Mesomeri Jurnal Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III Metodologi Penelitian

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

3 Percobaan dan Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

PHARMACY, Vol.12 No. 01 Juli 2015 ISSN AKTIVITAS SITOTOKSIK ALKALOID DARI Cryptocarya archboldiana Allen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 PEMBAHASAN. (-)-epikatekin (5, 7, 3, 4 -tetrahidroksiflavan-3-ol) (73). Penentuan struktur senyawa tersebut

LIMA SENYAWA CALKON DARI KULIT BATANG CRYPTOKARYA PHOEBEOPSIS (LAURACEAE) DAN SIFAT SITOTOKSIKNYA TERHADAP SEL P 388, SEL HCT 166 DAN SEL A549

Tujuan penelitian ini adalah melakukan isolasi senyawa ekstrak aseton kulit

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 Pembahasan Artokarpin (35)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Artonin E (36)

4 Hasil dan Pembahasan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

3 Metodologi Penelitian

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

san dengan tersebut (a) (b) (b) dalam metanol + NaOH

Beberapa Senyawa Fenol dari Tumbuhan Morus macroura Miq.

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

4 Hasil dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

A PRENYLATED FLAVONE FROM THE HEARTWOOD OF Artocarpus scortechinii King (Moraceae)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

Isolasi Metabolit Sekunder dari Kulit Batang Kembang Sepatu (Hibiscus Rosasinensis) ) Nohong ), Hadijah Sabarwati ) Abstract

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

KARAKTERISASI SENYAWA FENOLIK PADA KULIT BATANG JABON (Anthocephalus cadamba (ROXB.) MIQ

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

Transformasi Gugus Fungsi Senyawa Baekeol Sebagai Model Pembelajaran Kimia di Sekolah Menengah Atas

Jurnal Kimia Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Pembahasan. 4.1 Sintesis Resasetofenon

IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN DALAM SELADA AIR (Nasturtium officinale R.Br)

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

PROFIL KIMIA TUMBUHAN PERSEA AMERICANA MILL. INDONESIA

ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA KIMIA DARI EKSTRAK n-heksan KULIT BATANG Garcinia rigida

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Agustus April 2013, bertempat di

Senyawa 1 C7H8O2 Spektrum IR senyawa C7H8O2. Spektrum 13 C NMR senyawa C7H8O2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

SENYAWA FENOLIK DARI FRAKSI METANOL BATANG TANAMAN ANDONG (Cordyline fruticosa) DAN AKTIVITAS SITOTOKSIKNYA TERHADAP SEL HeLa

Oleh : IQBAL MUSTHAPA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dari daerah Soreang dan Sumedang. Tempat penelitian menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

Deskripsi EKSTRAK BAHAN AKTIF DARI TUMBUHAN MELINJO (GNETUM GNEMON), PROSES PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA SEBAGAI ANTIKANKER KULIT

Santon Dari Kulit Batang Tumbuhan Asam Kandis (Garcinia cowa)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

J. Ind. Soc. Integ. Chem., 2014, Volume 6, Nomor 2. ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI DAUN BULIAN (Eusideroxylon zwagery T. et B)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

ABSTRAK. Isolasi dan Karakterisasi Flavonoid dari Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain ex King) Oleh: ASMAUL HUSNA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SINTESIS SENYAWA METOKSIFLAVON MELALUI SIKLISASI OKSIDATIF HIDROKSIMETOKSIKALKON

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret Juli 2014, bertempat di

Isolasi Senyawa Artobiloksanton dari Kulit Akar Artocarpus elasticus

SENYAWA GOLONGAN 2-ARYLBENZOFURAN DAN STILBEN DARI EKSTRAK METILEN KLORIDA (CH 2 CL 2 ) DAUN Artocarpus fretessi HASSK

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI... JUDUL.. LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR PUBLIKASI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

SENYAWA GERANIL-1, 3 -DIOKSO-PARA-KRESOL DARI EKSTRAK ETIL ASETAT (EtOAc) KULIT AKAR PALIASA (Kleinhovia hospita Linn.)

