2 PMSI MULTI IS D SISTM CM 2.1 Pemesinan C Multi xis Proses pemesinan dengan teknologi NC (numerical control) telah dikenal luas pemakaiannya pada saat ini. lectronics Industries ssociation (I) mendefinisikan NC sebagai sebuah sistem yang pergerakannya dikontrol oleh sekumpulan data numerik. Teknologi NC membuat transformasi yang cukup besar dalam dunia manufaktur, karena teknologi ini telah membuat berbagai kemajuan yang signifikan. Keunggulan yang dimiliki teknologi NC antara lain adalah kemampuannya untuk melakukan pemesinan secara cepat, akurat dan memiliki fleksibilitas tinggi. Sebuah mesin NC pada dasarnya tidak terlalu berbeda dengan mesin konvensional. agian-bagian utama dari sebuah mesin NC (milling) adalah kerangka mesin, spindel, bed, dan pahat. Pada awalnya, kita mengenal mesin NC dengan 3 axis, yaitu sumbu x, y dan z. Mesin ini banyak memiliki keunggulan seperti yang telah disebutkan tadi. Namun mesin NC dengan 3 axis ini memiliki kelemahan untuk melakukan pemesinan terhadap benda-benda dengan bentuk yang rumit, terutama pada bagian closed bounded volume (CV), yaitu bagian yang tidak terjangkau oleh pergerakan mata pahat 3 axis. Dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat, pada saat ini kita juga sudah dapat menemui mesin NC dengan multi axis (5 axis), di mana mesin tipe ini memiliki dua sumbu putar tambahan yang dapat terletak pada bed maupun pada pahatnya. Sumbu-sumbu putar ini biasa disebut sumbu, atau C. Gambar 2.1 Sumbu-sumbu pada mesin NC [9]
Gambar 2.2 Mesin NC 5 axis [9] Dengan menggunakan mesin NC 5 axis, pemesinan dapat menjangkau tempat-tempat yang yang sebelumnya tidak dapat dijangkau oleh mesin 3 axis. agian-bagian mesin 5 axis dapat melakukan tilting, yaitu pergerakan pada sumbu putar. Kemampuan tilting ini dapat terdapat pada pahat, meja, atau pada keduanya. Kesulitan yang biasa terjadi pada penggunaan mesin NC 5 axis adalah terletak pada kurangnya keahlian operator atau programmer mesin untuk membuat G- code mesin NC 5 axis. Karena pergerakannya yang kompleks, maka memang tidaklah mudah untuk membuat G-code secara manual. Keberadaan software CM yang mampu untuk membuat lintasan mata pahat bagi pemesinan 5 axis akan menjadi hal yang sangat membantu untuk mengatasi kesulitan ini. 2.2 Tipe Pemesinan da beragam tipe pemesinan yang ada saat ini, antara lain: 1. Turning Pemesinan yang digunakan pada benda kerja yang berputar terhadap sebuah sumbu, sedangkan pahat melakukan gerak makan. Pemesinan ini sering disebut dengan pembubutan.
