BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu merasa cemas untuk melakukan komunikasi dengan individu lain dalam berbagai situasi, baik formal maupun informal, baik secara individu maupun kelompok. (Diah, 2010). Devito (1997) kecemasan komunikasi interpersonal merupakan perasaan malu dalam menjalin komunikasi, demam panggung, serta berdiam diri saat menjalin komunikasi. (Sa diyah, 2005) Philips (Apollo, 2007) menyebut kecemasan komunikasi interpersonal dengan istilah reticence, yaitu ketidakmampuan individu untuk mengikuti diskusi secara aktif, mengembangkan percakapan, menjawab pertanyaan yang diajukan di kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi karena adanya ketidakmampuan dalam menyusun kata-kata dan ketidakmampuan menyampaikan pesan secara sempurna, meskipun sudah dipersiapkan sebelumnya Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan komunikasi interpersonal adalah suatu kondisi yang memiliki perasaan malu, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, demam panggung, emosi yang tidak 9
menyenangkan, yang dapat menimbulkan ketakutan ketika harus berbicara atau menyampaikan pendapatnya di muka umum, baik secara individual maupun kelompok, yang ditunjukkan dengan adanya ketidakmampuan menyampaikan pesan secara sempurna bahkan mungkin berdiam diri dalam menjalin komunikasi dengan individu lain dalam berbagai situasi. 2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Komunikasi Interpersonal Devito (Sa diyah, 2005) ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal, yaitu : a. Kepercayaan diri Komunikator yang efektif memiliki kepercayaan diri sosial, merasa nyaman bersama orang lain dan dalam situasi komunikasi pada umumnya. Dengan memiliki kepercayaan diri pula komunikator dapat bersikap santai, tidak kaku, fleksibel dalam suara dan gerak tubuh, tidak terpaku pada nada suara dan gerak tubuh tertentu, terkendali, tidak gugup dan canggung. b. Kebersatuan Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara dan pendengar. bahasa yang menunjukkan kebersatuan umumnya ditanggapi lebih positif dari pada yang tidak menunjukkan kebersatuan. Secara non verbal misalnya dengan memelihara kontak mata yang patut, kedekatan fisik yang menggunakan kedekatan psikologis, sosok tubuh terbuka, tersenyum dan perilaku lain yang mengisyaratkan minat pada pembicaraan. 10
c. Manajemen Interaksi Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan dua belah pihak, sehingga tidak ada yang merasa terabaikkan, masing-masing pihak berkontribusi dalam komunikasi. d. Daya ekspresi Daya ekspresi mengacu pada ketrampilan mengkomunikasikan keterlibatan tulus dalam interaksi komunikasi interpersonal. e. Orientasi kepada orang lain Orientasi kepada orang lain mengacu pada kemampuan, perhatian, dan minat kita untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara. Berdasarkan pendapat Devito mengenai faktor-fakor yang mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal adalah kepercayaan diri, kebersatuan, manajemen interaksi, daya ekspresi, orientasi kepada orang lain. 2.1.3. Simtom-simtom Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) a. Simtom fisik Gemetar, keluar banyak keringat, jantung berdetak kencang, sulit bernafas, pusing, tangan dingin, mual, panas dingin, gugup, merasa lemas, sering buang air kecil dan diare b. Simtom perilaku Perilaku menghindar, perilaku ketergantungan, dan meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan 11
c. Simtom kognitif Khawatir tentang sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, merasa terancam oleh orang atau peristiwa, bingung atau khawatir akan ditinggal sendiri 2.1.4. Alat Ukur Gejala Kecemasan Komunikasi Interpersonal a. Angket Kuesioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006) b. Skala Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek, atau tingakah laku denga tujuan mengukur sifat. Skala ini biasa digunakan untuk mengukur sikap, nilai nilai, dan minat (Budi, 2008) c. Inventori Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, menurut Guilford (1982) adalah proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu (Budi, 2008) d. Tes Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang di berikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban jawaban yang dijadikan penetapan skor angka (Anjar, 2005) 12