Isolasi Senyawa Fenolat dari Fraksi Etil Asetat Kulit Batang Tumbuhan Gandaria

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SATU SENYAWA STEROID DARI DAUN GEDI (Abelmoschus manihot L. Medik) ASAL SULAWESI UTARA

4 Pembahasan. 4.1 Senyawa Asam p-hidroksi Benzoat (58)

BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

III. BAHAN DAN METODA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di LIPI-UPT Balai. Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali menunjukkan

AKTIVITAS SITOTOKSIK SENYAWA TURUNAN FLAVONOID TERPRENILASI DARI BEBERAPA SPESIES TUMBUHAN ARTOCARPUS ASAL INDONESIA

Isolasi Senyawa Artonin E dari Ekstrak Kulit Akar Artocarpus elasticus

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

BABm METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

3. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1 Bagan alir lingkup kerja penelitian

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Desember 2014, bertempat di

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

N-METIL LAUROTETANIN DAN BOLDIN, DUA SENYAWA TURUNAN ALKALOID APORFIN DARI Cryptocarya tawaensis Merr (Lauraceae) Fera Kurniadewi a, Yana M. Syah b, Lia D. Juliawaty b dan Euis H. Hakim b a Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun 13220, Jakarta b Kelompok Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Departemen Kimia, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10 Bandung 40132, Indonesia *Corresponding author: ehhakim@yahoo.com Abstrak Cryptocarya (Lauraceae), yang dikenal dengan nama daerah medang merupakan salah satu kelompok tumbuhan endemik hutan tropik Indonesia. Kelompok tumbuhan ini secara fitokimia merupakan penghasil metabolit sekunder golongan alkaloid, α-piron, flavonoid dan triterpen. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, kajian fitokimia terhadap senyawa alkaloid dari spesies Cryptocarya tawaensis Merr (Lauraceae) belum pernah dilaporkan sebelumnya. Hasil penelitian terhadap spesies ini telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dua senyawa turunan alkaloid aporfin, yaitu N-metillaurotetanin (1) dan boldin (2), dimana struktur molekul kedua senyawa tersebut ditetapkan berdasarkan sifat fisika, data spektroskopi UV, IR, 1 H-NMR dan serta perbandingan dengan data senyawa standar yang telah dilaporkan. Senyawa 1 pernah dilaporkan sebelumnya dari spesies C. longifolia, sementara senyawa 2 baru pertama kali ditemukan dalam tumbuhan Cryptocarya. Berdasarkan penemuan kedua senyawa tersebut, dapat disimpulkan bahwa C. tawaensis dapat dikelompokkan ke dalam tumbuhan Cryptocarya penghasil alkaloid. Kata kunci: Alkaloid, Aporfin, N-metil laurotetanin, boldin, Cryptocarya tawaensis Merr, Lauraceae 1. Pendahuluan Tumbuhan Cryptocarya yang di Indonesia lebih dikenal dengan nama daerah medang atau huru termasuk dalam tumbuhan famili Lauraceae. Genus Cryptocarya memiliki sekitar 200 spesies yang tersebar di daerah Asia, Australia dan Melanesia. 1 Hasil penelusuran literatur memperlihatkan bahwa kajian fitokimia telah dilakukan terhadap 37 dari 200 spesies Cryptocarya, 13 spesies diantaranya berasal dari Indonesia. 2 Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa Cryptocarya menghasilkan beberapa jenis metabolit sekunder antara lain yang termasuk golongan senyawa alkaloid, α-piron, flavonoid, lignan, terpenoid, dan steroid dimana kandungan kimia yang paling banyak ditemukan dari genus ini adalah senyawa turunan alkaloid dan α-piron. 3 Salah satu spesies Cryptocarya yaitu C. tawaensis Merr., dipilih sebagai sampel penelitian ini, karena kajian fitokimianya belum pernah dilaporkan sebelumnya. Dalam makalah ini akan disampaikan penemuan senyawa turunan alkaloid aporfin, yaitu N- metillaurotetanin (1) dan boldin (2) dari ekstrak metanol kulit batang C. tawaensis Merr. Struktur molekul senyawa-senyawa tersebut ditetapkan berdasarkan data spektroskopi UV, IR, NMR 1-D, dan NMR 2-D serta perbandingan dengan data sejenis yang telah dilaporkan. Sedangkan sifat sitotoksiknya ditentukan dengan menggunakan sel murin leukemia P- 388. 2. Metodologi Penelitian Umum. Titik leleh ditentukan dengan micro melting point apparatus. Putaran optik diukur dengan polarimeter Perkin-Elmer 341 dalam MeOH. Spektrum UV dan IR ditetapkan dengan Cary Varian 100 Conc. dan Perkin-Elmer Spectrum One FT-IR spectrophotometers. Spektrum 1 H ditentukan dengan spektrofotometer JEOL ECP400, yang beroperasi pada 400 MHz ( 1 H). Kromatografi cair vakum menggunakan Si-gel 60 GF 254 (Merck), kromatografi kolom tekan menggunakan Si-gel 60 (230-400 mesh) (Merck), kromatografi radial menggunakan Sigel 60 PF 254 (Merck), dan analisis KLT menggunakan plat KLT Kieselgel 60 GF 254 0,25 Vol. 1, No. 2, Tahun 2011 77

