dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah seseorang yang berada pada rentang usia tahun dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa aslinya disebut adolescene, berasal dari bahasa Latin adolescene

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik. 1. Pengertian Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu menjadi lebih update dengan perubahan trend yang berlangsung. Saat ini

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. elektronik, seperti televisi, internet dan alat-alat komunikasi yang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Perilaku Konsumtif. produk yang tidak tuntas artinya, belum habis sebuah produk yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kecenderungan Perilaku Konsumtif dan Remaja Pengertian Kecenderungan Perilaku Konsumtif

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Belanja merupakan salah satu kegiatan membeli barang atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. begitu saja terjadi sendiri secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsumtif adalah pemakaian atau pengonsumsian barang-barang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa. 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Pada Mahasiswa

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada perilaku konsumennya (Tjiptono, 2002). konsumen ada dua hal yaitu faktor internal dan eksternal.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

PENDAHULUAN STUDI KASUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekaligus merugikan bagi semua orang. Akibat globalisasi tersebut diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. dapat dicermati dengan semakin banyaknya tempat-tempat per-belanjaan.

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena pengaruh hormonal. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN KONFORMITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA PUTRI DI SMAN 2 NGAWI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KERANGKA TEORI. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Perilaku KonsumtifBarang Bermerek Terkenal

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pulau Jawa merupakan kepulauan yang berkembang dengan pesat, khususnya kota Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang no.

TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Konsumen

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

I. PENDAHULUAN. adil atau tidak adil, mengungkap perasaan dan sentimen-sentimen kolektif

BAB II LANDASAN TEORI. mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa termasuk didalamnya

TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Pembelian Kepribadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

2015 HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWI TINGKAT AWAL DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPI) BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Komasari,Dian & Helmi, 2000) perilaku merokok adalah perilaku yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Ayah-Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU MORAL SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 95/I OLAK KECAMATAN MUARA BULIAN SKRIPSI OLEH :

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

TINJAUAN TENTANG PERILAKU KONSUMTIF REMAJA PENGUNJUNG MALL SAMARINDA CENTRAL PLAZA

BAB 1 PENDAHULUAN. kelas dunia, kosmetik, aksesoris dan pernak-pernik lainnya.

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh hasil yang menyatakan

BAB II LANDASAN TEORI

Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Pada Produk X Dengan Citra Diri Remaja Putri

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat pribadi atau subyektif (misalnya saja status, harga diri, perasaan cinta dan lain sebagainya), tidak mempertimbangkan apakah barang atau jasa yang dibelinya sesuai dengan kemampuannya, dan sesuai dengan standar atau kualitas yang diharapkannya. Hal inilah yang menyebabkan individu dapat berperilaku konsumtif. Selain itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memberikan batasan tentang perilaku konsumtif sebagai kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas, dan manusia ebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan (dalam Mahdalela, 1995). Pengertian perilaku konsumtif tersebut sejalan dengan pendapat Anggasari (1997) yang mengatakan perilaku konsumtif sebagai suatu tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperlukan sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Artinya, seseorang menjadi lebih mementingkan faktor keinginan (want) daripada kebutuhan (need) dan cenderung dikuasai oleh hasrat keduniawian dan kesenangan material semata. Hal ini didukung oleh pernyataan Hempel (1996) bahwa perilaku konsumtif menunjukan adanya kesenjangan antara keinginan dan kebutuhan manusia. 8

9 Dahlan (dalam Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik sebesarbesarnya serta adanya pola hidup manusia yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata-mata. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia lebih senang menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan yang tidak penting dengan berperilaku konsumtif yang menjadi syarat mutlak untuk kelangsungan status dan gaya hidup (Parma, 2007). Selain itu, masyarakat juga melihat pola perilaku konsumtif seseorang untuk membantu mereka membuat penilaian mengenai identitas sosial orang tersebut (Solomon, 2004). Berdasarkan dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku atau tindakan yang terlihat secara nyata dalam membeli, mendapatkan, menggunakan, dan menghabiskan barang dan jasa tanpa batas dan lepas kendali, yang dalam proses tersebut lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan. Perilaku konsumtif ditandai dengan kehidupan mewah dan berlebihan. 2. Dimensi - dimensi Perilaku Konsumtif Berdasarkan dari pembahasan Fromm (1995), perilaku konsumtif memiliki beberapa dimensi yaitu Pemenuhan Keinginan, Barang di Luar Jangkauan, Barang Tidak Produktif, dan Status.

