ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

PENDAHULUAN Latar Belakang

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

BAB V PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN TENGAH

RANCANGAN PROGRAM RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KBU PKBM MITRA MANDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 82 TAHUN : 2008 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu metode penelitian yang dihasilkan

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

BAB VI REFLEKSI HASIL PENDAMPINGAN BERSAMA KELOMPOK TANI

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG

Perluasan Lapangan Kerja

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BUPATI LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

`BAB I PENDAHULUAN. Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) merupakan salah

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB IV KARAKTERISTIK PENDUDUK

VI. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TKW DI DESA CIBAREGBEG

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BAB V GAMBARAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

BAB V AKSI BERSAMA MASYARAKAT. kampung demak Jaya dan diikuti oleh ketua RT yakni Erik Setiawan (45 tahun) berkumpul di

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

PEMBAHASAN. Persepsi Anggota Tentang Peranan Pemimpin Kelompok. Tabel 12 menunjukkan bahwa persepsi anggota kelompok tentang peranan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

BAB V PENUTUP. 1. Modal sosial memiliki peran penting dalam perkembangan industri. Bangsal. Dalam perkembanganya norma, kepercayaan, resiprositas dan

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 5 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kota Bandar Lampung

V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

KABUPATEN PESAWARAN KECAMATAN WAY RATAI DESA GUNUNGREJO PERATURAN DESA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Transkripsi:

60 ANALISIS KELEMBAGAAN KUBE Untuk meminimalisai kekeliruan dalam menganalisis kelembagaan KUBE, diperlukan data dan informasi secara lengkap. Adapun data dan informasi yang diperlukan mengenai manfaat KUBE, masalah yang dialami, harapan yang diinginkan, serta faktor pendukung dan penghambat perkembangan KUBE. Dalam memperoleh data dan informasi tersebut dilakukan melalui wawancara terhadap anggota KUBE, masyarakat bukan anggota KUBE, serta pihak luar yang terkait serta melalui observasi lapangan, dokumentasi, serta diskusi-diskusi tentang keberadaan KUBE. Performa KUBE Berdasarkan hasil kajian lapangan yang dilakukan dengan melalui beberapa tahapan mulai dari wawancara kepada anggota kelompok, wawancara kepada masyarakat bukan anggota kelompok, pemerintah desa sampai dengan pemerintah kabupaten serta para tokoh masyarakat, maka diperoleh data dan informasi bahwa dalam rangka upaya pemberdayaan keluarga miskin dinilai sangat baik apabila dilakukan dengan melalui KUBE. Oleh karena itu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi keluarga miskin harus terlebih dahulu dilakukan upaya pemberdayaan KUBE sebagai wadah usaha ekonomi secara kelompok. Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan KUBE di desa Mantaren II, maka dalam kajian ini akan melihat dari berbagai aspek sebagai berikut : Keorganisasian Performa pengurus merupakan kondisi dinamis yang dimiliki pengurus KUBE yang ditunjukkan dengan dengan tinggi rendahnya tingkat pendidikan dan tinggi rendahnya kemampuan mengelola atau mamajemen yang dimiliki. Hasil kajian di lapangan bahwa pengurus KUBE di desa Mantaren II berpendidikan SMA. Pada waktu berdirinya KUBE yaitu pada tahun 2001 telah ditetapkan kepengurusan yang meliputi ketua, sekretaris, dan dan bendahara. Pengurus tersebut dipilih berdasarkan tingkat pendidikan dengan harapan dapat dan mampu mengelola manajemen dalam KUBE. Di samping itu rata-rata pengurus