mm (Merck). Pelarut yang digunakan semuanya berkualitas teknis yang didestilasi. Bahan. Sampel tumbuhan berupa kulit batang C. tawaensis Merr. dikumpulkan dari daerah Taman Nasional Kalimantan Barat. Tumbuhan tersebut diidentifikasi oleh staf Herbarium Bogorensis, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Ekstraksi dan Isolasi. Serbuk kulit batang C. tawaensis Merr. seberat 1.5 Kg dimaserasi dengan MeOH kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator pada tekanan rendah menghasilkan ekstrak MeOH kering seberat 111 gram. Ekstrak MeOH tersebut dilarutkan dalam campuran MeOH dan air (1:1) kemudian ditambahkan asam tartarat 1% sehingga terbentuk endapan. Setelah dilakukan penyaringan untuk memisahkan endapan yang terbentuk, dilakukan partisi cair-cair terhadap fasa MeOH-air dengan menambahkan EtOAc (3x200mL). Fraksi yang terlarut dalam EtOAc kemudian diuapkan sehingga mendapatkan ekstrak EtOAc kering yang mengandung senyawa non alkaloid seberat 11 gram. Fraksi yang terlarut dalam MeOH-air dibasakan dengan menambahkan NH 3 sampai ph mencapai 8-9. Fasa MeOH-air tersebut dipartisi cair-cair dengan menambahkan EtOAc (3x200mL) menghasilkan ekstrak EtOAc yang mengandung senyawa alkaloid seberat 3.086 gram. Terhadap ekstrak EtOAc tersebut dilakukan fraksinasi menggunakan kromatografi vakum cair dengan eluen campuran heksan:etoac yang ditingkatkan kepolarannya menghasilkan 7 fraksi: A(5 mg), B(3 mg), C(211 mg), D(306 mg), E(260 mg), F(652 mg) dan G(151 mg). Fraksi C dan D digabung, terhadap fraksi tersebut dilakukan fraksinasi dengan kromatografi radial menggunakan eluen campuran CHCl 3 /H/MeOH (6:3.5:0.5) menghasilkan 4 fraksi: CD 1 (72 mg), CD 2 (53 mg), CD 3 (23 mg), dan CD 4 (276 mg). Fraksi CD 1 difraksinasi menggunakan kromatografi radial dengan eluen campuran CHCl 3 /H/MeOH (6:3.8:0.2) menghasilkan senyawa 1 (20 mg). Fraksi E difraksinasi dengan kromatografi radial menggunakan eluen H/CHCl 3 (9:1) menghasilkan 4 fraksi: E 1 (1 mg), E 2 (14 mg), E 3 (14 mg) dan E 4 (180 mg). Selanjutnya, dengan metoda pemisahan yang sama, fraksi CD 4 difraksinasi menggunakan eluen campuran Mesomeri CHCl 3 /H/MeOH (6:3:1) menghasilkan 5 fraksi: CD 41 (2 mg), CD 42 (97 mg), CD 43 (13 mg), CD 44 (4 mg) dan CD 45 (180 mg). Gabungan fraksi E 4 dan CD 45 dimurnikan dengan menggunakan kromatografi radial dengan eluen CHCl 3 /MeOH (9.5:0.5) menghasilkan senyawa 2. Uji sifat biologis. Aktivitas biologis kedua senyawa tersebut dilakukan terhadap sel murin leukemia P-388 (sitotoksisitas). 1. Hasil dan Pembahasan Senyawa 1 diperoleh sebagai gum berwarna coklat dan mempunyai putaran optik [α] D 20 = + 100.0 (c 0,1 MeOH). Spektrum UV senyawa 1 dalam MeOH menunjukkan serapan pada λ maks 218, 281 dan 302 nm. Spektrum UV ini memperlihatkan adanya kromofor alkaloid aporfin. Penambahan pereaksi geser NaOH mengindikasikan bahwa senyawa 1 memiliki hidroksil bebas yang ditunjukkan dengan adanya pergeseran batokromik sebesar 26 nm. Dugaan senyawa alkaloid aporfin diperkuat spektrum IR yang memperlihatkan adanya vibrasi ulur C-O aril eter dan C-N pada ν maks 1084 dan 1238 cm -1 sedangkan serapan dari vibrasi ulur C-H alifatik muncul pada ν maks 2933 cm -1 dan vibrasi ulur C=C aromatik terlihat pada ν maks 1587-1464cm -1, selain itu adanya vibrasi ulur O-H terlihat pada ν maks 3420 cm -1. Spektrum 1 H NMR senyawa 1 memperlihatkan 3 sinyal proton aromatik singlet pada δ H 6,56, 6,77, dan 8,02 ppm yang sesuai dengan karakteristik sinyal proton aromatik singlet pada C-3, C-8, dan C-11. Adanya ketiga sinyal proton aromatik singlet tersebut menunjukkan cincin aromatik dari alkaloid aporfin tersebut tersubstitusi pada C-1, C-2, C-9, dan C-10 sebagaimana lazimnya aporfin pada tumbuhan Berdasarkan data spektroskopi tersebut maka struktur senyawa 1 disarankan N-metillaurotetanin (9-hidroksi 1,2,10-trimetoksiaporfin) (1). H 3 CO 11 1 9 3 3a 1a 11a 1b 7a 6a N-CH 3 OH N-metillaurotetanin (1) 4 H 7 5 78 Vol. 1, No. 2, Tahun 2011

