BAB I PENDAHULUAN. Savunesse, Sawu, Rai Hawu. Di antara istilah-istilah itu, sebutan Sabu adalah istilah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Savunesse, Sawu, Rai Hawu. Di antara istilah-istilah itu, sebutan Sabu adalah istilah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sabu adalah nama suku dengan beberapa sebutan berbeda, antara lain Savu, Savunesse, Sawu, Rai Hawu. Di antara istilah-istilah itu, sebutan Sabu adalah istilah resmi yang digunakan oleh pemerintah dan saat ini tampaknya juga merupakan sebutan yang paling banyak digunakan oleh penduduk Sabu sendiri untuk menyebut daerah mereka. Sabu juga dikenal sebagai nama sebuah pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Orang Sabu sendiri mempercayai bahwa asal-muasal mereka berasal dari satu leluhur bernama Hawu Ga. Dalam kesehariannya, orang Sabu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa asli Sabu yang memiliki beberapa dialek, antara lain dialek Raijua, Mesara, Timu, dan Seba. Namun, hampir semua orang Sabu dapat mengerti bahasa yang digunakan meskipun dengan dialek yang berbeda-beda. Bahasa Sabu juga diperkaya oleh bahasa-bahasa lainnya, seperti bahasa Bima atau Sumba. Orang Sabu menganut dua sistem kekerabatan yakni localized patrilineal group (menurut garis laki-laki dan terikat dengan tanah tempat diam : udu dan kerogo) dan nonlocalized matrilineal group (menurut garis perempuan dan tidak terikat dengan tanah kediaman : hubi dan wini). Setiap orang Sabu mempunyai garis keturunan rangkap, yaitu udu dan kerogo dari pihak bapak serta hubi dan wini dari pihak ibu. Masyarakat Sabu dikenal sebagai masyarakat agraris (menyadap nira/udaya lontar, memasak gula dan lain-lain), nelayan dan beternak. Kesenian yang paling menonjol adalah seni tari dan tenun ikat. 1 Masyarakat Sabu menganut agama asli jingitiu 2 sebelum agama kristen masuk di pulau Sabu. Kini 80 % masyarakat Sabu menganut agama Kristen Protestan. Meskipun 1 bnd. Nico L. Kana, Dunia Orang Sawu, (Jakarta : Sinar Harapan, 1983), h Jingitiu merupakan sistem religi animisme dan dinamisme. Dalam sistem kepercayaan ini penghormatan dan pemujaan terhadap arwah leluhhur menduduki tempat yang sangat penting, khususnya nenek 1

2 pola pikir mereka masih banyak dipengaruhi oleh kepercayaan Jingitiu. Norma kepercayaan mereka masih tetap berlaku dengan kalender adat yang menentukan saat menanam dan upacara lainnya. 3 Dalam Kehidupan orang Sabu, khususnya dalam kehidupan religi, terkait erat dengan aspek-aspek kehidupan lain, yakni : bidang, ekonomi sosial dan budaya atau adat istiadat. Hal ini bermula dari pandangan bahwa semuanya harus didasarkan pada keselarasan dengan agama suku, atau atas pandangan bahwa segala sesuatu adalah merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Kuasa yang disebut dengan nama : Deo Mone Ae. Dalam segala segi kehidupan, setiap kegiatan selalu harus diawali dengan ritual-ritual keagamaan dengan maksud untuk memohon bimbingan, petunjuk, berkat serta penjagaan dari Deo. 4 Dalam sejarah kebudayan manusia, terdapat gerak perpindahan suku bangsa yang disebut dengan istilah migrasi. Adapun migrasi menyebabkan terjadinya perjumpaan antar kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda. Akibatnya, individu dalam kelompok itu dihadapkan dengan unsur kebudayaan para migran. Kontak hubungan ini menyebabkan masing-masing kelompok manusia mengalami proses sosial. 5 Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok manusia saling bertemu dan menentukan sistem serta bentukbentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Atau dengan perkataan lain, proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal-balik antara pelbagai segi kehidupan moyang pertama. Semua yang ada dibumi ini, Rai Wawa (tanah bawah) berasal dari Deo Ama atau Deo moro dee penyi (dewa mengumpulkan membentuk mancipta). Deo Ama sangat dihormati sekaligus ditakuti, penuh misteri. Menurut kepercayaan ini, Deo Ama mempunyai berbagai roh yaitu Pulodo Wadu (roh yang mengatur musim kemarau; Deo Rai (roh yang mengatur musim hujan); Deo Heleo (roh yang mengawasi kehidupan manusia) Tri Widiarto, Pengantar Antorpologi Budaya (Dasar-dasar Antropologi Budaya), (Salatiga: Widya Sari Press, 2007), h.56 2

