BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo (pembuatan scaffold kolagen-hidroksiapatit), Laboratorium Bersama MIPA Universitas Negeri Surabaya (Uji FTIR), Laboratorium Polimer dan Membran Fakultas Teknik Kimia Universitas Surabaya (Uji FTIR), Laboratorium Material Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (uji densitas dan porositas), Laboratorium Central Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang (uji SEM), Laboratorium Teknologi Farmasi Universitas Airlangga (uji kekuatan tekan), Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA) Surabaya (uji MTT). Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2012 sampai bulan Juli 2012. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.2.1 Bahan-bahan Penelitian Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit ikan Lele Sangkuriang, asam asetat, kristal NaOH, kristal NaCl, aquades, kristal Na 2 HPO 4.2H 2 O, H 3 PO 4, hidroksiapatit (HA), dan NH 4 OH. 33
34 3.2.2 Alat-alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, freezer, ph-meter, beker glass, gelas ukur, kertas saring, plastik polietilen, termometer, pengaduk, baskom, food save box, aluminium foil, neraca digital, sentrifugator, tabung selofan, cetakan silinder, manetic stirrer, freeze dryer atau lyophilizer, Tensor 27 FTIR spektrometer (Bruker Optics Inc.), Perkin Elmer FTIR Spektrometer, SEM (Inspect S50. FEI Corp., Jepang), dan Erweka TBH 220. 3.3 Prosedur Penelitian Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian ekstraksi kolagen dari ikan Lele Sangkuriang untuk pembuatan scaffold kolagen-hidroksiapatit seperti ada Gambar 3.1.
35 Persiapan Sampel Kulit Ikan Lele Sangkuriang Ekstraksi Kolagen Kulit Ikan Lele Sangkuriang Karakterisasi Kolagen: Uji FTIR Kolagen Hidroksiapatit Karakterisasi HA: Uji FTIR Persiapan Larutan Kolagen Netral Persiapan Larutan Hidroksiapatit Pembuatan Scaffold Kolagen-Hidroksiapatit dengan Variasi Komposisi Kolagen 0 % 5 % 10 % 15 % 20% 25 % Scaffold Kolagen-Hidroksiapatit Uji FTIR Uji Densitas dan Porositas Uji SEM Uji Kekuatan Tekan Uji MTT Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
36 3.3.1 Ekstraksi Kolagen dari Kulit Ikan Sangkuriang 3.3.1.1 Persiapan Sampel Kulit ikan lele (Clarias gariepinus var), dipotong 2-5 mm tipis pada suhu 0 o C. Potongan kulit ikan dicuci dengan air dingin (4 o C) selama 20 menit. Kulit ikan yang telah dicuci lalu dicampur dengan 0,1 M NaOH pada suhu 4 o C sebanyak delapan kali, lalu kulit ikan dicuci dengan aquades (4 o C) sampai mencapai ph dasar aquades. Lalu dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer. 3.4.1.2 Ekstraksi Kolagen Lemak pada kulit ikan dimasrasi selama 2 hari dengan heksan (4 o C). Kemudian dicuci dengan aquades (4 o C). Residu yang terbentuk diekstrak dengan 0,5 M asam asetat (1 gr kulit per 20 ml dari 0,5 M asam asetat) selama 24 jam sehingga terbentuk larutan kental, lalu sampel disaring. Larutan kental yang dihasilkan disentrifuse pada 8000 rpm selama 30 menit. Residu dari filtrasi, dicampur dan diekstrak kembali dalam 0.5 M asam asetat (1 gr dari residu per 20 ml asam asetat) selama 24 jam dan disentrifuse kembali pada 8000 rpm selama 30 menit. Supernatan yang terbentuk dicampur dan digaramkan dengan menambahkan NaCl hingga konsentrasi akhirnya mencapai 0,9 M. Endapan kolagen dipisahkan dengan mensentrifugasi pada 8000 rpm. Supernatan hasil sentrifuse dipresipitasi kembali dengan NaCl lagi kemudian disentrifuse pada 8000 rpm selama 30 menit setelah terjadi endapan kolagen. Kolagen basah yang terbentuk, kemudian didialisis dengan aquades selama 4 hari dengan. Kolagen yang terbentuk disimpan pada suhu 4 o C.
