BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku asertif adalah perilaku hubungan antar pribadi yang menyertakan kejujuran dan berterus terang secara sosial dalam mengekspresikan pemikiran dan perasaan dengan mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain (Rakos,1991). Perilaku adalah tindakan atau perbuatan dari suatu organisme (makhluk hidup) yang dapat diamati maupun di pelajari. Asertif berasal dari kata to assert yang memiliki arti menyatakan sesuatu dengan berterus terang, tegas (tidak ragu-ragu) serta bersikap positif. Hubungan antar pribadi adalah interaksi yang melibatkan dua unsur pribadi atau dua orang dengan sikap adanya keterbukaan diri. Keterbukaan diri adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapi kepada orang lain dengan baik. Agar hubungan antar pribadi dapat berjalan secara efektif maka diperlukan kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, menciptakan kesan yang ingin disampaikan yang disebut sebagai tindakan mengekspresikan pemikiran dan perasaan. Seseorang dapat meningkatkan kualitas hubungan antar pribadi dengan cara berlatih mengungkapkan maksud dan keinginan, menerima umpan balik / kritikan tentang perilaku karena dalam berinteraksi dengan orang lain biasanya seseorang ingin menciptakan dampak tertentu seperti 7

2 merangsang munculnya gagasan, menciptakan kesan dan menimbulkan reaksi pesan tertentu ke dalam diri orang lain. Hubungan antar pribadi merupakan komunikasi yang lebih kedalam pribadi individu, sedangkan hubungan antar manusia hanya sekedar komunikasi singkat antar individu yang mengetengahkan tentang maksud yang ingin disampaikan. Mengekspresikan pemikiran dan perasaan yaitu seseorang dapat mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh seseorang kepada orang lain. Mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain, apabila ketika menyampaikan pendapat tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain serta mensejahterakan orang lain. Menyertakan kejujuran dan terus terang yaitu ketika seseorang menyampaikan pendapat dengan jujur apa adanya, berterus terang keadaan sebenarnya dan tegas. Orang asertif harus tegas karena apabila tidak tegas akan meragukan pendapat yang di ungkapkan sehingga orang lain menjadi bingung ketika berbicara dengan orang yang tidak tegas serta tidak berperilaku asertif. Lebih jelas, perilaku asertif adalah tingkah laku seseorang ketika berhubungan dengan lawan bicara dilakukan secara jujur, terbuka, tegas serta tanpa kecemasan menyatakan perasaan kepada orang lain, baik yang disenangi maupun yang tidak disenangi (berkata tidak dalam menolak permintaan) tanpa menyinggung perasaan orang lain serta mampu menghargai diri sendiri dan orang lain dengan penyampaian verbal maupun non verbal. Selain perilaku asertif juga terdapat sikap asertif yaitu sikap lebih pada reaksi/respons seseorang yang masih tertutup terhadap 8

3 suatu obyek. Perilaku termasuk dalam bagian psikomotorik dan sikap termasuk dalam afektif seseorang. 2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif Perilaku asertif yang dimiliki tiap orang memiliki tingkatan berbeda, ada yang tinggi, baik,cukup bahkan rendah. Dengan perbedaan tingkatan tentu terdapat faktor yang mempengaruhinya. Rakos (1991) menyebutkan terdapat 3 faktor yang mempengaruhi perilaku asertif dalam diri seseorang yaitu pola asuh orang tua, jenis kelamin, dan kebudayaan. a. Pola asuh orang tua; Merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap perilaku asertif seseorang, karena sejak kecil berada lama dalam lingkup keluarga. Keluarga dengan orang tua yang mendidik anaknya secara bebas untuk mengekspresikan diri dapat menyebabkan timbulnya sikap maupun berperilaku asertif pada anak. Dengan kebebasan untuk mengekspresikan diri sehingga menyebabkan anak memiliki kepercayaan diri yang baik sehingga menyebabkan munculnya perilaku asertif yang direfleksikan dengan aktif, terbuka dan sopan. Sebaliknya apabila orang tua mendidik anaknya dengan sering melarang anak untuk melakukan sesuatu, maka akan membuat anak takut untuk mencoba ataupun berbuat sesuatu. Adanya larangan yang terus menerus menjadikan seorang anak terlalu berhati-hati dan tidak spontan dalam mengemukakan perasaannya sehingga anak menjadi terbiasa untuk berperilaku tidak asertif. 9

