BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
PARTISIPASI MASYARAKAT DESA HUTAN DALAM PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KPH CEPU PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan mahkluk hidup di bumi. Kekayaan alam bermanfaat

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat).

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kemandirian Ekonomi Melalui Sertifikasi Hutan Rakyat (Kasus. di Gunungkidul) Ir. Murbani Dishutbun Kab. Gunungkidul. 6 Februari 2009 Bogor - Indonesia

DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

PROFIL LMDH TLOGO MULYO

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

PENELITIAN PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH SEKITAR HUTAN DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

Keywords: co-management, community empowerment, sharing of wood production

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA HUTAN

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA (WAWANCARA) Pertanyaan untuk Perum Perhutani KPH Kedu Utara di RPH Temanggal

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah

STUDI PEMBINAAN KTH DAN PENDAPATAN ANGGOTA KTH PADA PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL DI RPH CEPUKAN, BKPH KEDAWAK UTARA, KPH NGAWI. Oleh: Firdaus Husein *)

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PANEN JAGUNG DILAHAN PERUM PERHUTANI DESA PENAWANGAN

.VI. KARAKTERISTIK USAHA DAN RANTAI PEMASARAN. Usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

Pengambilan Sampel Pola Agroforestri Pengambilan Sampel Petani Penggarap Lahan Agroforestri Metode Analisis...

I. PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya yang melimpah di Indonesia adalah sumberdaya hutan.

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

BAB III PENDEKATAN LAPANG

Jumat, 27 Juli Balai KPH Yogyakarta dibentuk berdasarkan Perda Nomor: 6 Tahun 2008 dan Pergub Nomor: 36 Tahun 2008.

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. maupun sebagai sumber mata pencaharian sementara penduduk Indonesia.

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kesimpulan dari hasil penelitian berikut dengan beberapa rekomendasi yang

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir. kualitas hidup rakyat melalui peningkatan partisipasinya secar aktif dalam

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

Komunitas 3 (1) (2011) : JURNAL KOMUNITAS.

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan paradigma pengelolaan hutan. Davis,dkk. (2001)

BAB I PENDAHULUAN. didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Indonesia berorientasi pada konglomerasi dan bersifat sentralistik. Dalam situasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dengan PHBM melalui LMDH, Mari Lestarikan Hutan Kita agar Masyarakat Adil, Makmur dan Sejahtera

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan

V. GAMBARAN UMUM PERUM PERHUTANI

BAB 2 Perencanaan Kinerja

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam juga semakin besar, salah satunya kekayaan alam yang ada

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

72 VII. STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

Kajian Tinjauan Kritis Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

AN TERNAK D m. Oleh : Diana Rurp *)

POLICY PAPER No 04/2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI EVALUASI TERHADAP KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KABUPATEN PEMALANG TAHUN

Transkripsi:

28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran hutan adalah program PHBM. Perhutani mencetuskan program PHBM pada tahun 2001. Landasan utama Program PHBM yaitu Perhutani menggandeng masyarakat desa hutan dan para pihak lain yang berkepentingan dalam mengelola dan melestarikan hutan sehingga fungsi hutan dapat terjaga dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Berdasarkan rekapitulasi data KPH Cepu, data mengenai pencurian kayu dan kebakaran hutan dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2, sebagai berikut: Nilai (Rupiah) 35.000.000 30.000.000 25.000.000 20.000.000 15.000.000 10.000.000 5.000.000 0 Tahun Gambar 1 Grafik Nilai Pencurian Kayu tahun 1995-2011 (KPH Cepu 2010) Pencurian kayu terjadi pada tahun 1995 sampai dengan 2002 (sebelum diterapkannya PHBM) sebesar 800.414 pohon dengan total kerugian Rp. 75.530.228.000,00. Pencurian kayu terbesar terjadi pada tahun 2000 dengan kerugian sebesar Rp. 32.442.404.000,00 kemudian pencurian kayu mulai mengalami penurunan dengan kerugian sebesar Rp. 27.777.117.000,00 pada tahun 2001. Pada tahun 2002, pencurian kayu mengalami penurunan yang signifikan dengan kerugian sebesar Rp. 2.416.310.000,00. Pada tahun 2003 sampai dengan 2011, pencurian kayu berada dalam kondisi stabil dengan total kerugian sebesar Rp. 4.214.375.000. Program PHBM dapat menekan angka pencurian kayu sebesar