3 bersama. Bentuk umum dari proses sosial ialah interaksi sosial. Syarat terjadinya interaksi sosial ialah adanya kontak sosial dan komunikasi. 6 Demikian halnya ketika orang Sabu migrasi ke pulau Sumba. Oleh karena keadaan geografis pulau sabu yang kecil dan sumber daya alam dan manusia yang kurang mendukung untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti musim kemarau panjang dengan musim hujan yang rendah, mata pencaharian bergantung pada iklim dan cuaca, lahan yang sangat kering, berbatu dan tidak subur, serta pendidikan yang masih rendah, sehingga mendorong terjadinya mobilitas penduduk Sabu yang sangat tinggi dan menyolok di seluruh daerah NTT. Maka terkenallah orang Sabu sebagai suku perantau yang mencari kehidupan lebih baik di luar pulaunya. Sumba menjadi salah satu pulau rantauan yang didatangi oleh suku Sabu. Migrasi orang Sabu ke Sumba terdiri dari beberapa gelombang, yang disesuaikan dengan faktor pendorong terjadinya mobilitas tersebut. Gelombang pertama, migrasi orang Sabu dalam jumlah yang kecil, dilakukan karena inisiatif sendiri dari mereka sendiri untuk mencari kehidupan yang lebih baik lagi. Gelombang kedua, dipengaruhi oleh kebijakan dan kepentingan Belanda. Pada awalnya berjumlah kecil namun sehubungan dengan kepentingan Belanda maka sekitar 400 orang sabu dipindahkan ke Sumba. Seiring perkembangan zaman, Golombang migrasi orang Sabu ke Sumba selanjutnya semakin meningkat jumlahnya dan sulit dikontrol, disebabkan kepentingan pribadi dari setiap individu yang bermigrasi. 7 Berdasarkan data sensus yang diperoleh Kana, dinyatakan bahwa orang Sabu masuk ke pulau Sumba pada tahun Mereka diekspedisi oleh Belanda (sesuai kesepakatan kontrak antara Sabu dan Belanda) untuk menghentikan kebiasaan orang Ende yang menyerang Sumba demi mendapatkan budak. Migrasi orang Sabu ke Sumba 6 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1982), h F. D. Wellem, Injil dan Marapu, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004 ), h.127; bnd. Wielenga, De Zending op Soemba (Hoenderloo,Ned. Zendingsraad, 1949), h. 12; Oe H. Kapita, Sumba di dalam Jangkauan Jaman, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976), h. 27 3