4 b. Jenis Kelamin: Pria lebih berperilaku asertif dibandingkan dengan wanita karena adanya tuntutan masyarakat yang menjadikan pria lebih terbuka dalam pergaulan maupun berpendapat. Laki-laki pada umumnya lebih aktif dan rasional dalam berpikir. Sedangkan umumnya wanita lebih pasif dalam berperilaku, lebih emosional dan mudah terpengaruh. Namun tidak semua wanita tidak dapat untuk berperilaku asertif. c. Kebudayaan: Seseorang dibesarkan dengan membawa kebudayaan dari mana seseorang berasal dan kebudayaan berhubungan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Kebudayaan yang berbeda dapat mempengaruhi tingkat asertifitas seseorang. Contoh di Amerika, warga keturunan Asia pada umumnya lebih introvert daripada keturunan Amerika sendiri ataupun keturunan Eropa. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian barat lebih mementingkan seseorang dalam berperilaku asertif namun di negara bagian timur lebih mengutamakan tentang perasaan dan belas kasihan. (Rakos,1991). 2.3 Aspek aspek Perilaku Asertif Rakos (1991) menyebutkan aspek-aspek perilaku asertif terdapat beberapa bagian, diantaranya adalah : a. Content (isi), perilaku verbal atau apa yang dikatakan oleh seseorang kepada orang lain dalam mengungkapkan hak-hak dan kesungguhan, misalnya: 1. Menggunakan pernyataan saya. 2. Mengungkapkan hak dengan langsung, jelas dan penuh hormat. 10

5 3. Mampu mengatakan tidak. 4. Memberikan pujian atau memberikan komentar positif kepada orang lain. 5. Mengakui kesalahan dan meminta maaf. 6. Menyampaikan kritik yang membangun tanpa menyalahkan dan berprasangka. 7. Respek dengan pemikiran, pendapat dan keinginan orang lain. b. Paralinguistik yaitu keberagaman berbicara dari kata-kata aktual atau kalimat, memuat banyak arti seperti nada suara keras lembutnya, intonasi, irama serta sikap ragu-ragu dalam menyampaikan informasi. Seseorang yang asertif akan fleksibel dalam menyesuaikan perubahan kondisi lingkungannya. Suara atau vokal yang digunakan pada waktu mengucapkan pesan-pesan verbal dilihat dari kecepatan berbicara, volume, resonansi dan bentuk-bentuk vokal seperti tertawa, rintihan, rengekan dan tinggi rendahnya suara. c. Perilaku Non Verbal, meliputi : 1. Kontak mata yang wajar pada saat melakukan pembicaraan dengan orang lain. 2. Ekspresi wajah yang positif. 3. Gesture (gerak, isyarat, sikap). d. Kemampuan berinteraksi, meliputi: 1. Dapat berkomunikasi dengan semua orang secara terbuka, penuh percaya diri baik dengan orang yang telah dikenal ataupun yang belum. 11

6 2. Memberikan respon minimal yang efektif sesuai situasi dan kondisi. 3. Memiliki kemampuan mengontrol tindakannya sendiri dan menyadari atas tindakannya. 2.4 Gambaran Perilaku Asertif Seseorang dalam berperilaku tentu akan menimbulkan dampak ataupun hasil yang baik maupun yang tidak baik. Perilaku asertif merupakan salah satu perilaku yang baik, bila dibandingkan dengan perilaku agresif ataupun pasif / submisif. Dalam perilaku asertif terdapat kriteria orang yang mempunyai tingkatan asertif karena setiap orang tidak sama dalam berperilaku asertif, (Rakos,1991). Orang yang memiliki kategori perilaku asertif tinggi memiliki ciri-ciri seperti : a. Memiliki kemampuan untuk mengatakan tidak dan dapat berkomentar positif terhadap orang lain. b. Memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta dapat berkomunikasi secara terbuka, penuh percaya diri sehingga apabila seseorang memliki kepercayaan diri tinggi maka perilaku asertif seseorang juga dalam kategori tinggi sehingga dapat berkomunikasi dengan baik pada orang yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal. c. Memiliki kemampuan untuk melakukan kontak mata secara wajar dengan lawan bicaranya serta dapat menunjukkan ekpresi wajar dan sesuai. Sedangkan untuk orang yang kurang berperilaku asertif / pada kategori rendah dicirikan sebagai berikut : 12

