BAB I PENDAHULUAN. banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal yang umumnya

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1 : Data Penunjang dan Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres. Kuesioner Strategi Penanggulangan Stres

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. dihimpun hanya berdasarkan stres dan strategi penanggulangan stres pada

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era pasar bebas banyak tantangan dan persaingan harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan modern yang makin kompleks, manusia akan cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penandasan kembali terhadap falsafah Man behind the gun. Roda organisasi sangat

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan perhatian yang lebih nyata agar lebih efisien, produktif, dan prestasi. kerjanya dapat ditingkatkan (Amaliyah, 2007).

L1. Aktivis Gereja. Universitas Kristen Maranatha

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Terdapat hubungan yang negatif antara stres kerja dan job performance pada. perawat Rumah Sakit X di kota Bandung.

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. pada bidang-bidang pekerjaan yang sebelumnya jarang diminati oleh wanita.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin sulitnya kondisi perekonomian di Indonesia menjadikan. persaingan diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan, sehingga menjadi orang yang terdidik. dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Di negara kita ini pendidikan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit Ridogalih berdiri pada tahun 1934 yang memulai pelayanan

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I Pendahuluan. Organisasi atau perusahan dewasa ini menghadapi kompetisi yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini, persaingan dalam dunia industri semakin meningkat. Salah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. mempertaruhkan waktu dan tenaganya untuk mengumpulkan pundi-pundi uang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata ini pada mulanya digunakan untuk menyebut orang yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menitikberatkan pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipilih oleh calon mahasiswa dengan berbagai pertimbangan, misalnya dari

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya manusia adalah faktor yang menentukan keberhasilan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah

ABSTRAK. Kata Kunci:, problem focused coping, emotional focused coping, SECAPA-AD. i Universitas Kristen Maranatha

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. gunakan dalam menghadapi situasi stressfull (dalam Smet, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berawal dari Krisis ekonomi Amerika Serikat akhir tahun 2008,

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. ujung tombak pelaksana kegiatan produksi. Begitu pula dengan PT X, sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya

BAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan sangat efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi proses kerja

ABSTRAK Lazarus Folkman

BAB I PENDAHULUAN. alam dan memiliki banyak gunung berapi yang masih aktif. Oleh karena itu penduduk Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. industri semakin meningkat. Banyak perusahaan perusahaan baru yang

******* Dedicated for God,pap,mum,brother and sister..

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Luthans (Yulianti, 2000) mengemukakan bahwa :

BAB II LANDASAN TEORITIS. Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini dunia dihadapkan pada masalah krisis global. Akibat dari krisis global yang melanda sebagian besar negara di dunia ini adalah banyaknya perusahaan yang terancam mengalami kebangkrutan karena tidak mampu untuk menjalankan kembali operasional perusahaan. Seperti halnya dengan Indonesia, ada berbagai perusahaan yang masih sanggup bertahan dan ada pula yang tidak mampu untuk menjalankan kembali perusahaan mereka. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal yang salah satunya adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalankan operasional perusahaaan tersebut, yang terkadang tidak sebanding dengan pendapatan yang mereka dapatkan sehingga pada akhirnya mereka yang tidak mampu bertahan lebih memilih untuk menghentikan kegiatan perusahaan, dengan kata lain perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan. Selain berdampak pada perusahaan, krisis global yang terjadi secara tidak langsung juga berdampak pada karyawan yang bekerja. Besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan seringkali memaksa perusahaan harus merumahkan sebagian karyawannya atau biasa dikenal dengan istilah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Oleh karena itu para pengusaha harus berusaha keras menyiasati hal tersebut, salah satunya adalah dengan mempekerjakan karyawan

2 kontrak. Dengan mempekerjakan karyawan kontrak, para pemilik perusahaan dapat terbebas dari biaya yang harus dibayarkan kepada karyawan, misalnya pesangon. Selain itu pengusaha mempekerjakan karyawan kontrak dengan berbagai alasan khususnya untuk jenis pekerjaan yang sekali selesai atau yang bersifat sementara, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama yaitu paling lama tiga tahun, pekerjaan yang bersifat musiman, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan kontrak telah tertuang dalam Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT). Jika pihak perusahaan mengakhiri hubungan kerja tanpa disebabkan oleh pelanggaran yang telah dilakukan oleh karyawan kontrak atau sesuai dengan butir-butir yang tertera dalam perjanjian kontrak kerja, maka pihak perusahaan diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pihak karyawan kontrak sebesar gaji karyawan sampai batas waktu berakhirnya perjanjian kerja. Pelanggaran yang dilakukan karyawan kontrak hingga terjadi pemutusan kerja misalnya melakukan tindakan kriminal seperti melakukan pencurian. Untuk pekerjaan yang bersifat menetap, perusahaan tidak mempekerjakan karyawan kontrak. Jika ada karyawan kontrak yang ingin ditetapkan menjadi karyawan tetap, masa kontrak karyawan tersebut tidak dihitung sebagai masa kerja. Namun sampai saat ini peraturan tersebut belum dapat diterapkan sepenuhnya di beberapa perusahaan di Indonesia. Perusahaan belum membuat suatu peraturan baku mengenai sanksi dan perjanjian kontrak seperti PKWT.