29 Rp. 71.315.853.000,00. Menurut Kusumawanti (2009), besarnya kerugian dihitung berdasarkan panjang dan diameter kayu yang hilang atau dicuri bukan berdasarkan banyaknya tunggak yang hilang. Jumlah tunggak yang sedikit dapat memiliki kerugian yang besar jika tunggak tersebut memiliki diameter dan panjang yang besar, begitu pun sebaliknya. Gambar 2 menjelaskan tentang perubahan peristiwa kebakaran hutan yang terjadi dari tahun 1995 sampai dengan 2011, sebagai berikut: Nilai (Rupiah) 900.000 800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0 Tahun Gambar 2 Grafik Nilai Kebakaran Hutan tahun 1995-2011 (KPH Cepu 2010) Peristiwa kebakaran hutan mulai tahun 1995 sampai dengan 2002 menyebabkan Perum Perhutani mengalami kerugian sebesar Rp. 310.185.000,00. Pada tahun 2003 sampai dengan 2011, KPH Cepu mengalami total kerugian sebesar Rp. 1.684.641.000,00. Peristiwa kebakaran terbesar terjadi pada tahun 2011, yaitu seluas 260,07 Ha. Menurut KSS PHBM KPH Cepu, peristiwa kebakaran yang terjadi pada tahun 2011 sebagian besar akibat human error. Selain itu, kemarau panjang yang terjadi pada tahun 2011 juga memicu kebakaran hutan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Yantina (2008) bahwa penyebab dari kebakaran hutan sebagian besar terjadi karena aktivitas manusia. Selain itu juga didukung oleh faktor lingkungan seperti kondisi iklim yang kering. Merespon adanya peningkatan pencurian kayu dan kebakaran hutan, KPH Cepu mulai mencanangkan program PHBM pada tahun 2003. Kegiatan dalam program PHBM meliputi kegiatan di dalam kawasan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan di dalam kawasan hutan terdiri dari penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Kegiatan di luar kawasan hutan terdiri dari pendirian toko saprotan, peternakan sapi dan kambing,

30 budidaya empon-empon, dan persemaian. Kegiatan penanaman sampai dengan pemeliharaan tanaman pokok dikerjakan pesanggem bersamaaan dengan kegiatan tumpangsari di lahan andil. Perhutani memberikan pengarahan dalam menentukan jenis tanaman tumpangsari. Luas lahan andil yang dikerjakan pesanggem seluas 0,25 Ha. Kegiatan keamanan hutan dilakukan oleh Perhutani, LMDH maupun pesanggem. Perhutani melakukan kegiatan keamanan hutan berupa patroli setiap hari. LMDH melakukan kegiatan keamanan hutan berupa patroli bersama dengan Perhutani, sedangkan pesanggem melakukan kegiatan keamanan hutan secara tidak langsung dengan datang setiap hari ke hutan untuk menanam, memelihara jati dan tumpangsari. Keterlibatan pesanggem menjadi penting dalam pengelolaan karena dapat meningkatkan efektivitas dalam pengamanan hutan dan juga meningkatkan kesejahteraan pesanggem. Wujud keterlibatan dan peran pesanggem disalurkan melalui wadah LMDH. KPH Cepu mempunyai 21 LMDH yang tersebar di Kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro. Beberapa contoh LMDH tersebut adalah LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur. a. LMDH Wana Sumber Mulyo LMDH Wana Sumber Mulyo didirikan pada tanggal 18 September 2003 dengan Akta Notaris Nomor 436 tanggal 30 Desember tahun 2003. Petak pangkuan Desa Bleboh seluas 2.240,7 Ha yang berada di dua BKPH, yaitu BKPH Nglebur dan BKPH Nanas. Wilayah pangkuan Desa Bleboh yang berada di BKPH Nanas terdiri atas 51 petak yang tersebar di RPH Bleboh, RPH Janjang, RPH Nanas, dan RPH Sumberejo; sedangkan wilayah pangkuan di BKPH Nglebur berada di RPH Bulak sebanyak dua petak. LMDH ini memiliki pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris serta seksi-seksi yang terdiri dari seksi Humas, produksi, PSDH, usaha, dan keamanan disajikan dalam Lampiran 2. Dalam kepengurusan tersebut didominasi oleh tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan perangkat desa karena dianggap memiliki pengaruh besar pada masyarakat dan berkompeten. Dalam kepengurusan tersebut terdiri atas beberapa seksi dengan tanggungjawab yang berbeda. Seksi Humas memiliki tanggungjawab mengadakan penyuluhan hutan lestari pada RT/RW, dan mengadakan penyuluhan tanaman produktif pada pesanggem. Seksi produksi

