BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Peran pemerintah daerah dalam bidang kepariwisataan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB V PENUTUP. adalah tersedianya sumber sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB 1 PENDAHULUAN. implikasi pada pelimpahan wewenang antara pusat dan daerah dalam berbagai bidang.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Mahi (2001)

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka melaksanakan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dari Sentralistik menjadi Desentralistik dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab yaitu Daerah diberi kewenangan untuk mengurus rumah tangga sendiri (Jaringan Dokumentasi dan Informatika Hukum, 2014). Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas dan potensi daerah tersebut (Bastian, 2006:2). Penyerahan kewenangan dari pemerintah kepada daerah otonom, menimbulkan terjadinya pergeseran peran dan merupakan langkah terbaik dalam memberdayakan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi berkembang dan sadar akan kemampuan serta potensi daerahnya menurut prinsip-prinsip Pemerintahan yang Baik (Good Governance). Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri, diantaranya yang menjadi sumber 1

2 utama bagi daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Bumi dan Pengelolaan Kekayaan Daerah serta Pendapatan lainnya. Dampak dari otonomi daerah juga mengharuskan setiap daerah untuk selalu berupaya meningkatkan sumber pendapatan asli daerah agar daerah mampu mandiri dalam menyelenggarakan pemerintahan (Darise, 2007:38). Penyelenggaraan otonomi daerah harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Dan otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antara pemerintah daerah dan pusat. Mardiasmo (2002:59) menyatakan bahwa tujuan utama penyelanggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Selama ini pemerintah daerah banyak bergantung pada pemerintah pusat, karena terbatasnya jumlah dana yang berkaitan dengan sumber dana yang telah diatur oleh pemerintah pusat. Dengan ketergantungan pemerintah daerah dalam hal dana bagi penyelenggaraan urusan, maksudnya adalah adanya kemampuan daerah secara ekonomis artinya dapat menjadikan daerah berdiri sendiri tanpa ketergantungan dengan pusat. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan Negara.

3 Sesuai dengan Undang-undang No. 33 Tahun 2004, apabila kebutuhan pembiayaan suatu daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi atau bantuan dari pusat, dan nyata-nyata kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan tersebut sangat kecil, maka dipastikan bahwa kinerja keuangan daerah itu masih sangat lemah. Pada prinsipnya semakin besar sumbangan PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat. Mardiasmo dkk, (2002:3-4) menyatakan pendapatan daerahnya secara berkesinambungan masih lemah. Sehingga, masalah yang dihadapi saat ini adalah masih lemahnya kemampuan pendapatan asli daerah sehingga akan berpengaruh secara langsung terhadap pendapatan daerah pada kebanyakan daerah. Dikarenakan besarnya tingkat PAD di Pemerintah Kota yang menyangkut target dan realisasi untuk tahun anggaran berikutnya, hal ini dapat berkonsekuensi terhadap komponen-komponen PAD. Selain itu juga untuk alokasi penggunaan PAD terhadap belanja daerah, yang salah satunya dikelompokkan menjadi belanja langsung Fenomena yang paling mencolok otonomi daerah di Indonesia adalah ketergantungan pemerintah daerah yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Ketergantungan ini terlihat jelas dari aspek keuangan. Alokasi transfer (DAU) yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kurang memperhatikan kemampuan daerah dalam mengoptimalkan sumber-sumber pendanaannya. Akibatnya, pemerintah daerah akan selalu menuntut transfer yang besar dari pemerintah pusat, bukannya memaksimalkan kapasitas fiskal daerah (potensi fiskal). Ketergantungan ini akan menimbulkan rendahnya peran daerah

4 itu sendiri dalam mendanai belanja daerah serta semakin dominannya peran transfer dari pusat, dalam hal ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU). Fenomena tersebut di dalam banyak literatur disebut sebagai flypaper effect. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Horasman (2003), bahwa penerimaan daerah yang paling dominan di Kota Cimahi bersumber dari dana perimbangan (dana dari Pemerintah Pusat). Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih memiliki peran yang relatif kecil dalam struktur keuangan daerah, sehingga masih bergantung terhadap transfer dari Pemerintahan pusat. Hal senada dikatakan oleh Lestari (2005), bahwa Kota Cimahi masih ketergantungan terhadap bantuan dari pemerintah pusat, hal ini terbukti dengan kecilnya penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Cimahi dan besarnya penerimaan dari dana perimbangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerimaan Pemerintah Kota Cimahi dominannya bersumber dari Pemerintah Pusat. Untuk mengetahui lebih jelas dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi Tahun Anggaran 2008 sampai dengan Tahun Anggaran 2012 No. Tahun Anggaran Realisasi Anggaran 1 2008 Rp 64.964.960.822 2 2009 Rp 75.033.580.037 3 2010 Rp 87.363.118.365 4 2011 Rp 117.959.834.116 5 2012 Rp 144.541.919.313 Sumber : Dinas Pendapatan Kota Cimahi (diolah).