4 diawali oleh hubungan perkawinan antara anak Raja Melolo di Sumba Timur dan anak Raja Sawu di Haba. 8 Tahun 1876 dilaporkan bahwa jumlah orang Sawu di Sumba sudah cukup besar sehingga menunjukkan semacam supermasi. Kebanyakan mereka yang pindah ke Sumba adalah yang telah beragama Kristen. Imigran dari Sawu umumnya meneruskan cara hidup tradisionalnya di pemukiman yang baru ini, sebagai penyadap nira dan peladang. Namun migrasi di masa berikutnya lebih didorong oleh kehausan pendidikan lanjutan atau untuk mendapatkan lapangan kerja yang lebih sesuai. 9 Menjelang akhir abad ke-19, 10 pemerintah Hindia-Belanda mentransmigrasikan sejumlah orang Sabu ke Sumba. Mereka ditempatkan di Melolo (Umalulu), wilayah kerajaan Melolo, dan di Kambaniru, wilayah kerajaan Kambera, pantai Utara Pulau Sumba. Mereka merupakan koloni tersendiri, terisolasi dan terpisah dari masyarakat Sumba. Di sana mereka tetap memelihara adat-istiadat, budaya asli mereka. Orang-orang Sabu ini tidak berada di bawah kekuasaan Raja Melolo dan Raja Kambera, melainkan mereka di bawah kekuasaan Raja Seba di Sabu. Pemerintahan sehari-hari atas orang Sawu di Sumba dilaksanakan oleh seorang raja muda, masing-masing seorang di Melolo dan seorang di Kambaniru. Orang Kristen asal Sabu ini kemudian membentuk dua jemaat di Sumba, yaitu di Kambaniru dan Melolo. Inilah jemaat-jemaat Kristen pertama di Sumba. 11 Selain kisah di atas, terdapat juga kisah lain mengenai orang Sabu di Sumba. Menurut cerita rakyat Sumba, pada mulanya orang Sabu berdiam di Tanjung Sasar, di sebuah kampung yang bernama Paraingu Hau, artinya kampung Orang Sawu, sebelum 8 Menurut F.D. Wellem, pada waktu itu terjadi perkawinan orang Sabu dengan orang Sumba, misalnya anak Raja Mangili dan Melolo menikah dengan anak Raja Seba (Sabu) sehingga Raja Mangili dan Melolo memandang Raja Seba sengai saudaranya. Mereka saling membantu, seperti memberi tempat tinggal kepada orang Sabu, serta memberikan bantuan dalam memerangi musuhnya. Inilah sebabnya, di Mangili terdapat sekelompok orang Sabu. Kebanyakan transmigran Sabu beragama Kristen sehingga terbentuklah jemaat Melolo. Lih. F. D. Wellem, Injil dan Marapu, h Nico L. Kana, op.cit., h Menurut F.D Wellem, perpindahan ini terjadi sekitar tahun 1870-an, karena pada tahun 1876 telah terbentuk jemaat Sabu di Kambaniru. 11 F. D. Wellem, op. cit., h

5 mereka berlayar ke arah Timur untuk mencari tempat tinggal yang baru. Mereka yang tidak ikut pindah ke Sabu, menetap dan berintegrasi dengan masyarakat Sumba. Di samping itu, terdapat tuturan silsilah, baik yang beredar di kalangan suku Sumba maupun suku Sabu, yang mengatakan bahwa nenek moyang mereka bersaudara kandung, yaitu Hawu Meha dan Humba Meha. Humba Meha adalah saudara perempuan, sedangkan Hawu Meha adalah seorang laki-laki yang sulung. Humba Meha kawin dengan Umbu Walu Mandoku. Oleh karena itu, orang Sabu dihormati sebagai keturunan laki-laki. 12 Berdasarkan pemaparan sejarah migrasi orang Sabu ke pulau Sumba di atas, dapat dikatakan bahwa perpindahan orang Sabu ke Sumba, disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya ialah faktor ekonomi yakni untuk memperbaiki tingkat kehidupan yang lebih baik, untuk memperoleh lapangan pekerjaan. Faktor lainnya ialah unsur politis-keamanan, yang mana disebabkan oleh kolonialisasi Belanda sehubungan dengan faktor keamanan dan politik serta kegiatan pekabaran Injil. 13 Ketika orang Sabu bermigrasi ke Sumba, mereka membangun komunitas sendiri yang menunjukkan identitas budaya mereka dan selalu bermukim pada suatu tempat yang khusus dan ekslusif, seperti di pinggiran pantai, satu kelurahan seperti di Kambaniru, kecamatan Umalulu, serta daerah transmigrasi yang disiapkan oleh pemerintah NTT. 14 Ketika bermigrasi, orang Sabu tetap membawa dan memelihara adat istiadat dan budaya nenek moyang mereka. Namun dalam kehidupan sehari-hari di daerah Sumba, terjadi perjumpaan dan kontak antara orang Sabu dengan masyarakat Sumba (budaya lokal). Perjumpaan dan interaksi sosial antara orang Sabu dan orang Sumba ini terjadi melalui hubungan kawin-mawin, persaudaraan, hubungan dalam mata pencaharian, kerja sama bahkan juga permusuhan seperti perang antara orang Sabu dengan orang Sumba di 12 F. D. Wellem, op. cit., h Lih. F. D. Wellem, op. cit., h , 167; D. K. Wielenga, De Savoeneezen op Soemba (Sejarah orang Sabu di Sumba), h Wawancara Pdt. Pala Hambarandi S. Si., Teol pada tanggal Kamis, 8 Maret