Gambar 2.3 Proses Pembubutan [12] 2. Drilling Pemesinan yang digunakan untuk membuat lubang bundar pada benda kerja. Pahat berputar dan melakukan gerak makan terhadap benda kerja. 3. oring Pemesinan ini dilakukan untuk memperbesar lubang yang sudah ada. 4. Milling Pemesinan dilakukan dengan pahat yang berputar dan melakukan gerak makan terhadap benda kerja. Gambar 2.4 Proses Face Milling [12] Pemesinan milling ini secara umum ada dua tipe, yaitu tipe face milling dan peripheral milling. Pada face milling, bagian pahat yang banyak bersentuhan dengan benda kerja adalah pada bagian muka pahat seperti pada gambar 2.4. Sedangkan untuk peripheral milling, bagian pahat yang banyak bersentuhan dengan benda kerja adalah bagian sisi atau samping seperti pada gambar 2.5. Gambar 2.5 Proses Peripheral Milling [13]
Selain itu, pemesinan juga dibedakan berdasarkan tahap penyelesaian dalam pengerjaan benda kerja. Dalam hal ini, pemesinan setidaknya dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. pemesinan awal (roughing cut) Roughing cut dilakukan pada awal proses pemesinan terhadap suatu benda kerja, di mana tujuannya adalah melakukan pemakanan benda kerja dengan cepat, sehingga benda kerja dapat terbentuk mendekati hasil akhir yang diinginkan. 2. pemesinan akhir (finishing cut) Finishing cut dilakukan pada bagian akhir proses pemesinan, di mana tujuannya adalah mencapai dimensi dan geometri yang diinginkan, berikut toleransinya. Proses pemakanan dilakukan lebih lambat dibandingkan dengan roughing cut. 2.3 Software CM dalam Permesinan C Computer ided Manufacturing (CM) adalah suatu sistem teknologi berupa software komputer yang berfungsi untuk menjembatani antara sistem CD dan permesinan yang menggunakan NC. CM memiliki kemampuan untuk membuat alur mata pahat pada sebuah permesinan dengan input model 3D yang dihasilkan oleh sistem CD. Jenis file yang biasa digunakan sebagai input software CM adalah IGS atau STL. CM digunakan untuk pertama kali pada tahun 1971 untuk produksi bodi mobil di perusahaan otomotif Renault. Output dari CM yang terpenting adalah G-code yang dapat digunakan untuk mengoperasikan mesin NC. Selain itu, juga diperlukan data-data lain seperti jenis pemesinan yang akan dijalankan serta bentuk dan geometri pahat. iasanya sebelum software CM memberikan output berupa G-code, maka software tersebut akan mensimulasikan gerakan pahat relatif terhadap model yang dikerjakan. Software CM yang saat ini banyak digunakan di dunia antara lain adalah UGS N4, MasterCam, SolidCM, dan lain-lain. Salah satu sumber data yang bisa dipakai untuk membuat sebuah sistem CM adalah data model yang terbuat dari triangular mesh atau faceted model. Hal ini akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.
2.4 Struktur Model Faset dan Format Stereolithography Sebuah data model 3 dimensi (3D) dapat direpresentasikan dalam bentuk data model faset, yang merupakan model berbasis triangular mesh. Untuk membuat triangular mesh ini, model 3D dibentuk berdasarkan kumpulan titik yang menyerupai awan (points cloud) dan dihubungkan susunannya ke dalam segitiga (triangulasi). Proses ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan (Syaefudin, 2008), yaitu: a. dibuat langsung dari points-clouds yang diperoleh dari rekayasa balik (reverse engineering) dan biasanya diperoleh dari pembacaan pada obyek nyata menggunakan alat pembaca (3D scanner) yang direpresentasikan pada bounding box (ruang pembatas) b. triangulasi dari model solid / parametrik. Sebuah model 3D yang direpresentasikan dalam bentuk model faset, dapat digambarkan seperti sebuah wireframe yang berbentuk segitiga-segitiga yang saling berhubungan. Gambar 2.6 Perbandingan antara Model Faset dengan Resolusi Rendah (kiri) dan Resolusi Tinggi (kanan) [11] Keakurasian bentuk yang didapat dengan model faset ini ditentukan oleh tingkat resolusi yang digunakan dalam proses triangulasi model. Semakin tinggi tingkat resolusi yang digunakan, maka bentuk dan geometri yang didapatkan akan semakin mendekati model yang sebenarnya. Tingginya resolusi juga berarti semakin banyaknya segitiga yang digunakan untuk membentuk model tersebut, yang mana secara otomatis juga akan memperbesar ukuran file yang digunakan untuk menyimpan data model ini.
