BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pemerintah dalam APBN tahun 2015 kembali meningkatkan target

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. sebelumnya, penelitian ini mendapatkan hasil berupa: karena Wajib Pajak masih bisa melakukan tawar-menawar untuk

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. satu instrumen penting dalam berjalannya pemerintahan sebuah negara. APBN yang digunakan oleh sebuah pemerintahan diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. mengatur sumber penerimaan dan pengeluaran negara. Rencana keuangan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia selalu giat

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan masyarakat dan perkembangan zaman, di antaranya dengan. mengembangkan e-government sebagai trend global birokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan utama Negara yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dalam suatu negara merupakan salah satu hal

BAB I PENDAHULUAN. banyak dana. Untuk memperoleh dana yang besar tersebut, maka. pemerintah menyediakan pos penerimaan yaitu Anggaran Pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu komponen ekstra effort penerimaan pajak di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mengumpulkan dana untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sebagai Negara yang berkembang, sebenarnya Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang ikut mendorong pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kesejahteraan rakyat merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yaitu mensejahterakan. masyarakat adil dan makmur, diperlukan pembangunan di segala sektor.

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Pembayar

BAB I PENDAHULUAN. dan penerimaan dari sektor bukan pajak. Sumber penerimaan yang. tahun terakhir selalu mengalami kenaikan.

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 1 Undang-Undang No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia saat ini dihuni oleh hampir 255,5 juta jiwa penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara berkewajiban mendahulukan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya pengeluaran negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat diikuti juga

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang ada di Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemerintah di Indonesia selalu berusaha untuk mengelola dan menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah salah satu wujud kemandirian bangsa dalam pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan, maka tidak terlepas dari pembahasan mengenai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi tinggi rendahnya kemauan Wajib Pajak. Bila setiap Wajib Pajak

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber penerimaan terbesar dari APBN negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan, yakni pada tahun 2015 besarnya belanja negara sebesar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mewujudkan tujuan nasional mensejahterakan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan atau mengadakan perubahan perubahan kearah keadaan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara dapat dilihat dari dua sektor, yaitu sektor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber pendapatan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang taat pajak. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin tingginya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan komponen penting dalam perekonomian Indonesia. Pajak. penerimaan negara terbesar adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang berlangsung secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penulisan. Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentunya berusaha untuk dapat meningkatkan dan meratakan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kontribusi terbesar penerimaan negara Indonesia saat ini berasal dari sektor

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan. Pemerintah melalui dirjen pajak telah menetapkan pajak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang berpotensi besar yaitu pajak yang menyumbang rata-rata lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PREBENDAHARAAN NOMOR : PER- 17 /PB/2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terpengaruh dengan perubahan-perubahan kondisi dari dampak globalisasi. Sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran rutin dan juga membiayai pembangunan. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari segala aspek kehidupan. Sebagai Negara yang sedang. pembangunan jembatan layang, atau infrastruktur lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. objek pajaknya, seiring dengan meningkatnya perekonomian dan taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. pembangunannya. Bisa dikatakan, hampir semua sektor-sektor yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

ABSTRAK. Kata kunci : pemeriksaan pajak, kepatuhan wajib pajak. vii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara, baik berupa kekayaan alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

pemungutan pajak dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya serta secara mandiri menyetorkan ke bank atau kantor pos dan melaporkannya

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sesuai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjadi negara maju. Memiliki penduduk yang termasuk padat tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan nasional negara Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah dalam APBN tahun 2015 kembali meningkatkan target penerimaan pajak dari tahun sebelumnya. Target penerimaan pajak pada APBN-P tahun 2014 dipatok sebesar Rp1.246,1 triliun, sedangkan pada APBN 2015 target penerimaan pajak meningkat menjadi Rp1.370,8 triliun (Sulistiyono, 2015). Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2014 merupakan rekor terendah penerimaan pajak selama 25 tahun terakhir. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.246,1 triliun, namun sampai akhir tahun 2014 pajak yang terkumpul hanya sebesar Rp1.143 triliun atau hanya sebesar 91,75 persen dari yang ditargetkan (Kementrian Keuangan, 2015). Pemerintah sedang berusaha keras untuk meningkatkan realisasi penerimaan tersebut karena penerimaan pajak merupakan komponen terbesar dalam pendapatan negara. Komponen pendapatan negara Indonesia, seperti yang tertera di APBN, terdiri dari pendapatan dalam negeri dan hibah. Pendapatan dalam negeri terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak. Penerimaan perpajakan sendiri terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri berupa pajak penghasilan baik PPh Migas maupun PPh Nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, cukai dan pajak lainnya, sedangkan untuk Pajak Perdagangan Internasional terdiri dari bea masuk dan keluar. 1

Sampai saat ini pemerintah terus berupaya meningkatkan penerimaan perpajakan. Jenis-jenis pajak yang lebih diutamakan untuk dijadikan prioritas adalah Pajak Penghasilan (PPh) baik untuk Wajib Pajak (WP) badan maupun orang pribadi (OP), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi pemanfaatan atau penyerahan barang/jasa kena pajak. Komponen pada Pajak Pertambahan Nilai selain PPN atas transaksi pemanfaatan atau penyerahan barang/jasa juga terdapat jenis PPN lain yaitu Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri (PPN atas KMS). PPN atas KMS memang masih sangat tidak populer di kalangan masyarakat, bahkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang adanya PPN atas KMS tersebut. Peraturan mengenai PPN atas KMS sebenarnya sudah diatur sejak tahun 1994 dalam pasal tersendiri pada perubahan pertama atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 pasal 16 C. Pemungutan PPN atas KMS dijadikan sebagai salah satu komponen extra effort penerimaan pajak ditengah target penerimaan pajak yang semakin tinggi. Saat ini Indonesia mengalami perkembangan ekonomi yang stabil seiring dengan perkembangan golongan menengah. Hal tersebut membuat sektor properti mengalami kemajuan yang sangat pesat sehingga pemerintah memberikan perhatian lebih pada pemungutan PPN atas KMS. PPN atas KMS saat ini masih sedikit memberikan peranan atas kontribusinya dalam penerimaan pajak (Moses, 2013). Kontribusi PPN atas KMS saat ini tidak lebih dari satu persen dari total penerimaan pajak, padahal bila diberikan perhatian yang lebih maka potensi PPN atas KMS dapat memberikan peranan yang signifikan terhadap penerimaan pajak di Indonesia. 2

Pada Pasal 16 C Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai menyatakan bahwa: PPN akan dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/pekerjaan oleh orang pribadi/badan yang hasilnya digunakan pihak lain yang batasan dan tata cara nya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. PPN atas KMS saat ini diatur dalam PMK Nomor 163/PMK.03/2012 yang merupakan perubahan dari peraturan sebelumnya yaitu PMK Nomor 39/PMK.03/2010. Terdapat pokok-pokok perubahan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012. Pokok-pokok perubahan tersebut antara lain: a. Luas Bangunan Objek Pajak Pada PMK Nomor 39/PMK.03/2010 bangunan yang dapat dikenai PPN atas KMS adalah bangunan dengan kriteria luas minimal 300m 2, sedangkan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012 luas bagunan minimal diturunkan menjadi minimal 200m 2. b. Tarif Efektif Tarif Efektif untuk PPN atas KMS juga diturunkan seiring dengan diturunkannya kriteria luas minimal bangunan. Besaran tarif efektif untuk PPN atas KMS sebelumnya adalah 4% kemudian pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012 tarif efektif diturunkan menjadi sebesar 2%. c. Pengawasan dan Uji Kepatuhan Pengasawan dan uji kepatuhan untuk PPN atas KMS belum sepenuhnya diatur dalam PMK Nomor 39/PMK.03/2010 sehingga pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012 dicantumkan peraturan mengenai 3

pelaksanaan pengawasan dan uji kepatuhan untuk PPN atas KMS dalam pasal 5. d. Penggunaan Data Nilai Pembanding dalam Rangka Penetapan secara Jabatan. Peraturan mengenai penggunaan data nilai pembanding dalam rangka penetapan secara jabatan diatur dalam PMK Nomor 163/PMK.03/2012 pasal 9 tentang verifikasi dan pemeriksaan. Pengujian atas PPN atas KMS ini kemudian di atur lebih lanjut dalam PER-23/PJ/2012 stdd PER-25/PJ/2012. e. Tanggung Renteng Pada PMK Nomor 39/PMK.03/2010 disebutkan pada pasal 7 ayat (2) bahwa: Dalam hal orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menunjukkan bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang. Ayat di atas mengatur bahwa pemilik bangunan berikutnya ikut menanggung PPN atas KMS yang belum disetor oleh pemilik sebelumnya. Ayat ini kemudian dihapus karena tidak sesuai dengan prinsip tanggung renteng. Ketentuan mengenai luas bangunan minimal untuk bangunan yang dikenakan PPN atas KMS sebelumnya juga sudah pernah mengalami perubahan. Pada KMK Nomor 554/KMK.04/2000 tentang Batasan dan Tata Cara 4

Pengenanaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri yang dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan disebutkan bahwa bangunan yang dibangun tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan dengan luas minimal 400m 2 dikenai PPN atas kegiatan membangun sendiri kemudian pada KMK Nomor 320/KMK.03/2002 luas minimalnya diturunkan menjadi 200m 2. Kriteria minimal luas bangunan ini kemudian kembali diubah dan dinaikkan menjadi minimal 300m 2 pada PMK Nomor 39/PMK.03/2010. Peraturan mengenai PPN atas KMS dibuat dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan PPN. Perubahan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012 juga lebih menekankan pada berjalannya proses pengawasan untuk meningkatkan partisipasi Wajib Pajak untuk membayar PPN atas KMSnya. Tujuan dari perubahan PMK Nomor 39/PMK.03/2010 menjadi PMK Nomor 163/PMK.03/2012 adalah pemerintah berusaha untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dengan cara menurunkan tarif efektif, menurunkan batasan luas bangunan yang dapat dikenakan PPN atas KMS dan peyempurnaan enforcement. Peyempurnaan enforcement salah satunya dilakukan dengan adanya penetapan secara jabatan dengan dasar HSBGN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan PMK Nomor 163/PMK.03/2012 terkait pemungutan PPN atas KMS di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo. 1.2. Permasalahan Penelitan 1. Bagaimana implementasi PMK Nomor 163/PMK.03/2012 pada pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo? 5