6 Mbatakapidu, Mangili dan lain sebagainya. Kehadiran orang Sabu ke Sumba dan interaksi sosial yang terjadi di antara dua budaya ini terus terjalin hingga saat ini dan tetap dipertahankan. Adat istiadat dan budaya orang Sabu tetap terpelihara dengan baik. Sehingga ketika perjumpaan dan interaksi dengan orang Sumba, orang Sabu menunjukkan nilai budaya yakni ramah, saling menghormati, bertoleransi, suka bergaul dan bersolidaritas. 15 Dengan sikap seperti ini, kehadiran orang Sabu pun dengan mudah diterima dalam masyarakat Sumba dan proses interaksi sosial diantara dua budaya yang berbeda dapat berjalan dengan baik. Dalam proses perjumpaan dan interaksi sosial ini, sebagai pendatang, orang Sabu harus berupaya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan adat istiadat pribumi yaitu masyarakat Sumba. Sehingga dalam proses interaksi itu terjadi proses adaptasi terhadap lingkungan dan budaya Sumba dan juga proses pemeliharaan identitas budaya Sabu. Dalam mempertahankan identitas budaya Sabu, orang Sabu di Sumba tetap melakukan berbagai adat istiadat mereka. Dalam proses adaptasi, orang Sabu berupaya untuk berinteraksi dan menyesuaikan budaya Sabu dengan lingkungan dan budaya Sumba. Dalam perkembangannya selanjutnya, akibat pejumpaan atau hubungan sosial antara komunitas orang Sabu dengan masyarakat Sumba dalam berbagai kegiatan, terjadilah perjumpaan bahkan pengadopsian dan pencampuran antara kebudayaan Sabu dengan kebudayaan Sumba tidak akan terhindarkan. Fenomena inilah yang disebut dengan istilah akulturasi budaya Sabu dengan budaya Sumba. Adapun pengertian akulturasi mengacu pada pengaruh satu kebudayan terhadap kebudayaan lain atau saling mempengaruhi antara dua kebudayan, yang mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan. Definisi antroplog klasik Redfield, Linton, dan Herskovits: Akulturasi meliputi fenomena yang dihasilkan sejak dua kelompok yang 15 Wawancara dengan Bpk. Makana pada tanggal Kamis, 8 Maret

7 berbeda kebudayaannya mulai melakukan kontak langsung, yang diikuti perubahan pola kebudayaan asli salah satu atau kedua kelompok itu. Akulturasi adalah pola perubahan di mana terjadi penyatuan antara dua kebudayan. Penyatuan ini dihasilkan dari kontak yang berlanjut. Kontak ini dapat terjadi menurut sejumlah cara. Kolonisasi, perang, penaklukan dan pendudukan militer, migrasi, misi penyebaran agama, perdagangan, pariwisata, bersempadan, adalah sebagian di antara cara-cara yang memungkinkan dua kebudayaan dapat melanjutkan kontak. 16 Pemahaman ini menunjukkan pada sifat kebudayaan yang mengalami perubahan. Perubahan budaya ini terjadi sebagai bentuk adaptasi dan hasil dari kontak dan perjumpaan budaya Sabu dengan masyarakat Sumba. Meskipun demikian, kebudayaan Sabu tidak dengan mudahnya dapat berubah dan meninggalkan identitas aslinya. Hal ini nampak dengan adanya unsur-unsur budaya Sabu yang masih tetap dipertahankan dalam komunitas orang Sabu di Kelurahan Kambaniru dan kecamatan Umalulu. Berdasarkan realita ini, maka penulis ingin melakukan suatu penelitian mengenai budaya Sabu dalam perjumpaan dengan masyarakat Sumba Timur, khususnya di Kambaniru dan Kecamatan Umalulu yang tetap mempertahankan identitas budaya asli dan juga mengalami proses akulturasi budaya. Alasan peneliti memilih Kambaniru dan Umalulu, ialah karena pada dua wilayah tersebutlah merupakan wilayah pertama, di mana orang Sabu datang, menetap dan memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Sumba Timur hingga sekarang ini. Sedangkan persoalan-persoalan yang ingin diteliti ialah mengenai bagaimana proses perjumpaan orang Sabu dengan masyarakat Sumba, yang tentunya memiliki perbedaan budaya dan agama? Unsur budaya Sabu apa saja yang tetap dipertahankan meskipun telah berada di luar pulau Sabu dan ketika berjumpa dengan masyarakat Sumba dan budayanya? Mengapa orang Sabu tetap mempertahankan 16 Robert H. Lauer, Perspektif tentang Perubahan Sosial, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hal