31 memiliki tanggungjawab terhadap sensus pohon, dan membantu kegiatan angkutan ketika tebangan. Seksi PSDH memiliki tanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan tanaman, dan membantu mengumpulkan pesanggem pada petak-petak pangkuan untuk kegiatan tumpangsari. Seksi usaha memiliki tanggungjawab dalam memberikan kursus atau pelatihan serta membantu pesanggem dalam usaha produktif. Seksi keamanan bertanggungjawab terhadap kegiatan patroli hutan bersama Polter, memberi pembinaan pada pencuri, dan melaksanakan sensus tegakan. Kegiatan dalam program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo hanya berupa kegiatan di dalam kawasan hutan. Kegiatan tersebut terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan bagi hasil, dan monitoring evaluasi. Tahap perencanaan terdiri dari pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis. Rencana Operasional LMDH Wana Sumber Mulyo disusun oleh pengurus inti LMDH dan FK PHBM tingkat desa setiap satu tahun sekali. Rencana Operasional berisi tentang rencana kegiatan dan rencana pengalokasian bagi hasil selama satu tahun. Rencana Strategis disusun oleh KPH Cepu dan LMDH Wana Sumber Mulyo pada awal pelaksanaan PHBM saja karena mengasumsikan Rencana Strategis akan sama pada lima tahun berikutnya. Rencana tersebut berisi tentang kondisi sosial ekonomi desa, pangkuan hutan, identifikasi masalah, strategi dan rencana kegiatan PHBM. Tahap pelaksanaan LMDH Wana Sumber Mulyo terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari, dan keamanan hutan. Pesanggem melakukan kegiatan tumpangsari di lahan andil yang luasnya 0,25 Ha. Pada lahan tersebut, pesanggem juga melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok. sedangkan pada kegiatan keamanan hutan, pesanggem berpartisipasi secara tidak langsung dengan pergi ke hutan setiap hari untuk mencari ranting dan menjaga tanaman tumpangsari. LMDH Wana Sumber Mulyo tidak memiliki usaha produktif. Namun, LMDH ini telah mendapat bantuan beberapa kali, yaitu berupa satu unit alat pengolah air mentah menjadi siap pakai dari Pemprov pada bulan Desember tahun 2010 serta benih padi non hibrida dari Pemda pada bulan September tahun 2011. Untuk meningkatkan keahlian anggota, LMDH Wana Sumber Mulyo mengadakan

32 pelatihan-pelatihan berupa pelatihan sirup secang dari Pemda dan pelatihan keuangan dari Dinas Pendidikan. Tahap pemanfaatan bagi hasil terdiri dari bagi hasil produksi kayu dan non kayu. Besarnya bagi hasil produksi kayu yang diterima LMDH Wana Sumber Mulyo pada tahun 2010 untuk program kerja tahun 2011 sesuai SK Perum Perhutani No.001 tahun 2001 sebesar Rp. 44.439.474,00 dengan pajak sebesar 2% yaitu Rp. 888.789,00 sehingga besarnya bagi hasil bersih sebesar Rp. 43.550.685,00 dengan jumlah produksi kayu sebesar 760,381 m³. Pengalokasian bagi hasil disesuaikan dengan hasil kesepakatan bersama Perhutani, yaitu alokasi untuk seluruh kegiatan internal LMDH yaitu sebesar 90%, alokasi untuk dikelola Paguyuban sebesar 7%, dan dikelola KPH sebesar 3%. Alokasi penggunaan bagi hasil untuk dikelola internal LMDH sebesar Rp. 40.284.383,00. Data mengenai alokasi penggunaan bagi hasil yang dikelola internal LMDH disajikan dalam Lampiran 3. Alokasi bagi hasil untuk honor setiap pengurus diatur oleh internal LMDH. Besarnya bagi hasil tersebut disesuaikan dengan jabatan dalam LMDH. Berikut adalah gambar pengalokasian bagi hasil honor pengurus. 3% 2% 4,58% penanggungjawab, penasehat, pembina, dan ketua LMDH sekretaris bendahara Keterangan : 3,01% 4,08% Koordinator seksi Anggota seksi Gambar 3 Pengalokasian bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Sumber Mulyo (LMDH Wana Sumber Mulyo 2011) Tahap monitoring dan evaluasi kegiatan di LMDH Wana Sumber Mulyo berupa pembuatan Laporan Pertanggungjawaban yang disusun oleh pengurus inti

33 LMDH dan FK PHBM. Laporan Pertanggungjawaban tersebut diserahkan kepada Asper BKPH. Laporan pertanggungjawaban tersebut berisi tentang semua kegiatan yang telah dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun. b. LMDH Wana Tani Makmur LMDH Wana Tani Makmur didirikan pada tanggal 27 Desember tahun 2003 dengan Akta Notaris Nomor 5 tanggal 3 Februari tahun 2003. Petak pangkuan LMDH seluas 3.011,2 Ha dengan total 86 petak yang tersebar di BKPH Nglebur, BKPH Nanas, BKPH Cabak, dan BKPH Wono Gadung. LMDH tersebut memiliki pengurus yang terdiri dari ketua, bendahara, sekretaris serta seksi-seksi dengan total pengurus sebanyak 35 orang yang disajikan dalam Lampiran 4. Kepengurusan LMDH Wana Tani Makmur sama dengan Wana Sumber Mulyo, yaitu didominasi oleh tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan perangkat desa. Seksi LMDH Wana Tani Makmur terdiri atas seksi Sumber Daya Hutan, sosial, pengembangan usaha, keamanan, dan Humas. Seksi Sumber Daya Hutan memiliki beberapa kegiatan, yaitu membantu dalam tanaman, membantu babat dan wiwil pada petak tanaman. Kegiatan seksi sosial hanya membantu seksi-seksi yang lain dalam melaksanakan kegiatan. Kegiatan seksi pengembangan usaha terdiri atas pengawasan angkutan tebangan, pengambilan nota angkutan, pengadaan pelatihan anggota, dan pengawasan tebangan. Seksi keamanan mempunyai kegiatan yang terdiri dari patroli bersama polter di wilayah pangkuan dan orientasi wilayah pangkuan. Kegiatan seksi Humas yaitu penyuluhan tanaman produktif pada pesanggem dan mencari investor. Kegiatan dalam program PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan di dalam kawasan dan di luar kawasan hutan. Kegiatan LMDH Wana Tani Makmur di dalam kawasan hutan meliputi kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari dan keamanan hutan; sedangkan kegiatan di luar kawasan hutan berupa pendirian toko saprotan. Kegiatan di dalam kawasan hutan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan bagi hasil dan monitoring evaluasi. Tahap perencanaan yang ada di LMDH Wana Tani Makmur sama dengan di Desa Bleboh, yaitu berupa pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis. Rencana Operasional disusun oleh semua pengurus dan dihadiri oleh FK PHBM