Segitiga-segitiga pembentuk model faset memiliki normal, yang merupakan pembeda antara bagian permukaan (luar) dari segitiga tersebut dengan bagian dalamnya. Hal ini akan sangat berguna dalam proses analisis bentuk model faset 3D nantinya. Orientasi normal ini ditentukan dengan metode tangan kanan (right hand rule) yang harus diterapkan secara konsisten terhadap seluruh bagian model. Gambar 2.7 Penentuan normal faset dengan right-hand rule [11] Selain itu, segitiga-segitiga tersebut harus saling menempel antara sisi (edge) dengan sisi, sehingga vertex (titik) pun hanya akan bertemu dengan vertex, bukan dengan sisi. Sistem fasetisasi ini disimpan dalam sebuah struktur data dengan format file stereolithography (STL). Format file ini dapat berupa struktur binary maupun SCII. File STL dalam struktur SCII dapat kita baca dengan menggunakan text editor, dan dapat kita olah lebih lanjut untuk kepentingan analisis. Format file ini memuat informasi normal dan ketiga vertex dari setiap segitiga, yang mana setiap elemen tersebut direpresentasikan dengan 3 bilangan. Untuk normal, ketiga angka ini menunjukkan arah vektor normal dalam i, j dan k. Sedangkan untuk vertex, ketiga bilangan tersebut menunjukkan koordinat vertex dalam sumbu x, y dan z. Setiap file STL itu sendiri selalu dimulai dengan kata solid, dan diakhiri dengan kata endsolid. Contoh file STL dalam struktur SCII adalah sebagai berikut:
Gambar 2.8 Contoh file STL Pengubahan sebuah model 3D menjadi model faset sudah dapat dilakukan dengan menggunakan software-software CD yang ada sekarang. Dengan menggunakan utodesk Inventor, tahapan yang digunakan adalah sebagai berikut: save model 3D pada menu file, pilih save copy as ubah tipe file ke format.stl tentukan tingkat resolusi pembentukan triangulasi save dalam model faset 2.5 Geometri dalam Model Faset 2.5.1 Titik perpotongan antara garis dengan segitiga Dalam proses analisis nantinya, kita akan menemui bahwa untuk menentukan karakter permesinan pada sebuah titik kontak antara pahat dengan model atau yang biasa disebut cutting contact point (cc point), maka kita harus menentukan cc point tersebut jatuh pada segitiga yang mana saja dalam sebuah model faset. Jika kita ibaratkan cc point sebagai sebuah garis tegak lurus sumbu z pada model faset yang
berada pada sebuah sumbu kartesian, maka garis ini akan berpotongan dengan segitiga-segitiga yang ada dalam model tersebut. Untuk menentukan sebuah cc point jatuh di dalam segitiga atau tidak, maka kita dapat mengecek keberadaan titik tersebut terhadap ketiga sisi segitiga yang berupa garis. Dalam hal ini, kita dapat menuliskan persamaan sebuah garis: ax + by = c (2.1) di mana jika ada sebuah titik dengan koordinat (m,n) maka jika koordinat tersebut kita masukkan ke dalam persamaan: -(y 2 y 1 ).m + (x 2 x 1 ).n + (x 1.y 2 x 2.y 1 ) = k (2.2) C (m,n) Gambar 2.9 Titik di dalam Faset Di mana (x 1,y 1 ) dan (x 2,y 2 ) adalah dua vertex pembentuk sisi segitiga C. Jika rumus ini diterapkan pada ketiga sisi secara berurutan, C dan C, sehingga didapatkan nilai k 1, k 2, dan k 3, maka ketika nilai semua k tersebut memiliki tanda yang sama, maka dapat diartikan bahwa titik tersebut ada di dalam segitiga tersebut. 2.5.2 Penentuan Tinggi Titik dalam idang Ketika sebuah segitiga berada pada sebuah sumbu kartesian 3D, dan segitiga itu berpotongan dengan sebuah titik (cc point), maka di mana pun posisi titik tersebut dalam segitiga, maka kita harus mampu untuk menentukan ketinggian titik tersebut dalam sumbu kartesian. Misalkan sebuah segitiga dengan vertex-vertex, dan C yang dilewati garis cc point yang berpotongan dengan segitiga C tersebut di titik D.