Dari alat-alat ukur tersebut, maka penulis menggunakan skala dari Burgoon dan Ruffner (1978) adaptasi dari Diah (2010) untuk mengukur gejala kecemasan komunikasi interpersonal siswa di MTs NU Salatiga. 2.2. Kepercayaan Diri 2.2.1. Pengertian Kepercayaan Diri Menurut Martini dan Adiyati (Alsa, 2006) kepercayaan diri diartikan sebagai suatu keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan. Apabila seseorang tidak memiliki kepercayaan diri maka banyak masalah akan timbul karena kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian dari seseorang yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Kepercayaan diri adalah satu aspek kepribadian yang terbentuk melalui interaksi individu dengan lingkungannya (Afiatin, 1996) Menurut George dan Cristian (Santrock, 2003) kepercayaan pada diri sendiri adalah kemampuan berfikir rasional (Rational belief) berupa keyakinankeyakinan, ide-ide dan pro-ses berfikir yang tidak mengandung unsur keharusan yang menuntut individu sehingga menghambat proses perkembangan dan ketika menghadapi problem atau persoalan mampu berfikir, menilai, menimbang, menganalisa, memutuskan dan melakukan. Rasa percaya diri (self confidence) adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri. Rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri. Lauster (Alsa, 2006) menyatakan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan sendiri sehingga individu yang 13
bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas melakukan hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri. Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan maka dapat disimpulkan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan sendiri sehingga individu yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas melakukan hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan. 2.2.2. Ciri-ciri Kepercayaan Diri Teori Lauster (Alsa, 2006) tentang kepercayaan diri mengemukakan ciriciri yang percaya diri, yaitu: a. Percaya pada kemampuan sendiri Yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut. b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan Yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap diri yang dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan orang lain dan mampu untuk meyakini tindakan yang diambil. 14
c. Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri Yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri dan masa depannya. d. Berani mengungkapkan pendapat Adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat pengungkapan tersebut. 2.2.3. Lauster (Alsa, 2006) Usaha-usaha guna membangun percaya diri a. Usaha selalu bersyukur akan karunia Tuhan pada diri kita. Karunia fisik, psikis, materi akan lebih baik, bila kita sering menengok kaum yang tidak beruntung, misalnya cacat fisik, dan gila. b. Belajar menyukai apa yang ada pada diri sendiri. Amati penampilan dirimu dalam setiap kesempatan, dan temukan penampilanmu yang terbaik, yang dapat membuatmu merasa percaya diri. c. Tumbuhkan terus sikap menyenangi penampilan diri sendiri. Kita kan menghargai diri sendiri dan berpikir positif tentang penampilan sendiri. d. Bersihkan hati dari sikap iri, dengki dan cemburu pada orang lain. Setiap manusia mempunyai faktor positif dan kebaikan yang khas masing-masing, jangan sibuk mencari-cari kelemahan orang lain karena itu akan menghalangi kita menemukan kelemahan sendiri. 15
2.2.4. Alat Ukur Kepercayaan Diri a. Angket Kuesioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006) b. Skala Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek, atau tingkah laku dengan tujuan mengukur sifat. Skala ini biasa digunakan untuk mengukur sikap, nilai nilai, dan minat (Budi, 2008) c. Inventori Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, menurut Guilford (1982) adalah proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu (Budi, 2008) d. Tes Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang di berikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban jawaban yang dijadikan penetapan skor angka (Anjar, 2005) Dari alat-alat ukur tersebut, maka penulis menggunakan skala dari teori Lauster (Alsa, 2006) untuk mengukur kepercayaan diri siswa di MTs NU Salatiga. 16
2.3. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Diah (2010) tentang hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal siswa kelas VII SLTPN 1 Lumbang Pasuruan didapatkan hasil rxy = -0,238 dan p = 0,030. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal karena p 0,050 dapat dijelaskan dengan (rxy = -0,238; sig =0,030 0,05). Juwita (2009) hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kecemasan dengan kepercayaan diri dengan r = 0,461 dan p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunkasi interpersonal pada siswa SMA Kristen 1 Yogya. Terkait dengan penelitian (Diah, 2010) adanya penelitian tentang kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal maka peneliti berkenan mengkaji ulang penelitian tersebut. 2.4. Hipotesis Berdasarkan kajian teori di atas, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini hipotesis statistiknya dirumuskan sebagai berikut : Hi : Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kepercayaan diri dan gejala kecemasan komunikasi interpersonal Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan 17