61 telah memiliki usaha pembuatan batu bata dengan harapan dapat berperan sebagai penggerak bagi anggota dalam berusaha. Namun demikian dari hasil kajian di lapangan ternyata manajemen mereka masih tergolong rendah, yaitu ditunjukkan dengan peran ketua yang tidak optimal dalam memimpin kelompoknya, yaitu bahwa kegiatan KUBE masih terkesan sendiri-sendiri, serta tidak pernah melakukan pertemuan secara rutin. Hal ini dimungkinkan karena pengurus KUBE belum memiliki pengalaman dalam bidang manajemen usaha. Di samping itu sebagai pengurus belum mampu melakukan usaha menjalin hubungan dengan pihak luar dengan menjalin hubungan kerja atau permodalan. Dengan demikian Organisasi atau kelompok KUBE tersebut dapat dikatakan tidak berfungsi. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab kurang berkembangnya KUBE. Keanggotaan Anggota KUBE merupakan warga desa yang rata-rata dalam kondisi perekonomian yang lemah atau dikategorikan miskindan tingakt pendidikan rendah yaitu rata-rata berpendidikan SD dan SMP. Tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah ternyata berpengaruh terhadap tingkat partisipasi. Oleh karena itu menjadi kesulitan bagi pengurus untuk untuk mengakomodir anggota dalam kegiatan. Tidak mudah bagi pengurus untuk melakukan sosialisasi tentang manfaat dan tujuan usaha secara kelompok. Oleh karena itu ada beberapa orang anggota KUBE yang tidak patuh dengan aturan main yang diterapkan dalam kelompoknya seperti masalah pemasaran, tidak secara kompak sesuai kesepakatan dalam kelompok. Dari keempat KUBE, jumlah anggota antar lima sampai tujuh orang anggota kelompok. Pada umumnya, anggota KUBE tersebut bermata pencaharian pokok sebagai petani dan rata-rata memiliki tanggungan antara tiga sampai empat orang anak. Mereka melakukan kegiatan usaha secara sendirisendiri karena usaha pembuatan batu bata kiranya sulit dilakukan secara kelompok. Namun dalam pengelolaan kegiatan termasuk aturan-aturan telah ditetapkan oleh kelompok. hal ini disebabkan bahwa sebagai bahan baku pembuatan batu bata dimiliki oleh setiap anggota seperti tanah lihat. Selama kurang lebih lima tahun, keanggotaan KUBE tidak mengalami peningkatan yaitu tetap sebanyak 24 orang anggota. Namun demikian telah banyak warga yang ikut terlibat dalam kegiatan KUBE yaitu sebagai buruh kerja pada KUBE.

62 Permodalan Modal merupakan faktor yang sangat berperan dalam kegiatan usaha KUBE pembuatan batau- bata. Pada awal kegiatannya, KUBE menggunakan modal secara swadaya. Para anggota KUBE memiliki modal berupa bahan baku yang dapat dikatan melimpah. Bahan baku untuk pembuatan batu bata sebenarnya sangat sederhana, yaitu berupa tanah lihat yang didapatkan dari lahan pekarangan mereka. Sedangkan peralatan yang dibutuhkan terdiri dari cangkul dan alat pencetak batu bata yang terbuat dari kayu dan dapat dibuat sendiri oleh mereka. Sedangkan bahan lain yang harus dibeli seperti sekam dan kayu bakar. Kemudian, karang taruna memperoleh bantuan dana pembinaan karang taruna dari dinas sosial propinsi, yang kemudian dana tersebut digunakan untuk meningkatkan usaha KUBE dengan diberikan kepada anggota KUBE yang masing-masing memperoleh Rp. 1.500.000,-. Dengan tambahan modal tersebut para anggota KUBE dapat mempekerjakan buruh dengan memberi upah sebesar Rp. 80,- untuk satu biji batu bata. Dengan bertambahnya tenaga kerja tersebut maka produksi meningkat. Namun demikian sejalan dengan perkembangannya, ternyata modal saat sekarang dirasakan kurang karena permintaan batu bata terus bertambah sedang produksi tidak mengalami perkembangan. Jika memiliki modal yang lebih besar mereka berharap ingin berusaha dengan teknologi yang lebih maju seperti alat pengaduk tanah lihat dan alat pencetak. Dengan demikian produksi akan meningkat dan akan diperoleh mutu yang baik sehingga mampu bersaing dipasaran. Perkembangan Usaha Usaha pembuatan batu bata merupakan usaha alternatif yang dilakukan oleh KUBE dengan pertimbangan bahwa bahan bangunan tersebut sangat diminati oleh masyarakat. Di samping itu dengan tersedianya bahan baku pokok seperti tanah lihat. Kondisi bahan baku tersebut cukup melimpah karena tanah lihat tersedia di pekarangan dan sawah yang tidak dimanfaatkan. Di samping itu terdapatnya peluang pasar yang luas. Oleh karena itu mereka optimis bahwa usaha pembuatan batu bata ini adalah usaha jangka panjang. Kendala yang dialami dari aspek jenis usaha ini antara lain masalah pemasaran, karena belum terciptanya jalinan kerja dengan pihak lain, dan masih kalah persaingan dengan produk dari luar daerah.