5 Tabel 1.2 Dana Perimbangan Kota Cimahi Tahun Anggaran 2008 sampai dengan Tahun Anggaran 2012 No. Tahun Anggaran Realisasi Anggaran 1 2008 Rp 385.339.766.618 2 2009 Rp 448.418.314.598 3 2010 Rp 432.570.291.521 4 2011 Rp 422.132.581.001 5 2012 Rp 541.183.364.963 Sumber : Dinas Pendapatan Kota Cimahi (diolah). Tabel 1.3 Belanja Langsung Kota Cimahi Tahun Anggaran 2008 sampai dengan Tahun Anggaran 2012 No. Tahun Anggaran Realisasi Anggaran 1 2008 Rp 300.294.784.701 2 2009 Rp 280.510.685.534 3 2010 Rp 322.154.202.998 4 2011 Rp 374.953.438.949 5 2012 Rp 404.570.416.653 Sumber : Dinas Pendapatan Kota Cimahi (diolah). Pendapatan Asli Daerah Kota Cimahi seperti terlihat dalam tabel 1.1 perkembangannya meningkat dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012. Akan tetapi, Belanja Langsung yang terlihat tabel 1.3 yang memperlihatkan perkembangan yang menurun tahun 2008 dan tahun 2009. Hal tersebut menunjukkan, bahwa PAD Kota Cimahi belum mampu mendanai belanja langsung, artinya pembiayaan kegiatan Kota Cimahi masih bergantung pada bantuan pusat. Hal tersebut tentu saja berdampak negatif terhadap kegiatankegiatan yang ada di Kota Cimahi, seperti tersendatnya belanja kegiatan di setiap SKPD serta tersendatnya kegiatan pembangunan daerah.

6 Pemerintah Kota Cimahi sampai saat ini masih mendapatkan kebijakan dari Pemerintah Pusat, pada Dana Perimbangan yang seharusnya membiayai kegiatankegiatan penggajian Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), sebagian dari itu dialokasikan untuk membantu kelancaran kegiatan belanja daerah. Sesuai dengan yang diungkap oleh E. Koswara dalam Abdul Halim (2004:35) bahwa : Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan Keuangan daerah artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri, sedangkan ketergantungan kepada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan pembagian keuangan pusat dan daerah sebagai masyarakat sistem pemerintahan negara. Dari pernyataan diatas berbanding terbalik dengan keadaan di Pemerintah Kota Cimahi yang pada saat ini masih mendapat kebijakan dari pemerintah pusat berupa bantuan dalam bentuk pengalokasian sebagian dari Dana Perimbangan dengan jumlah yang begitu besar dan dinilai menjadi sebuah ketergantungan. Maka dalam hal ini Pemerintah Kota Cimahi harus berupaya lebih untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan menuangkannya ke dalam bentuk skripsi dengan judul : ANALISIS KEMAMPUAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DALAM MEMENUHI BELANJA LANGSUNG (Studi Kasus pada Dinas Pendapatan Kota Cimahi Periode 2008-2012).

7 1.2 Identifikasi Masalah Dari latar belakang di atas sesuai dengan judul yang diusulkan, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Cimahi? 2. Bagaimana Belanja Langsung di Kota Cimahi? 3. Apakah Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mampu memenuhi Belanja Langsung Kota Cimahi? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini bermaksud untuk menemukan jawaban atas masalah yang diteliti, oleh sebab itu diperlukan tujuan penelitian sebagai tindaklanjut dari masalah yang sudah diidentifikasikan, sehingga terhadap konsistensi antara identifikasi masalah dengan tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Cimahi. 2. Untuk mengetahui Belanja Langsung di Kota Cimahi. 3. Untuk mengetahui Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mampu memenuhi Belanja Langsung Kota Cimahi. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang di tinjau dari 2 kegunaan, yaitu kegunaan operasional dan kegunaan pengembangan ilmu.

8 1.4.1 Kegunaan Operasinal Hasil penelitian ini tentunya diharapkan berguna untuk berbagai pihak. Kegunaan operasional pada Dinas Pendapatan dan instansi terkait lainnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan pertimbangan untuk pengembangan dalam pengelolaan daerah khususnya yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). 1.4.2 Kegunaan Pengembangan Ilmu Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya : 1. Kegunaan Teoritis, dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat berguna untuk perkembangan ilmu pengetahuan akuntansi, khususnya akuntansi pemerintahan. 2. Kegunaan Praktis, bagi Dinas Pendapatan Kota Cimahi dan instansi terkait lainnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan pertimbangan untuk pengembangan dalam pengelolaan keuangan daerah khususnya yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah. 3. Kegunaan bagi peneliti berikutnya, peneliti dan pihak lain yang berkepentingan dan berminat mempelajari serta mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang penulis bahas dalam penelitian ini, dapat dijadikan bahan rujukan dan referensi dalam penelitianpenelitian selanjutnya.

9 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah Dinas Pendapatan Kota Cimahi yang berlokasi di Jl. Rd Demang Hardjakusumah Gedung C lantai II. Adapun waktu penelitiannya terhitung mulai bulan Juni 2014 sampai bulan Agustus 2014.