34 tingkat desa pada saat bagi hasil akan dibagikan. Isi dari Rencana Operasional adalah rencana kegiatan dan rencana alokasi bagi hasil selama satu tahun. Rencana Strategis disusun oleh LMDH Wana Tani Makmur dan pihak KPH Cepu pada saat awal dilaksanakan PHBM karena mengasumsikan Rencana Strategis akan sama pada lima tahun berikutnya. Tahap pelaksanaan PHBM di LMDH Wana Tani Makmur terdiri dari kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok kehutanan, tumpangsari dan keamanan hutan. Pesanggem melakukan kegiatan tumpangsari di lahan andil yang luasnya 0,25 Ha. Pada lahan tersebut, pesanggem juga melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok. Pesanggem ikut terlibat dalam kegiatan keamanan secara tidak langsung. LMDH Wana Tani Makmur belum pernah mengadakan pelatihanpelatihan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Hal tersebut menyebabkan kualitas sumberdaya manusia dalam kepengurusan LMDH Wana Tani Makmur masih kurang. Banyak pengurus yang tidak melakukan kewajibannya dengan baik. Selain itu, LMDH Wana Tani Makmur juga belum pernah mendapatkan bantuan teknik maupun ekonomi baik dari Pemda, Pemprov, ataupun pihak lain. Tahap bagi hasil terdiri dari bagi hasil kayu dan non kayu. Pada tahun 2011, LMDH Wana Tani Makmur mendapatkan bagi hasil kayu sebesar Rp. 490.914.023,00 dengan pajak (2%) sebesar Rp. 9.818.280,00 dan subsidi silang (5%) sebesar Rp. 24.054.787,00 sehingga bagi hasil bersih yang diterima LMDH Wana Tani Makmur sebesar Rp. 457.040.956,00. Subsidi silang berlaku hanya untuk LMDH yang memperoleh bagi hasil di atas Rp. 50.000.000,00 yang digunakan untuk memperlancar kegiatan LMDH-LMDH yang memiliki bagi hasil kurang dari Rp. 10.000.000,00. Data mengenai alokasi penggunaan bagi hasil yang dikelola internal LMDH disajikan dalam Lampiran 5. Persentase alokasi bagi hasil untuk honor pengurus diatur oleh internal LMDH. Besarnya honor setiap pengurus disesuaikan dengan jabatan dalam LMDH. Berikut adalah gambar pengalokasian bagi hasil untuk honor pengurus.

35 2% Keterangan : 3% 4,58% penanggungjawab, penasehat, pembina, dan ketua LMDH sekretaris bendahara 3,01% 4,08% Koordinator seksi Anggota seksi Gambar 4 Pengalokasian bagi hasil honor pengurus LMDH Wana Tani Makmur (LMDH Wana Tani Makmur 2011) Tahap monitoring dan evaluasi di LMDH Wana Tani Makmur berupa pembuatan Laporan Pertanggungjawaban yang disusun oleh pengurus inti dan dihadiri oleh FK PHBM tingkat desa. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan setiap satu tahun sekali. Laporan Pertanggungjawaban ini berisi tentang semua kegiatan yang telah dilaksanakan dalam satu tahun dan penggunaan bagi hasil. 5.2 Karakteristik Responden 5.2.1 Umur Responden Klasifikasi umur responden di LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur beragam. Responden LMDH Wana Sumber Mulyo yang berusia 15-64 tahun sebanyak 28 orang dan dua orang berusia 65 tahun. Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan umur No Range umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 1-14 0 0,00 2. 15-64 28 93,33 3. 65 2 6,67 Jumlah 30 100,00