Gambar 2.10 cc point berpotongan dengan faset C pada titik D Untuk mendapatkan koordinat titik, kita harus mencari persamaan vektor dan C, dengan persamaan sederhana: 1 2 1 1 2 1 x x x x y y y y = (2.3) Dengan mensubstitusikan salah satu persamaan ke persamaan lainnya maka akan kita dapatkan koordinat titik. Dan untuk mendapatkan koordinat z dari titik kita dapat menggunakan perbandingan vektor seperti berikut: Vektor C = m x vektor atau Vektor = n x vektor D Sehingga: = + m(c-) atau = + n(d-) + = C C C n. (2.4) Untuk mencari tinggi atau koordinat z titik D dapat dilanjutkan dengan persamaan berikut: + = D D D n. (2.5) 2.5.3 Penghitungan Vektor ormal pada CC point Penghitungan normal pada cc point diperlukan untuk menentukan orientasi mata pahat pada cc point yang bersangkutan. Pada proses pembuatan lintasan pahat pada sistem-cm berbasis model faset, cc-point akan muncul pada : C D
a. Pada vertex segitiga. b. Pada sisi segitiga. Gandjar Kiswanto (2005) menerangkan bahwa jika cc-point terletak pada vertex segitiga, maka ada dua metode penghitungan vektor normal, yaitu Resultan ormal dan Resultan ormal erbobot. i) Resultan Normal. Vektor normal sebuah cc-point sama dengan vektor normal vertex yang letaknya sama dengan cc-point tersebut. Dalam hal ini perhitungan dilakukan dengan menghitung resultan vektor normal beberapa segitiga yang mengelilingi vertex tersebut, atau dengan kata lain resultan vektor normal dari segitiga-segitiga yang salah satu vertexnya adalah vertex yang bersangkutan. Persamaan yang digunakan untuk metode ini adalah : ni i n = (2.6) i n i Di mana n adalah vektor normal vertex (cc-point), dan n i adalah vektor normal segitiga ke-i yang mengelilingi vertex tersebut. ii) Resultan Normal erbobot. Pada metode ini, luas setiap segitiga juga diperhitungkan bersama dengan vektor normal segitiga yang mengelilingi vertex yang bersangkutan. Persamaan yang digunakan untuk metode ini adalah : Di mana ai ni i n = (2.7) ai ni i a i adalah luas segitiga ke-i yang mengelilingi vertex yang bersangkutan, dan adalah luasan total dari seluruh segitiga tetangga. Gambar 2.11 Vektor normal cc-point pada perhitungan Resultan Normal erbobot [8]
Jika cc-point terletak pada sisi segitiga, maka ada dua metode penghitungan vektor normal, yaitu Resultan ormal idang dan Interpolasi ormal Vertex. i) Resultan Normal idang. Menghitung vektor normal cc-point yang jatuh pada sebuah edge berdasarkan resultan vektor normal segitiga yang memiliki afiliasi langsung dengan edge tersebut. Gambar 2.12 Vektor normal cc-point pada perhitungan resultan normal bidang [8] Vektor normal ini dapat dihitung dengan persamaan ( n j + nk) ( n + n ) n= (2.8) j k Dimana n j dan n k adalah vektor normal dari segitiga-segitiga yang bersisian dengan edge tempat cc-point berada. ii) Interpolasi Normal Vertex. Vektor normal cc-point dihitung berdasarkan interpolasi linear vektor normal dua vertex penyusun edge, tempat cc-point yang bersangkutan berada. Gambar 2.13 Vektor normal cc-point Pada Interpolasi Normal Vertex [8]
erdasarkan Gambar, vektor normal n(s) di mana s [0,1] (s adalah perbandingan antara panjang sisi H dengan sisi ) pada sisi dapat dihitung sebagai berikut, ( n j + nk) ( n + n ) n= (2.8) j k Perhitungan vektor normal ini nantinya akan digunakan pada penentuan orientasi pahat untuk mendapatkan kualitas permukaan hasil permesinan yang baik. 2.5.4 Cross Product Dalam matematika, cross product atau perkalian silang adalah sebuah operasi biner antara 2 buah vektor dalam sebuah bidang 3 dimensi yang akan menghasilkan vektor baru yang tegak lurus terhadap dua vektor pembentuknya. Gambar 2.14 Cross Product [14] Formula yang dipakai untuk menghitung cross product adalah: a b= ab. sinθ. nˆ (2.9) Di mana a dan b adalah dua vektor pembentuk operasi cross product, dan θ adalah sudut terkecil yang terbentu antara a dan b, serta nˆ adalah unit vektor yang tegak lurus terhadap bidang yang memuat vektor a dan b.