7 a. Individu akan cenderung mengalah dan hanya akan menuruti ataupun menyenangkan orang lain daripada mengusahakan apa yang menjadi haknya. b. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan tidak mampu berkomunikasi secara terbuka, kurang penuh percaya diri pada saat berkomunikasi baik dengan orang yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal. c. Tidak dapat melakukan kontak mata secara wajar dengan lawan bicaranya dan kurang mampu menunjukkan ekspresi wajah, bahasa tubuh yang sesuai dan wajar. 2.5 Cara Meningkatkan Perilaku Asertif Perilaku asertif pada diri seseorang bukan merupakan sifat bawaan lahir, namun merupakan hal yang bisa dipelajari dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta dapat dilatih kepada seseorang. Berikut cara meningkatkan perilaku asertif yang dapat digunakan dalam meningkatkan perilaku asertif, (Rakos,1991): a. Dengan cara bermain peran mengajak seseorang untuk memerankan seperti keadaan dalam kehidupan ataupun peristiwa yang sebenarnya (kenyataan). b. Kesadaran memandang keberadaan orang lain ketika berada dalam suatu kelompok. Melatih untuk dapat menyetujui ataupun menolak gagasan dan berpendapat dengan baik di dalam kelompok seperti menghargai pendapat serta hak orang lain. 13

8 c. Melihat tentang keadaan masa lalu mengenai apa yang menyebabkan seseorang tidak dapat berperilaku asertif, sehingga dapat memperbaiki diri dari keadaan masa lalu. Contoh masa lalu seseorang ketika kecil dilarang banyak komentar apabila melihat hal yang baru pertama kali dijumpai maupun mengeluarkan pendapat maka akan berpengaruh ketika dewasa tidak dapat berkata didepan umum dengan baik. d. Mengurangi kecemasan diri berlebih yang dialami seseorang. Dengan berpikir positif dan mempersiapkan kebutuhan sebelum pelaksanaan kegiatan dimulai. Belajar menenangkan diri, relaks/ tidak tegang e. Mengurangi kemarahan / emosi dengan belajar mengontrol diri. f. Meningkatkan kepercayaan, keyakinan dan harga diri seseorang. Sadar akan keadaan diri sendiri dan orang lain dalam sebuah situasi hubungan antar pribadi. Dengan melihat orang-orang disekitar ataupun obyek lain akan mengurangi rasa gugup, rasa tidak percaya diri. Melatih kesadaran diri mengenai aturan-aturan sosial dan budaya dalam berperilaku. 2.6 Cara Mengukur Perilaku Asertif Perilaku asertif merupakan perilaku yang dapat dilakukan pengamatan langsung kepada subyek maupun menggunakan inventory untuk mengetahui kebenarannya. Pengamatan langsung dengan cara observasi mengamati observi / orang lain sebagai objek yang diteliti berdasar aspek perilaku asertif yang dikemukakan oleh ahli teori asertif, dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku asertif yang disusun berdasar aspek perilaku asertif dari Rakos (1991). Sedangkan apabila 14

9 menggunakan inventory, alat yang digunakan disebut The Assertion Inventory (Namara & Delamater,1984), Personal Assertion Inventory, Assesment of Assertion Inventory Gambril & Richey (dalam Rakos,1991). 2.7 Pengertian Percaya Diri Menurut Kanter (2006) percaya diri adalah perasaan mampu melakukan sesuatu yang dimiliki seseorang yang menghubungkan harapan dengan kemampuan diri sendiri dalam melakukan aktivitas yang terbentuk dari harapan-harapan positif seseorang untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Harapan adalah bentuk dasar dari kepercayaan terhadap suatu hal yang diinginkan oleh manusia sehingga apabila dapat terwujud akan mendatangkan kebahagiaan dan rasa senang. Kemampuan diri sendiri yaitu keahlian yang dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu perbuatan sehingga manusia dapat melakukan serta menyelesaikan banyak hal. Percaya diri (self confidence) mempunyai arti yang hampir sama dengan keyakinan diri (self efficacy), karena percaya diri merupakan kombinasi dari self esteem (harga diri) dan self efficacy (keyakinan diri). Sehingga rasa percaya diri timbul dari seseorang yang dapat menilai kualitas diri sendiri, menghargai diri bahwa mempunyai kesempatan untuk menang atau berhasil sehingga mendorong seseorang untuk berani, yakin serta percaya bahwa diri seseorang mampu melakukan suatu aktivitas maupun pekerjaan yang dijalankannya. Karena confidence is the solid placement of everything it takes to do the work and make that work successful. Kepercayaan diri adalah penempatan kuat dari segala sesuatu 15