8 budaya asli nya ketika mereka telah berada di Sumba dan berjumpa dengan masyarakat Sumba? Bagaimana proses akulturasi itu terjadi? Faktor-faktor pendukung orang Sabu, yang dengan latar belakang budaya dan identitas sosial yang berbeda, dapat berintegrasi dengan masyarakat Sumba dan memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Sumba (bidang pemerintahan, bidang sosial budaya dan dalam bidang agama)? Apa yang menjadi faktor pendukung proses akulturasi tersebut? Apakah kesamaan agama membuka peluang terjadinya integrasi dan akulturasi kedua budaya tersebut? Unsur budaya Sumba apa yang diadopsi oleh orang Sabu menjadi bagian dari kebudayaannya? B. Rumusan Masalah 1.Unsur-unsur budaya Sabu apa saja yang tetap dilakukan di Sumba dan unsur budaya Sabu apa saja yang mengalami perubahan akulturasi di kelurahan Kambaniru dan kecamatan Umalulu? 2.Mengapa unsur-unsur budaya Sabu tersebut tetap dipertahankan dan mengalami perubahan akulturasi? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai ialah antara lain : 1. Mendiskripsikan unsur-unsur budaya Sabu yang tetap dipelihara di Sumba dan unsur budaya yang mengalami perubahan akulturasi dalam masyarakat Sumba Timur khususnya di kelurahan Kambaniru dan kecamatan Umalulu. 2. Menganalisa alasan pelestarian budaya Sabu dan faktor terjadinya perubahan akulturasi dalam budaya Sabu di kelurahan Kambaniru dan kecamatan Umalulu. D. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan ialah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik dan 8

9 dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata, bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. 17 Metode yang digunakan ialah deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu usaha dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, kondisi, suatu pemikiran ataupun peristiwa-peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistimatis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. 18 a. Teknik pengumpulan data. Untuk penelitian ini sejumlah teknik diajukan, yaitu studi kepustakaan, wawancara, dan observasi. Penggunaan berbagai teknik penelitian diterapkan kepada para informan maupun sumber data yang berwujud dokumen yang relevan dengan fokus penelitian. b. Lokasi dari Penelitian adalah keluharan Kambaniru dan kecamatan Umalulu, kabupaten Sumba Timur c. Subjek Analisa dari penelitian ini adalah komunitas orang Sabu dengan tujuan untuk menggali pemahaman mengenai pelestarian budaya dan perubahan akulturasi yang terjadi dalam kehidupannya di Sumba Timur khususnya di Kambaniru dan kecamatan Umalulu. d. Waktu Penelitian : penelitian dengan teknik wawancara observasi ini akan dilakukan selama 2-3 minggu. e. Informan : penelitian ini akan mendapatkan berbagai informasi dari para informan antara lain : Tokoh-tokoh adat dalam masyarakat Sabu dan Sumba di Kambaniru dan kecamatan Umalulu Tokoh Intelektual Sabu-Sumba 17 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), 63 9

