BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan Citra SPOT 4 dan IKONOS yang digunakan merupakan dua citra yang memiliki resolusi spasial yang berbeda dimana SPOT 4 memiliki resolusi spasial medium sebesar 20 meter sedangkan IKONOS memiliki resolusi spasial tinggi sebesar 1 meter, sehingga berdampak terhadap kenampakan obyek-obyek pada kedua citra tersebut. Sudah tentu bahwa pada citra SPOT 4 sulit dilakukan identifikasi obyek yang merupakan bangunan walaupun pada citra SPOT 4 tidak ditemukan adanya awan, sehingga menyulitkan dalam pemilihan GCP untuk koreksi geometris dan melakukan klasifikasi. Sedangkan pada citra IKONOS tergolong lebih mudah dalam pemilihan GCP untuk koreksi geometris dan melakukan klasifikasi karena resolusi spasial yang tinggi sehingga mudah dalam identifikasi obyek, namun kendalanya adalah adanya awan beserta bayangannya. Selain itu, dalam proses interpretasi obyek dialami juga kesulitan, sehingga bahkan kerusakan yang tidak disebabkan oleh gempa bumi terkadang diinterpretasikan sebagai kerusakan yang disebabkan oleh gempa bumi. 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan Peta rupabumi yang digunakan pada penelitian ini merupakan Peta Rupa Bumi Kabupaten Bantul skala 1 : 25.000 sebagai referensi dalam pemilihan GCP dalam tahapan koreksi geometrik. Sebenarnya referensi ini kurang cocok digunakan untuk mengoreksi citra yang beresolusi tinggi yaitu citra IKONOS yang beresolusi spasial 1 m. Seharusnya citra IKONOS ini menggunakan peta skala besar (1: 2000) sebagai referensi atau dapat menggunakan data hasil pengamatan GPS geodetik di lapangan sebagai referensinya sehingga data hasil pengolahan benar-benar valid digunakan untuk suatu perencanaan rekonstruksi. Akibatnya jika citra yang telah terkoreksi ditampalkan dengan peta refernsi terdapat sedikit pergeseran atau tidak persis saling bertampalan. Berbeda dengan citra SPOT 4 21
yang memiliki resolusi spasial 20 m, sehingga Peta Rupa Bumi Kabupaten Bantul skala 1 : 25.000 dapat memenuhi tolerasi untuk digunakan dalam mengoreksi citra SPOT 4 tersebut. 4.3 Analisis Terhadap Koordinat GPS dari Bangunan Rusak dan Tidak Rusak Koordinat GPS dari titik-titik lokasi bangunan rusak dan tidak rusak diambil pada waktu yang tidak lama setelah terjadinya gempa sehingga cukup baik digunakan sebagai data referensi untuk validasi bagi hasil klasifikasi dari dua citra yaitu SPOT 4 pra gempa dan IKONOS pasca gempa. Namun GPS yang digunakan merupakan GPS navigasi (hand-held) yang terintegrasi dengan kamera sehingga henya memiliki ketelitiannya sebesar kurang lebih 10 meter serta dikarenakan pengambilan koordinat bersamaan dengan pengambilan foto maka titik koordinat yang didapatkan bukan merupakan titik koordinat lokasi bangunan sebenarnya melainkan meleset beberapa meter dari arah depan, kiri atau kanan, sehingga saat dilakukan overlay dengan citra hasil klasifikasi yang menggunakan kombinasi antara ciri spektral dan ciri tekstur dari citra IKONOS dan SPOT 4, koordinatkoordinat GPS tersebut tidak sesuai dengan piksel-piksel bangunan rusak maupun tidak rusak pada citra melainkan mengalami pergeseran. 4.4 Analisis Tahap Koreksi Geometrik Kualitas citra hasil koreksi geometrik akan mempengaruhi nilai kecerahan citra. Hal ini tentu saja juga akan berpengaruh hasil ekstraksi ciri tekstur. Karena semua proses tersebut menggunakan nilai kecerahan dalam proses perhitungannya. Oleh karena itu, tahap koreksi geometrik ini menjdi sangat penting dalam menentukan kualitas dari hasil penelitian ini. Koreksi geometrik dilakukan pada masing-masing citra dengan memilih sejumlah titik kontrol (GCP) yang dapat diidentifikasi secara jelas. Objek yang paling mudah untuk dijadikan titik kontrol adalah perpotongan jalan. Objek lain yang 22
