HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT JIWA TAMPAN PROVINSI RIAU TAHUN 2014 ALINI Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau Alini_09@yahoo.com ABSTRAK World Health Organization (WHO) memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang yang mengalami gangguan jiwa. Penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat pada kenyataannya belum dilaksanakan oleh seluruh perawat, perawat tampak belum memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan fase dalam komunikasi terapeutik (fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di ruang rawat inap rumah sakit jiwa tampan provinsi riau tahun 2014. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional, sampel dalam penelitian ini sebanyak 62 orang dengan menggunakan teknik sampling jenuh. Pengumpulan data dilakukan menggunakan data primer dan data sekunder melalui kuesioner dengan analisa univariat dan bivariat. Dari hasil penelitian dapat diketahui tidak ada hubungan pengetahuan perawat tentangkomunikasi terapeutik dengan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di ruang rawat inap rumah sakit jiwa tampan provinsi riau tahun 2014 dengan p value 0,8 ( p > 0,05) Oleh karena itu diharapkan kepada perawat agar meningkatkan penerapan komunikasi terapeutik yang lebih aplikatif sesuai standar yang ada, sehingga kesembuhan kepada pasien lebih cepat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Daftar Bacaan : 20 ( 2003 2013 ) Kata Kunci : Pengetahuan, Komunikasi Terapeutik Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 1
PENDAHULUAN Latar Belakang Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, yang bertujuan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik sangat penting dalam praktek keperawatan karena merupakan sarana untuk membina hubungan yang terapeutik antara perawat dengan pasien. Dalam proses komunikasi, adanya komunikasi antara perawat dengan pasien, dapat mempengaruhi pasien untuk mengubah kebiasaan yang kurang menunjang kesehatan menjadi kebiasaan hidup yang sehat, membantu pasien agar dapat menghadapi kenyataan, sehingga ia dapat memahami diri sendiri dengan lebih baik, serta mencapai taraf kemampuan beradaptasi yang baru sesuai dengan situasi yang dihadapinya, dan bagi perawat, memungkinkan ia memperoleh umpan balik atas tindakan yang telah dilakukannya (Dalami, 2010). Hubungan terapeutik antara perawatklien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan yang terapeutik. Komunikasi dalam hubungan perawat dan pasien serta pemahaman perawat perlu ditingkatkan sehingga lebih terampil dalam berkomunikasi terapeutik baik pada pasien maupun pada keluarga pasien (Dalami, 2010). Perawat perlu mengetahui untuk melakukan kontrak dengan pasien, perawat harus melalui fase-fase komunikasi terapeutik dan juga menguasai teknik-teknik komunikasi terapeutik. Perawat bukan hanya harus menguasai fase dan teknik komunikasi terapeutik tetapi juga harus memiliki sikap yang terapeutik juga, dengan demikianlah perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya diri (trust) dengan pasien sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah ditetapkan (Priyanto, 2009). World Health Organization (WHO) tahun 2001 menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. World Health Organization (WHO) memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004). Tidak jarang pasien membuat ulah yang bermacam-macam, dengan maksud mencari perhatian orang di sekitarnya. Bentuk dari kompensasi ini bisa berupa teriak-teriak, gelisah, mau lari, menjatuhkan barang atau alat-alat yang berada di dekatnya dan lain-lain. Disinilah peranan komunikasi mempunyai andil yang sangat besar. Dengan menunjukkan perhatian yang sepenuhnya, sikap perawat mampu bekerja sama dengan pasien dalam memberikan pelayanan keperawatan (Triwahono,2004). Dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan terhadap perawat didapatkan pada tahap perkenalan perawat ada yang melakukan dan juga ada yang tidak melakukan, kecenderungan perawat hanya menanyakan identitas pasien, akan tetapi tidak memperkenalkan diri ke pasien. Sifat judes masih terlihat pada sosok Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 2
seorang perawat. Seharusnya tugas perawat dalam tahapan ini adalah memberikan salam dan tersenyum pada pasien, memperkenalkan diri dan menanyakan nama pasien, melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif) pada pertemuan selanjutnya, menentukan mengapa pasien mencari pertolongan, menyediakan kepercayaan, penerimaan, dan komunikasi terbuka. Membuat kontrak timbal balik, mengeksplorasi perasaan klien, pikiran dan tindakan. Selanjutnya mengidentifikasi masalah pasien, mendefinisikan tujuan dengan pasien, menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan menjelaskan kerahasiaan (Mundakir,2006). Penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat pada kenyataannya belum dilaksanakan oleh seluruh perawat, perawat tampak belum memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan fase dalam komunikasi terapeutik (fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi). Laporan adanya beberapa pasien menolak berinteraksi atau menolak tindakan yang diberikan atu bahkan terpancing emosinya pada saat berinteraksi dengan perawat kemungkinan dikarenakan oleh kurangnya penerapan komunikasi yang terapeutik (Negreiros, dkk. 2007). Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap peduli dan kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri. Dalam melaksanakan komunikasi terapeutik, perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup, keterampilan yang memadai, serta teknik dan sikap komunikasi yang baik. Perawat harus sadar dan menerima bahwa kehadirannya sangat dibutuhkan oleh klien. Integritas yang tinggi dari perawat akan mampu meyakinkan klien, klien menjadi sangat percaya dengan perawat, mengutarakan dengan sungguh-sungguh keluhannya, klien menjadi sadar bahwa dia menjadi pasien di rumah sakit, sehingga apa yang diinginkan untuk terbebas dari keluhan yang dihadapi akan tercapai (Nasir dkk, 2009). Istilah komunikasi terapeutik bagi sebagian besar perawat di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau sepertinya bukanlah merupakan suatu istilah yang baru dan asing. Hal ini disebabkan karena sejak awal berdirinya Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit jiwa yang banyak memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan komunikasi terapeutik di area keperawatan jiwa. Sejak berdirinya Rumah Sakit ini mulai mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa dengan membuka unit rawat inap, hal ini bertujuan untuk menunjang pelayanan kesehatan jiwa dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan sistem pelayanan kesehatan yang berkualitas. Berdasarkan survey awal berupa wawancara yang dilakukan terhadap perawat yang bertugas di unit rawat inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau, terhadap 10 orang perawat terdapat 6 orang diantara mereka tidak mengetahui tentang komunikasi terapeutik dengan benar dan 4 orang diantaranya mengetahui tentang komunikasi terapeutik dengan benar. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa seorang perawat tidak menerapkan fase-fase dalam komunikasi terapeutik, sehingga perawat lainnya tidak menerapkan komunikasi terapeutik. Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 3
Maka berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau 2014. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Apakah ada hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau 2014? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau 2014 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional dimana penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau 2014. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau, pada tanggal 22 September sampai tanggal 30 September Tahun 2014 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat ruang rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau, yaitu sebanyak 62 orang. Sampel. Sampel pada penelitian ini berjumlah 62 orang, dengan menggunakan teori sampling jenuh yaitu dilakukan dengan cara mengambil semua anggota populasi menjadi sampel. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian yaitu berupa kuisioner yang berisi sejumlah pertanyaan yang dibuat berhubungan dengan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Untuk mengetahui pengetahuan responden tentang komunikasi terapeutik (variabel independen), peneliti menggunakan kuisioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dimana responden hanya menchecklist petanyaan atau format yang dibuat peneliti. Untuk menegetahui penerapan komunikasi terapeutik oleh responden, peneliti menggunakan kuisioner yang terdiri dari 24 pertanyaan dalam bentuk check list. Analisa Data Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kemaknaan p value <0,05. Analisa data menggunakan bantuan program komputerisasi. Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 4
HASIL PENELITIAN Analisa Univariat Berdasarkan hasil penelitian diketahui Penerapan komunikasi Total Pengeta huan Ya terapeutik Tidak N % N % N % Kurang 8 12,9% 9 14,5% 17 32,3% Cukup 11 17,7% 14 22,6% 25 40,3% Baik 7 11,3% 13 21,0% 20 27,4% Jumlah 26 41,9% 36 58,1% 62 100% sebagian responden berada pada rentang umur 36-45 tahun yaitu sebanyak 32 orang (51,6%), responden dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 45 orang (72,6%), sebagian responden bepengetahuan cukup tentang komunikasi terapeutik yaitu sebanyak 25 orang (40,3%), dan sebagian responden tidak menerapkan komunikasi terapeutik yaitu sebanyak 36 orang (58,1%). Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Hasil analisis disajikan pada tabel 1 Tabel : Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau 2014 PEMBAHASAN A. Pengetahuan Perawat tentang komunikasi Terapeutik Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian responden bepengetahuan sedang yaitu sebanyak 25 orang (40,3%). Menurut peneliti hal ini disebabkan oleh faktor umur responden yang sebagian responden berada pada rentang umur 36-45 tahun yaitu sebanyak 32 orang (51,6%), dengan semakin bertambah umur seseorang maka akan semakin Pv bertambah keinginan dan pengetahuannya tentang kesehatan, apalagi pada saat sekarang ini semakin canggihnya 0,8 media elektronik dan informatika yang dapat menyebabkan seseorang semakin banyak mendapat ilmu pengetahuan. Menurut Notoatmadjo, (2007) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah umur. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru. Pada masa kini merupakan usia reproduktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterampilan, sosial, komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyuasaian dengan hidup baru, masa kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental, semakin bertambah umur seseorang maka akan semakin bertambah keinginan dan pengetahuannya tentang kesehatan. B. Penerapan Komunikasi Terapeutik Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa sebagian responden tidak menerapkan komunikasi terapeutik yaitu sebanyak 36 orang (58,1%). Menurut asumsi peneliti perawat tidak menerapkan komunikasi terapeutik karena tidak mengetahui tentang komunikasi terapeutik dengan benar dan tidak menerapkan fase-fase dalam komunikasi terapeutik, perawat cendrung hanya menanyakan identitas pasien dan tidak mengenalkan dirinya kepada pasien sehingga hubungan yang terepeutik antara perawat dan pasien tidak terbina dan fase-fase Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 5