10 E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian diharapkan dapat memberi masukan bagi : Bagi komunitas Sabu dan masyarakat Sumba, hasil penelitian ini sebagai sumbangsih pemikiran untuk mengetahui dengan jelas sejarah berbagai suku (khususnya suku Sabu) dan budaya yang ada di masyarakat Sumba Timur, dan membangun hubungan antar budaya yang harmonis dengan melakukan interaksi sosial dan mengambil bagian atau berpartisipasi dalam hubungan sosial. Bagi Fakultas Teologi : diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pelengkap dan tambahan pengetahuan khususnya sehubungan dengan studi agama suku dan kebatinan; agama dan budaya serta teologi kontekstual, antropologi budaya, konseling lintas budaya dan sebagainya. Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi mahasiswa teologi yang berminat pada studi anthropologi-sosiologi serta yang akan terjun dalam pelayanan di masyarakat Indonesia yang memiliki keberagaman budaya. Bagi peneliti, selain menambah wawasan mengenai budaya Sabu dan Sumba, juga menjadi bekal bagi pelayanan peneliti di pulau Sumba dalam membangun hubungan dan komunikasi lintas budaya. F. Sistematika Penulisan Secara garis besar, penelitian tesis ini akan disusun dalam lima bab. Pada Bab I, Penulis memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Pada Bab II, penulis memaparkan mengenai landasan teori sebagai pisau analisa untuk menganalisis penelitian ini. Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori mengenai kebudayaan mengenai proses pelestarian budaya (enkulturasi) dan perubahan kebudayaan (akulturasi). Pada Bab III, penulis akan memaparkan hasil penelitian 10

11 berdasarkan rumusan masalah: unsur-unsur budaya Sabu apa saja yang tetap dipertahankan dan unsur budaya yang mengalami perubahan akulturasi. Pada Bab IV, penulis menganalisis alasan yang menyebabkan terjadinya pelestarian budaya Sabu dan perubahan akulturasi dalam budaya Sabu sesuai dengan pemaparan hasil penelitian di dalam bab III dengan memakai landasan teori bab II. Pada Bab V, penulis mengakhiri penulisan ini berupa kesimpulan dan saran. 11

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa mengenai perjumpaan budaya Sabudan proses akulturasi budaya Sabu di Sumba yang telah dilakukan sebelumnya, maka melalui penelitian ini

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku bangsa Sabu atau yang biasa disapa Do Hawu (orang Sabu), adalah sekelompok masyarakat yang meyakini diri mereka berasal dari satu leluhur bernama Kika Ga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku-sukubangsa yang tinggal di berbagai daerah tertentu di Indonesia. Masing- masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. perjumpaan budaya Sabu dengan budaya Sumba dan proses akulturasi budaya di Kambaniru

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. perjumpaan budaya Sabu dengan budaya Sumba dan proses akulturasi budaya di Kambaniru BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya mengenai perjumpaan budaya Sabu dengan budaya Sumba dan proses akulturasi budaya di Kambaniru dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Kemajemukan dari Indonesia tergambar dalam berbagai keragaman suku, budaya, adat-istiadat, bahasa dan agama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena, masyarakat adalah pencipta sekaligus pendukung kebudayaan. Dengan demikian tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau

BAB I PENDAHULUAN. Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Rote adalah sebuah pulau yang dahulu dikenal dengan sebutan Lolo Neo Do Tenu Hatu. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Nes Do Male atau Lino Do Nes yang berarti pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (stratifikasi sosial), yang mana terdiri dari kelas atas, kelas menengah dan

BAB I PENDAHULUAN. (stratifikasi sosial), yang mana terdiri dari kelas atas, kelas menengah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum dalam setiap komunitas masyarakat memiliki struktur sosial yang mengkategorikan anggota masyarakatnya ke dalam kelas sosialnya masingmasing (stratifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5

BAB I PENDAHULUAN. 1 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1976, p. 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang hidup dalam dunia pada umumnya menginginkan suatu hubungan yang didasari rasa saling mencintai sebelum memasuki sebuah perkawinan dan membentuk sebuah

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra,

BAB I PENDAHULUAN. asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak di benua asia, tepatnya di bagian asia tenggara. Karena letaknya di antara dua samudra, yaitu samudra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk menghadapi siklus kehidupan, salah satunya kematian. Didalamnya terdapat nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI IV.1 Pengantar Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab I bahwa meskipun sebagian besar masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya manusia adalah makhluk berbudaya yang hidup dan berkembang dalam