10 yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dan membuat pekerjaan itu berhasil (Kanter,2006) Rasa percaya diri yang dimiliki seseorang menentukan apakah seseorang akan melangkah atau mengerjakan sesuatu dengan ragu-ragu atau berani dalam mengerjakan sesuatu. Percaya diri dilandasi keberhasilan yang dialami seseorang sehingga merasa yakin akan kembali berhasil melakukan suatu kegiatan yang lain. Namun bila seseorang terlalu yakin mencapai keberhasilan, maka dapat membawa dampak buruk yaitu membuat orang menjadi berlebihan, terlalu gembira, serta menganggap diri tak terkalahkan sehingga menjadi puas diri dan berada dalam keangkuhan. Keangkuhan adalah ketidakmampuan seseorang untuk menyadari kekurangan atau kelemahannya. Harapan adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu hal yang diinginkan oleh manusia sehingga apabila dapat terwujud dapat mendatangkan kebahagiaan dan rasa senang. Sedangkan apabila seseorang mengalami rasa kurang percaya diri membuat orang terlihat lebih buruk, karena membuat orang tidak bersedia berinvestasi atau mengambil resiko, kurang berinovasi dan menganggap semua hal adalah rintangan yang perlu dihindari sehingga membuat orang yang kurang rasa percaya diri akan beranggapan tidak ada gunanya untuk mencoba. Kegagalan menyebabkan percaya diri menurun sehingga orang merasa tidak yakin dengan kemampuan dirinya (Kanter,2006). Kepercayaan diri tidak hanya berada dalam benak seseorang, namun mencerminkan reaksi yang wajar atas situasi. Kepercayaan diri 16

11 seseorang dipengaruhi oleh perbedaan antarindividu dalam hal karakter, suasana hati, dan interpretasi situasi. Orang yang percaya diri baik namun mengalami kegagalan akan cepat-cepat bangkit menuju keberhasilan, sedangkan bila orang yang kurang percaya diri akan semakin terpuruk dan merasa tidak berdaya dalam membangun keberhasilan (Kanter,2006). 2.8 Aspek-aspek Kepercayaan Diri Menurut Kanter (2006) kepercayaan diri memiliki 4 aspek yang dapat mempengaruhi seseorang untuk bertindak percaya diri, a. Kepercayaan pada diri sendiri; Membangkitkan optimisme pada diri sendiri, sehingga memudahkan seseorang membidik harapan lebih tinggi dan berharap dapat mencapai target serta memudahkan seseorang untuk mendapatkan energi untuk bekerja. b. Saling percaya satu sama lain; Membuat orang lebih menyukai antar sesama manusia, baik dalam hubungan antar individu maupun hubungan dalam kelompok. c. Kepercayaan pada sistem; Struktur dan prosedur organisasi atau peraturan yang berlaku menguatkan tanggung jawab, kerjasama, dan inovasi. Serta membuat seseorang menjadi lebih disiplin dan meraih kesuksesan dengan baik. d. Kepercayaan pihak eksternal: Dengan keberhasilan yang diraih dapat memudahkan orang lain untuk mempercayai individu, orang lain menjadi tertarik dengan diri individu sehingga menumbuhkan kekuatan diri pada individu tersebut 17

12 sehingga membuat dukungan sosial pada diri seseorang menjadi lebih baik dan mantap dalam meraih keberhasilan. Setiap rangkaian kesuksesan akan lebih memudahkan untuk membangkitkan kepercayaan diri, kepercayaan pada rekan, pada sistem aturan yang berlaku, kepercayaan dari orang lain. Semua aspek kepercayaan diri berpadu untuk menyiapkan orang orang yang harus mewujudkan kemenangan. 2.9 Cara Meningkatkan Kepercayaan Diri Untuk meningkatkan kepercayaan diri seseorang yang rendah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa cara diantaranya menurut Kanter (2006) adalah: a. Membangun keyakinan pemulihan diri dari keterpurukan. Dalam keadaan seseorang mengalami keterpurukan akibat dari kegagalan yang dialami, masih mempunyai kesempatan untuk melakukan perubahan secara mudah. Dengan membangkitkan kemauan individu untuk berusaha bangkit dari keterpurukan, mengakhiri kebiasaan buruk dan menanamkan kepercayaan pada diri sendiri bahwa yakin menghadapi kegagalan. b. Menghadapi fakta dan meneguhkan tanggung jawab. Apabila keadaan nyata semangat seseorang sangat kurang, bangkitkan semangat dengan melihat peluang keberhasilan serta kesempatan yang terbuka. Mencoba untuk mengatur waktu sehingga dapat digunakan seefisien mungkin. Melatih tanggung jawab individu dalam tugasnya sebagai seorang yang dapat berkarya. Melatih dengan memberikan tugas 18

13 yang harus diselesaikan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Apabila seseorang berhasil mengerjakan tugas dengan baik, maka akan melatih tanggung jawab dan kepercayaan diri bahwa bisa menyelesaikan tugas dengan tepat waktu sehingga membuat orang percaya diri akan kemampuannya. c. Kepercayaan kerjasama dengan tim. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan orang lain. Kerjasama diperlukan oleh manusia untuk mempermudah menyelesaikan masalah yang dialami. Bangkitkan seseorang yang memiliki susah bergaul dengan mencoba membuka diri kepada orang lain, melatih seperti bermain peran agar dapat mempraktikkan dalam kehidupan nyata. Dalam suatu kelompok atau tim dilatih untuk saling berkomunikasi untuk memecahkan suatu masalah. Berkomunikasi dengan sopan dan menghargai pendapat orang lain akan memudahkan dalam mengkordinasikan dalam pembagian tugas. Apabila tidak terjalin komunikasi dengan baik antar anggota kelompok, maka akan mengakibatkan anggota kelompok bekerja sendirisendiri sesuai dengan keinginannya, namun apabila saling berbagi tugas sesuai dengan kemampuannya maka akan lebih cepat selesai seperti yang dicontohkan Kanter (2006) mengenai kerjasama tim Continental Airlines yang mendapat keuntungan daripada maskapai penerbangan lain yang berhenti beroperasi saat pemadaman listrik. d. Menginspirasikan inisiatif dan inovasi. 19

14 Melatih seseorang untuk dapat berpikir kreatif dalam melakukan sesuatu. Melatih pikiran seseorang untuk dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang baru daripada menggunakan cara lama. Membangkitkan kreativitas seseorang dengan membuat barang sederhana menjadi sesuatu yang berguna. Mengurangi kecemasan maupun kepanikan yang membuat seseorang menjadi mudah menyerah dan kehilangan keyakinan kemampuan diri Cara Mengukur Kepercayaan Diri Kepercayaan diri merupakan perasaan yakin yang menghubungkan harapan dengan kemampuan diri sendiri dalam melakukan aktivitas yang terbentuk dari harapan-harapan positif seseorang untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Kepercayaan diri terdapat dalam diri seseorang dan tidak nampak serta tidak dapat dinilai begitu saja, namun untuk membuktikan lebih nyata alat yang dapat digunakan mengukur percaya diri seseorang dapat menggunakan angket, skala sikap, maupun tes seperti Personality Test (Peter Lauster), TSK (Tes Kematangan Percaya Diri) yang dikembangkan oleh Robert Epstein (1981). Dalam penelitian ini, menggunakan skala kepercayaan diri yang disusun berdasar aspek kepercayaan diri dari teori Kanter (2006) yaitu kepercayaan pada diri sendiri, saling percaya satu sama lain, kepercayaan pada sistem, serta kepercayaan pihak eksternal, karena peneliti menggunakan landasan teori percaya diri dari Kanter (2006) Penelitian Relevan Untuk mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan pengambilan hipotesis, diperlukan penelitian relevan tentang kepercayaan diri dan perilaku asertif. Penelitian Apollo (2007) tentang hubungan antara 20

15 kepercayaan diri dan perilaku asertif dengan kecemasan komunikasi lisan pada siswa SMA Negeri di Kota Madiun dengan sampel penelitian 300 orang yang diambil dari enam SMA Negeri di Kota Madiun, laki-laki berjumlah 147 orang dan perempuan berjumlah 153 orang. Menggunakan alat ukur skala kepercayaan diri, skala perilaku asertif serta skala kecemasan komunikasi lisan, analisis menggunakan SPSS versi 11.5 uji anova (F). Menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara kepercayaan diri dan perilaku asertif dengan kecemasan komunikasi siswa SMA Negeri di seluruh kota Madiun menunjukkan koefisien korelasi rxy = dengan sig ,05. Sedangkan untuk variabel kepercayaan diri dengan perilaku asertif menunjukkan koefisien korelasi rxy -196 dengan sig 0,005 p 0,05. Penelitian lain oleh Rosita (2007) tentang hubungan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa. Populasi sampel adalah mahasiswa Universitas Gunadarma Depok dan Kelapa Dua berjumlah 100 orang. Data menggunakan kuesioner perilaku asertif dan kepercayaan diri, dianalisis menggunakan SPSS versi 13.0 korelasi Product Moment menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diri pada mahasiswa dengan koefisien korelasi rxy = dengan sig ,01. Penelitian Wijayanto (2011) tentang Hubungan Antara Perilaku Asertif Dan Kemandirian Belajar Dengan Prestasi Belajar menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara perilaku asertif dengan prestasi belajar dengan koefisien korelasi rxy = dengan sig , serta tidak 21

16 ada hubungan positif signifikan antara kemandirian belajar dengan prestasi belajar siswa dengan hasil korelasi rxy = 0,002 dengan sig 0, Selain itu Wijayanto (2011) juga menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara perilaku asertif dan kemandirian belajar dengan prestasi belajar siswa dengan koefisien korelasi rxy= 0,087 dengan sig 0, Subyek penelitian adalah seluruh siswa kelas V SD di Gugus Kenanga Suruh menggunakan sampel total sebanyak 136 siswa menggunakan analisis korelasi Kendall s Tau dengan program SPSS versi Pratama (2009) menunjukkan tidak ada perbedaan antara perilaku asertif pada guru laki-laki dan guru perempuan SMA di Ambarawa. Subjek adalah 30 guru laki-laki dan 30 guru perempuan dari 3 sekolah SMA yaitu SMA Islam Sudirman, SMA Bhakti Awam dan SMAN 1 Ambarawa, melakukan penelitian menggunakan alat ukur skala asertifitas yang diadaptasi dari Lovitan (2007). Analisis menggunakan SPSS 17 memakai uji t menunjukkan hasil berarti tidak ada perbedaan antara perilaku asertif guru laki-laki dan perempuan SMA di Ambarawa. Penelitian yang dilakukan oleh Weni Nur (2012) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perilaku asertif siswa terhadap perilaku negatif berpacaran siswa kelas X Pemasaran 1 di SMKN 1 Depok, Sleman dengan peningkatan skor pre-test ke post-test sebesar Pengumpulan data menggunakan skala, observasi dan wawancara Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku asertif siswa kelas X MAN 1 Kota Salatiga. 22

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif

Lebih terperinci

Jangan takut menjawab ya, jawaban anda sangat berarti

Jangan takut menjawab ya, jawaban anda sangat berarti LAMPIRAN 1. Self Confidence Scale Nama : Usia : Kelas : Sekolah : L / P : Berilah tanda X pada jawaban yang sesuai dengan diri anda. Tersedia 4 pilihan jawaban yaitu STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010). BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas IX A dan Kelas IX B yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menghadapi lingkungan yang memiliki perbedaan pola pikir, kepribadian serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa 62 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Hasil Sosiometri Setelah data yang berasal dari sosiometri yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3, VIII-7, VIII-8, VIII-10, maka diperoleh data mengenai siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya antara usia 13 dan 20 tahun.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi perilaku

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perencanaan dan pelaksanaan penelitian sesuai metode penelitian. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. perencanaan dan pelaksanaan penelitian sesuai metode penelitian. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian sesuai metode penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi selalu terjadi dalam setiap kehidupan manusia. Setiap kegiatan yang dilakukan manusia merupakan refleksi dari kegiatan komunikasi, baik secara verbal maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA Ertik Indrawati, Setyorini dan Sumardjono Padmomartono Program Studi S1

Lebih terperinci

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA

: PETUNJUK PENGISIAN SKALA 65 No : PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Sebelum menjawab pernyataan, bacalah secara teliti 2. Pada lembar lembar berikut terdapat pernyataan yang membutuhkan tanggapan Anda. Pilihlah salah satu tanggapan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kematangan Emosional 2.1.1. Pengertian Kematangan Emosional Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS

IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS IMPROVING PERSONAL, INTERPERSONAL, & ORGANIZATIONAL COMMUNICATIONS Part 6 Edy Prihantoro Universitas Gunadarma Pokok Bahasan Understanding your communication style Building high self esteem (self esteem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa kelas VII G dan VII C SMP Negeri 9 Salatiga yang memiliki keterampilan sosial rendah yang masing-masing berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa memiliki tugas yang beragam meliputi tugas-tugas kehidupannya yaitu sebagai seorang remaja ataupun seseorang yang sedang beranjak dewasa. Selain tugas-tugas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan selama hidupnya, manusia dihadapkan pada dua peran yaitu sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia selalu

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN KEAKTIFAN BERKOMUNIKASI SISWA DENGAN STRATEGI SNOWBALL THROWING PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI DI KELAS X3 SMAN 1 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Oleh: Hardani Endarwati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Pengertian motivasi Walgito (2004), mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Menurut Departemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam mengekspresikan perasaan, sikap, keinginan, hak, pendapat secara langsung,

BAB II LANDASAN TEORI. dalam mengekspresikan perasaan, sikap, keinginan, hak, pendapat secara langsung, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif Alberti & Emmons (1990) mendefinisikan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku kompleks yang ditunjukan oleh seseorang dalam hubungan antar pribadi, dalam mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek kepribadian yang lain dan harus dilatihkan

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA

BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA BAGAIMANA MENGENAL DIRI ANDA DENGAN LEBIH BAIK ERIK HADI SAPUTRA 1 BELAJAR MENGENALI DIRI ANDA MEMERLUKAN SATU SIFAT YANG SANGAT PENTING : KEJUJURAN 2 CITRA DIRI 1. CITRA TUBUH SOSOK YANG NYATA. KONKRET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan presentasi maupun diskusi biasanya melibatkan guru dan siswa maupun siswa dengan siswa dalam suatu proses belajar mengajar, di dalam kegiatan presentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala psikologis, istrumen skala psikologis ini berjumlah tiga skala. Subyek penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanganan untuk anak berkebutuhan khusus menjadi suatu tantangan tersendiri bagi penyelenggara pendidikan luar biasa mengingat karakteristik dan kebutuhan anak yang

Lebih terperinci

PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI

PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI Masa awal remaja adalah masa dimana seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang. variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua.

BAB III METODE PENELITIAN. Variabel bebas (Independent Variable) adalah variabel yang. variabel bebasnya adalah pola asuh orang tua. 44 BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1) Variabel Widoyoko (2014) Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian. Variabel bebas (Independent

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Uji Korelasi Hasil dari penelitian menunjukkan Ho ditolak sehingga ada hubungan antara self-efficacy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain. Hubungannya itu antara lain berupa menyampaikan isi pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain. Hubungannya itu antara lain berupa menyampaikan isi pikiran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai mahluk sosial memerlukan hubungan dan kerja sama dengan manusia lain. Hubungannya itu antara lain berupa menyampaikan isi pikiran dan perasaan, menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai calon pemimpin bangsa dan intelektual muda. Komunikasi juga

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai calon pemimpin bangsa dan intelektual muda. Komunikasi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara efektif sangat dituntut pada siswa sebagai calon pemimpin bangsa dan intelektual muda. Komunikasi juga merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 variabel yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 variabel yaitu: BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 variabel yaitu: Variabel bebas (X) : Positive deviance Variabel terikat (Y) : Self-esteem Positive deviance

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner. Gunung Bayu, Mei : Permohonan Pengisian Angket. : Bapak Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Gunung Bayu. Dengan hormat.

Lampiran 1. Kuesioner. Gunung Bayu, Mei : Permohonan Pengisian Angket. : Bapak Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Gunung Bayu. Dengan hormat. Lampiran 1. Kuesioner Gunung Bayu, Mei 2011 Perihal Lampiran Yth : Permohonan Pengisian Angket : Satu berkas : Bapak Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Gunung Bayu Dengan hormat. Dalam rangka penulisan tesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

PERANAN METODE PEMBERIAN TUGAS MEWARNAI GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B TK JAYA KUMARA DESA BALINGGI JATI

PERANAN METODE PEMBERIAN TUGAS MEWARNAI GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B TK JAYA KUMARA DESA BALINGGI JATI PERANAN METODE PEMBERIAN TUGAS MEWARNAI GAMBAR DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK DI KELOMPOK B TK JAYA KUMARA DESA BALINGGI JATI Ni Nyoman Ayu Surasmi 1 ABSTRAK Permasalahan pokok dalam penelitian ini

Lebih terperinci

MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK

MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK Materi pembelajaran 'Motivasi Berprestasi' bertujuan untuk membekali mahasiswa/i akan pengertian, pemahaman terhadap motivasi berprestasi sebagai aspek pendorong untuk mencapai

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian pada tanggal 3 Maret 2012 penulis terlebih dahulu meminta surat ijin penelitian dari Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana guru mengajar, berperilaku dan bersikap memiliki pengaruh terhadap siswanya (Syah, 2006). Biasanya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kuantitatif, yaitu metode yang menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika

Lebih terperinci

Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN

Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN Nomer : Jenis Kelamin : Kuliah di : Usia : Asal daerah : Tempat tinggal di Semarang : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang identik dengan pendekatan deduktif yang berangkat dari persoalan-persoalan umum

Lebih terperinci

KOMUNIKASI ASERTIF MENDONGKRAK TINGKAT KEPUASAN PEMANGKU KEPENTINGAN

KOMUNIKASI ASERTIF MENDONGKRAK TINGKAT KEPUASAN PEMANGKU KEPENTINGAN KOMUNIKASI ASERTIF MENDONGKRAK TINGKAT KEPUASAN PEMANGKU KEPENTINGAN Oleh Sumaryo Widyaiswara Madya BDK Palembang I. Pendahuluan Seorang pejabat/ pegawai tertentu, seperti pegawai yang bertugas yang melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan pendapatnya, berani tampil di muka umum, memiliki kepedulian sosial, dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia berharap dilahirkan dalam keadaan yang normal dan sempurna, akan tetapi tidak semua manusia mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu usaha pada tiap individu dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering

I. PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peserta didik pada usia remaja di sekolah sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal dalam

Lebih terperinci

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar

PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyar TUGAS TUGAS PERKEMBANGAN (Developmental Task) PENGERTIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN adalah tugas - tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa tertentu sesuai dengan norma-norma masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari, oleh siswa dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pada jenjang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi. Untuk berhubungan dengan orang lain dibutuhkan komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada Bab IV, maka dapat disimpulkan: 1. Terdapat hubungan yang signifikan dan berarti antara budaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Sumahamijaya, 2003 Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantungpada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Percaya Diri Sikap dan perilaku manusia sangatlah dipengaruhi oleh kondisi perasaannya, salah satunya adalah sikap percaya diri. Menurut Santrock (2002)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian, karakter, serta tingkah laku moral para peserta didik. Di bangku sekolah, para peserta

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Usia Dini 1. Keterampilan Sosial Anak usia dini merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan imajinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat bagi setiap individu untuk menimba ilmu dan tempat untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan

Lebih terperinci

PENERAPAN ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS

PENERAPAN ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 1, no 2 Oktober 2016 PENERAPAN ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA INGGRIS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial, adanya kecenderungan perilaku asertif sangat membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu lain yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian 4.1.1 Lokasi Penelitian UKSW adalah salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Salatiga. Terletak di jalan Diponegoro No. 52 60 Salatiga yang terdiri

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMA KARTIKA III-1 BANYUBIRU MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK. Putri Adri Setyowati Yari Dwikurnaningsih

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMA KARTIKA III-1 BANYUBIRU MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK. Putri Adri Setyowati Yari Dwikurnaningsih MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF SISWA KELAS X SMA KARTIKA III-1 BANYUBIRU MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK Putri Adri Setyowati Yari Dwikurnaningsih ABSTRAK Penelitian ini berujuan untuk mengetahui signifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi Komunikasi mencakup pengertian yang luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, sehingga

Lebih terperinci

Membuka Diri Dalam Interaksi Sugiyatno. SPd Dosen BK FIP UNY

Membuka Diri Dalam Interaksi Sugiyatno. SPd Dosen BK FIP UNY Membuka Diri Dalam Interaksi Sugiyatno. SPd Dosen BK FIP UNY Dalam suatu hubungan antar pribadi dimulai bila dua orang yang berhubungan mulai saling membuka tentang dirinya. Bila kedua pribadi sudah saling

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sugiyono (2008:119) mengemukakan bahwa metode komparatif atau ex post facto BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena dalam proses penelitiannya menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional

Lebih terperinci