BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan suatu organisasi baik besar ataupun kecil ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berperan merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan organisasi yang bersangkutan. Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerja. Pemikiran pemikiran baru tentang manajemen kinerja dan karier karyawan diperlukan perubahan sikap dari para manajer dan karyawan dalam pengembangan kompetensi untuk membangun perusahaan yang unggul di masa depan (Sulistiyani, 2009). Seorang manajer memfokuskan perhatiannya pada upaya memfungsikan tiga hal yakni; menyusun, mengarahkan, dan pengawasan. Adapun fungsi pengawasan secara ensesial adalah bagaimana caranya agar tugas-tugas terlaksana dengan baik sehingga dapat ditentukan apakah tujuan yang diinginkan tercapai atau tidak. Paling pokok dalam pengawasan adalah menentukan standar kinerja (performans), menciptakan mekanisme umpan balik pada kinerja dan produktivitas, serta memakai sistem imbalan (Arsyad, 2003). Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) dilakukan mulai dari skala perusahaan, skala pekerja, hingga seluruh peralatan, dan alat produksi dalam proses produksi. Di Indonesia, masalah pengawasan K3 hampir menjadi permasalahan di berbagai daerah karena beberapa faktor seperti kurangnya tenaga 1
2 pengawas. Dalam data yang disajikan oleh Kementrian Tenaga Kerja tahun 2012, terdapat 14 kategori yang menjadi objek pengawasan K3 antara lain hubungan kerja, waktu kerja dan waktu istirahat, pengupahan, jamsostek, penempatan dan pelatihan, pesawat uap dan bejana tekan, pesawat angkat angkut, pesawat tenaga dan produksi, kelistrikan dan lift, pencegahan kebakaran, kesehatan kerja, konstruksi bangunan, lingkungan kerja, kimia. Pengawasan merupakan fungsi yang penting dalam manajemen kegiatan agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan sesuai harapan sehingga tujuan kegiatan tersebut dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dalam upaya mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja, perlu dilakukan pengawasan yang intensif dari berbagai pihak baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan (Juliaudrey, 2015). Perusahaan terlebih dahulu menggariskan pokok-pokok kebijakan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta sasaran yang akan dicapai, kebijakan keselamatan yang harus dibuat tertulis dan ditandatangani pemimpin tertinggi perusahaaan. Kebijakan yang hendak ditegaskan salah satunya berupa pengawasan atas terlaksananya semua ketentuan K3 (Hadiopoerta, 2014). Manajer senior harus bertekat untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan setuju dengan visi keselamatan yang telah ditetapkan. Para manajer mendorong kesadaran para manajer bahwa kinerja keselamatan yang baik adalah baik untuk bisnis. Komitmen terhadap perubahan yang terus menerus terhadap peningkatan kinerja keselamatan dan pemberdayaan pekerja untuk memberikan kontribusi terhadap peningkatan tersebut dapat menjadi kekuatan yang potensial dalam mencapai dan mempertahankan tingkat keselamatan (Suharno, 2000).
3 Pengecekan terhadap tindakan pencegahan keselamatan dan kesehatan adalah penting untuk dilakukan, sama pentingnya dengan pengecekan terhadap kemajuan dan hasil kerja. Para supervisor perlu melihat bahwa pertimbangan pemenuhan kewajiban akan keselamatan, kesehatan, dan lingkungan adalah merupakan bagian yang penting dari tugas. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah aspek perlindungan tenaga kerja melalui penerapan teknologi pengendalian segala aspek yang berpotensi membahayakan pekerja. Dengan menerapkan teknologi pengedalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapakan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Di samping itu, K3 diharapkan dapat menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi (Qomariyatus, 2014). Analisa keselamatan pekerjaan memiliki tujuan utama untuk mengusahakan program analisa keselamatan pekerjaan dengan memperbaiki kinerja keselamatan kerja karyawan. Perbaikan tersebut harus menghasilkan penurunan yang bernilai yaitu dihasilkan dari kinerja personil yang tidak aman karena kurangnya pengetahuan atau pengertian tentang resiko yang melibatkan pekerja. Kebanyakan kegagalan tersebut akibat dari kurang cukupnya atau kurang terarahnya pelatihan kerja lainnya diakibatkan oleh kebiasaan-kebiasaan baik yang mungkin sudah terlupakan, lainnya lagi diakibatkan oleh beberapa pekerjaan yang dikerjakan sangat jarang, dimana prosedur-prosedur yang aman dan benar tidak diketahui atau dilupakan (Musoffan, 2007) Pada sebuah Penelitian di PT. RBU telah mengupayakan tersedianya aspek-aspek K3 bagi pekerja, yaitu dengan memberi pembekalan awal mengenai