Nilai pergeseran kimia dari spektrum 1 H-NMR, 13 C-NMR dan korelasi HMBC senyawa 1 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Data spektrum 1 H, 13 C-NMR dan HMBC N-Metillaurotetanin (1) No δ H (mult. J in Hz) δ C ppm HMBC ( 1 H 13 C) 1-151,8-1a - 126,3-1b - 126,9-2 - 144,0-3 6,56 (s) 110,1 C-1, C-1a, C-2, C-4 3a - 128,7-4 2,64 (dd, 3,3 & 16,1) 28,9 C-3, C-3a, C-5 3,13 (dd, 4,8 & 16,1) 5 2,48 (dd, 4,8 & 12,1) 53,2 C-4, C-6a 3,03 (dd, 3,3 & 12,1) 6a 3,01 (dd, 5,1 & 13,5) 62,4-7 2,54 (dd, 9,5 & 13,5) C-1a, C-6a, C-8 34,0 2,93 (dd, 5,1 & 9,5) 7a - 123,7-8 6,77 (s) 113,9 C-7, C-7a, C-9 9-145,3-10 - 144,9-11 8,02 (s) 112,1 C-9, C-10, C-11a 11a - 129,8 - N-CH 3 2,51 (s) 43,8-1-OCH 3 3,65 (s) 60,0 C-1 2-OCH 3 3,85 (s) 55,9 C-2 10-OCH 3 3,65 (s) 55,7 C-10 *Senyawa 1 diukur dalam aseton-d 6 Pembuktian lebih lanjut berkenaan dengan struktur senyawa 1 dilakukan dengan analisis spektrum HMBC dan NOESY. Spektrum HMBC senyawa 1 memperlihatkan adanya korelasi jarak jauh antara sinyal proton pada δ 6.77 ppm (H-8) dengan sinyal-sinyal karbon pada δ 145,3 (C-9) dan 123,7 (C-7a) ppm. Hal ini membuktikan bahwa gugus hidroksi terikat pada posisi C-9. Posisi gugus metoksi pada C-10 dapat dibuktikan dengan adanya korelasi jarak jauh antara sinyal proton pada δ H 8,02 ppm (H- 11) dengan sinyal karbon pada δ C 129,8 (C-11a) dan 144,9 (C-10) dan diperkuat spektrum NOESY yang memperlihatkan adanya korelasi antara proton pada δ H 8,02 ppm (H-11) dengan sinyal proton dari gugus metoksi pada δ H 3,65 ppm (10-OCH 3 ). Dua gugus metoksi lainnya ditentukan berdasarkan adanya korelasi jarak jauh antara sinyal proton pada δ H 6,56 ppm (H-3) dengan sinyal-sinyal karbon pada δ C 144 (C-2) dan 151,8 (C-1) ppm. Sementara itu, dengan cara yang sama, struktur senyawa 2 ditentukan. Hasil perbandingan data UV, IR, NMR dari senyawa 2 dan senyawa N-metillaurotetanin (1) memiliki tingkat kemiripan yang tinggi. (Tabel 2). Hal yang membedakan terlihat dari hilangnya sinyal dari satu gugus metoksil, dengan demikian maka substituen metoksil diganti dengan gugus hidroksil. Berdasarkan data spektroskopi tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa 2 adalah boldin (2,9-dihidroksi 1,10- dimetoksiaporfin) (2). HO H 3 CO 11 1 9 3 3a 1a 11a 1b 7a 4 H 6a 7 OH Boldin (2) 5 N-CH 3 Vol. 1, No. 2, Tahun 2011 79