komunikasi terapeutik tidak diterapkan. Menurut Riyadi dan Teguh (2009), fase orientasi atau perkenalan, tugas perawat pada fase ini yaitu; membina hubungan saling percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka dengan sikap yang terapeutik, menentukan penyebab klien mencari pertolongan dengan menunjukkan sikap yang terapeutik, mengidentifikasi masalah klien dengan teknik terapeutik, mengkaji perasaan, pikiran dan tindakan klien dengan sikap yang terapeutik, menjelaskan tujuan bersama klien, dengan sikap yang terapeutik. C. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Komunikasi Terapeutik Dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau 2014. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau 2014 dengan (p = 0,8), Dimana dalam hasil penelitian ini, responden dengan pengetahuan cukup tentang komunikasi terapeutik juga tidak menerapkan komunikasi terapeutik pada pasien ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Tampan. Hal ini diasumsikan oleh peneliti karenan belum ada kesadaran perawat untuk menerapkan komunikasi terapeutik dengan pasien. Selain itu hal ini disebabkan karena perawat yang berpengetahuan cukup tentang komunikasi terapeutik. Pengetahuan merupakan faktor penting untuk terbentuknya tindakan atau perilaku seseorang. Dengan meningkatnya pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik diharapkan akan terjadi perubahan perilaku kearah yang mendukung kesehatan pasien, Sehingga hal ini membuktikan tidak adanya hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2014. Menurut Stuart (2009), teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan jiwa karena dapat dijadikan alat untuk membina hubungan yang terapeutik, dalam komunikasi terapeutik juga terjadi penyampaian informasi, pertukaran perasaan dan pikiran sehingga pada akhirnya hasil yang diharapkan adalah terjadinya perubahan perilaku menjadi lebih baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kurniawan (2008) yang berjudul hubungan pengetahuan dengan penerapan komunikasi terapeutik yang didapatkan hasil tidak ada hubungan pengetahuan yang tinggi dengan penerapan komunikasi terapeutik yang tidak diterakan dengan p value=0.09. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan pada penelitian yang berjudul hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di ruang rawat Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 6
inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau 2014 sebagai berikut: 1. Sebagian responden berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 25 orang (40,3%). 2. Sebagian responden tidak menerapkan komunikasi terapeutik yaitu sebanyak 36 orang (58,1%). 3. Tidak ada hubungan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan penerapan komunikasi terapeutik pada pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau 2014 dibuktikan dengan p= 0,8 (α= 0,05). Saran 1. Rumah Sakit Jiwa Tampan Diharapkan kepada perawat agar meningkatkan penerapan komunikasi terapeutik yang lebih aplikatif sesuai standar yang ada, sehingga kesembuhan kepada pasien lebih cepat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. 2. Instansi Pendidikan Diharapkan hasil penelitian ini menjadi informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama mengenai penerapan komunikasi terapeutik. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya, khususnya tentang komunikasi terapeutik, dan juga diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan kepustakaan. DAFTAR PUSTAKA Dalami, Ermawati, (2010). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Trans Info Media: Jakarta Timur Edyana, A, (2008). Faktor yang berhubungan dengan kemampuan perawat pelaksanaan menerapkan teknik komunikasi terapeutik di Rumah Sakit Jiwa Bandung dan Cimahi. Tesis. Tidak dipublikasikan. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Evi, (2012). Hubungan Motivasi Dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik Oleh Perawat Pada Pasien Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta. Tidak Di Terbitkan. Universitas Indonesia. Hidayat, A, A, (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Kustiko, I Wayan& Shanti, I.M. (2009). Gambaran motivasi perawat dalam melakukan komunikasi di RS. Mitra Keluarga Kemayoran. Tugas akhi. Tidak dipublikasikan. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Meliono, Irmayanti. (2007). Pengetahuan. Diakses pada tanggal 20 maret 2014 dari htt://id.wikipedia.org/wiki/pen getahuan. Mundakir, (2006). Komunikasi Keperawatan, Graha Ilmu: Yogyakarta. Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 7
Nasir, dkk, ( 2009). Komunikasi dalam Keperawatan, Salemba Medika: Jakarta. Negreiros, (2007). komunikasi Terapeutik antara Perawat dan pasien di Rumah Sakit. Elektronika de Enfermagem (EBSCO). Diakses tanggal 25 April 2014 htt://lontar. Ui. As. Id. 2009, Asuhan Keperawatan Jiwa, Graha Ilmu: Yogyakarta. Sunaryo, (2002). Psikologi Untuk Keperawatan. EGC: Jakarta. Suryani, (2005). Komunikasi Terapeutik, Teori dan Praktik. Jakarta: EGC Triwahono, (2004). http://keperawatan.blogs pot.com.halusinasi.html. Diakses tanggal 19 Maret 2014 Notoatmodjo, Soekidjo, (2012). Promosi Kesehatan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. (2007). Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Rineka Cipta. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nursalam, (2002). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Propesional. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Priyanto, Agus, (2009). Komunikasi dan Konseling, Salemba Medika: Jakarta. Potter dan Perry, ( 2005). Fundamental Keperawatan, edisi 4, EGC: Jakarta.Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto, Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 8
Jurnal Keperawatan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 9