63 Dengan kondisi KUBE yang ada saat sekarang ini maka untuk mencapai KUBE yang semakin berkembang, maju, atau mandiri ke depan diperlukan pembenahan-pembenahan baik dari segi organisasi atau kepengurusan, pemasaran, serta peningkatan permodalan. Pada dasarnya upaya pengembangan KUBE muncul ketika anggota KUBE menghadapi permasalahan dan menyadari bahwa KUBE tersebut sebenarnya memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Namun demikian dalam upaya pengembangan KUBE tersebut akibat dari kelemahan pengetahuan dari pengurus dan anggotanya, ternyata untuk mengembangkan KUBE masih memerlukan banyak dukungan dari pihak luar. Kepemimpinan / Kepengurusan Kepemimpinan merupakan hal penting dalam suatu usaha secara kelompok. Hal ini karena berhasil atau gagalnya suatu usaha banyak ditentukan oleh sistim kepemimpinannya. Berkaitan dengan kepengurusan, maka di samping pengurus dipilih mereka yang memiliki pendidikan tinggi juga dipilih yang secara ekonomi lebih baik dibanding dengan anggota yang lainnya. Di samping itu sebagai pemimpin atau ketua juga yang lebih dulu memiliki usaha batau bata. Hal ini dengan pertimbangan agar dapat memberikan contoh bagi yang lainnya dalam usaha. Dapat dikatakan sebagai pemimpin adalah mereka yang menjadi panutan bagi anggotanya. Aturan Main Sebagai sebuah lembaga ekonomi produktif, Kelompok Usaha Bersama (KUBE ) dalam menjalankan kegiatannya diatur oleh peraturan yang disusun dan disepakati bersama seperti tentang iuran anggota, kesepakatan harga jual, saling tolong-menolong antar sesama anggota, serta kekompakandalam usaha. Namun karena kurang berfungsinya kepengurusan, maka aturan-aturan yang telah dibuat versama tersebut banyak telah dilanggar oleh anggotanya. Hal ini mengakibatkan tidak ada lagi kebersamaan dalam kelompok. Bahkan memunculkan adanya calo-calo yang mengambil kesempatan dalam kekacauan kelompok tersebut.

64 Pendampingan Dalam program KUBE, pendampingan merupakan hal penting dan sangat diperlukan keberadaannya. Dengan pendampingan kegiatan KUBE dapat lebih terarah. Fungsi pendamping adalah sebagai fasilitator dalam urusan baik kedalam maupun ke luar. Keberadaan pendamping juga diharapkan perannya dalam mengakses pasar, modal, dan teknologi bagi perkembangan KUBE. Di samping membuka akses, pendamping juga juga sebagai fasilitator dalam perbaikan administrasi dan seluruh rangkaian kegiatan KUBE. Dengan belum optimalnya pendamping pada KUBE menyebabkan lemahnya KUBE mengaksesteknologi, modal, serta pemasaran. Secara jelas kondisi performa KUBE di Desa Mantaren II seperti terlihat pada Tabel 9. Tabel 9 : Performa Kelembagaan KUBE. Unsur-unsur No dalam KUBE Kondisi Lapangan 1 Keorganisasian Pendidikan pengurus rata-rata SMA Kepengurusan terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara Manajemen rendah karena belum optimalnya ketua dalam memimpin Pengurus belum mampu menjalin hubungan ke luar 2 Keanggotaan Pendidikan anggota SD dan SMP Tiap KUBE beranggotakan antara 5-7 orang Anggota KUBE rata-rata warga miskin Belum ada peningkatan jumlah anggota 3 Permodalan Pada awalnya dengan modal sendiri Ada bantuan dana pembinaan KTI Rp. 50 juta (tiap anggota mendapat 1,5 jt) Untuk mengembangkan usaha kurang modal 4 Perkembangan Usaha Bahan baku melimpah Usaha masih satu jenis (pembuatan batu bata) Belum menunjukkan perkembangan usaha 5 Kepemimpinan /kepengurusan Pemimpin adalah mereka yang berpendidikan tinggi dan mapan ekonomi Menjadi contoh bagi anggotanya 6 Aturan Main Pada awal telah dibuat peraturan kelompok Terdapat anggota yang tidak taat dengan peraturan Akibatnya terjadi ketidak kompakan anggota Usaha KUBE bermanfaat bagi anggota dan masyarakat KUBE memberikan nilai ekonomi dan sosial 7 Pendampingan Belum optimalnya pendampingan oleh KTI Belum ada pendampingan khusus untuk memfasilitasi kelangsungan dan perkembangan KUBE