Mesomeri Tabel 2 Data spektrum 1 H, dan 13 C - NMR boldin (2) No. C δ H (multiplisitas, J dlm Hz) δ C 2 2 2* 1-143,6 142,1 1a - 127,3 125,9 1b - 127,2 125,9 2-149,9 148,2 3 6,78 (s) 114,6 113,3 3a - 131,1 129,8 4 2,87 (dd, 4 & 13,6 ) 30,4 28,4 2,55 (dd, 4 & 10,3 ) 5 2,96 (m) 54,1 53,1 6a 2,97 (m) 63,7 62,4 7 2,37 (d, 12,1 ) 35,3 33,8 2,33 (d, 10,1 ) 7a - 131,9 130,2 8 6,55 (s) 115,6 114,2 9-146,8 145,1 10-147,0 145,6 11 7,96 (s) 112,1 110,1 11a - 124,2 123,5 N-CH 3 2,43 (s) 44,2 43,4 1-OCH 3 3,84 (s) 60,1 60,3 10-OCH 3 3,57 (s) 56,4 56,1 *Senyawa 2 diukur dalam aseton-d 6, senyawa 2* diambil dari Guinaudeau dkk. (1975) Pembuktian lebih lanjut penetapan struktur senyawa 2 ditentukan dengan membandingkan data 13 C NMR antara senyawa 2 dan boldin (2*) yang dilaporkan oleh Guinaudeau dkk. (1975) dimana pergeseran kimia dari masing-masing karbon memperlihatkan nilai yang mirip (Tabel 2). Penemuan dua senyawa turunan alkaloid ini, yaitu N-metillaurotetanin (1) dan boldin (2) pada C. tawaensis telah memberikan kontribusi penting terhadap fitokimia genus Cryptocarya. Penemuan ini memberikan informasi bahwa spesies C. Tawaensis merupakan spesies dari Genus Cryptocarya yang menghasilkan senyawa alkaloid dan secara kemotaksonomi dapat menjelaskan hubungan kekerabatan tumbuhan penghasil metabolit sekunder golongan alkaloid yaitu antara genus Cryptocarya dengan genus Litsea, Neolitsea, Aniba, Nectandra dan Ocotea, dalam famili Lauraceae. Sifat sitotoksik dari senyawa N- metillaurotetanin (1) dan boldin (2) ditunjukkan dari nilai nilai IC 50 berturut-turut 18.28μg/mL dan 21.5μg/mL Dari data tersebut memperlihatkan bahwa kedua senyawa tersebut tidak bersifat sitotoksik terhadap sel murine leukemia (P-388) Kesimpulan Dua senyawa alkaloid aporfin, N- metillaurotetanin (1) dan boldin (2) telah berhasil diisolasi dari kulit batang Cryptocarya tawaensis Merr. N-metillaurotetanin (1) sebelumnya pernah ditemukan dalam Cryptocarya longifolia sedangkan senyawa boldin (2) baru pertama kali ditemukan dalam genus tumbuhan Cryptocarya. Dengan ditemukannya kedua senyawa dalam C. tawaensis Merr., dapat disimpulkan bahwa spesies ini dapat dikelompokkan ke dalam tumbuhan Cryptocarya penghasil alkaloid. 80 Vol. 1, No. 2, Tahun 2011

Daftar Pustaka [1] Bick, R.C., dan Sinchai, W. (1978): Alkaloids of the Lauraceae, Heterocycles, 9(7), 903. [2] Juliawaty, L.D., Aimi,N., Ghisalberti, E.L., Kitajima, M., Makmur, L., Syah, Y.M., Siallagan, J., Tahayaka, H., Achmad, S.A., dan Hakim, E.H. (2006) : Chemistry of Indonesian Cryptocarya plants (Lauraceae), Chemistry of Natural products: Recent Trends & Developments, 339-423. [3] Gottlieb, O. R. (1972) : Chemosystematics of the Lauraceae, Phytochemistry, 11, 1537-1570 [4] Guinaudeau,, H., Leboeuf, M., dan Cave, A. (1975): Aporphine alkaloids. Lloydia, 38, 275 338. Vol. 1, No. 2, Tahun 2011 81