10 1) Pemenuhan Keinginan Rasa puas pada manusia tidak berhenti pada satu titik saja melainkan cenderung meningkat. Oleh karena itu dalam pengkonsumsian suatu hal, manusia selalu ingin lebih, untuk memenuhi rasa puasnya, walaupun sebenarnya tidak ada kebutuhan akan barang tersebut. Sehingga individu tersebut akan memiliki keinginan untuk membelanjakan uangnya dengan mengkonsumsi barang dan jasa secara terus menerus untuk memenuhi rasa puasnya (Fromm, 1995). 2) Barang di Luar Jangkauan Jika manusia menjadi konsumtif, tindakan konsumsinya menjadi kompulsif dan tidak rasional. Individu tersebut selalu merasa belum lengkap dan mencari-cari kepuasan akhir dengan mendapatkan barang-barang baru. Individu tersebut tidak lagi mencari kebutuhan dirinya dan kegunaan barang itu bagi dirinya (Fromm, 1995). 3) Barang Tidak Produktif Jika pengkonsumsian barang menjadi berlebihan maka kegunaan konsumsi menjadi tidak jelas, sehingga mengakibatkan barang atau produk tersebut menjadi tidak produktif (Fromm, 1995). 4) Status Perilaku individu bisa digolongkan sebagai konsumtif jika ia memiliki barang-barang lebih karena pertimbangan status. Manusia mendapatkan barang-barang untuk memilikinya.

11 Tindakan konsumsi itu sendiri tidak lagi merupakan pengalaman yang berarti, manusiawi dan produktif karena hanya merupakan pengalaman pemuasan angan-angan untuk mencapai suatu status melalui barang atau kegiatan yang bukan merupakan bagian dari kebutuhan dirinya (Fromm, 1995). 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif Banyak hal yang mendasari seseorang mengkonsumsi atau membeli suatu produk. Faktor-faktor merupakan hal-hal yang mendasari seseorang untuk pada akhirnya mengkonsumsi suatu produk. Perilaku konsumtif, menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : 1) Kebudayaan, yaitu sebagai bentuk kreativitas yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang akan membentuk perilaku yang mengakar. Kebudayaan memiliki pengaruh kuat terhadap perilaku membeli, perilaku membeli dapat diramalkan dari nilai-nilai budaya yang dipegang konsumen. 2) Kelas Sosial, yaitu pembagian di dalam masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama. Tingkat seseorang dalam berinteraksi sosial akan mempengaruhi bentuk perilakunya. Kelas sosial menunjukkan bentuk-bentuk perilaku konsumsi yang berbeda.

12 3) Kelompok Referensi, yaitu kelompok yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang. Interaksi seseorang didalam kelompok sosial akan berpengaruh terhadap pendapat dan seleranya. Seseorang dipengaruhi oleh kelompok referensi melalui tiga cara Kelompok referensi menghadapkan seseorang pada perilaku dan gaya hidup baru. Mempengaruhi sikap dan gambaran diri seseorang karena secara normal orang ingin menyesuaikan diri. Menciptakan suasana untuk penyesuaian yang dapat mempengaruhi pilihan orang terhadap merek dan produk. 4) Situasi, yaitu berupa suasana hati dan kondisi seseorang akan mempengaruhi bentuk perilaku konsumsinya, termasuk kondisi keuangan atau pendapatan, waktu dan juga tempat membeli. 5) Keluarga, yaitu berbentuk keyakinan dan kebiasaan yang berfungsi langsung menetapkan keputusan perilaku untuk membeli atau menggunakan produk atau jasa tertentu. Keluarga sebagai bagian dari faktor eksternal mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya. 6) Kepribadian, yaitu bentuk sifat-sifat yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi keputusan untuk berperilaku. Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda yang akan mempengaruhi perilaku konsumsi.