2. Apakah pelaksanaan pemungutan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo sudah sesuai dengan PMK Nomor 163/PMK.03/2012? 3. Bagaimana proses pengawasan dan uji kepatuhan dalam hal pemungutan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo dijalankan setelah pemberlakuan PMK Nomor 163/PMK.03/2012? 4. Apakah dengan adanya perubahan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012 dapat meningkatkan partisipasi jumlah Wajib Pajak dan meningkatkan kontribusi penerimaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo? 1.3. Motivasi Penelitan 1. Memberikan kontribusi berupa hasil penelitian mengenai implementasi PMK 163/PMK.03/2012 pada Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo. 2. Memberikan kontribusi berupa hasil penelitian mengenai proses pengawasan dan uji kepatuhan pada pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri berdasarkan implementasi PMK 163/PMK.03/2012 di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo. 3. Mengetahui kepatuhan pajak masyarakat dalam melaporkan dan membayar Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri khususnya di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo. 6

1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bukti: 1. Proses implementasi PMK Nomor 163/PMK.03/2012 pada Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo. 2. Kesesuaian proses pemungutan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo dengan PMK Nomor 163/PMK.03/2012. 3. Proses pengawasan dan uji kepatuhan dalam hal pemungutan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo setelah pemberlakuan PMK Nomr 163/PMK.03/2012 4. Pengaruh perubahan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012 dapat meningkatkan partisipasi jumlah Wajib Pajak dan kontribusi penerimaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri di wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo 1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan dasar perubahan pada PMK Nomor 163/PMK.03/2012. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri. Penelitian yang dilakukan hanya dibatasi di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabupaten Sukoharjo. 7

1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari KPP Pratama Kabupaten Sukoharjo. Data primer yang diambil berupa realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri serta jumlah Wajib Pajak yang membayar PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri pada periode tahun 2011-2014 untuk membandingkan antara sebelum dan setelah PMK Nomor 163/PMK.03/2012 berlaku. Data primer lainnya berupa data yang diperoleh dari proses wawancara dengan pegawai pajak KPP Pratama Sukoharjo yang berwenang untuk mengetahui proses implementasi PMK Nomor 163/PMK.03/2012 mengenai pengawasan, uji kepatuhan dan verifikasi dengan menggunakan data nilai pembanding untuk pemungutan PPN atas KMS dilakukan. Penelitian ini juga mengambil data sekunder dari Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan (BPMPP). Data tersebut berupa data mengenai banyaknya masyarakat yang mengajukan IMB pada tahun 2011-2014. Data tersebut diambil sesuai PMK Nomor 163/PMK.03/2012 bahwa KPP Pratama bekerja sama dengan BPMPP setempat untuk mengetahui data tentang masyarakat yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Data tersebut diambil baik dari BPMPP Kabupaten Sukoharjo dan BPMPP Kabupaten Wonogiri yang merupakan wilayah kerja KPP Pratama Sukoharjo. 8

1.6.2. Analisis Data Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis dengan cara menelaah apa yang dipahami peneliti dalam landasan teori dengan penerapan yang sebenarnya terjadi. 1.7. Sistematika Penelitian 1.7.1. Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan studi penelitian, tujuan studi penelitian, manfaat studi penelitian, batasan studi penelitian, metode studi penelitian, dan sistematika studi penelitian. 1.7.2. Bab II Kajian Literatur Bab ini membahas mengenai pengertian-pengertian dari istilah yang digunakan pada penelitian ini. Selain itu dibahas pula mengenai peraturan perundang-undangan, peraturan-peraturan terkait lainnya dan teori yang digunakan sebagai landasan dilakukannya penelitian ini. 1.7.3. Bab III Metode Penelitian Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini. 1.7.4. Bab IV Analisis Data dan Temuan Hasil Penelitan Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap data-data primer yang didapat dari KPP Pratama Sukoharjo, BPMPP Kabupaten Sukoharjo, BPMPP Kabupaten Wonogiri serta data-data sekunder lainnya. Setelah data tersebut dianalisis kemudian peneliti akan mendapatkan temuan hasil dari analisis tersebut. 9

1.7.5. Bab V Penutup Bab ini terdiri dari tiga sub bab yaitu kesimpulan, saran dan keterbatasan penelitian. Pada kesimpulan akan dibahas mengenai penarikan kesimpulan dari temuan hasil penelitian, pada sub bab saran akan berisi masukan berdasarkan temuan hasil penelitian tersebut, sedangkan pada sub bab keterbatasan penelitian berisi tentang keterbatasan-keterbatasan yang ada pada penelitian ini 10