BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Keberadaan industri ekstraksi secara langsung maupun tidak. langsung akan mempengaruhi kondisi ekonomi, sosial-budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sosial dan lingkungan (profit-people-planet), kini semakin banyak

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

A. Simpulan Peran public relations dalam organisasi semakin signifikan dalam kurun beberapa tahun terakhir. Divisi public relations yang mulanya hanya

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. ataupun tidak, komunikasi telah menjadi bagian dan kebutuhan hidup manusia.

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berupa keseimbangan tiga pilar keberlanjutan usaha, yaitu People (sosial), Planet

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Corporate Social Responsbility (E-LEARNING)

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. wacana CSR berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992

I. PENDAHULUAN. untuk menghasilkan laba (profit oriented) agar dapat going concern. Namun,

kepentingan pembangunan di Indonesia. Setiap perusahaan di Indonesia melakukan berbagai kegiatan terencana untuk mencapai tujuan khusus maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi karena harga saham menunjukkan prestasi emiten, pergerakan harga

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lingkungan menjadi semakin menarik seiring dengan adanya


PENDAHULUAN. (corporate social responsibility) dikemukakan oleh John Elkington (1997) yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk fokus pada pengembangan hubungan sosialnya kepada stakeholders

BAB V PENUTUP. penelitian. Simpulan dan saran dibuat berdasarkan hasil penelitian dan. pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan berkomunikasi tidak hanya dilakukan oleh individu sebagai

BAB I PENDAHULUAN UKDW. environmental responsibility (Bakdi Soemanto dkk, 2007). Dari penjelasan diatas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. pergeseran. Penyusunan kebijakan publik tidak lagi murni top down, tetapi lebih

BAB I PENDAHULUAN. relevan dalam konteks ekonomi saat ini (Garzella & Fiorentino, 2014). Mardikanto (2014:83)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

Berbakti Bagi Negeri, Berkarya Untuk Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebuah perusahaan didirikan memiliki orientasi memperoleh

9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

Bab 1. Pendahuluan. pejalan kaki ini sebenarnya telah diatur pada paasal 131 dan pasal 132 UU

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan keunggulan kompetitif (competitive advantage) bisnisnya agar

Strategi Organisasi, Struktur Proyek, Budaya Proyek

BAB I PENDAHULUAN. jawab sosial atau social responsibility semakin meningkat. Timbul selaras dengan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan laba untuk sebesar-besarnya kemakmuran pemagang saham.

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsisbilities atau CSR)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak pemimpin dari perusahaan menghadapi tugas yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterkaitan perusahaan dengan daerah lingkungan sosialnya menuntut

TUGAS CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY (CSR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENUTUP. Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Sosial Responsibility

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu bentuk organisasi yang melakukan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini topik mengenai Corporate Social Responsibility (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bisnis tampak semakin kompetitif. Perusahaan dituntut untuk menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar (community). Sebagai warga masyarakat, perusahaan membutuhkan

17 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB V MODEL KONSEPTUAL MANAJEMEN PENGEMBANGAN KUALITAS KINERJA KARYAWAN BANK JABAR. Model merupakan abstraksi visual atau konstruksi dari suatu

Peran Kelembagaan dalam Mitigasi Bencana di Indonesia. Oleh: Rudi Saprudin Darwis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Kinerja perusahaan secara langsung ataupun tidak langsung

LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna

BAB I PENDAHULUAN. Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan calon

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat perusahaan merasa tidak aman bahkan di wilayah negaranya

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenangkan persaingan didalam dunia usaha adalah meningkatnya profit

BAB I PENDAHULUAN. kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini menyajikan pengamatan di 1 bh lokasi PLTP yaitu PLTP

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KERANGKA ACUAN PENGKAJIAN UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA WAWO WAE DALAM PENGELOLAAN KAWASAN CA WATU ATA, NGADA TGL 25 NOP S/D 20 DES 2002

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran

AIDS dan Sistem Kesehatan: Sebuah Kajian Kebijakan PKMK FK UGM

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa kini, banyak organisasi mencanangkan berbagai program Corporate

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sebuah perusahaan selalu berhubungan dengan masyarakat,

BAB V PENUTUP. Sinorang tidak bisa diseragamkan dengan pola pendampingan yang dipahami. CSR di Desa Sinorang dapat terpetakan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. penting di setiap perusahaan, baik perusahaan milik pemerintah maupun swasta. PR

DAFTAR ISI. Perusahaan Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Nilai

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas)

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

BAB 6 PENUTUP. 1. Reputasi Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Corporate. Entrepreneurship. Hal ini membuktikan bahwa Reputasi Organisasi

PENILAIAN MANDIRI TENTANG KOMPETENSI FISPH

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan paparan temuan dan analisa yang ada penelitian menyimpulkan bahwa PT. INCO mengimplementasikan praktek komunikasi berdasarkan strategi dialog yang berbasis pada manajemen pemangku kepentingan dalam proses pengelolaan konflik antara masyarakat Sorowako dengan PT. INCO. Dalam lingkup operasional, implementasi dari praktek strategi tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni: (1) tahapan perekayasaan adat sebagai jalan masuk untuk mengembangkan interaksi yang positif dengan para pemangku kepentingan di Sorowako, (2) tahapan kedua dilakukan dengan mengontrak konsultan manajemen risiko untuk membangun dan mengembangkan instrumen komunikasi perusahaan yang baru dan berbasis pada logika adat, dan (3) tahapan pengembangan dialog antara masyarakat Sorowako dengan PT. INCO. Berkaitan dengan tahapan pengembangan dialog, di tataran implementasi, PT. INCO menerapkan sejumlah praktek strategis, antara lain: (1) sebuah serial dialog yang digunakan untuk memetakan sumber konflik dan ekspresi konflik dan (2) serangkaian pertemuan melalui Meteriso untuk merumuskan solusi praktis dengan mempertimbangkan kapasitas PT. INCO. Melalui serangkain praktek strategi komunikasi tersebut, akhirnya, dapat diketahui sumber konflik berasal dari perbenturan harapan masyarakat Sorowako dengan kapasitas PT. INCO dalam mengelola tiga fenomena dasar, yaitu: fenomena akses tanah sebagai sumber konflik, fenomena kesempatan berusaha sebagai sumber konflik, fenomena afirmasi tenaga kerja lokal sebagai sumber konflik, serta fenomena program pemberdayaan perusahaan sebagai sumber konflik. 109

Konflik pertanahan dipicu oleh empat persoalan dasar, yaitu: pertama, perbedaan persepsi tentang fungsi alamiah tanah, dimana tanah -yang bagi masyarakat Sorowako sebagai lahan untuk menanam padi dan berladang serta memungut hasil hutan (rotan, damar dan kayu)- telah beralih fungsi melalui berbagai praktik unjuk kekuatan, kekerasan, dan kekuasaan oleh perusahaan tambang. Kedua, munculnya perselisihan karena tidak adanya pengakuan pemerintah terhadap hak-hak adat masyarakat atas tanah. Hak-hak atas tanah dicabut begitu saja atau dipaksa untuk diserahkan melalui mekanisme jual-beli sepihak, jika lahan-lahan itu diperlukan, baik untuk kegiatan penambangan maupun kebutuhan pembangunan berbagai fasilitas produksi dan non produksi PT. INCO. Ketiga, adanya persoalan perbedaan nilai budaya yang terkandung dalam tanah itu sendiri. Konflik tanah menjadi semacam persoalan budaya dalam arti mikro. Faktor kesempatan berusaha juga menjadi salah satu komponen penyebab lahirnya konflik di wilayah pertambangan ini. Untuk faktor kesempatan berusaha, persoalan dasar yang mereproduksi konflik adalah: pertama, adanya pola praktik subjektif bisnis antara kontraktor lokal dengan PT. INCO yaitu adanya pasar di dalam pasar, perusahaan berpraktik layaknya organisasi sosial. Kedua, munculnya pertarungan antara dua tipe kontraktor, yakni kontraktor yang berperan seolaholah sebagai duta dan juru bicara perusahaan ke kalangan eksternal yang selalu menjadi pemenang tender serta kelompok kontraktor yang memenangkan tender melalui berbagai aksi kekerasan, ancaman, intimidasi, atau berbagai aksi penggalangan massa. Ketiga, kegagalan perusahaan sebagai mitra pemerintah lokal dalam memberikan keadilan ekonomi bagi masyarakat lokal di satu sisi, tetapi di sisi lain sekaligus juga menggambarkan lemahnya kemampuan strategis, teknis serta disiplin kerja kontraktor lokal. Adapun fenomena yang menjadi sumber konflik berikutnya adalah struktur tenaga kerja lokal. Dalam konteks ini, terdapat tiga persoalan dasar, antara lain: pertama, adanya tuntutan afirmasi terhadap tenaga kerja lokal sebagai implikasi otonomi daerah yang berbasis pemberdayaan masyarakat lokal di satu 110

sisi serta keterbatasan kapasitas ketersediaan tenaga kerja di sisi lain. Kedua, munculnya penguatan tuntutan lokalitas dan kurang optimalnya peran pemerintah daerah dalam konflik akses tenaga kerja seperti yang sejatinya merupakan implikasi dari pemekaran daerah, terutama menyangkut rentang kendali (spam of control). Ketiga, adanya sikap perusahaan yang menempatkan aspek lokalisme sebagai batu sandungan dalam upaya mengoptimasi keuntungan, yang dilokalisir sebatas persoalan akses tenaga kerja yang menyangkut kompetensi yang dipersepsikan mudah diatasi hanya dengan cara melakukan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan. Lebih lanjut, penelitian ini juga menemukan satu fenomena lagi yang menyebabkan konflik sosial antara masyarakat lokal Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan dengan PT. INCO pada kurun waktu tahun 2000-2011, yakni faktor pemberdayaan masyarakat (budaya lokal). Konflik pemberdayaan masyarakat (budaya lokal) yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan perluasan dari faktor-faktor struktural. Pada ranah ini, persoalan yang menjadi penyebab kemunculan konflik adalah: pertama, program pemberdayaan masyarakat PT. INCO dalam sepuluh tahun terakhir cenderung sebagai pemanis dari eksploitasi pahit sumber daya alam yang dikeruk dari bumi Sorowako. Kedua, inkonsistensi implementasi Fatwa Tata Guna Lahan, seperti pemberian secara cuma-cuma fasilitas pendidikan, kesehatan, air, dan berbagai fasilitas umum lainnya yang pada hakikatnya adalah kewajiban perusahaan, sekaligus juga hak dasar masyarakat. Ketiga, ketidaktepatan program, kooptasi dan perubahan visi atau orientasi manajemen terkait pemberdayaan masyarakat. Hal ini berawal dari pemindahan beban program yang seharusnya dipikul oleh pemerintah dan dialihkan kepada perusahaan, sehingga memunculkan konflik yang relatif akut. Melalui praktek strategi dialog yang dikembangkan dalam komunikasi perusahaan, akhirnya, dirumuskan solusi praktis dalam penyelesaian konflik, meskipun solusi tersebut belum mampu untuk menyelesaikan persoalan pertanahan. Solusi tersebut antara lain: pertama, munculnya kebijakan pengadaan 111

barang dan jasa yang mempertimbangkan kapasitas lokal. Kebijakan ini untuk merespon tuntutan kesempatan berusaha dan afirmasi tenaga kerja lokal. Lebih dari itu, kebijakan ini tidak hanya dilakukan oleh PT. INCO tetapi juga akan dijadikan Peraturan Daerah dari Kabupaten Luwu Timur dengan difasilitasi oleh konsultan manajemen risiko bersama dengan divisi eksternal relation dari PT. INCO. Kedua, proses pengelolaan program pemberdayaan perusahaan dilakukan secara terbuka dengan komposisi sasaran lebih mengutamakan masyarakat asli dan verfikasi kelompok sasaran dilakukan dengan melibatkan para pimpinan perikatan adat. Tidak jauh berbeda dengan kebijakan yang pertama, untuk kebijakan kedua, konsultan manajemen risiko dan divisi external relation dari PT. INCO juga sedang mempersiapkan Peraturan Daerah tentang pengelolaan Corporate Social Responsibility (CSR) di Kabupaten Luwu Timur. Pasca dilakukan dialog secara periodik, mulai muncul sebuah kesepahaman sosial antara masyarakat Sorowako dengan PT. INCO melalui adopsi terhadap nilai-nilai budaya dan adat lokal. Selain persoalan adopsi nilai budaya lokal, kesepahaman sosial juga ditandai dengan keterbukaan perusahaan terhadap masyarakat lokal untuk menghindari konflik yang berpotensi muncul di kemudian hari. Untuk mempertemukan kedua budaya yang berbeda tersebut, perusahaan dengan masyarakat lokal selalu berusaha untuk duduk bersama. Ini bukan semata-mata menyangkut aspek material (uang), tapi justru terkait dengan penghormatan atas nilai-nilai masyarakat lokal. Dalam konteks ini, harga diri dipandang menjadi hal yang utama. Sebab, masyarakat juga tahu bahwa perusahaan bukan lembaga sosial, tetapi mencari keuntungan. Lebih lanjut, perusahaan juga memerlukan kenyamanan dan kelancaran dalam beroperasi, sehingga dukungan masyarakat sangat juga sangat dibutuhkan. 112

B. SARAN Merujuk pada paparan hasil dan analisa penelitian, terdapat sejumlah saran yang dapat dirumuskan, yakni: 1. Operasionalisasi kegiatan pertambangan oleh perusahaan pertambangan sudah saatnya tidak hanya berorientasi pada akumulasi kapital, namun juga harus mempertimbangkan dimensi pengembangan masyarakat lokal serta keberlanjutan lingkungan. Dalam konteks ini, perusahaan pertambangan harus menerima dan mengimplementasikan konsepsi 3P, yaitu: profit, people, and planet. Realitas empiris memberikan fakta bahwa perusahaan yang tidak menerapkan prinsip tersebut acap kali mengalami konflik baik secara vertikal maupun secara horisontal. 2. Operasionalisasi sebuah perusahaan pertambangan harus didukung dengan sistem komunikasi perusahaan yang solid dalam ranah internal dan responsif dalam ranah eksternal. Dengan demikian, untuk mengelola konflik pertambangan di ranah eksternal, dalam sebuah operasi perusahaan pertambangan, komunikasi perusahaan harus didukung oleh sebuah divisi external relation yang mengelola bidang legal affair, bidang government relation, bidang media relations, dan bidang corporate social responsibility. 3. Pengelolaan komunikasi perusahaan juga harus sejalan dengan manajemen risiko yang didesain untuk mengelola segenap risiko yang dimungkinkan muncul dalam sebuah operasi perusahaan pertambangan. Sinergitas antara manajemen komunikasi perusahaan dan manajemen risiko akan mempercepat penyelesaian persoalan baik yang berada dalam ranah internal perusahaan maupun dalam ranah eksternal perusahaan dan melibatkan banyak pemangku kepentingan strategis. 113

C. PENUTUP Pada ranah konseptual, hasil dan analisa penelitian terlihat mengafirmasi segenap teori yang dibangun sebagai preposisi dasar penelitian. Berkaitan dengan konflik pertambangan, temuan penelitian membuktikan teori yang menyatakan bahwa konflik akan muncul manakala terjadi perbenturan antara values of expectation dengan values of capabilities. Pada penelitian ini, konflik dimunculkan sebagai akibat adanya perbenturan antara harapan dari masyarakat Sorowako dan kapabilitas sistemik yang dimiliki oleh PT. INCO. Masyarakat Sorowako merasa kepentingannya menyangkut isu akses tanah, isu kesempatan berusaha, isu afirmasi pada tenaga kerja lokal, dan isu pengelolaan program pemberdayaan perusahaan tidak diakomodasi dan dipenuhi oleh PT. INCO. Sementara itu, perusahaan merasa memiliki limitasi dalam kewenangan politik, kewenangan legal formal, kewenangan teknokratis administratis, kewenangan manajerial, serta kewenangan finansial. Perbenturan kedua hal tersebut berujung pada munculnya konflik pertambangan antara masyarakat Sorowako dengan PT. INCO. Pengelolaan konflik melalui sebuah praktek komunikasi yang berbasis pada manajemen pemangku kepentingan dalam sebuah proses komunikasi perusahaan juga mengafirmasi teori yang dibangun dan dikembangkan oleh Joep Cornelissen. Fakta yang menjadi temuan penelitian memperlihatkan bahwa dialog dilakukan oleh PT. INCO terhadap tiga kelompok pemangku kepentingan yang terdefinisi dalam dua kategori pemangku kepentingan, yakni: kategori Pemangku Kepentingan Definitif (Definitive Stakeholders) dan kategori Pemangku Kepentingan yang Menuntut (Demanding Stakeholders). Untuk kategori definitif, direpresentasikan oleh para pemangku kepentingan dalam kelompok negara dalam level lokal dan kelompok masyarakat adat. Sedangkan, untuk kategori menuntut, direpresentasi oleh para pemangku kepentingan dalam kategori kontraktor lokal. Dialog yang dilakukan, akhirnya, dapat memunculkan pemahaman dan komitmen para pemangku kepentingan untuk merumuskan solusi praktis bersama 114

dengan PT. INCO. Lebih dari itu, dialog juga bermuara pada integrasi sosial antara PT. INCO dengan masyarakat Sorowako. Di tataran konseptual, penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan yang berbasis pada ilmu komunikasi dapat dijadikan sebagai instrumen praksis dalam pengelolaan konflik pertambangan antara masyarakat Sorowako dan PT. INCO. Pada lingkup praksis operasional, pengelolaan konflik, biasanya didekati dengan metode disiplin ilmu sosiologi yang berorientasi pada resolusi konflik secara final dan tidak bisa menawarkan jalan tengah pengelolaan konflik manakala resolusi konflik belum bisa dicapai secara final. Penelitian ini menghadirkan realitas praksis yang berbeda dimana metode dialog yang berbasis pada manajemen pemangku kepentingan dalam sebuah proses komunikasi perusahaan mampu memberikan alternatif pengelolaan konflik ketika resolusi konflik belum tercapai. Berdasarkan pada paparan tersebut, kiranya penelitian ini bisa dianggap sebagai sebuah kajian awal tentang konflik pertambangan yang melibatkan masyarakat Sorowako dengan PT. INCO. Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang pengelolaan konflik dan pengembangan komunikasi perusahaan, terdapat sejumlah agenda penelitian strategis, seperti: pertama, kajian tentang relasi programatik antara manajemen komunikasi perusahaan dengan manajemen risiko. Kajian ini signifikan dilakukan karena sinergitas pengelolaan kedua manajemen tersebut sangat menentukan kecepatan perusahaan untuk menyelesaian persoalan baik dalam ranah internal perusahaan maupun ranah eksternal perusahaan yang melibatkan banyak pemangku kepentingan. Kedua, kajian tentang strategi komunikasi perusahaan dalam mereproduksi wacana dan melakukan meaning control terhadap persepsi dari para pemangku kepentingan tentang relasi perusahaan dengan para pemangku kepentingan. Kajian ini penting dilakukan untuk memperoleh pemetaan wacana dan mencari sumber konflik antara masyarakat dengan perusahaan. 115