3 Perbedaan pokok antara karyawan tetap dan kontrak terletak pada batas masa berlakunya hubungan kerja dan hak pesangon apabila hubungan kerja terputus. Karyawan yang selesai kontrak tidak berhak atas pesangon, sedangkan karyawan tetap yang di-phk yang memenuhi syarat dan ketentuan tertentu berhak atas pesangon. Merujuk pada UU No 13/2003 tentang ketenagakerjaan, karyawan kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja dengan pengusaha dengan berdasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Pengaturan tentang PKWT ini kemudian diatur lebih teknis dalam Kepmenakertrans No. 100/2004 tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu. Begitu pula dengan PT X yang juga memiliki berbagai cara untuk menyiasati krisis global yang terjadi sekarang ini. Disamping memiliki karyawan tetap, PT X juga mempekerjakan karyawan kontrak. PT X mempekerjakan karyawan kontrak dengan berbagai alasan misalnya terjadi peningkatan permintaan pasar atau sebaliknya produksi PT X menurun, maka PT X dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan, antara lain dengan cara mengurangi jumlah karyawan kontrak yang bekerja atau dengan kata lain dapat memberhentikan karyawan kontrak pada saat itu juga. PT X juga tidak menutup kemungkinan untuk mengangkat para karyawan kontrak menjadi karyawan tetap, setelah terlebih dahulu mempertimbangkan berbagai hal seperti prestasi kerja yang baik, disiplin kerja yang baik dan kerja sama dengan sesama karyawan maupun atasan. PT X sendiri memiliki 57 karyawan, 36 orang diantaranya adalah karyawan kontrak.

4 PT X adalah perusahaan yang bergerak di bidang bisnis (perdagangan umum / non-food) berupa vulkanisir ban. Dalam vulkanisir ban terdapat berbagai macam proses yang harus dilakukan yaitu inspection (pengecekan ban yang akan divulkanisir). Kemampuan dan pengalaman dalam vulkanisir serta didukung oleh mesin berteknologi tinggi diharapkan mampu menghasilkan produk yang ramah lingkungan dan aman digunakan oleh masyarakat. PT X juga mempunyai visi agar warga negara Indonesia dapat mencintai produk dalam negeri dan mempunyai misi untuk mencari keuntungan / laba yang terus meningkat. PT X juga mempunyai target pertumbuhan margin yang selalu naik, pertumbuhan omset yang selalu meningkat baik perbulan maupun pertahun. Diatas segala polemik yang dihadapi karyawan, khususnya karyawan kontrak, namun mereka tetap diharapkan mampu menunjukkan hasil kerja yang baik dan produktivitas kerja yang tinggi demi mencapai tujuan / target perusahaan. Produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya melainkan kualitas unjuk kerja juga penting diperhatikan. Sebagaimana yang diungkapkan Laeham dan Wexley : Performance appraisal (unjuk kerja) adalah sebuah efektivitas manajemen yang sangat diperlukan dari sumber daya manusia dalam sebuah organisasi dan manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produktivitas organisasi tersebut. Proses rekrutmen PT X dilakukan dengan cara mencari melalui teman atau kerabat dari karyawan, demikian pula pada bagian mesin. Syarat karyawan

5 kontrak bagian mesin berijazah SMA atau sederajat. Saat mereka bekerja, mereka hanya dikenalkan mengenai mesin yang digunakan secara umum, sebagian dari mereka kurang mampu untuk mengoperasikan mesin-mesin yang digunakan dan hasil yang diperoleh menjadi kurang optimal. Terkadang PT X memberikan pelatihan mengenai cara pengoperasian mesin yang benar dengan mendatangkan konsultan untuk melakukan training kepada karyawan baik kontrak maupun tetap yang bekerja di bidang mesin. PT X memiliki standar produktivitas tersendiri berupa kuantitas dan kualitas produk. Produktivitas individu dapat dinilai dari yang dilakukan karyawan dalam bekerja. Dengan kata lain, produktivitas karyawan adalah bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaannya atau unjuk kerja (job performance). Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas, baik yang berhubungan tenaga kerja, karyawan PT X yang kurang mampu bekerja secara optimal atau bekerja secara individual maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan seperti tidak adanya kerja sama antar karyawan dan adanya kebijakan pemerintah secara keseluruhan seperti peraturan pemerintah yang selalu berubah-ubah. Menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah, enam faktor utama yang menentukan produktivitas kerja karyawan yaitu sikap kerja, tingkat keterampilan, hubungan antar tenaga kerja dengan atasan, manajemen produktivitas, efisiensi tenaga kerja dan kewiraswastaan. Karyawan kontrak PT X ada yang mampu untuk bekerja dalam satu tim namun terkadang diantara

6 anggota tim yang kurang dapat menampilkan kontribusi kerja secara maksimal sehingga kinerja dari tim menjadi kurang optimal. Selain itu, berkaitan dengan produktivitas kerja, karyawan kontrak PT X yang lebih tertarik untuk bekerja sendiri daripada dalam kelompok, ketika lebih memahami akan sesuatu hal maka mereka tidak akan membagikannya kepada karyawan kontrak lainnya. Selain itu, beberapa dari karyawan kontrak lebih mementingkan pekerjaan mereka sendiri seperti bagian buffing yang memiliki tugas utama untuk membersihkan pattern ban yang akan divulkanisir dan diminta bantuannya oleh bagian skyving yang memiliki tugas utama untuk membersihkan sisa benang / kawat yang masih menempel pada ban yang akan divulkanisir dan terkadang bagian buffing menolak untuk membantu karena menganggap hal tersebut bukanlah tugasnya. Padahal perusahaan juga meminta karyawan kontrak suatu bagian bersedia membantu karyawan bagian lainnya apabila tugas mereka telah selesai dikerjakan. Saat ini PT X Medan menerapkan sistem kerja shift bagi karyawannya. Terdapat 3 shift kerja yaitu shift 1 dari pukul 07:00 sampai pukul 15:00. Shift 2 dari pukul 15:00 sampai pukul 23:00 dan shift 3 dari pukul 23:00 sampai pukul 07:00. Karyawan bergiliran dalam bekerja shift setiap harinya. Sistem pembagian kerja dengan shift ini tidak begitu disukai oleh karyawan, terutama jika sedang ditugaskan pada shift malam. Karyawan menilai bahwa bekerja pada shift malam akan terasa lebih berat karena dihadapkan pada perasaan kantuk. Selain itu mereka juga menilai, bekerja pada shift malam membuat mereka terbatas waktunya untuk berkumpul bersama keluarga.

7 Hubungan kerja antara atasan dan bawahan serta dengan rekan kerja juga mewarnai kegiatan di PT X Medan. Terkadang atasan merasa terbantu dengan beberapa ide atau gagasan yang diberikan oleh karyawan khususnya para karyawan yang terlibat secara langsung dalam proses produksi sehingga memahami betul apa yang menjadi kendala ataupun penunjang dalam produksi. Tidak hanya ide dalam pengembangan produksi, terkadang karyawan pun memberikan ide atau gagasan untuk menghemat biaya produksi sehingga dapat membantu perusahaan dalam menekan biaya pengeluaran. Namun ada juga karyawan-karyawan yang dirasakan atasan hanya bekerja berdasarkan tugas utamanya dan kurang peduli pada kerugian perusahaan seperti ketika adanya mesin yang bermasalah, mereka tidak menyampaikan kondisi tersebut kepada atasan dan tetap mengoperasikan mesin tersebut sehingga hasil produksi pun menjadi kurang optimal. Jika kelalaian karyawan tersebut mengakibatkan kerugian pada perusahaan, maka PT X memberikan sanksi pada karyawan yang bersangkutan mulai dari memberikan teguran keras berupa Surat Peringatan hingga pemecatan. Selain hal diatas, terdapat pula berbagai faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja seperti motivasi kerja, etika bekerja dan tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas kerja. (Sedarmayati. 1955) Karyawan PT X diharapkan memiliki motivasi kerja dan disiplin kerja yang tinggi. Dalam satu bulan tingkat ketidakhadiran kerja di PT X tergolong rendah karena perusahaan menerapkan sanksi yang cukup berat bagi

8 ketidakhadiran. Karyawan PT X yang tidak masuk kerja (tiga kali mangkir kerja dalam sebulan) akan mendapatkan sanksi dari perusahaan seperti surat peringatan bahkan pemutusan kerja atau pemecatan. Pada umumnya alasan karyawan kontrak tidak masuk bekerja adalah sakit. Selain itu sebanyak 10 % karyawan kontrak datang terlambat dengan berbagai alasan seperti minimnya kendaraan umum menuju perusahaan dan urusan keluarga. Perusahaan tidak mentolelir apapun alasan dari karyawan yang datang terlambat. Perusahaan memiliki kebijakan bagi seluruh karyawan baik tetap maupun kontrak untuk hadir di tempat kerja dengan keterlambatan maksimal 10 menit dari waktu masuk kerja. Apabila terjadi keterlambatan dari batas waktu yang telah ditetapkan, maka perusahaan akan memberikan sanksi berupa teguran baik secara lisan maupun tulisan. Karyawan tetap maupun kontrak dalam menunjukkan produktivitas kerja yang tinggi tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi, baik permasalahan yang muncul dari dalam diri sendiri maupun permasalahan yang muncul dari lingkungan luar yang kemudian memunculkan stres bagi karyawan. Luthans (1992) menyebutkan sumber stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni: Extra organizational stressors, yang terdiri atas perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas / tempat tinggal. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya

9 konflik antar individu, interpersonal, dan intergrup. Individual stressors, yang terdiri dari konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu. Pada karyawan kontrak PT X stressor seringkali muncul karena masalah keuangan dalam keluarga. Meskipun karyawan kontrak PT X menerima jaminan kesehatan, Jamsostek dan upah sesuai UMK Medan, yaitu sebesar Rp 1.100.000,00 namun mereka masih merasa upah yang diberikan belum mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka sehari-hari. Akibatnya, beberapa karyawan kontrak membuka usaha lain, misalnya membukai warung di rumahnya atau istrinya ikut bekerja untuk membantu membiayai kebutuhan keluarga. Kondisi finansial yang kurang mampu ditangani oleh karyawan kontrak sebagai kepala keluarga menjadi salah penyebab yang membuat karyawan kontrak tersebut menjadi stres dan hal tersebut berdampak pula pada kemampuan mereka dalam bekerja. Karyawan kontrak PT X menilai target yang ditetapkan PT X cukup tinggi. Setiap harinya karyawan yang bekerja diharapkan mampu memproduksi ban vulkanisir sebanyak 57 ban sesuai standar kualitas yang ditetapkan. Target yang tinggi tersebut dirasakan sebagai suatu beban / tekanan bagi mereka dan sebagian dari mereka yang kurang mampu bekerja dalam tekanan akan menunjukkan hasil kerja yang kurang maksimal. Beberapa karyawan kontrak juga kurang mampu untuk menjalin kerja sama dengan karyawan lainnya untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal karena ada beberapa karyawan kontrak yang bersifat individualis atau tidak memperdulikan pekerjaan karyawan lainnya.

10 Selain itu, ada pula beberapa karyawan kontrak yang dipekerjakan dalam bidang yang tidak sesuai dengan keinginannya sehingga dalam bekerja menjadi kurang maksimal / tidak bekerja dengan sepenuh hati dan hal tersebut berdampak pada hasil kerja mereka yang kurang maksimal pula. Hal tersebut dikarenakan dalam menerima karyawan, PT X tidak melakukan seleksi dan juga menerima karyawan apabila membutuhkan tenaga baru atau tenaga tambahan. Stres dapat berakibat buruk bagi karyawan maupun organisasi dan dapat memunculkan berbagai masalah seperti pada kondisi psikologis (kecemasan, perasaan frustrasi, sensitif) seperti pada karyawan kontrak PT X yang mengalami kebingungan dan terkadang bercerita atau sharing dengan karyawan lainnya untuk mendapatkan solusi. Kondisi fisiologis (meningkatnya denyut jantung, gangguan pada kulit, gangguan gastrointestinal) seperti menurunnya kondisi fisik karyawan kontrak PT X yang menyebabkannya mudah lelah dan kurang mampu berkonsentrasi ketika sedang bekerja. Tingkah laku individu yang sering ditampilkan dalam bentuk jarang masuk bekerja, menurunnya prestasi atau perilaku sabotase seperti karyawan PT X yang merokok dan mencuri. Bagi karyawan yang merokok akan mendapat teguran keras baik secara lisan maupun tulisan bahkan juga pemecatan. Bagi karyawan yang mencuri akan langsung dikenakan sanksi berupa pemecatan dan selanjutnya akan diserahkan pada pihak yang berwajib. Begitu pula halnya dengan karyawan kontrak yang bekerja di PT X, Medan. Tidak sedikit karyawan kontrak yang mengalami polemik yang

11 mengakibatkan stres, gangguan emosi dan bahkan gangguan fisik, disamping status kontrak mereka dan juga persaingan diantara karyawan kontrak tersebut. Berdasarkan hasil survei diperoleh bahwa sebanyak 80% karyawan kontrak mengalami berbagai macam polemik yang berbeda satu sama lain. Ada yang menyebutkan bahwa mereka kurang mampu menjalin hubungan yang akrab dengan sesama karyawan. Ada pula yang menyebutkan ketidakjelasan status kerja mereka, apakah diangkat menjadi karyawan tetap atau tetap menjadi karyawan kontrak meskipun telah bekerja selama tiga tahun. Hal ini berkaitan dengan kepribadian masing-masing karyawan yang berbeda-beda, ada yang mudah bergaul dan ada pula yang cenderung menutup diri. Ada pula yang menyebutkan kondisi / situasi pekerjaan tidak sesuai dengan keinginan mereka seperti karyawan shift satu mengeluh tempat kerja mereka kotor sehingga ditegur oleh atasan meskipun hal tersebut bukan ulah mereka melainkan ulah karyawan shift tiga, kurangnya kerja sama antar sesama karyawan atau dengan atasan ketika mereka mengalami suatu masalah seperti sebagian karyawan yang tidak mau tahu dengan pekerjaan atau urusan karyawan lainnya, karyawan lain bersikap egois. Selain itu terdapat masalah dari dalam diri karyawan seperti cemas dengan hasil kerja mereka, apakah hasil produksi tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan perusahaan serta masalah dalam keluarga mereka masing-masing seperti masalah finansial yang kerap terjadi pada karyawan kontrak yang bekerja di PT X. Begitu pula dengan karyawan yang bekerja di PT X Medan, khususnya karyawan kontrak yang diharapkan mampu untuk menanggulangi permasalahan-

12 permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan berbagai siasat / strategi untuk mengendalikan stres (coping stress). Menurut Lazarus dan Folkman (1974), definisi coping atau strategi penanggulangan stress sebagai berikut, perubahan kognitif dan tingkah laku yang berkembang terus menerus, untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya individu atau membahayakan keberadaan dan kesejahteraanya. hal ini lebih menekankan pada hal yang berorientasi pada proses, yang memusatkan pada apa yang dipikirkan atau dilakukan seseorang dalam konteks khusus, disertai perubahan tindakan terhadap peristiwa atau kejadian. Terdapat dua fungsi strategi penanggulangan stres menurut Lazarus dan Folkman, 1984, yaitu : emotion focused form of coping, berfungsi untuk mengatur respon emotional terhadap masalah. Fungsi lainnya adalah problem focused form of coping, berfungsi untuk mengatur dan mengatasi masalah penyebab stres melalui perubahan relasi yang menyulitkan dengan lingkungan. Beberapa karyawan kontrak PT X yang bekerja namun sedang menghadapi permasalahan dalam keluarga, terkadang akan meminta ijin pulang untuk menenangkan diri. Kejadian tersebut sangat jarang terjadi di PT X, hanya sekitar 5% 10% setiap bulannya. Namun hal tesebut akan berdampak pada pengurangan gaji karyawan yang bersangkutan dan akan berdampak pula pada hasil kerja yang kurang maksimal. Beberapa karyawan kontrak PT X yang ketika hendak bekerja dimulai dengan berdoa agar dapat bekerja secara optimal dan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan dan ada pula karyawan kontrak PT X yang ketika menghadapi permasalahan dalam bekerja maupun

13 dalam keluarga cenderung meminta bantuan sesama rekan kerja atau atasan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sehingga karyawan kontrak PT X tetap dapat bekerja secara optimal. Ada pula beberapa karyawan kontrak yang dalam bekerja cenderung merencanakan apa saja yang harus dikerjakan, bekerja dengan berhati-hati atau tidak ceroboh dan hal tersebut akan berdampak pada hasil kerja yang diharapkan. Namun ada pula karyawan kontrak PT X yang ketika menghadapi suatu masalah cenderung menghindar, melarikan diri atau hanya berhayal untuk menyelesaikan masalah tersebut namun tidak dibarengi dengan usaha yang nyata, menyalahkan orang lain dan hal tersebut akan berdampak pada menurunnya hasil kerja karyawan tersebut. Dengan kemampuan untuk mengendalikan stres, karyawan PT X diharapkan mampu untuk menunjukkan produktivitas kerja yang tinggi. Selain itu, karyawan kontrak PT X yang kurang memiliki kemampuan untuk mengendalikan stres diharapkan agar tetap mampu menunjukkan produktivitas kerja yang tinggi pula. Berdasarkan hasil survei awal dan kuesioner yang dilakukan peneliti terhadap 15 karyawan kontrak PT X, Medan diperoleh data sebagai berikut : sebanyak 14 orang karyawan kontrak menghayati diri mereka mengalami stres, sebagian besar dari mereka yang menghayati diri mereka mengalami stres karena tidak adanya dukungan yang diberikan perusahaan bagi karyawan untuk meningkatkan karir seperti mengangkat karyawan kontrak yang telah bekerja selama 3 tahun untuk menjadi karyawan tetap dan juga mereka mengeluhkan atas gaji serta fasilitas yang diterima. Dari hasil survey awal tersebut, diperoleh pula

14 data bahwa sembilan orang karyawan kontrak yang melakukan coping terhadap masalah, sebagian besar dari mereka cenderung lebih memilih untuk bekerja dengan hati-hati agar tidak membuat kesalahan namun jika muncul masalah, maka karyawan kontrak tersebut berupaya untuk mencari solusinya sendiri dan tidak menyalahkan orang lain. Diperoleh pula 6 orang karyawan kontrak yang melakukan coping terhadap emosi, sebagian besar dari mereka cenderung lebih memilih untuk meredakan tekanan emosional yang dimiliki agar mampu untuk menunjukkan hasil kerja yang baik seperti apabila mereka sedang sedih / bingung akan masalah yang dihadapi baik ketika ditegur oleh atasan ataupun permasalahan dalam keluarga seperti masalah keuangan maka karyawan memilih untuk bercerita kepada karyawan lainnya dengan tujuan meredakan ketegangan dan mendapatkan solusi. Melihat fenomena yang terjadi, peneliti tertarik untuk meneliti / mengkaji secara lebih mendalam mengenai hubungan coping stress (emotion focus form of coping dan problem focus form of coping) dengan produktivitas kerja pada karyawan kontrak di PT X, Medan. 1.2. Identifikasi masalah Dari penelitian ini, peneliti ingin mengetahui sejauh mana hubungan emotion focus form of coping dan produktivitas kerja pada karyawan kontrak PT X, Medan.

