faktor kekuatan-kekuatan dinamis yang mempengaruhi perkembangan fisik Kota Baubau, dengan lokasi penelitian difokuskan pada Kota pelabuhan/pesisir. Metode yang digunakan deduktif kualitatif. Tentunya penelitian yang difokuskan pada kota-kota pelabuhan atau pesisir masih minim dilakukan, maka peneliti beragapan masih perlu dilakukan guna menambah keragaman khasana pengetahuan baru terkait dengan faktorfaktor yang mempengarui perkembangan kota pesisir atau pelabuhan. 1.8. Sistematika Pembahasan Pembahasan thesis ini terdiri dari bagian pendahuluan, kajian teoritis, metodologi, gambaran umum wilayah penelitian, bagian analisis dan bagian kesimpulan serta rekomendasi sebagai output dari penelitian yang telah dilakukan. Sistematika pembahasan materi sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAAN Menguraikan latarbelakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, manfaat penelitian, sistematika pembahasan, keaslian penelitian dan alur penulisan BAB II PERKEMBANGAN FISIK DAN FAKTOR PENGARUH PERKEMBANGAN KOTA Mengkaji teori terkait dengan kota, konsep struktur kota, perkembangan fisik kota serta faktor-faktor yang mempengarihuinya. Pada bagian akhir disusun sintesa teori

12 sehingga di ketahui indikator dari variabel faktor pengaruh perkembangan kota. BAB III METODOLOGI Pendekatan dalam melakukan penelitian, meliputi cara pengambilan data, cara analisis data, cara menguji kebenaran data(validasi data) serta cara menarik kesimpulan penelitian. BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA BAUBAU Pada bab ini memuat kondisi umum Kota Baubau, yang meliputi: kondisi geografis, kecenderungan penggunaan lahan, pertambahan penduduk, ketersediaan fasilitas, kondisi aksesibilitas serta kebijakan pengembangan kota. BAB V ANALISIS PERKEMBANGAN KOTA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN FISIK KOTA BAUBAU Menguraikan arah dan pola perkmbangan fisik daerah pinggiran Kota Baubau, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Kota Baubau dan temuan penelitian. BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini terdiri dari kesimpulan, temuan studi, rekomendasi untuk pemerintah Kota Baubau serta rekomendasi studi lanjutan yang dapat dilakukan. Kesimpulan menjelaskan keseluruhan hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan hasil pembahasan materi yang telah dilakukan pada bab sebelumnya serta rekomendasi yang dapat diberikan kepada pemerintah Kota Baubau dalam rangka pengendalian dan pengembangan daerah-daerah pinggiran kota dan rekomendasi untuk studi lanjutan.