4 pengetahuan keselamatan kerja, menyediakan alat-alat keselamatan kerja sesuai dengan kebutuhan pekerja, mengadakan training K3 setiap satu tahun sekali sebelum menjalankan proyek, serta menyediakan pengawas untuk mengawasi jalannya kegiatan produksi. Namun para pekerja tersebut kurang memperhatikan karena setiap harinya masih ada pekerja yang tidak mengenakan alat-alat keselamatan kerja. Perilaku kerja yang ditunjukkan pekerja PT. RBU dari informasi diatas jelas berseberangan dengan konsep kinerja keselamatan menurut Griffin dan Neal (2000). Menurutnya salah satu komponen kinerja keselamatan adalah individu mengikuti prosedur kerja dan memakai peralatan keselamatan atau alat pelindung diri (APD) dengan benar. Sehingga dari pernyataan tersebut dapat diindikasikan bahwa pekerja PT. RBU memiliki kinerja keselamatan yang rendah (Aprilia, 2014). Mencapai tingkat safety performance yang baik, diperlukan peralatan dan tempat kerja yang aman, supervisor yang berkompeten dan keterampilan yang handal. Di samping itu persyaratan keselamatan kerja yang dibuat, diterapkan, dan dipelihara sesuai dengan norma keselamatan kerja. Sedangkan kinerja keselamatan kerja dilaporkan kepada pemimpin perusahaan untuk dikaji (Hadipoetra, 2014). Pada Penenelitian oil dan gas idustri di Irak menemukan bahwa faktor manusia dan praktek manajemen pekerjaan di dalam organisasi dapat mencapai kinerja keselamatan yang lebih baik jika pertunjukan keamanan dapat mempengaruhi perilaku pekerja untuk mencegah tempat kerja cedera (Shamsudin, 2011).
5 PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan adalah perusahaan listrik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah lama ada di Indonesia dalam bidang ketenagalistrikan di Indonesia dan menjadi satu-satunya perusahaan yang menyediakan listrik terbesar di Indonesia. PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan menyediakan tenaga listrik untuk kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta berusaha memberikan pelayanan yang terbaik untuk pelanggan yang sekaligus mendapatkan keuntungan berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan. Tenaga listrik sangat diperlukan bagi kehidupan, karena hampir seluruh aktivitas manusia berhubungan dengan suplai energi listrik. Demi keandalan penyaluran energi listrik tersebut maka sistem tenaga listrik dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pembangkitan, transmisi dan gardu induk, dan distribusi. Transmisi dan Gardu Induk (GI) adalah suatu instalasi penyaluran yang berfungsi untuk menyalurkan daya atau tenaga listrik dari pusat pembangkit ke gardu induk, dari gardu induk ke gardu induk lainnya, melalui sistem Tegangan Ekstra Tinggi (TET), Tegangan Tinggi (TT), dan Tegangan Menengah (TM). Beberapa tugas dalam pemeriksaaan instalasi gardu induk yaitu memeriksa peralatan secara visual yang kemudian dituangkan dalam format checklist dan melakukan pengisian logsheet, monitoring, dan mengupayakan tegangan sisi sekunder nominal 20 kv sesuai permintaan pemadaman APD (Alat Pengatur Distribusi) dan 150 kv sesuai permintaan pemadaman UPB (Unit Pengatur Beban) dengan mengubah tap changer. Jika terdapat perubahan status dan fungsi peralatan akibat adanya suatu gangguan. Maka yang dilakukan operator gardu induk adalah mematikan bunyi alarm, memeriksa dan mengamati perubahan yang
6 terjadi pada panel kontrol dan panel proteksi, mencatat jam gangguan dan indikasi yang muncul. Operator harus melaksanakan SOP (Standar Operasi Prosedur) gardu induk yang berlaku, yaitu melaporkan gangguan dan langkah-langkah yang telah dilakukan kepada Dispatcher UPB, melaksanakan instruksi atau perintah dari Dispatcher UPB, melaporkan gangguan yang bersifat permanen dan vital kepada supervisor. Pada tahun 1996 kecelakaan kerja terjadi pada seorang pekerja yang tewas tersengat listrik pada saat pemeliharaan. Kejadian tersebut mendorong PT PLN (Persero) P3B UPT Medan bekerja keras menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja bagian Tragi/GI dan terkhusus pada saat pemeliharaan gardu induk. Kondisi pemeliharaan adalah kondisi dimana peralatan gardu induk diperiksa dan dipelihara untuk menjaga dan mempertahankan keandalan peralatan agar tetap bekerja sesuai dengan fungsinya. Pada kondisi ini yang dilakukan operator adalah memeriksa izin persetujuan pelaksanaan pemeliharaan peralatan dan berkoordinasi dengan Dispatcher UPB, memeriksa, dan meneliti urutan sesuai SOP. Tersedianya tim PDKB (Pekerjaan Dalam Keadaan Bertengangan) yang disediakan oleh PT. PLN P3B UPT Medan telah membantu pekerjaan tim garduk induk dalam pemeliharaan. Tragi/GI Glugur memiliki 4 tim gardu induk yaitu GI titi kuning, GI mabar, GI GIS listrik dan GI Glugur. Setiap gardu induk memiliki seorang supervisor dan masing-masing gardu induk memiliki trafo dengan jumlah yang sama dan tegangan arus 150 kv dan 20kv. Gardu induk titi kuning adalah GI