juga digunakan sebagai titik kontrol adalah lekukan sungai. Nilai RMSE pada penentuan GCP untuk masing-masing scene dapat diihat pada Tabel 4.1. RMSE Citra SPOT IKONOS Total 4,868 3.569 Rata-rata 0,4868 0,3569 Tabel 4.1 Nilai RMSE pada penentuan GCP untuk masing-masing citra. Dari tabel 4.1 nilai rata-rata RMSE untuk masing-masing citra masih di bawah nilai toleransi yang ditentukan sebesar 1 pixel. Ketelitian penentuan GCP sangat menentukan terhadap nilai RMSE yang diperoleh. Dalam penelitian ini, hasil koreksi geometrik yang telah dilakukan diperiksa ketelitiannya menggunakan titik ICP yang tersebar merata di dalam lingkup GCP. Nilai RMSE pada penentuan ICP untuk masing-masing scene dapat diihat pada Tabel 4.2. RMSE Citra SPOT IKONOS Total 3,542 4,436 Rata-rata 0,3524 0,4436 Tabel 4.2 Nilai RMSE pada penentuan ICP untuk masing-masing scene. Dari tabel 4.2 nilai rata-rata RMSE untuk masing-masing citra masih di bawah nilai toleransi yang ditentukan sebesar 1 pixel. Dengan demikian, data citra yang terkoreksi yang digunakan pada peneltian ini masih bisa diterima dan digunakan untuk pengolahan citra selanjutnya. 23
4.5 Analisis Terhadap Proses Ekstraksi Informasi Tekstur dengan Metode Entropy Pada tugas akhir ini ekstraksi informasi tekstur dilakukan dengan menggunakan metode entropy. Metode entropy menghitung ciri tekstur ini berdasarkan matriks kebergantungan derajat keabuan. Hasil hitungan dari nilai entropy ini juga dipengaruhi oleh jumlah hubungan spasial dari pasangan piksel yang berdekatan. Semakin kecil ukuran windows maka semakin sedikit jumlah pasangan piksel yang berdekatan. Selain itu, berdasarkan algoritma perhitungannya, nilai entropy juga dipengaruhi oleh variasi nilai kecerahan dalam satu windows yang akan dihitung nilai entropynya. Semakin bervariasi nilai kecerahannya berarti semakin kecil nilai entropy yang akan diperoleh. Dengan kata lain, nilai entropy akan maksimum untuk citra suatu area yang homogen (dengan tingkat kecerahan yang relatif sama). Dapat juga dikatakan bahwa nilai entropy pada suatu citra mencerminkan tingkat homogenitas objek atau area pada citra. 4.6 Analisis Tahap Klasifikasi Citra Pada tahap ini, digunakan tiga macam tipe data sebagai input untuk proses klasifikasi citra. Teknik klasifikasi yang dilakukan adalah klasifikasi terawasi dengan metode maximum likelihood. Pada tahap ini, pemilihan sampel kelas untuk klasifikasi pada saat melakukan training site lebih sulit bila menggunakan data hasil entropy maupun hasil kombinasi data antara citra dengan ciri spektral dan citra dengan ciri tekstur. Hal ini disebabkan pada citra hasil entropy ini sulit mengidentifikasi objek atau detil-detil yang bisa dikategorikan sesuai dengan kategori kelas untuk identifikasi bangunan rusak dan tidak rusak. Sebagai antisipasinya, pemilihan training site pada dua tipe data ini dilakukan dengan mengekspor hasil training site dari citra dengan ciri spektral saja. Hal ini dilakukan dengan jaminan bahwa ketiga citra tersebut memiliki datum dan sistem koordinat yang sama. Selain itu, pemilihan training site pada citra dengan ciri spektral pun hanya dilakukan dengan identifikasi secara visual saja. Selain itu dikarenakan pada citra SPOT 4 yang beresolusi spasial 20 m sulit diinterpretasi 24
bangunannya maka training site yang digunakan merupakan training site dari interpretasi citra IKONOS beresolusi 1 m. 4.7 Analisis Hasil Klasifikasi dengan Validasi Citra hasil klasifikasi dari kombinasi informasi spektral dan tekstur memberikan hasil yang paling baik dibandingkan dengan hasil ekstraksi informasi spektral atau tekstur saja berdasarkan hasil validasi dari besarnya pergeseran antara piksel hasil klasifikasi dengan koordinat GPS paling kecil dibandingkan dengan hasil ekstraksi informasi spektral atau tekstur saja. Ukuran windows 7x7 memberikan hasil yang paling baik berdasarkan hasil validasi dari besarnya pergeseran antara piksel hasil klasifikasi dari kombinasi dari informasi spektral dan tekstur dengan koordinat GPS paling kecil dibandingkan dengan ukuran window lainnya (3x3, 5x5, 9x9). 25