15 Dari penelitian ini, peneliti ingin mengetahui sejauh mana hubungan problem focus form of coping dan produktivitas kerja pada karyawan kontrak PT X, Medan. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Untuk memperoleh menggali data coping stress (emotion focus form of coping dan problem focus form of coping) dan gambaran produktivitas kerja pada karyawan kontrak PT X, Medan. 1.3.2. Tujuan Penelitian Untuk memperoleh gambaran tentang hubungan emotion focus form of coping dan produktivitas kerja serta gambaran tentang hubungan problem focus form of coping dan produktivitas kerja pada karyawan kontrak PT X, Medan. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis Memberikan informasi mengenai hubungan coping stress (emotion focus form of coping dan problem focus form of coping) dengan produktivitas kerja pada karyawan kontrak bagi bidang ilmu Psikologi Industri dan Organisasi. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan coping stress (emotion focus form of coping dan problem focus form of coping) dengan produktivitas kerja.

16 1.4.2. Kegunaan Praktis Memberikan informasi pada PT X, Medan (pemimpin perusahaan) mengenai coping stress (emotion focus form of coping dan problem focus form of coping) yang dilakukan karyawan khususnya karyawan kontrak agar dapat menghasilkan produktivitas kerja yang tinggi. Memberikan informasi kepada karyawan khususnya karyawan kontrak PT X, Medan mengenai coping stress (emotion focus form of coping dan problem focus form of coping) dan produktivitas kerja mereka. Diharapkan karyawan mampu mengendalikan stres dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja. 1.5. Kerangka pemikiran Setiap karyawan yang bekerja selalu mengalami persaingan dan dihadapkan pada berbagai macam masalah, baik permasalahan yang muncul dari dalam diri maupun permasalahan yang muncul dari lingkungan. Begitu pula yang terjadi dengan karyawan kontrak, tidak sedikit karyawan kontrak yang mengalami polemik yang mengakibatkan stres, gangguan emosi dan bahkan gangguan fisik akibat persaingan yang terjadi pada masing-masing karyawan kontrak tersebut disamping pula polemik yang muncul dikarenakan status kontrak mereka, tidak terdapat kejelasan akan masa depan mereka apakah mereka akan diterima menjadi karyawan tetap atau tidak. Namun mereka dituntut untuk selalu menunjukkan produktivitas kerja yang tinggi demi mencapai tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan disamping berbagai permasalahan yang mereka hadapi.

17 Produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas unjuk kerja juga penting diperhatikan, sebagaimana diungkapkan bahwa : Performance appraisals (unjuk kerja) adalah sebuah efektivitas manajemen yang sangat diperlukan dari sumber daya manusia dalam sebuah organisasi dan manajemen sumber daya manusia menjadi salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produktivitas dari organisasi tersebut. (Laeham dan Wexley, 1982:2). Produktivitas individu dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh individu tersebut dalam kerjanya. Dengan kata lain, produktivitas individu adalah bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaannya atau unjuk kerja (job performance). Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang berhubungan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan. Menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah, enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja yaitu sikap kerja (kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work), dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam satu tim). Tingkat keterampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam tehnik industri. Hubungan antara tenaga kerja dengan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu (quality control circles) dan panitia mengenai kerja unggul. Manajemen produktivitas (manajemen yang efisien mengenai sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan

18 produktivitas). Efisiensi tenaga kerja (perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas). Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas dalam berusaha, dan berada pada jalur yang benar dalam berusaha. (Sedarmayati. 1955). Para karyawan khususnya karyawan kontrak, dalam mencapai produktivitas kerja yang meningkat, tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi, baik permasalahan yang muncul dari dalam diri sendiri maupun permasalahan yang muncul dari lingkungan luar. Begitu pula halnya dengan karyawan kontrak yang bekerja pada PT X, tidak sedikit karyawan kontrak mengalami polemik yang mengakibatkan stres, gangguan emosi dan bahkan gangguan fisik disamping pula status mereka dan juga persaingan yang terjadi pada masing-masing karyawan kontrak tersebut. Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni : extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial / teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal dimana pada karyawan kontrak PT X tersebut juga mengalami permasalahan dalam hal upah/gaji serta fasilitas yang diterima. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi dimana terdapat beberapa karyawan kontrak yang mengeluhkan tentang kebijakan perusahaan sehubungan dengan dukungan perusahaan dalam peningkatan karir karyawan. Group stressors, yang terdiri dari

19 kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup seperti halnya juga yang dialami karyawan kontrak yang bekerja di PT X, Medan. Karyawan terkadang mengalami konflik atau masalah dengan sesama rekan kerja. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis, seperti stress akan masa depan mereka yang belum jelas. Stres dapat berakibat buruk bagi karyawan maupun organisasi dan dapat memunculkan berbagai masalah pada derajat stres yang tinggi seperti pada kondisi psikologis (kecemasan, perasaan frustrasi, sensitif), fisiologis (meningkatnya denyut jantung, gangguan pada kulit, gangguan gastrointestinal) dan tingkah laku individu (absen dari pekerjaan, menurunnya prestasi, perilaku sabotase dalam pekerjaan), begitu pula halnya dengan yang sedang dihadapi oleh karyawan kontrak PT X, Medan. Mereka dihadapkan oleh kondisi-kondisi stress yang terjadi, seperti mengeluhkan tidak adanya dukungan yang diberikan perusahaan bagi karyawan untuk meningkatkan karir dan juga mereka mengeluhkan atas gaji serta fasilitas yang diterima. Mereka yang tidak mampu untuk menanggulangi masalah tersebut akan mengalami stres atau masalah - masalah tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas kerja karyawan itu sendiri, misalnya : target perusahaan tidak tercapai, sering tidak masuk kerja. Agar produktivitas kerja karyawan kontrak tersebut tidak menurun, mereka diharapkan mempunyai berbagai siasat / strategi untuk mengendalikan stres

20 (coping stress), misalnya : berlibur bersama keluarga ataupun dengan sesama rekan kerja, mengambil cuti / rehat sejenak, atau dengan menunjukkan kinerja yang diharapkan perusahaan sehingga atasan akan memberikan perhatian lebih dalam peningkatan karir maupun upah karyawan kontrak tersebut. Menurut Lazarus dan Folkman (1974), definisi coping atau strategi penanggulangan stress sebagai berikut, perubahan kognitif dan tingkah laku yang berkembang terus menerus, untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya individu atau membahayakan keberadaan dan kesejahteraanya. hal ini lebih menekankan yang berorientasi pada proses, yang memusatkan pada apa yang dipikirkan atau dilakukan seseorang dalam konteks khusus, disertai perubahan tindakan terhadap peristiwa atau kejadian. Oleh karena itu coping stress setiap individu dapat berbeda-beda, begitu pula dengan prilaku yang dimunculkan oleh individu, begitu pula halnya yang berlaku pada karyawan kontrak PT X, Medan. Setiap karyawan akan membentuk strateginya masing-masing, strategi mana yang paling dominan dalam mengatasi stress yang dihadapi. Ada yang lebih memfokuskan pada salah satu strategi penanggulangan stress dan ada pula yang menggunakan kedua strategi tersebut untuk menghadapi permasalahan yang sedang terjadi. Menurut Lazarus dan Folkman, 1984, terdapat dua fungsi strategi penanggulangan stress yaitu : strategi penanggulangan yang berpusat pada emosi (Emotion focused form of coping) yang berfungsi untuk mengatur respon emosional terhadap masalah, yang terdiri atas proses-proses kognitif yang

21 ditujukan pada pengurangan tekanan emosional, termasuk strategi-strategi seperti penghindaran, peminimalan, membuat jarak, perhatian yang selektif / perbandingan yang positif. Begitu pula dengan yang dilakukan karyawan kontrak PT X, seperti lebih menggunakan emosi atau perasaan mereka untuk menyelesaikan masalah dalam pekerjaan. Strategi penanggulangan yang berpusat pada emosi dibagi menjadi enam, yaitu : distancing (reaksi-reaksi melepaskan diri atau berusaha untuk tidak melibatkan diri dalam permasalahan, disamping menciptakan pandangan-pandangan positif), seperti karyawan tidak mencampuri urusan karyawan lain dalam pekerjaannya dan apabila hal tersebut dapat dilakukan karyawan, maka ia akan terbebas dari masalah yang dapat melibatkannya sehingga pada akhirnya akan lebih fokus pada kinerjanya sendiri demi mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Self-control (usaha untuk menanggulangi perasaan-perasaan atau tindakan-tindakan), seperti karyawan berusaha mengendalikan diri ketika mengalami masalah dalam pekerjaan, dengan demikian karyawan akan mampu menentukan tindakan apa yang tepat untuk menyelesaikan masalah demi mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Seeking social support (usaha untuk mencari dukungan dari pihak luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan sosial), seperti ketika karyawan mengalami masalah dalam bekerja, biasanya akan dibantu oleh karyawan lain dan dengan kerja sama itulah akan diperoleh produktivitas kerja yang tinggi. Accepting responsibility (usaha untuk mengakui peran dirinya dalam permasalahan yang dihadapi dan mencoba untuk mendudukkan segala sesuatu dengan benar sebagaimana mestinya), seperti karyawan bertanggung jawab atas

22 pekerjaan yang diberikan dan dengan pertanggungjawaban tersebut, karyawan akan lebih memacu dirinya untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Escape avoidance (reaksi berhayal dan usaha untuk menghindar atau melarikan diri dari masalah yang sedang dihadapi), seperti karyawan meninggalkan suatu pekerjaan ketika mengalami hambatan dan apabila hal tersebut dilakukan maka tugas yang diberikan tersebut tidak akan selesai sehingga karyawan tidak akan menunjukkan produktivitas kerja yang tinggi. Positive reappraisal (usaha untuk menciptakan makna yang positif dan memusatkan pada pengembangan personal dan juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius), seperti karyawan memanjatkan doa terlebih dahulu ketika hendak bekerja agar pekerjaan berjalan lancar dan hal tersebut akan menjadikan karyawan lebih tenang dalam bekerja sehingga dapat menunjukkan produktivitas kerja yang tinggi. Fungsi yang kedua adalah strategi penanggulangan yang berpusat pada masalah (Problem focused form of coping) berfungsi untuk mengatur dan mengatasi masalah penyebab stress melalui perubahan relasi menyulitkan dengan lingkungan. Begitu pula dengan yang dilakukan karyawan kontrak PT X, seperti lebih menggunakan pemikiran rasional mereka untuk menyelesaikan masalah dalam pekerjaan. Strategi penanggulangan yang berpusat pada masalah dibagi menjadi dua, yaitu : planful (menggambarkan usaha pemecahan masalah dengan tenang dan berhati-hati disertai pendekatan analisis untuk pemecahan masalah), seperti karyawan bertindak dengan hati-hati dalam menyelesaikan suatu masalah dalam pekerjaan, tidak ceroboh, dengan demikian karyawan akan mampu mengatasi masalah dengan baik sehingga karyawan dapat menunjukkan

23 produktivitas kerja yang tinggi. Confrontative coping (menggambarkan reaksi agresif untuk mengubah keadaan yang menggambarkan pula derajat kebencian dan penggambaran masalah), seperti karyawan menentang secara terbuka pendapat orang lain yang berbeda, apabila hal tersebut dilakukan secara positif dan bertujuan positif maka karyawan akan mampu untuk bekerja dengan lebih baik sehingga pada akhirnya mampu menunjukkan produktivitas kerja yang tinggi pula. Dengan kemampuan untuk mengendalikan stres maka karyawan kontrak diharapkan mampu untuk menunjukkan produktivitas kerja yang tinggi. Selain itu, karyawan kontrak yang kurang memiliki kemampuan untuk mengendalikan stres diharapkan agar tetap menunjukkan produktivitas kerja yang meningkat pula. Begitu pula dengan karyawan yang bekerja di PT X, Medan khususnya karyawan kontrak yang diharapkan mampu untuk menanggulangi permasalahanpermasalahan yang dihadapi dengan menggunakan berbagai siasat / strategi untuk mengendalikan stres (coping stress : emotion focus form of coping dan problem focus form of coping) sehingga pada akhirnya akan berdampak positif pada meningkatnya produktivitas kerja mereka.

24 \ - Sikap mental. - Gizi dan kesehatan. - Pendidikan. - Lingkungan dan iklim kerja. - Kemampuan dan pengalaman. - Sarana produksi. - Manajemen. - Teknologi. - Tingkat penghasilan. - Kesempatan berprestasi. - Jaminan sosial. - Hubungan Industrial Pancasila (H.I.P). Produktivitas kerja. Kondisi stress : - Extra organizational stressor. - Organizational stressor. - Group stressor. - Individual stressor. - Sikap kerja. - Managemen produktivitas. - Tingkat keterampilan. - Efisiensi tenaga kerja. - Interpersonal. - Kewiraswastaan Karyawan kontrak PT X, Medan. Emotion focus coping : Problem focus coping : - Distancing. - Planful. - Self control. - Confrontative coping. - Seeking sosial support - Accepting responsibility. - Escape avoidance. - Positive reappraisal. Korelasi Strategi penanggulangan stres (coping stress). Skema Kerangka Pikir

25 1.6. Asumsi Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengasumsikan bahwa : Karyawan kontrak yang memiliki kemampuan coping stress (emotion focus form of coping dan problem focus form of coping) yang efektif akan menunjukkan produktivitas kerja yang meningkat (tinggi). Karyawan kontrak yang memiliki kemampuan coping stress (emotion focus form of coping dan problem focus form of coping) yang kurang efektif akan menunjukkan produktivitas kerja yang menurun (rendah). 1.7. Hipotesis. Terdapat hubungan emotion focus form of coping dan produktivitas kerja pada karyawan kontrak PT X, Medan. Terdapat hubungan problem focus form of coping dan produktivitas kerja pada karyawan kontrak PT X, Medan.