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya manusia adalah makhluk berbudaya yang hidup dan berkembang dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari yang namanya kebudayaan yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan baik secara individu maupun sosial. Pada hakekatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA BAB IV GAMBARAN UMUM DESA DEWA JARA 4.1. Letak Geografis Sumba Tengah Pulau Sumba terletak di barat-daya propinsi Nusa Tenggara Timur-NTT sekitar 96 km disebelah selatan Pulau Flores, 295 km disebelah

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. tersebut memiliki kaitan erat dengan cara pandang orang Sabu tentang sesama

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN. tersebut memiliki kaitan erat dengan cara pandang orang Sabu tentang sesama BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN 7.1. Kesimpulan Penelitian tentang pola tata spasial pada hunian orang Sabu di desa Kadumbul menemukan sebuah konsep mendasar, bahwa pola tata hunian tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat.

BAB I PENDAHULUAN. akan berubah entah itu memerlukan proses yang lambat ataupun cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan Sosial sering menjadi tema utama dalam proses penelitian ilmiah. Proses perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat pun dapat dilihat dalam berbagai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Teggara Timur ( ), membangun Keresidenan Timor di

BAB I PENDAHULUAN. Nusa Teggara Timur ( ), membangun Keresidenan Timor di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Hindia Belanda pada saat menguasai sebagian wilayah Nusa Teggara Timur (1810-1916), membangun Keresidenan Timor di Kupang sebagai daerah penyangga. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang multi culture yang berarti didalamnya terdapat berbagai macam keragaman budaya, budaya merupakan satu cara hidup yang berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang terjadi didalam hidup bermasyarakat yang menyangkut nama baik keluarga ataupun masyarakat. Hal ini diterangkan dalam buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya yang berada di daerah-daerah di dalamnya. Kebudayaan itu sendiri mencakup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebelum agama-agama besar (dunia), seperti Agama Islam, katolik, Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, ternyata di Indonesia telah terdapat agama suku atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma kebiasaan, kelembagaan

Lebih terperinci

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan)

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA HINDU (Studi Tentang Perilaku Keagamaan Masyarakat Islam Tradisional di Gununggangsir Beji Pasuruan) A. Latar Belakang Masalah Setiap agama bagi para pemeluknya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Asal-usul suku Banjar berasal dari percampuran beberapa suku, yang menjadi dominan adalah Suku Dayak bukit sebagai penduduk asli kesamaan itu dapat diidentifikasi

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai perbedaan latar belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam ciri-ciri fisik,

Lebih terperinci

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya, BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain. Perbedaan suku bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 LATAR BELAKANG MASALAH Orang Batak Toba sebagai salah satu sub suku Batak memiliki perangkat struktur dan sistem sosial yang merupakan warisan dari nenek moyang. Struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain

BAB I PENDAHULUAN. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain dalam satu negara. Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk secara permanen dari pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat manusia dan kebudayaan yang dihasilkannya adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Setiap manusia hidup dalam suatu lingkaran sosial budaya tertentu. Dimana dalam lingkungan sosial budaya itu senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk daerah Sumatera Utara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang pada dasarnya adalah pribumi. Suku bangsa yang berbeda ini menyebar dari Sabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa wilayah di Indonesia. Di pulau Sumatera sendiri khususnya di Sumatera Utara, suku Batak bisa ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai manusia kita telah dibekali dengan potensi untuk saling berkomunikasi. Manusia juga pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup, yaitu sebagai makhluk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasan

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri yang melambangkan kekhasan masing-masing daerah.

