BAB V SIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan melalui proses pengilangan minyak mentah. Saat ini BBM telah

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produsen BBM untuk menyediakan BBM ramah lingkungan. Produk

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan bisnisnya berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola korporasi yang baik

BAB II EKSPLORASI ISU BIS IS

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor saat ini

BAB I PENDAHULUAN. telah memasuki fase yang lebih menantang dimana harga minyak dunia

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN & IMPLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan bakar diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. ini semakin menarik untuk dicermati, karena terjadi fluktuasi harga BBM

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. beberapa temuan untuk dijadikan kesimpulan. Kesimpulan berdasrkan pada hasil

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Dalam menghadapi persaingan

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V. dari minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak

DAFTAR ISI Daftar Isi

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan transportasi, baik untuk perjalanan pribadi, angkutan massal

KEPPRES 31/1997, PEMBANGUNAN DAN PENGUSAHAAN KILANG MINYAK DAN GAS BUMI OLEH BADAN USAHA SWASTA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada zaman modern ini perkembangan industri musik sangat pesat, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 2015, bahwa saat ini jumlah penduduk dunia mencapai 7,3 Milyar jiwa. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE KOTA PALEMBANG PROVINSI SUMATERA SELATAN MASA PERSIDANGAN V TAHUN SIDANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tugas Akhir Universitas Pasundan Bandung BAB I PENDAHULUAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prinsip dasar pemasaran yang berorientasi kepada pelanggannya,

( diakses pada tanggal 21 Desember 2015 jam

Strategi Pemasaran yang Digerakkan oleh Pelanggan Menciptakan Nilai Bagi Pelanggan Sasaran

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, yang di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. harapan konsumen, dengan membangun kepercayaan dalam suatu hubungan

Makalah Strategi Bisnis Ritel

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 191 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN DAN HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era perdagangan bebas setiap perusahaan menghadapi persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. Konversi energi dari minyak tanah ke gas adalah program nasional yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh: DIVO DHARMA SILALAHI NIM: J2E

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi telah terjadi perubahan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAHAN BAKAR. Minyak. Harga Jual Eceran.

BAB II DESKRIPSI UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri harus mampu bersaing dengan perusahaan asing yang memasuki

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2017 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI

BAB I PENDAHULUAN. Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi yang sangat dibutuhkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 4.1 STP pada persepi Diamond dan Pelanggan Diamond

BAB V PENUTUP Kesimpulan

KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA KEGIATAN USAHA HILIR MIGAS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2005 TENTANG PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum bidang usaha ritel atau pengecer modern di Indonesia

ANALISIS POSITIONING PRODUK DETERJEN (Rinso, So klin, Attack, Surf dan Daia) DI KOTAMADYA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

1. PENDAHULUAN. perusahaan energi berkelas dunia yang berbentuk Perseroan, yang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Akhir

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan pelanggannya.. Dalam menghadapi persaingan tersebut,

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki identitas perusahaan (corporate identity) yang berbeda-beda, dimana

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Industri jasa perawatan dan perbaikan mesin gas turbin merupakan industri

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Usmara, Strategi Baru Manajemen Pemasaran, Amara Books, Jogjakarta, 2003, hlm

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh masyarakat, dengan sistem perkeretaapian di Indonesia. ini terlihat dari pengembangan-pengembangan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. (supply chain management). Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Anatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang begitu ketat antara perusahaan satu dengan perusahaan yang lainnya,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

EVALUASI INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM) TERHADAP PEMBELIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) JENIS PERTALITE DI KOTA DEPOK THERESIA DAMAYANTI

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat saji yang bermerek asing, seperti McDonald, Kentucky Fried Chicken. banyak membidik target pasarnya kalangan keluarga.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik di mata konsumennya.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TANGGAL 16 JANUARI 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI

MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA?

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2001 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2015 ANALISIS TATA LETAK DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM PERTAMINA CABANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil, diawali dengan krisis

Pembangunan SPBU PERTAMINA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

DASAR-DASAR MANAJEMEN PEMASARAN

BAB IV ANALISIS TENTANG STRATEGI DAN KENDALA YANG DIHADAPI OLEH PT. BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA DHARMAWANGSA

PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. Brand bukanlah sekedar nama atau simbol. Tetapi lebih kepada aset perusahaan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Pada bagian simpulan ini penulis mengambil kesimpulan yang terkait dengan pertanyaan penelitian dan tujuan penelitian pada Bab I. 1. Pertamina memiliki kekuatan jaringan outlet penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia. Kekuatan jaringan outlet penjualan ini juga disertai oleh kekuatan sarana dan fasilitas distribusi BBM yang mendukung kontinuitas ketersediaan produk. 2. Kualitas layanan yang diberikan Pertamina masih belum dapat mengimbangi layanan yang diberikan pesaing. Waktu antrian pengisian BBM yang lebih lama, tidak fokusnya Pertamina menangani konsumen BBM non subsidi karena menyatunya outlet penjualan BBM subsidi dan non subsidi, membuat Pertamina tidak menjadi pilihan utama konsumen BBM non subsidi. 3. Pertamina belum melakukan promosi dengan efektif untuk produk BBM ritel non subsidi karena keterbatasan anggaran. Diferensiasi untuk masing-masing jenis produk juga belum jelas dikomunikasikan kepada target pasar. 4. Produk BBM non subsidi Pertamina merupakan produk yang berkualitas. Pertamina juga terus melakukan penelitian dan pengembangan produk untuk memenuhi spesifikasi yang lebih tinggi seiring dengan perkembangan teknologi permesinan. 5. Merek produk Pertamina untuk BBM ritel non subsidi untuk Pertamax lebih unggul dibandingkan pesaing di kelasnya, namun untuk Pertamax Plus masih kalah. Sedangkan untuk Pertamina Dex, secara spesifikasi lebih unggul 102

dibandingkan pesaingnya, namun belum digarap dengan maksimal. Pertamax Racing dan Pertalite merupakan produk yang tidak memiliki pesaing di Indonesia. Di sisi lain, rendahnya efektivitas promosi untuk Pertamax Series mengakibatkan persepsi konsumen terhadap Pertamax Series secara keseluruhan belum terbentuk secara positif. 6. Merek perusahaan Pertamina walaupun di Indonesia sudah dikenal sejak lama, belum mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri, hal ini antara lain disebabkan karakteristik konsumen Indonesia yang masih mengagungkan produk luar negeri. Selain itu citra Pertamina sebagai perusahaan yang kental dengan nuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme masih melekat pada Pertamina. 7. Untuk memenangkan persaingan di bisnis BBM ritel non subsidi, Pertamina dapat menggunakan strategi best cost provider, yaitu dengan mengkombinasikan strategi biaya rendah dan diferensiasi. 5.2 Saran Pada bagian akhir penelitian, penulis memberikan saran terkait penelitian yang telah dilakukan. Saran untuk Pertamina berdasarkan analisa yang telah dilakukan antara lain: 1. Untuk menurunkan harga pokok produksi, Pertamina disarankan membangun kilang pengolahan baru dengan kompleksitas tinggi. Pembangunan kilang tersebut juga dapat dilakukan dengan upgrading kilang yang telah ada. Selain untuk menurunkan harga pokok produksi terkait dengan strategi best cost provider, upgrading kilang juga dilakukan untuk mengantisipasi meningkatnya kebutuhan BBM non subsidi dengan requirement lebih tinggi di 103