36 Responden LMDH Wana Tani Makmur yang berusia 15-64 tahun sebanyak 26 orang dan sisanya berusia 65 tahun. Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan umur disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan umur No Range umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 1-14 0 0,00 2. 15-64 26 86,67 3. 65 4 13,33 Jumlah 30 100,00 Menurut Badan Pusat Statistik (2012), struktur umur penduduk dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok umur belum produktif (di bawah 15 tahun), kelompok umur produktif (usia 15 64 tahun), dan kelompok umur tidak produktif (usia 65 tahun ke atas). 5.4.2 Mata Pencaharian Desa Bleboh dan Desa Nglebur merupakan desa yang berada di sekitar hutan yang secara tidak langsung mempengaruhi keberagaman jenis mata pencaharian masyarakat setempat. Berdasarkan hasil pengolahan data, 30 orang responden Desa Bleboh terdiri dari petani, pedagang, pekerja serabutan, dan kuli batu. Data mengenai klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan mata pencaharian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. Petani 12 40,00 2. Pedagang 4 13,34 3. Pekerja serabutan 1 3,33 4. Kuli batu 1 3,33 5. Tidak memiliki mata 12 40,00 pencaharian Jumlah 30 100,00 Mata pencaharian responden Desa Nglebur juga beragam, yaitu petani, pembuat arang, wiraswasta, pedagang kayu, kuli batu, pengrajin tunggak, dan pekerja serabutan. Di Desa Nglebur, masyarakat dapat mengambil tunggak jati setelah kegiatan tebangan untuk diolah menjadi kerajinan atau sekedar menjadi kayu bakar. Hal ini sangat membantu perekonomian masyarakat setempat. Data

37 mengenai klasifikasi responden berdasarkan mata pencaharian disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan mata pencaharian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. Petani 13 43,33 2. Pembuat arang 4 13,33 3. Wiraswasta 1 3,33 4. Pedagang kayu 2 6,67 5. Kuli batu 1 3,33 6. Pengrajin tunggak 2 6,67 7. Pekerja serabutan 1 3,33 8. Tidak memiliki mata 6 20,00 pencaharian Jumlah 30 100,00 5.4.3 Kepemilikan Lahan Sebagian besar responden LMDH Wana Sumber Mulyo memiliki mata pencaharian sebagai petani milik dan petani buruh. Responden yang mempunyai lahan milik sebanyak 17 orang. Data mengenai kepemilikan lahan disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luas kepemilikan lahan No Luas Lahan Milik (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. 0.01-0.25 10 33,34 2. 0.26-0.50 3 10,00 3. >0.50 4 13,33 4. Tidak memiliki lahan milik 13 43,33 Jumlah 30 100,00 Responden LMDH Wana Tani Makmur yang mempunyai lahan milik sebanyak 17 orang. Data selengkapnya mengenai kepemilikan lahan responden LMDH Wana Tani Makmur disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas kepemilikan lahan No Luas Lahan Milik (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. 0.01-0.25 11 36,67 2. 0.26-0.50 4 13,33 3. >0.50 2 6,67 4. Tidak memiliki lahan milik 13 43,33 Jumlah 30 100,00

38 5.4.4 Lahan Andil Lahan andil adalah lahan Perhutani yang digarap pesanggem untuk kegiatan tumpangsari. Umumnya lahan andil yang dikerjakan pesanggem seluas 0,25 Ha per orang. Pesanggem dapat menggarap lahan andil lebih dari 0,25 Ha apabila lahan tersebut tidak digarap oleh pesanggem lainnya. Data selengkapnya mengenai luas lahan andil responden LMDH Wana Sumber Mulyo disajikan dalam Tabel 15. Tabel 15 Klasifikasi responden LMDH Wana Sumber Mulyo berdasarkan luas lahan andil No Luas Lahan Andil (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. 0.25 23 76,67 2. 0.50 5 16,67 3. >0.50 2 6,67 Jumlah 30 100,00 Jumlah responden LMDH Wana Tani Makmur yang menggarap lahan andil seluas 0,25 Ha sebanyak 17 orang. Data selengkapnya mengenai luas lahan andil responden LMDH Wana Tani Makmur disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Klasifikasi responden LMDH Wana Tani Makmur berdasarkan luas lahan andil No Luas Lahan Andil (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1. 0.25 17 56,67 2. 0.50 12 40,00 3. >0.50 1 3,33 Jumlah 30 100,00 5.3 Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM 5.3.1 Partisipasi Tahap Perencanaan Tahap perencanaan PHBM dibedakan berdasarkan jangka waktu dan tujuan, yaitu rencana jangka panjang (Rencana Strategis) dan jangka pendek (Rencana Operasional). Rencana Strategis disusun setiap lima tahun sekali yang berisi tentang kondisi sosial ekonomi desa, pangkuan hutan, identifikasi masalah, strategi, dan rencana kegiatan PHBM. Rencana Operasional disusun setiap satu tahun sekali yang berisi tentang rencana kerja dan rencana alokasi bagi hasil kayu. Rencana tersebut berisi tentang rencana kerja dan pengalokasian bagi hasil produksi kayu. Rencana jangka panjang disusun pada awal pelaksanaan program