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri yang melambangkan kekhasan masing-masing daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat banyak sekali keragaman. Keragaman tersebut meliputi keragaman budaya, adat istiadat, bahasa, agama, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. dijadikan modal bagi pengembang budaya secara keseluruhan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis, letak Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke, menyebabkan Indonesia memiliki banyak pulau. Indonesia yang terkenal dengan banyak pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta, karya, rasa manusia untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki keanekaragaman suku yang tersebar diseluruh bagian tanah air. Masing-masing dari suku tersebut memiliki sejarahnya tersendiri. Selain

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

D. Dinamika Kependudukan Indonesia D. Dinamika Kependudukan Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Jumlah penduduk yang tinggal di Indonesia mencapai 256 juta jiwa (Worl Population

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang permasalahan 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia. Orang-orang Tionghoa asli sudah datang ke pulau Jawa jauh sebelum kedatangan orang Barat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kalimantan Selatan merupakan salah satu dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.

menghubungkan satu kebudayaan dengan kebudayaan lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan sebuah kebisaan yang lahir atas dasar perilaku seharihari yang dianggap berkaitan erat dengan kehidupan dan proses perilaku kebiasaan itu menjadi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kawasan Gunung Jati sebagai suatu tempat terjadinya interaksi dalam masyarakat suku Muna, memiliki karakteristik yang khas dari masing-masing masyarakat yang

Lebih terperinci

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan

B. Rumusan Masalah C. Kerangka Teori 1. Pengertian Pernikahan A. Latar Belakang Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan akan terwujud apabila manusia menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai

I. PENDAHULUAN. suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah masyarakat yang terdiri atas masyarakatmasyarakat suku bangsa yang secara bersama-sama mewujudkan diri sebagai satu bangsa atau nasion (nation),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 A Sopaheluwakan, Tjeritera tentang Perdjandjian Persaudaraan Pela (Bongso-bongso) antara negeri

BAB I PENDAHULUAN. 1 A Sopaheluwakan, Tjeritera tentang Perdjandjian Persaudaraan Pela (Bongso-bongso) antara negeri BAB I PENDAHULUAN Di Ambon salah satu bentuk kekerabatan bisa dilihat dalam tradisi Pela Gandong. Tradisi Pela Gandong merupakan budaya orang Ambon yang menggambarkan suatu hubungan kekerabatan atau persaudaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Jember merupakan percampuran dari berbagai suku. Pada umumnya masyarakat Jember disebut dengan masyarakat Pandhalungan. 1 Wilayah kebudayaan

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan di dunia, setiap makhluk hidup pasti tergantung pada 3 unsur pokok, yaitu: tanah, air, dan udara. Ketiga unsur tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aceh secara geografis terletak di jalur perdagangan Internasional yaitu selat malaka, banyaknya pelayaran dan pelabuhan di pantai Aceh membuat kapalkapal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan adat istiadat. Contoh dari keanekaragaman tersebut adalah keanekaragaman adat istiadat

Lebih terperinci

BAB III. (Di Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalalu)

BAB III. (Di Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalalu) BAB III PELESTARIAN BUDAYA SABU DAN PERUBAHAN AKULTURASI (Di Kelurahan Kambaniru dan Kecamatan Umalalu) Dalam bab ini, akan dibahas mengenai hasil penelitian yang dimulai dengan pembahasan deskripsi umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan suatu hasil cipta rasa dan karsa manusia yang bermakna, bukan sekedar dalam kata-kata, ia meliputi kepercayaan, nilai-nilai dan norma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki agama-agama suku dan kebudayaan-kebudayaan lokal serta masih dipelihara. Salah satu agama suku yang ada di Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan sebagai objek wisata. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tergabung dalam suku-suku, baik suku yang besar maupun. kepercayaan yang melandasi tata aturan hidup keseharian.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang tergabung dalam suku-suku, baik suku yang besar maupun. kepercayaan yang melandasi tata aturan hidup keseharian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia dengan bentangan wilayahnya yang luas mengandung banyak budaya dan adat istiadat yang beragam, hal ini terlihat dalam bentuk kehidupan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II pada tahun 1744 sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. universal artinya dapat di temukan pada setiap kebudayaan. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebudayaan suatu daerah dengan daerah lain pada umumnya berbeda, dan kebudayaan tersebut seantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Kebudayaan tersebut berkembang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup luas dari Sabang sampai Merauke dan dari Mianggas hingga Pulau Rote. Indonesia memiliki tidak kurang dari 400 suku

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah dikunjungi dari transportasi apapun sering menjadi primadona bagi pendatang yang ingin keluar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Setiap suku biasanya memiliki tradisi yang menjadi keunikan tersendiri yang menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku bangsa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci