BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan proses akulturasi budaya Sabu di Sumba yang telah dilakukan sebelumnya, maka melalui penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Kebudayaan Sabu meliputi semua hal yang dimiliki oleh orang Sabu seperti perilaku, perasaan dan akal pikiran yang dihasilkan, dipelajari, dianut dan diwarisi dalam kehidupan dari setiap orang Sabu. Keberadaan kebudayaan Sabu memiliki nilai dan fungsi yang besar bagi kehidupan komunitas orang Sabu di Kambaniru dan Umalulu. Oleh karena itu, enkulturasi sebagai proses pembudayaan dipandang sangat penting dan harus dilakukan guna memgukuhkan identitas budaya Sabu. 2. Unsur-unsur budaya Sabu yang tetap dilestarikan ialah berupa penggunaan bahasa Sabu dalam pergaulan sehari-hari, pakaian adat, adat kenoto, adat kematian, sistem kekerabatan, kesenian, sistem organisasi, sirih pinang, kebiasaan he ngedo, budaya lontar, nilai dan norma dari kepercayaan jingitiu. Alasan unsur-unsur budaya ini tetap dipraktekkan di dalam komunitas Sabu ialah dipengaruhi oleh proses pewarisan budaya (enkulturasi dan sosialasi) yang dilakukan sejak kecil dimulai dari dalam keluarga hingga pada kehidupan masyarakat. Pelestarian unsur-unsur budaya juga tidak terlepas dari upaya memperkokoh identitas diri dan budaya dari komunitas orang Sabu di Kambaniru dan Umalulu. Identitas budaya ini memberikan makna akan jati diri dan pedoman perilaku bagi komunitas Sabu. Selain itu, faktor semangat nasionalisme juga turut mempengaruhi upaya pelestarian unsur budaya Sabu. 116
3. Melalui perjumpaan antara budaya Sabu dengan budaya Sumba ditemukan bahwa unsur-unsur budaya Sabu yang dilestarikan dan dipertahankan lebih dominan dari pada unsur-unsur budaya Sabu yang mengalami perubahan akulturatif. Hal ini disebabkan karena adanya proses enkulturasi budaya Sabu dengan tujuan untuk meneguhkan identitas budaya dari komunitas orang Sabu di Kambaniru dan Umalulu. 4. Akulturasi budaya komunitas Sabu di Sumba terjadi dalam proses perjumpaan komunitas orang Sabu dan masyarakat Sumba yang berbeda kebudayaan dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan terjadinya adaptasi dan pengadopsian unsur budaya lain ke dalam budaya sendiri, yang mana menambah nilai dan warna bagi budaya asli. Adapun pengadopsian unsur budaya tersebut tidak menghilang unsur budaya asli Sabu dan Sumba. 5. Proses akulturasi budaya Sabu di Sumba diwujudkan melalui unsur-unsur yang mudah diterima yakni berupa unsur peralatan sehari-hari, melalui cara berpakaian, bahasa,sistem bangunan, makanan, sistem perkawinan, dan kesenian. Adapun proses akulturasi ini dapat berlangsungketika didukung oleh beberapa faktor seperti potensi akulturatif yang dimiliki oleh kedua budaya, peranan individu yang mendukung proses akulturasi seperti keterlibatan dan peran para bangsawan, pemerintah NTT, kolonial Belanda, peranan agama Kristen serta semangat nasionalisme. 6. Adapun proses akulturasi tidak berlangsung secara cepat dan mudah. Hal ini dikarenakan adanya upaya pelestarian budaya dan ekunturasi budaya Sabu dalam komunitas orang Sabu, sikap feodalisme dan etnosentris dari golongan orang Sumba dan Sabu tertentu sehingga terjadi penolakan terhadap orang Sabu dan budayanya. 7. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa perubahan budaya yang terjadi dalam komunitas orang Sabu tidak hanya dipengaruhi oleh masyarakat Sumba, tetapi juga 117
keadaan geografis lokasi pemukiman dan peranan agama Kristen yang sangat mempengaruhi adat istiadat dan budaya orang Sabu di Kambaniru dan Umalulu. B. Saran Setelah melakukan penelitian dan menganalisa, maka rekomendasi yang penulis berikan mengenai pelestarian budaya dan proses akulturasi budaya Sabu di Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalulu, antara lain: 1. Bagi Komunitas Sabu : Pelestarian dan pewarisan budaya sangat penting untuk dipraktekkan dalam kehidupan orang Sabu. Pelestarian ini merupakan bagian dari upaya memperkokoh identitas budaya dan identitas nasional yang mana identitas ini memberi makna dan sarana membentuk jati diri dan pengembangan kepribadian orang Sabu. Pewarisan budaya Sabu dapat dilakukan mulai dari proses sosialiasi dan enkulturasi dimulai dari keluarga seperti penggunaan bahasa asli Sabu dalam kehidupan keluarga hingga pada pergaulan sehari-hari. Adanya peningkatan kualitas hubungan kekerabatan, yang sudah mulai longgar di antara setiap udu hubi dalam komunitas Sabu di Sumba dapat dilakukan melalui berbagai peristiwa dan pelaksanaan adat istiadat. Terkait dengan proses akulturasi, akibat perjumpaan dan proses akuluturasi budaya yang terjadi dalam komunitas Sabu sesungguhnya memperkaya budaya Sabu itu sendiri dalam proses adaptasi budaya dengan lingkungan masyarakat Sumba, akan tetapi di lain sisi, dapat menyebabkan lunturnya nilai dan adat isitiadat budaya Sabu jika tidak adanya pewarisan budaya dalam komunitas Sabu di Sumba Timur. Pewarisan budaya kepada generasi muda merupakan hal yang sangat penting bagi identitas budaya Sabu itu sendiri. 2. Bagi Gereja di Sumba. 118
Peran agama dalam hal ini gereja (GKS, GBI, GKII, GPdI, Adven dan lain-lain) dapat menolong dan mendukung perjumpaan dan interaksi antar budaya, proses akulturasi sehinggadapat terjalin hubungan yang harmonis antar budaya yang berbeda, jemaat yang adalah anggota dari kebudayaanjuga tidak mengalami kehilangan nilai budaya asli akibat akulturasibaik komunitas Sabu maupun masyarakat Sumba. Penggunaan unsur budaya dalam pelayanan gereja merupakan sebuah teladan yang diberikan gereja dalam hal penerimaan budaya yang berbeda dan juga termasuk suatu proses pewarisan budaya. Kehadiran gereja memiliki peran untuk menjaga dan menopang hubungan antar budaya Sabu dengan Sumba dan budaya lainnya agar tetap harmonis sebagai wujud persekutuan umat Tuhan. 3. Bagi masyarakat Sumba Timur. Masyarakat Sumba Timur dapat terus melestarikan budaya Sumba sebagai jati diri dan wujud identitas budaya. Perjumpaan dan interaksi dengan budaya lain tidaklah menjadi sebuah ancaman yang menyebabkan hilangnya nilai budaya asli, tetapi jika budaya asing diseleksi dan diolah dengan baik maka dapat memperkaya kazanah budaya Sumba sendiri. Hubungan persaudaraan antara orang Sumba dengan orang Sabu yang telah terjalin sejak dahulu kala harus tetap dipelihara dengan baik. Hal ini sangat penting untuk menjaga keutuhan dan kesatuan dalam masyarakat Sumba serta mencegah terjadinya konflik dan ketegangan sosial antar budaya. 4. Pemerintah Sumba Timur (Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalulu) Kehadiran berbagai budaya di Sumba memperkaya budaya Sumba dan budaya Indonesia sert dapat menjadi daya tarik bagi dunia luar. Pemerintah harus dapat terus melakukan pembinaan terhadap anggota masyarakat untuk menjaga dan mempertahankan ikatan kekerabatan dan nilai solidaritas yang telah terjalin dengan 119
harmonis sejak dahulu kala sehingga dapat mencegah terjadinya konflik dan ketegangan lainnya. 5. Bagi Penulis Menjadi bekal untuk dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan masyarakat Sumba baik dalam bidang pelayanan maupun dalam pergaulan sehari-hari. Selain itu juga berdasarkan temuan tesis ini, penulis merasa bangga menjadi orang Indonesia yang memiliki beragam budaya, secara khusus budaya Sabu dan budaya Sumba. Karena itu, penulis sangat termotivasi untuk dapat melestarikan identitas budaya Sabu, menghargai perbedaan dan mempelajari budaya Sumba, serta berupaya untuk mempertahankan hubungan kekerabatan dan persaudaran yang telah terjalin dengan baik dan harmonis antara komunitas Sabu dengan masyarakat Sumba. 6. Bagi para pembaca. Dalam pelaksanaan interaksi dan adaptasi sosial budaya antar budaya yang berbeda dapat memiliki sikap saling menghargai dan terbuka serta mengambil bagian atau berpartisipasi dalam hubungan kemasyarakatan sehingga terwujud suatu tatanan masyarakat yang harmonis terlepas dari segala konflik yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan dalam masyarakat. 120