13 7) Konsep diri, yaitu persepsi dan perilaku seseorang untuk membeli dan menggunakan produk/jasa tertentu. Konsep diri seseorang juga berpengaruh terhadap perilaku konsumsi. Seseorang yang memandang dirinya secara negatif cenderung berperilaku konsumtif untuk menaikkan citra dirinya. 8) Motivasi, yaitu yang mendorong seseorang untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Menurut Foxall (dalam Pohan, 2006) motivasi pembelian dapat dibagi dalam beberapa kategori besar, yaitu Buying for Needs, Buying for Special Occasions or Situation, Buying for Saving or Investment, dan Buying for Fullfilling Psychological Needs. Perilaku konsumtif dapat dikatakan termasuk dalam Buying for Fullfilling Psychological Need, dimana individu memutuskan untuk melakukan pembelian suatu produk dengan alasan semata-mata karena produk tersebut menggugah emosi invidu. Produk yang dibeli dapat memberikan suatu nilai atau rasa tertentu terhadap pembelinya. 9) Pengalaman belajar, yaitu tindakan pengamatan dan pelajaran dari stimulus berupa informasi untuk melakukan pembelian dan penggunaan. Sebelum seseorang membeli produk, seseorang akan mendasarkan pengamatannya terhadap produk tersebut. Jika produk tersebut sesuai maka seseorang tidak akan segan membelinya. Pembelian yang

14 dilakukan konsumen juga merupakan suatu rangkaian proses belajar. 10) Gaya hidup, yaitu pola rutinitas kehidupan dan aktivitas seseorang dalam menggunakan waktu dan uang. Gaya hidup juga merupakan pola hidup seseorang yang diekspresikannya dalam aktivitas, minat, dan opini, yang menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. 11) Pola asuh orangtua, Gunarsa, (2000) Pola asuh orangtua merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi dimana orang tua menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak. Kekuasaan atau cara yang digunakan orangtua mengarah pada pola asuh yang diterapkan. 12) Perilaku konsumtif keluarga, Cotte dan Wood (2004), mereka menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki oleh suatu keluarga juga mempengaruhi perilaku konsumtif anak. Keluarga terutama orangtua yang memiliki perilaku konsumtif akan mempengaruhi anak yang memiliki perilaku konsumtif. B. Pola Asuh Orangtua 1. Pengertian Pola Asuh Orangtua Baumrind (dalam Jonathan, 2014) mengatakan bahwa pola asuh orang tua merupakan sikap - sikap yang ditunjukan orang tua kepada

15 anak yang bertujuan untuk memberikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak. Menurut Santrock (2011) pola asuh merupakan gabungan dari penerimaan, respon, aturan serta tuntutan yang diberikan oleh orang tua kepada anak. Kohn (dalam Jonathan, 2014) mengatakan bahwa pola asuh merupakan prilaku yang ditampilkan orang tua saat berhubungan dengan anak mereka. Perilaku perilaku tersebut antara lain seperti cara orang tua menunjukan kekuasaannya dengan memberikan aturan dan hukuman, serta cara cara orang tua memberikan perhatian seperti menunjukan kasih sayang, dukungan dan juga pujian untuk anak. Menurut Gunarsa (2000) pola asuh orangtua merupakan pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan. Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa pengertian pola asuh adalah cara atau model seseorang dalam membimbing dan mendidik orang lain yang berbeda dalam lingkungan asuhannya dan mampu menciptakan suatu kondisi yang harmonis dalam lingkungan keluarga dan masyarakat Dalam bahasan ini seseorang diartikan sebagai orang tua, sedangkan orang lain diartikan sebagai anak. 2. Jenis-jenis Pola Asuh Orangtua Menurut Baumrind (dalam Syamsu Yusuf, 2005) terdapat tiga macam pola asuh orang tua yaitu:

16 a. Pola asuh demokratis Adalah pola asuh yang memperioritaskan kepentingan anak akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban hak orang tua dan anak, bersikap rasional dan selalu mendasari tindakannya pada rasio pemikiran. Ciri-ciri orang tua demokratis yaitu: 1) Orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. 2) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan. 3) Bersikap responsif terhadap kemampuan anak. 4) Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan. 5) Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan baik dan buruk. 6) Menghargai setiap keberhasilan yang diperoleh anak. b. Pola asuh otoriter Adalah pola asuh yang merupakan kebalikan dari pola asuh demokratis yaitu cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya disertai dengan ancaman-ancaman. Bentuk pola asuh ini menekan pada pengawasan orang tua atau kontrol yang ditunjukkan pada anak untuk mendapatkan kepatuhan dan ketaatan. Jadi orang tua yang otoriter sangat berkuasa terhadap anak, memegang kekuasaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada

17 perintah-perintahnya. Secara umum pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Orangtua suka menghukum secara fisik. 2) Orangtua cenderung bersikap mengomando (mengharuskan atau memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi). 3) Bersikap kaku. 4) Orangtua cenderung emosional dan bersikap menolak. c. Pola asuh permisif Merupakan suatu bentuk pengasuhan dimana orang tua memberikan kebebasan sebanyak mungkin kepada anak untuk mengatur dirinya, anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak kontrol oleh orang tua. Secara umum ciri-ciri pola asuh orang tua yang bersifat pemanja yaitu: 1) Orangtua tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. 2) Orangtua memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya. 3) Orangtua tidak pernah menegur atau tidak berani menegur perilaku anak, meskipun perilaku tersebut sudah keterlaluan atau diluar batas kewajaran.

18 C. Remaja Putri 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 2004). Definisi remaja menurut Hurlock (2004), masa remaja merupakan suatu periode transisi dimana seseorang berubah secara fisik dan psikologis dari seorang anak menjadi dewasa. Piaget (dalam Hurlock, 2004) mempunyai arti yang lebih luas, dimana remaja mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Menurut Sarwono (2007), untuk profil remaja Indonesia sebenarnya tidak ada yang seragam dan berlaku secara nasional karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat, dan tingkatan sosialekonomi maupun pendidikan. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2001), mengenai batasan rentang usia pada remaja, transisi perkembangan pada remaja berlangsung antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Hal itu diperjelas oleh Monks (2000), dimana remaja merupakan individu yang berusia antara 12 hingga 21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12 hingga 15 tahun pada masa remaja awal, 15 hingga 18 tahun untuk masa remaja pertengahan dan 18 hingga 21 tahun untuk masa remaja akhir. Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa (Hurlock, 2004).

19 2. Perilaku Remaja Putri a. Konformitas, menurut Myers, (1999) konformitas merupakan perubahan perilaku sebagai akibat dari tekanan kelompok, terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan perilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun keterasingan. b. Perilaku konsumtif lebih tinggi, Salah satu anggota kelas menengah yang memiliki kecenderungan konsumtif yang tinggi adalah remaja. Remaja putri lebih banyak membelanjakan uangnya daripada remaja putera untuk keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu Reynold (dalam Rosandi 2004). c. Mementingkan penampilan, Remaja putri pada umumnya membeli sesuatu tidak berdasarkan kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya dan mereka lebih mementingkan penampilan. Adapun alasan mereka adalah kalau tidak segera dibeli, mereka khawatir kehabisan atau tidak mendapatkannya (Handayani, 2003). D. Kerangka Berpikir POLA ASUH ORANGTUA 1. Pola Asuh Otoriter 2. Pola Asuh Demokratis Perilaku Konsumtif 3. Pola Asuh Permisif Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

20 Berdasarkan Gambar 2.1, dapat dijelaskan bahwa berbagai jenis pola asuh orangtua berhubungan dengan perilaku konsumtif pada remaja putri. E. Hipotesis Berikut merupakan hipotesis yang diuji dalam penelitian ini : H a (hipotesis alternatif) : Adanya hubungan antara pola asuh orangtua dengan perilaku konsumtif pada remaja putri di SMA N X Jakarta Barat. H 0 (hipotesis null) : Tidak adanya hubungan antara pola asuh orantua terhadap perilaku konsumtif remaja di SMA N X Jakarta Barat.