39 PHBM disebabkan LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur mengasumsikan rencana jangka panjang akan sama untuk tahun-tahun berikutnya. Menurut Hertianto (2004), perencanaan jangka panjang mutlak diperlukan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Perencanaan jangka panjang menjadi arahan bagi penyusunan rencana lain dengan jangka yang lebih pendek. Tanpa perencanaan jangka panjang akan sulit untuk membuat rencana jangka menengah dan rencana jangka pendek yang berkelanjutan sehingga dapat diduga pelaksanaan PHBM di Desa Bleboh dan Nglebur sulit untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Keterlibatan pesanggem dalam tahap perencanaan sangat penting. Salah satu tujuan dilibatkannya pesanggem dalam tahap ini untuk meningkatkan rasa tanggungjawab dalam pengelolaan hutan. Distribusi partisipasi pesanggem pada tahap perencanaan ini disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Partisipasi pesanggem dalam tahap perencanaan Jenis Kegiatan Kriteria Jumlah (Orang) Persentase (%) Pembuatan RO terlibat 0 0 Tidak terlibat 60 100 Pembuatan Renstra terlibat 0 0 Tidak terlibat 60 100 Jumlah 60 100 Realisasi program PHBM pada tahap perencanaan belum melibatkan pesanggem. Hal tersebut ditandai dengan persentase partisipassi responden sebesar 0%. Hal tersebut sangat kontras dibandingkan dengan penelitian Hertianto (2004) di LMDH Wana Lestari KPH Randublatung. Konsep Rencana Strategis disusun oleh pihak Perhutani kemudian dibahas bersama dengan seluruh pengurus dan anggota LMDH serta pihak lain yang terkait, sedangkan Rencana Operasional disusun oleh pengurus LMDH kemudian dibahas bersama dengan anggota LMDH yaitu pesanggem. Dengan tidak adanya partisipasi pesanggem di KPH Cepu menyebabkan realisasi PHBM pada tahap perncanaan kurang berjalan efektif. Menurut Campbers dalam Hertianto (2004), paradigm pembangunan berkelanjutan manusia diletakkan sebagai inti dalam proses pembangunan yang tidak hanya sebagai obyek tetapi ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan menikmati pembangunan. Menurut Herdiansah (2005), perencanaan pengelolaan hutan di era Reformasi ini masih belum melibatkan

40 masyarakat dalam proses merencanakan kebijakan daerah tersebut. Masyarakat masih cenderung sebagai pelaksana dan penerima dampak kebijakan. 5.3.2 Partisipasi Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan PHBM terdiri dari kegiatan tanaman, pemeliharaan, keamanan, dan tumpangsari. Kegiatan tanaman meliputi babat dan pengolahan lahan. Pesanggem melakukan babat dan pengolahan lahan di lahan andil setelah kegiatan tebangan. Lahan yang tidak dibabat dan diolah pesanggem dikerjakan oleh pekerja borongan. Kegiatan pemeliharaan tanaman pokok meliputi pemupukan dan pendangiran. Kegiatan tumpangsari dilakukan pesanggem bersamaan dengan kegiatan pemeliharaan tanaman pokok. Pada kegiatan tumpangsari, masyarakat langsung melapor ke mandor untuk mendapatkan lahan andil. Luas lahan andil umumnya 0,25-0,5 Ha. Namun, ada sebagian pesanggem yang menggarap lahan andil dengan luasan lebih dari 0,5 Ha. Jenis tanaman tumpangsari arahan Perhutani adalah padi dan jagung, sedangkan tanaman yang ditentukan oleh pesanggem sendiri adalah singkong, cabai, tembakau, dan lainlain. Pada tahun 2011, pesanggem mendapat bantuan bibit padi non hibrida dari PT. Sang Hyang Seri melalui LMDH. Namun untuk mendapatkannya, pesanggem harus membeli dengan harga Rp. 5.000,00 per 5 kg. Pada kegiatan keamanan, pesanggem terlibat secara tidak langsung menjaga tegakan jati. Pada musim tanam, pesanggem ke hutan untuk menggarap lahan selain itu pesanggem juga mengambil ranting. Distribusi masyarakat menurut keikutsertaan dalam tahap pelaksanaan disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18 Partisipasi pesanggem dalam tahap pelaksanaan Jenis Kegiatan Kriteria Jumlah (Orang) Persentase (%) Tanaman terlibat 60 100 tidak terlibat 0 0 Pemeliharaan terlibat 60 100 tidak terlibat 0 0 Tebangan terlibat 60 100 tidak terlibat 0 0 Jumlah 60 100 Pesanggem terlibat dalam semua kegiatan pada tahap pelaksanaan dengan persentase 100%. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Hertianto