65 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kelembagaan KUBE Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Perkembangan Kelembagaan KUBE Dalam Kajian ini Kelembagaan KUBE lebih dipengaruhi oleh Potensi yang dimiliki Keluarga Miskin baik sebagai anggota maupun bukan anggota KUBE, Dukungan pihak luar, Organisasi atau lembaga KUBE, Hubungan dengan Kelompok Lokal lainnya, serta dukungan Komunitas setempat. Atas dasar faktor-faktor pengaruh tersebut maka akan muncul sebuah dinamika KUBE. Apabila faktor-faktor pengaruh tersebut diserap secara maksimal oleh KUBE maka akan menimbulkan Dinamika yang positif bagi KUBE dan sebaliknya. Oleh karena itu dalam pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kelembagaan KUBE bertujuan sebagai analisis pembanding terhadap keadaan KUBE yang sebenarnya di lapangan. Dalam pembahasan ini lebih memberikan penekanan sampai sejauh mana KUBE mampu menyerap beberapa faktor pengaruh tersebut. Potensi Keluarga Miskin Suatu keluarga dikategorikan sebagai keluarga miskin pada dasarnya memiliki kemampuan atau potensi diri sebagai modal dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya walaupun dalam keadaan yang sangat minim atau terbatas. Keluarga miskin secara faktual dapat dilihat bahwa mereka mampu merespon dan mengatasi permasalahan sosial-ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. Dari semua bentuk keterbatasan yang dikategorikan terhadap keluarga miskin terdapat potensi sosial yang dimiliki mereka yang meliputi kepemilikan lahan, keterampilan, keuletan atau pekerja keras, solidaritas sosial, mobilitas yang tinggi, cerdik dan tidak mudah menyerah, serta berorientasi ke masa depan. Jika potensi tersebut telah dapat dikembangkan sebagaimana seharusnya maka keluarga-keluarga yang ada sudah dapat dipastikan akan terhindar dari kondisi kemiskinan. Namun demikian berbeda halnya kenyataan di lapangan, bahwa potensi yang ada tersebut sering kali masih mengalami kendala-kendala dalam perkembangannya. Sebagai warga masyarakat yang rata-rata bermata pencaharian sebagai petani, mereka telah dibekali keterampilan bertani dan bercocok tanam. Namun demikian walaupun hanya berbekal keterampilan yang sangat terbatas tetapi

66 dapat dimanfaatkan sebagai modal berbagai kegiatan usaha ekonomis produktif yang sangat terbatas juga yaitu sebatas mampu memenuhi kebutuhan seharihari. Sebagaimana dituturkan Bapak SLMT salah seorang petani sebagai berikut : Kami ini sebagai warga Transmigrasi dan sebagai petani yang hanya memiliki keterampilan bertani ya apa boleh buat demi kehidupan ya tetap bertani. Mau usaha lain saya sudah tua dan tidak punya keahlian lain selain bertani. Maka itu kehidupan kami ini ya dari dulu seperti ini tidak ada kemajuan... Secara umum, masyarakat desa Mantaren II yang merupakan warga Transmigrasi memang memilki keuletan dan pekerja keras. Hal ini karena terdorong oleh upaya memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka seolah tidak pernah mengenal lelah dalam berusaha. Sesuai perjalanan kehidupan mereka sebagai warga pendatang, maka tingkat keberhasilannyapun bervariasi. Hal ini disebabkan oleh tingkat keterampilan dan keuletan berusaha yang berbedabeda. Namun apabila dilihat secara umum kebanyakan dari mereka masih dalam kategori miskin. Sebagai warga pedesaan yang di kategorikan sebagai warga miskin, merka memiliki keuletan dan pekerja keras. Dengan kemampuan yang terbatas ternyata mereka masih mampu membaca peluang usaha walaupun dalam skala kecil (mikro) yang berorientasi pasar pada tataran kelas menengah ke bawah. Sebagai bukti bahwa mereka mampu menciptakan peluang usaha yang belum dapat dilakukan oleh warga desa yang yang lain seperti menjual sayur keliling, membuat batu bata, batako, dan genting, beternak dan jenis usaha lainnya, seperti keterampilan industri kecil pembuatan makanan dari hasil pertanian seperti keripik pisang, singkong, marning, walaupun volume usaha tersebut masih terbatas pada pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal, dan sebagaian ke masyarakat luar. Walaupun kondisi kehidupan masyarakat desa Mantaren II dapat dikatan sakit oleh kemiskinan, namun mereka tidak pernah putus asa. Mereka juga memiliki harapan kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang. Hal ini ditandai oleh adanya kemauan yang keras untuk berusaha, tidak mau menyerah dengan kondisi lingkungan yang ada. Atas dasar kondisi potensi keluarga miskin diatas maka apabila potensi tersebut dikembangkan maka ke depan dapat diprediksi bahwa potensi tersebut akan membawa pengaruh positif terhadap kehidupan yang lebih baik. Apabila keluarga-keluarga miskin tersebut

67 dikelompokkan dalam sebuah KUBE, maka dengan modal potensi yang mereka miliki maka dengan melalui KUBE akan dapat memberikan kemudahan bagi keluarga miskin untuk dapat memperbaiki taraf kehidupannya. Dukungan Pihak Luar Keberhasilan sebuah KUBE tidak terlepas dari dukungan pihak luar. Dukungan dalam hal ini berkaitan dengan bantuan pemerintah baik dukungan dalam bentuk permodalan, pembinaan, maupun program atau kebijakan pemerintah. Selanjutnya bentuk dukungan lainnya seperti keterlibatan pihakpihak yang peduli dengan kemiskinan seperti LSM maupun Organisasi terkait lainnya. Suatu KUBE tanpa ada campur tangan ataupun dukungan pihak luar tersebut niscaya KUBE tersebut akan mengalami hambatan dan kesulitan dalam mencapai keberhasilannya. Dukungan pihak luar terhadap KUBE yang ada di desa Mantaren II tergolong masih rendah. Hal ini dibuktikan bahwa selama ini belum pernah ada bimbingan, evaluasi, serta monitoring dari pihak pemerintah baik pemerintah Desa, Kecamatan, maupun Kabupaten. Bahkan keberadaannya pun belum banyak diketahui secara persis oleh pemerintah. Hal ini dimungkinkan karena KUBE tersebut dibentuk oleh dan atas dasar inisiatif masyarakat sendiri dengan bimbingan dari Karang Taruna Desa dan merupakan salah satu bidang kegiatan Karang Taruna Desa. Dalam kaitan ini dikatakan oleh Staf pada Kantor Sosial dan PMD Bapak BN bahwa :...Sejauh ini kami belum mengetahui tentang keberadaan KUBE di desa Mantaren II, karena selama ini belum ada laporan bahwa di desa Mantaren II terdapat KUBE sebanyak empat Kelompok. KUBE yang kami ketahui keberadaannya sementara ini adalah KUBE yang dibentuk oleh Kantor Sosial dan PMD, jadi keberadaan KUBE tersebut belum kami monitor.namun demikian kami akan berusaha membantu melakukan pembinaan terhadap KUBE tersebut.... Namun demikian Pemerintah Kabupaten sejauh ini telah melakukan pembinaan terhadap Keluarga Miskin dengan membentuk KUBE yang tersebar di wilayah Kabupaten. Sampai saat sekarang telah terbentuk sebanyak 78 KUBE. Walaupun demikian, pemerintah Kabupaten melalui Kantor Sosial dan PMD telah memiliki Data tentang Keluarga Miskin se Kabupaten. Oleh karena itu ke depan akan memudahkan dalam melakukan pemberdayaan Keluarga Miskin tersebut yang salah satunya dengan membentuk KUBE. Bahkan sebagai

68 program prioritas Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau ke depan salah satunya adalah penanggulangan kemiskinan. Sebagaimana KUBE di desa Mantaren II tersebut bahwa yang menjadi permasalahan utama saat sekarang adalah masalah pemasaran. Di mana kendala pemasaran tersebut disebabkan oleh karena belum ada pihak yang peduli dengan melakukan penampungan barang hasil produksi seperti Dinas Perindagkop atau pihak manapun. Hal ini akan menghambat proses pemasaran, karena selama ini para pengrajin atau KUBE masih bersifat menunggu pesanan yang tidak menentu waktunya. Harapan bagi KUBE jika produk Batu Bata tersebut dapat ditampung oleh pihak yang berkepentingan maka produksi akan meningkat dan pemasaran akan lancar. Oleh karena belum terkoordinirnya masalah pemasaran ini maka terkadang dimasuki produk dari luar daerah sehingga produk sendiri tidak dapat dipasarkan. Di samping terkendala masalah pemasaran, untuk mengembangkan KUBE tersebut juga terkendala masalah permodalan. KUBE pembuatan Batu Bata tersebut pada awalnya beroperasi dengan menggunakan modal sendiri yang sangat terbatas. Selanjutnya atas binaan dari LSM Borneo yang bekerjasama dengan Karang Taruna Desa berusaha memohon bantuan kepada Pemerintah Propinsi dan ternyata mendapat bantuan berupa uang sebanyak Rp. 50.000.000,- yang kemudian dikelola melalui KUBE tersebut. Hal ini sangat membantu dalam pengembangan usaha KUBE. Namun demikian, mengingat usaha tersebut dirasakan oleh KUBE maupun oleh anggota kelompok sdangat menjanjikan dalam peningkatan usaha, maka KUBE mengharapkan dan berkeinginan untuk menambah modal usaha tersebut. Namun demikian mereka belum mengerti ke mana dan bagaimana caranya agar KUBE dapat memperoleh bantuan dana walaupun dalam bentuk pinjaman lunak. Demikian yang dikeluhkan salah satu anggota KUBE Life Skill II Bapak SR sebagai berikut :... Sebenarnya usaha Batu Bata ini sangat baik dalam upaya peningkatan pendapatan, namun kami kekurangan modal. Karena dengan modal yang sedikit membuat produksi juga rendah... Selanjutnya, salah satu anggota KUBE II yang lain Bapak SND lebih menginginkan adanya pendamping KUBE dari aparat Pemerintah agar kegiatan dan kepengurusan KUBE lebih baik. Beliau mengatakan bahwa : Kami sangat mengharapkan bahwa KUBE di desa Mantaren II ini didampingi oleh aparat pemerintah. Dengan adanya pendamping maka KUBE tersebut akan lebih baik dan disiplin, di samping itu dengan

69 adanya pendamping secara khusus dapat membantu kami dalam hal urusan baik di dalam maupun ke luar. Jika disimak lebih dalam bahwa dukungan pihak luar ternyata sangat diharapkan dalam pengembangan KUBE. Akan lebih bagus lagi jika program dan kebijakan pemerintah dalam upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan melalui KUBE. Karena dengan melalui KUBE akan memberikan kemudahan bagi Pemerintah dalam melakukan perencanaan, monitoring, dan evaluasi terhadap program tersebut. Di samping itu diharapkan juga adanya pihak-pihak terkait lainnya seperti perbankan atau lembaga keuangan lainnya dapat ikut berpartisipasi dalam ikut mendukung program penanggulangan kemiskinan dengan memberikan bantuan modal walaupun dengan sistem pinjaman dengan bunga yang lunak dan persyaratan yang ringan. Hubungan Dengan Kelompok Lokal Lainnya Sebagaimana umumnya sebuah desa dengan pola kehidupan masyarakatnya maka desa Mantaren II dengan kondisi masyarakat yang homogen dan berlatar belakang sebagai warga transmigrasi dengan mata pencaharian mayoritas petani, maka untuk mendukung tata kehidupan dan kemasyarakatan telah melakukan berbagai kegiatan kemasyarakatan seperti Arisan, adanya TPSP, UPPKS, UP2K-PKK, serta dibentuknya Rukun Kematian. Kelompok-kelompok tersebut telah berjalan dengan baik, namun terdapat sebagian yang sudah kurang aktif dalam kegiatannya. Kegiatan-kegiatan kelompok tersebut dilakukan dalam rangka menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan. Melalui wadah kegiatan kelompok tersebut juga memberikan ruang kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan menambah wawasan dalam bermasyarakat dan berusaha. KUBE juga merupakan sebuah kelompok masyarakat sebagai wadah kegiatan masyarakat guna saling tukar-menukar pengalaman, informasi, serta digunakan sebagai tempat berusaha dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Namun demikian sejauh ini belum ada satu KUBE pun yang melakukan hubungan dengan kelomp[ok lokal lainnya, baik dalam usaha maupun kerjasama. Hal ini dimungkinkan karena KUBE yang ada masih lemahnya kepengurusan. Dengan demikian maka akan menghambat dalam melakukan hubungan dengan organisasi atau kelompok lokal lainnya. Hubungan dengan

70 kelompok lokal lainnya ini dimaksudkan untuk saling meninmba ilmu dan pengalaman dari keberhasilan kelompok lokal yang lain, serta saling kerjasama. Dukungan Komunitas Faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan KUBE adalah adanya dukungan komunitas. Dukungan komunitas tersebut meliputi antara lain adanya pandangan positif dari orang-orang yang berpengaruh, teknologi, sistem penghimpunan dana yang berupa kegiatan-kegiatan arisan, sarana pendukung usaha seperti transportasi,, keikutsertaan masyarakat dalam program KUBE, serta banyaknya alternatif usaha ekonomi produktif. Secara sosial budaya, bahwa telah menjadi suatu kebiasaan bahwa pola hidup masyarakat desa adalah kegotong royongan dan kerjasama yang baik. Oleh karena sebagaimana pada kegiatan KUBE, mereka saling bahu membahu dalam mencapai tuujuan bersama yaitu menigkatkan kesejahteraan sosial dan keluarganya. Dalam kegiatan KUBE, selain mempunyai tujuan utama meningkatkan kesejahteraan keluarga, juga bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosialnya yaitu meningkatnya rasa kesetiakawanan sosial, persaudaraan, kekerabatan, dan kegotong royongan dan kebersamaan. Masyarakat menyadari bahwa dalam menjalani kehidupan tidak akan dapat berjalan dengan normal tanpa dukungan atau adanya kerjasama dengan lainnya. Program KUBE termasuk program baru di desa Mantaren II. Program KUBE tersebut dibentuk mulai tahun 2001. Karena merupakan program baru di desa dan merupakan kegiatan di bidang ekonomis produktif bagi keluarga miskin maka sebagian besar anggotanya terdiri dari keluarga-keluarga miskin. Untuk menghindari agar program tersebut tidak berhenti di tengah jalan maka diperlukan pengelolaan secara baik. Untuk itu langkah awal dipilih pengurus dari orang-orang yang dianggap mempunyai pengalaman di bidang usaha ekonomi. Di samping itu sebagai anggota maupun pengurus adalah orang-orang desa Mantaren II, bukan orang dari luar desa tersebut. Sebagai kelompok ekonomis produktif, KUBE dilaksanakan dengan aturan-aturan tertentu sesuai dengan kondisi setempat. Hal ini dilakukan untuk menjaga dan mempertahankan nilai-nilai serta budaya masyarakat setempat seperti kegiatan KUBE sedapat mungkn dapat menyerap tenaga kerja bagi masyarakat desa Mantaren II, KUBE diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