37 Untuk mengetahui prosentase kolagen yang dihasilkan dari kulit ikan Lele Sangkuriang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut. (3.1) 3.3.2 Pembuatan Scaffold Kolagen-Hidroksiapatit Secara In Situ 3.3.2.1 Persiapan Larutan Kolagen Netral Kolagen dibagi menjadi beberapa prosentase terhadap hidroksiapatit, yaitu 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%. Masing-masing dilarutkan dalam 0,5 M asam asetat, kemudian ditambahkan dengan larutan Na 2 HPO 4.2H 2 O 0.02 M pada saat terakhir dan ph dikontrol dan dinetralkan dengan penambahan NaOH pada suhu di bawah 10 o C (Feng, et al., 2009). 3.3.2.1 Persiapan Larutan Hidroksiapatit Larutan hidroksiapatit dibuat dengan melarutkan hidroksiapatit dalam H 3 PO 4 85% dengan rasio 1:4 (w/v), kemudian ditambahkan NH 4 OH sampai mencapai ph netral. 3.3.2.2 Pembuatan Scaffold Kolagen-Hidroksiapatit Larutan kolagen netral kolagen 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% masing-masing ditambah dengan hidroksiapatit kemudian diaduk secara perlahan selama 1,5 jam, lalu diinkubasi pada suhu ruang (25 o C) selama 24 jam. Hasil yang diperoleh,
38 kemudian dicuci dengan aquades dan disentrifugasi, sehingga campuran kolagen-ha didapatkan dalam bentuk hidrogel. Teknik pemisahan fasa padat-cair dilakukan dengan pendinginan komposit hingga -20 o C selama 24 jam, sedangkan pelarutnya dihilangkan dengan freeze-drying (Feng, et al., 2009), dan kemudian dilakukan proses sterilisasi scaffold kolagen-hidroksiapatit. 3.4 Karakterisasi Scaffold Kolagen-Hidroksiapatit 3.4.1 Uji FTIR (Fourier Transform Infra Red) Dalam penyiapan sampel untuk uji FTIR, hidroksiapatit dan scaffold kolagenhidroksiapatit 0,025 gr dilakukan dengan mencampurkan sampel dengan matriks KBr 0,5 gr atau dengan menggunakan perbandingan 1:20 (w:w). Hasil pencampuran tersebut, kemudian dibentuk menjadi pelet dan diujikan pada spektroskopi FTIR. Pada pengujian FTIR kolagen kulit ikan Lele Sangkuriang yang berupa kolagen basah dilakukan tanpa menggunakan KBr, namun langsung dilakukan uji dengan preparasi untuk media cair. Uji FTIR kolagen dan scaffold kolagen-hidroksiapatit menggunakan Tensor 27 FTIR Spektrometer (Bruker Optics Inc.), dan uji FTIR hidroksiapatit menggunakan Perkin Elmer FTIR Spektrometer.
39 Gambar 3.2. Tensor 27 FTIR spektrometer (Bruker Optics Inc.) Gambar 3.3. Perkin Elmer FTIR Spektrometer 3.4.2 Uji Densitas dan Porositas Perhitungan densitas scaffold kolagen-hidroksiapatit diukur dengan mengukur berat kering benda dan volume benda kemudian dimasukkan ke dalam Persamaan 2.2. Untuk uji porositas dilakukan dengan mengukur berat dalam keadaan kering (Wk) lalu sampel direndam dalam air, kemudian sampel dikeluarkan dan ditimbang
40 untuk mendapatkan nilai berat basah (Wb). Perhitungan porositas menggunakan Persamaan 2.3. 3.4.3 Uji SEM (Scanning Electron Microscope) Untuk mengetahui morfologi permukaan dan penampang melintang scaffold kolagen-hidroksiapatit dilakukan melalui analisis SEM. Dengan menggunakan analisis SEM akan tampak ukuran pori yang terbentuk dari scaffold kolagen- Hidroksiapatit. Dalam pengujian SEM, sampel scaffold kolagen-hidroksiapatit harus dipersiapkan dalam kondisi kering lalu dilakukan pelapisan sampel dengan emas, platinum, grafit, kromium atau tungsten, dan diujikan dengan SEM (Inspect S50. FEI Corp., Jepang). Gambar 3.4. SEM (Inspect S50. FEI Corp., Jepang)
41 3.4.4 Uji Kekuatan Tekan Scaffold kolagen-hidroksiapatit yang ditentukan nilai kekuatan tekannya disterilkan terlebih dahulu, lalu dihitung berat dan ukuran sampel. Saat preparasi, sampel diletakkan secara diametrikal pada tempat sampel Erweka TBH 220. Mesin dijalankan dengan penambahan beban konstan. Pembebanan dilakukan sampai sampel uji menjadi retak atau hancur, lalu nilai kekuatan tekan scaffold kolagenhidroksiapatit akan muncul pada layar. Gambar 3.5. Erweka TBH 220 3.4.5 Uji MTT Scaffold kolagen-hidroksiapatit disterilisasi dengan menggunakan sinar UV selama 24 jam, kemudian dilarutkan dalam 0,5 cc eagel dan bovine serum untuk pertumbuhan selnya. Larutan sampel kemudian dialirkan pada permukaan sel fibroblast BHK-21 dan ditunggu selama sehari untuk mengetahui perkembangan selnya. Masing-masing sampel diulang dengan delapan kali dan diisi larutan sampel 50µm per well-nya. Pada awal perlakuan warnanya kuning kemudian ditambahkan
42 pereaksi MTT {3-(4,5-Dimetil-2-thiazolil)-2,5-diphenil-2H-tetrazolium bromida}, warnany berubah menjadi biru keunguan, dan untuk pembacaan sel BHK-21 yang hidup menggunakan Elisa reader.