masa yang akan datang dan meningkatkan daya tawar Pertamina kepada pemasok. 2. Strategi low cost dapat juga dapat dilakukan dengan jalan melakukan impor langsung produk BBM non subsidi. Dengan melakukan impor produk secara langsung maka Pertamina tidak perlu melakukan produksi BBM di kilang sehingga biaya produksi kilang yang tinggi dapat lebih ditekan. 3. Terkait strategi diferensiasi, Pertamina perlu melakukan tahapan segmenting, targeting, dan positioning (STP) atas produk-produk yang telah ada. Repositioning dan rebranding atas produk-produk Pertamina dapat dilakukan untuk penataan ulang produk BBM non subsidi Pertamina. Setelah tahapan STP dilakukan, maka diferensiasi atas tiap produk BBM non subsidi akan dapat ditentukan lebih baik. 4. Diferensiasi yang dilakukan Pertamina harus dikomunikasikan kepada seluruh segmen pelanggan dengan baik. Kegiatan promosi yang efektif dan efisien harus dilakukan, sehingga keterbatasan anggaran tidak akan lagi menjadi kendala. Hal ini penting agar strategi diferensiasi produk Pertamina dapat berhasil dan menjadi sumber keunggulan. Marketing communication yang jitu diperlukan untuk membangun persepsi pelanggan bahwa produk Pertamina lebih berkualitas dibandingkan produk pesaing. Pertamina dapat menggandeng konsultan pemasaran yang berkualitas untuk menangani komunikasi pemasaran produk-produk Pertamina. 5. Pertamina memiliki competency gap pada service excellence untuk layanan pelanggan BBM non subsidi, untuk itu perbaikan dan pengembangan service 104

excellence Pertamina harus dilakukan agar dapat lebih baik daripada layanan pesaing. Beberapa hal yang sudah dilakukan Pertamina, seperti red carpet, harus dijalankan dengan konsisten. Waktu antrian yang lebih cepat dapat dilakukan dengan cara menambah titik nozzle pengisian BBM non subsidi, namun dengan catatan antrian pengisian BBM subsidi tidak boleh menutupi ruang masuk antrian BBM non subsidi. 6. Menyediakan fasilitas penunjang yang berbeda dengan SPBU pesaing, sehingga dapat menjadi pendukung diferensiasi SPBU Pertamina. Misalnya dengan menyediakan sarana terlengkap, mulai dari convenience store, ATM, cuci mobil, rumah makan, café, bengkel reparasi ringan, meeting point, dan sarana lain yang tidak dijumpai di SPBU pesaing. 7. Memaksimalkan kekuatan di sebaran jaringan outlet dengan menutup celahcelah lokasi strategis yang kemungkinan akan diambil pesaing di masa depan (Netz & Taylor, 2002). Pertamina dapat menggunakan anak perusahaannya, Pertamina Retail, untuk membangun SPBU-SPBU dengan spesifikasi yang khusus. 8. Strategi peluncuran Pertalite dapat ditiru untuk produk bahan bakar diesel. Pertamina dapat meluncurkan bahan bakar diesel non subsidi dengan harga di antara Solar dan Pertamina Dex. Tindakan ini berguna untuk menambah keuntungan penjualan BBM non subsidi, serta mengurangi kerugian Pertamina yang mungkin muncul dalam penjualan Solar subsidi. Kerugian dari penjualan Solar akan muncul apabila Solar dijual lebih rendah dibandingkan harga keekonomian dan selisihnya lebih besar dari Rp1.000,00, 105

karena subsidi yang dibayarkan Pemerintah untuk produk Solar hanya Rp1.000,00 per liter. 9. Pertamina harus meyakinkan pemerintah untuk tidak lagi melakukan intervensi atas kebijakan korporasi yang tidak menyangkut BBM bersubsidi. Seperti intervensi harga Premium dan Pertamax Series, serta peluncuran produk baru Pertamina (Pertalite), karena hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan Badan Usaha penyalur BBM. 10. Meminta dukungan Pemerintah untuk mendorong majunya Pertamina dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang pro Pertamina, seperti memperkecil disparitas antara harga BBM bersubsidi dan non subsidi agar kerugian Pertamina pada sektor BBM subsidi (produk Premium dan Solar) dapat diminimalkan dan sekaligus memperbesar volume penjualan BBM non subsidi. 11. Pertamina dapat meminta perlakuan khusus kepada Pemerintah Republik Indonesia, yang juga menjadi pemegang saham Pertamina, untuk mendukung secara penuh kiprah Pertamina di dalam dan luar negeri. Pemain ritel asing hanya boleh membuka SPBU di Indonesia dengan kewajiban membangun storage dan kilang pengolahan di Indonesia. Hal ini juga akan sangat bermanfaat untuk ketahanan energi di Indonesia. 106