71 masyarakat dan lingkunan, tidak berdampak terganggunya lingkungan akibat proses produksi yang dilakukan KUBE. Secara umum kegiatan usaha KUBE di desa Mantaren II merupakan kegiatan yang memiliki dampak positif terhadap masyarakat. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya taraf ekonomi bagi keluarga Miskin yang telah tergabung sebagai anggota KUBE. Di samping itu keberadaan KUBE telah dapat mengangkat kemiskinan masyarakat dengan mengikutsertakan warga miskin sebagai tenaga buruh dengan mengambil upah. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang Tokoh Masyarakat Bapak SPY berikut : Keberadaan KUBE menurut pemngamatan saya probadi sangat menguntungkan masyarakat. Dengan adanya KUBE yang bergerak dibidang pembuatan Batu Bata tersebut telah mengangkat derajat sebagian masyarakat dari kemiskinan karena banyak warga yang menjadi buruh kerja di KUBE. Oleh karena itu saya sangat mendukung upaya-upaya pengentasan kemskinan itudilakukan dengan melalui KUBE seperti yang ada ini Selanjutnya Bapak SPY dalam menilai positif terhadap KUBE tersebut beliau memberikan contoh sebagai berikut :...Kami ini sebagai warga yang berasal usulsama yaitu sebagai warga Transmigrasi. Saya memperhatikan pada KUBE Life Skill I, ternyata mereka pada beberapa tahun terakhir ini kelihatan sekali adanya peningkatan perekonomiannya, terbukti mereka rata-rata telah dapat memperbaiki rumah mereka, padahal dulu ya hanya sama-sama kita seperti ini juga. Oleh karena itu saya mengharapkan dan sering saya katakan kepada masyarakat agar dalam berusaha jika memungkinkan secara kelompok agar dapat saling bantu-membantu dan bekerjasama dengan baik... Secara nyata, perkembangan KUBE di desa Mantaren II tersebut mulai menunjukkan kemajuan yaitu dengan adanya peningkatan pendapatan bagi anggota maupun masyarakat sekitarnya (buruh kerja). Namun demikian sebenarnya anggota KUBE masih memiliki keluhan bahwa hasil yang diperoleh sebenarnya minim. Dari sebanyak 1000 Batu Bata per orang mendapatkan hasil kurang lebih Rp. 200.000,- setelah dipotong biaya pembelian kayu bakar dan upah buruh. Itupun harus menunggu selama kurang lebih 20 hari. Kendala dalam hal ini karena rendahnya hasil produksi yang masih menggunakan peralatan secara tradisional yang dibikin sendiri dari kayu. Apabila dalam berproduksi dengan menggunakan teknologi yang modern tentunya akan menghasilkan jumlah produksi yang lebih bermutu dan jumlah yang banyak.

72 Demikian diungkapkan oleh salah seorang anggota KUBE Life Skill IV YTN berikut : Sementara ini kami hanya bekerja dengan peralatan yang sederhana buatan sendiri dari kayu, serta cangkul sebagai pengaduk tanah lihat. Jika kami menggunakan alat teknologi seperti pencetak Batu Bata dengan alat pencetak khusus maka akan memperoleh hasil yang baik. Di samping itu yang lebih baik lagi jika memiliki Molen sebagai pengaduk tanah lihat maka kami akan bekerja lebih cepat dan hasilnya juga akan lebih banyak. Namun kami bersyukur dengan kondisi sekarang ini dapat menambah pendapatan keluarga. Sebagai salah satu dalam upaya pengembangan KUBE adalah modal. Modal awal sebagai usaha Batu Bata ini dengan modal sendiri. Namun setelah ada Bantuan Karang Taruna tiap anggota KUBE mendapatkan suntikan dana tersebut sebesar Rp. 1.500.000,-. Dengan modal sebesar itu ternyata mereka telah dapat menjalankan usahanya dengan baik. Upaya dalam menambah modal sampai saat sekarang ini belum dilakukan oleh tiap KUBE. Upaya yang dilakukan sekarang adalah dengan melakukan iuran wajib kepada kelompok sebesar Rp.10.000,- tiap bulan. Mengenai penggunaan uang tersebut salah satunya untuk biaya administrasi kelompok serta untuk biaya promosi ke luar, dan selebihnya merupakan tabungan kelompok. Dengan adanya KUBE di desa Mantaren II ternyata menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian masyarakat memandang positif dengan adanya KUBE tersebut, namun sebagian lainnya mempunyai pandangan negatif atas terbentuknya KUBE tersebut. Bagi masyarakat yang memandang negatif tersebut kebanyakan karena dalam pembentukan KUBE tidak melibatkan seluruh warga untuk diajak dalam pembentukan. Hal ini menimbulkan kecemburuan kepada sebagian masyarakat. Seperti diungkapkan oleh Bapak MKR berikut : Saya tidak tahu tentang KUBE itu, karena KUBE tersebut dibentuk tidak melibatkan seluruh warga dengan melalui musyawarah, akan tetapi sepengetahuan sayakube hanya dibentuk di RT I saja. Saya kurang tahu apa masalahnya, saya ini kan juga orang miskin tapi kenapa tidak diikutkan dalam KUBE... Berbeda dengan pendapat warga yang lain yang memandang positif dengan keberadaan KUBE tersebut. Pandangan tersebut seperti diungkapkan oleh Bapak WDD sebagai berikut : Menurut pendapat saya, KUBE yang ada tersebut ternyata telah memberikan nilai positif kepada masyarakat karena telah memberikan peluang pekerjaan kepada warga yang sedang menganggur. Hanya saja masalah pembentukannya kurang ada kerjasama dengan Desa

73 atau dengan warga yang lain. Tetapi dilihat dari sisi kegiatannya saya setuju dengan KUBE yang ada sekarang ini. KUBE Keluarga Miskin dibentuk seharusnya beranggotakan Keluargakeluarga Miskin yang ada di desa. Namun karena KUBE tersebut dibentuk dibentuk atas insiatif Karang Taruna yang bekerjasama dengan LSM Borneo Lestari, maka masih terdapat kelemahan seperti belum melibatkan seluruh Keluarga Miskin sebagai anggota KUBE. Dalam proses pembentukan KUBE tersebut selaku ketua Karang Taruna Bapak STN menyatakan sebagai berikut : Selaku ketua Karang Taruna saya mempunyai program kegiatan Karang Taruna. Salah satu kegiatan tersebut adalah pemberdayaan keluarga miskin. Oleh karena itu sebagai uji coba maka kami merinisiatif bembentuk KUBE ini yang dibantu oleh LSM Borneo Lestari. Apabila KUBE ini menunjukkan keberhasilannya maka ke depan kami akan membentuk KUBE-KUBE baru dalam rangka membantu pengentasan kemiskinan di desa... Bapak STN tersebut berinisiatif mengembangkan usaha KUBE tersebut karena melihat bahwa di desa Mantaren II terdapat banyak pengrajin Batu Bata. Namun selama ini kegiatan dilakukan secara sendiri-sendiri dan dilaksanakan sangat tradisional. Oleh karena itu agar kegiatan lebih terarah maka baik jika para pengrajin Batu Bata tersebut dikoordinir dalam wadah KUBE. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE di desa Mantaren II sebagaimana terlihat pada tabel 10.

74 Tabel 10 : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan KUBE No Faktor yang Faktor mempengaruhi KUBE Positif Negatif 1 Potensi Keluarga Miskin Terkait dengan SDM : Anggotanya memiliki lahan yang luas namun kurang produktif Terampil Ulet bekerja Terkait dengan Kelembagaan Adanya kerjasama antar anggota Terkait dengan SDM : Bahan baku dapat merusak lingkungan Masih terdapat kekurang kompakan anggota Terkait dengan Kelembagaan Terbatasnya modal 2 Dukungan pihak luar Terkait dengan Kelembagaan Terdapat pasar yang cukup baik Adanya Instansi Pemerintah maupun swasta Adanya lembaga keuangan yang mau memberi pinjaman modal Terdapatnya pengusaha atau rekanan Terkait dengan Kelembagaan Masih terjadi persaingan pasar Belum ada pendampingan Persyaratan peminjaman bagi keluarga miskin masih diperlakukan secara umum/dengan persyaratan yang masih rumit. Belum ada pihak yang bersedia menjadi mitra kerja. 3 Dukungan kelompok lokal lain Terkait dengan Kelembagaan Adanya hubungan kerja dengan TPSP Adanya pembinaan dari Karang Taruna Terdapatnya kelompok usaha produktif lain di desa Terkait dengan Kelembagaan Pinjaman ke TPSP terbatas dan kecil Belum ada kerjasama dengan kelompok lokal lainnya 4 Dukungan Komunitas Terkait dengan SDM : Adanya tenaga kerja Adanya dukungan Tokoh Masyarakat Terkait dengan Kelembagaan Adanya modal awal berupa sarana produksi Terkait dengan Kelembagaan Belum melibatkan komunitas secara umum Belum mampu menampung seluruh keluarga miskin Sumber Data : Hasil diskusi kelompok, Juli 2006.