7 konvensional atau berada di area terbuka, sedangkan GI glugur, listrik, dan mabar adalah gardu induk yang sudah terisolasi. Gardu induk konvensional memiliki perhatian yang lebih dibanding dengan GI yang tersisolasi karena GI berada di area terbuka lebih mudah menimbulkan masalah. Setiap gardu induk memiliki 4 orang operator sebagai pelaksana monitoring gardu induk dan operator bekerja sesuai jadwal shift (pagi, sore, dan malam). Operator memeriksa kondisi gardu induk di lapangan dan mengelola hasil monitoring peralatan, melaksanakan pengoperasian peralatan sesuai SOP, mencatat secara rutin parameter operasi peralatan gardu induk, melaksanakan checklist kondisi operasi peralatan gardu induk, mengidentifikasidan melaporkan abnormal (minyak trafo bocor atau suhu konduktor > 37 ºC) yang mungkin terjadi pada peralatan gardu induk. Potensi bahaya yang terdapat di gardu induk yaitu terpapar/kontak langsung dengan arus lisrik, trafo meledak dan terbakar, flash over meledak, kerusakaan properti, pemadaman aliran listrik meluas, kebocoran SF6, dan penyaluran arus listrik tidak sampai kepada masyarakat. Saat kondisi darurat yang dilakukan operator gardu induk operator harus membebaskan peralatan gardu induk yang terganggu dari tegangan, melaporkan kejadian kepada Dispatcher UPB dan supervisor GI, dan melakukan evakuasi untuk menyelamatkan diri jika memungkinkan. Komponen pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja di Tragi/GI yaitu penggunaan APD, rambu-rambu K3 di area kerja, dan prosedur K3. Tanda peringatan atau rambu-rambu K3 salah satu hal yang harus diperhatikan pekerja, agar tidak terjadi kesalahan operasi, dan setiap orang memperhatikan bahaya yang
8 ada di tempat kerja. Supervisor gardu induk adalah pengawas keselamatan dan kesehatan kerja yang memiliki peranan untuk memantau kinerja, memantau tempat kerja untuk melihat bahaya yang ada dan mengambil tindakan dan menjamin agar pekerja bekerja dengan aman. Pengawasan dilakukan secara langsung maupun tidak langsung harus dapat menetapkan apa yang dilakukan tentang permasalahan dan memberikan instruksi yang diperlukan. Sekitar tahun 2000 terjadi pemadaman total pada salah satu gardu induk yang mengakibatkan pemadam gardu induk atau mesin tidak beroperasi. Kejadian seperti ini adalah kejadian yang fatal yang tidak boleh terjadi di gardu Induk. Penyebab dari kejadian tersebut karena terjadi kesalahan operasi. Pemadaman GI otomatis telah menyumbangkan kinerja yang buruk kepada UPT Medan. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai hubungan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dengan kinerja keselamatan pekerja bagian Tragi/GI Glugur PT. PLN P3B Medan 2016. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti adalah apakah ada hubungan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dengan kinerja keselamatan pekerja bagian Tragi/GI Glugur PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan tahun 2016?
9 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dengan kinerja keselamatan pekerja bagian Tragi/GI Glugur PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja yakni penggunaan APD, rambu-rambu K3, pengawas, dan prosedur keselamatan kerja pekerja bagian Tragi/GI PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan. 2. Mengetahui gambaran kinerja keselamatan pekerja bagian Tragi/GI PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan. 1.4 Hipotesis Penelitian Ho : Tidak ada hubungan pengawasan K3 dengan kinerja keselamatan pekerja bagian Tragi/GI Glugur PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan. Ha : Ada hubungan pengawasan K3 dengan kinerja keselamatan pekerja bagian Tragi/GI Glugur PT. PLN (Persero) P3B UPT Medan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan kepada bagian Tragi/GI Glugur untuk peningkatan kinerja keselamatan pekerja di PT. PLN (Persero) P3B UPT. 2. Sebagai masukan bagi perusahaan untuk mengetahui hubungan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dengan kinerja yang dilakukan pekerja bagian Tragi/GI.
10 3. Sebagai bahan referensi untuk penulis lain yang ingin meneliti tentang hubungan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja di sebuah perusahaan.