41 (2004) di KPH Randublatung, pesanggem terlibat dalam semua tahap pelaksanaan yang terdiri dari penanaman, pemeliharaan, dan tumpangsari. 5.3.3 Partisipasi Tahap Pemanfaatan Bagi Hasil Tahap pemanfaatan bagi hasil terdiri dari bagi hasil kayu dan non kayu. Distribusi pesanggem menurut keikutsertaan dalam tahap pemanfaatan bagi hasil disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19 Partisipasi pesanggem dalam tahap pemanfaatan bagi hasil Jenis Kegiatan Kriteria Jumlah (Orang) Persentase (%) bagi hasil kayu terlibat tidak terlibat 0 60 0 100 Bagi hasil non kayu terlibat tidak terlibat 60 0 100 0 Jumlah 60 100 Pesanggem hanya terlibat dalam pemanfaatan bagi hasil non kayu pada tahap pemanfaatan bagi hasil. Bagi hasil non kayu dilaksanakan pada saat kegiatan tebangan. Pemanfaatan bagi hasil kayu hanya melibatkan pengurus LMDH. Hal tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan Budiarti (2011) di tiga desa di KPH Cianjur. Partisipasi pesanggem rendah pada tahap pemanfaatan bagi hasil dikarenakan sebagian besar hasil kegiatan di lapang langsung dikelola oleh pengurus LMDH (Budiarti 2011). 5.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Pesanggem dalam Program PHBM Partisipasi pesanggem dalam program PHBM di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur masih terbatas pada tahap pelaksanaan dan pemanfaatan bagi hasil non kayu. Menurut Budiarti (2011), partisipasi pesanggem dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur, pendidikan, dan mata pencaharian sedangkan faktor eksternal meliputi luas lahan milik. Umur merupakan salah satu indikator kematangan berpikir, tingkat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang. Berdasarkan karakteristik responden, sebagian besar pesanggem Desa Bleboh dan Desa Nglebur tergolong dalam usia produktif. Umur memiliki pengaruh terhadap partisipasi karena

42 semakin produktif umur seseorang maka semakin tinggi pula partisipasi yang diberikan. Sebagian besar mata pencaharian pesanggem Desa Bleboh adalah petani dan sebagian lagi tidak memiliki mata pencaharian. Persentase pesanggem yang memiliki mata pencaharian petani sebesar 40% dan persentase pesanggem yang tidak memiliki mata pencaharian juga sebesar 40%, sedangkan sebagian besar pesanggem di Desa Nglebur memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan persentase sebesar 43%. Slamet (1993) mengemukakan bahwa mata pencaharian mempengaruhi bentuk partisipasi karena mata pencaharian berhubungan dengan waktu luang seseorang dan terkait dengan penghasilan yang diperolehnya. Tingginya partisipasi pesanggem pada kegiatan penanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan karena adanya hak yang diberikan kepada pesanggem dalam memanfaatkan lahan Perhutani untuk pertanian (tumpangsari). Selain itu, pesanggem juga mendapat bagi hasil berupa kayu bakar. Bagi hasil tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk wirausaha. Sebagian besar pesanggem di Desa Bleboh dan Desa Nglebur yang memiliki mata pencaharian sebagai petani buruh dan petani hutan sudah memiliki lahan pertanian sendiri. Namun, luas lahan pertanian tersebut tergolong sempit sehingga tingkat interaksi dan ketergantungan pesanggem terhadap hutan tinggi. Oleh karena itu, luas kepemilikan lahan pertanian juga mempengaruhi partisipasi karena semakin sempit lahan milik pesanggem maka partisipasi dalam kegiatan PHBM semakin tinggi. Sebelum dicanangkannya PHBM, pesanggem sudah sejak lama melaksanakan kegiatan penanaman, pemeliharaan, dan tumpangsari di lahan Perhutani. Namun, tahap bagi hasil non kayu baru dilaksanakan setelah adanya PHBM. Partisipasi dalam kegiatan PHBM di Desa Bleboh dan Desa Nglebur masih bersifat parsial, yaitu terbatas pada satu atau beberapa kegiatan saja. Program PHBM merupakan program Perhutani sebagai implementasi Sosial Forestry yang melibatkan masyarakat sekitar hutan dengan tujuan agar hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Adanya pembatasan partisipasi masyarakat dalam PHBM menyebabkan program tersebut tidak berjalan optimal dan sasaran program belum tercapai.

43 5.4 Efektivitas Kelembagaan LMDH Efektivitas kelembagaan merupakan keberhasilan suatu lembaga dalam mencapai tujuan. Faktor yang mempengaruhi efektivitas suatu lembaga adalah tujuan yang jelas, struktur organisasi, dukungan atau partisipasi masyarakat, dan sistem nilai yang dianut. LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur telah memiliki tujuan dan struktur organisasi yang jelas yang tertuang dalam akta notaris. Namun, kondisi kedua LMDH saat ini kurang berjalan maksimal karena masih bersifat pasif. Kedua LMDH tersebut sangat bergantung pada bagi hasil dalam melaksanakan semua kegiatan. LMDH Wana Sumber Mulyo tidak memiliki usaha produktif sehingga dana operasional hanya bergantung pada bagi hasil produksi kayu. LMDH Wana Tani Makmur telah memiliki usaha produktif berupa koperasi saprotan. Namun, keuntungan dari koperasi tersebut sedikit sehingga dana operasional juga masih bergantung pada bagi hasil produksi kayu. Kondisi internal kedua LMDH kurang begitu baik. Hal tersebut dikarenakan kurangnya koordinasi antara atasan dengan bawahan dan sesama pengurus. Pengurus juga masih belum memahami kewajiban masing-masing. Hal tersebut menyebabkan banyak rencana kegiatan LMDH yang kurang terealisasi dengan baik. Selain itu, baik kegiatan di LMDH Wana Sumber Mulyo maupun Wana Tani Makmur hanya aktif pada kegiatan patroli hutan. Kegiatan patroli hutan aktif diikuti pengurus LMDH apabila ada insentif dari Perhutani. Hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas LMDH dalam pencapaian tujuan masih kurang. Program PHBM yang merupakan kemitraan antara Perhutani dan LMDH mempunyai beberapa tahapan kegiatan, yaitu tahap perencanaan yang berupa pembuatan Rencana Operasional dan Rencana Strategis, tahap pelaksanaan yang terdiri dari kegiatan tanaman, pemeliharaan, tumpangsari, dan keamanan; dan tahap pemanfaatan bagi hasil berupa pengalokasian bagi hasil kayu dan non kayu. Setiap tahap kegiatan PHBM diharapkan semua pihak dapat terlibat. Namun pada kenyataannya, pembuatan Rencana Operasional, Rencana Strategis, serta pengalokasian bagi hasil kayu hanya melibatkan pengurus LMDH.

44 Menurut Hutapea et al. (2008), efektivitas dapat dievaluasi dengan dua hal, yaitu pencapaian sasaran dan proses pelaksanaan organisasi yang tercermin dalam perilaku organisasi ketika berinteraksi dengan lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Baik pencapaian sasaran maupun proses pelaksanaan organisasi memiliki peran yang sangat penting karena pencapaian sasaran yang tidak disertai dengan proses pelaksanaan organisasi yang baik akan mengakibatkan usaha pencapaian sasaran tidak berlangsung lama. Sasaran utama dalam PHBM ini adalah pesanggem. Partisipasi pesanggem dalam LMDH sangat penting sebagai sarana untuk mengetahui kebutuhan masyarakat setempat. Berdasarkan hasil penelitian, partisipasi pesanggem sebagai anggota LMDH masih bersifat parsial. Dari keseluruhan tahapan dalam PHBM, masyarakat hanya terlibat dalam tahap pelaksanaan dan pemanfaatan bagi hasil non kayu. Bagi hasil kayu dikelola oleh pengurus LMDH. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya pengawasan dan sosialisasi pihak KPH Cepu dalam pengalokasian bagi hasil. Dalam penerapan program PHBM, pihak KPH Cepu belum mempunyai sistem nilai atau kebijakan yang mengatur tentang alokasi bagi hasil. Menurut Muttaqin dan Dwiprabowo (2007) dalam Subarudi (2008), Good forest governance adalah suatu tindakan atau cara melakukan kebijakan kehutanan dengan kualitas hasil yang tepat atau memadai. Menurut Solihin (2007), prinsip good forest governance terdiri atas prinsip akuntabilitas, transparansi, demokrasi, dan partisipasi. Efektivitas kelembagaan LMDH ditinjau berdasarkan empat prinsip good forest governance disajikan dalam Tabel 20, sebagai berikut:

45 Tabel 20 Efektivitas kelembagaan LMDH ditinjau berdasarkan prinsip good forest governance No. Prinsip good forest governance Kriteria Implementasi di LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur 1. Akuntabilitas Kesesuaian antara Belum terdapat kesesuaian pelaksanaan dengan antara pelaksanaan dengan standar prosedur standar prosedur pelaksanaan. pelaksanaan. 2. Transparansi Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan publik. Akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu. 3. Demokrasi Kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan berorganisasi. Kesempatan yang sama bagi anggota masyarakat untuk memilih dan membangun konsensus dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. 4. Partisipasi Pengambilan keputusan yang didasarkan atas konsensus bersama. Dalam pembuatan program kerja, tidak semua pihak terkait dan berkontribusi. Akses informasi sulit dijangkau dan belum bebas diperoleh. Belum terdapat kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan kesempatan yang sama bagi anggota untuk memilih dan membangun konsesus dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan belum didasarkan atas konsesus bersama. Berdasarkan hasil analisis di atas, kelembagaan LMDH dapat dikatakan belum berjalan efektif karena belum memenuhi keempat prinsip good forest governance, yaitu: 1. Prinsip Akuntabilitas LMDH Wana Sumber Mulyo dan LMDH Wana Tani Makmur memiliki Rencana Operasional dan Lembar Pertanggungjawaban. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa rencana kegiatan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan Rencana Operasional. Rencana alokasi bagi hasil untuk kompensasi pesanggem juga belum dirasakan oleh pesanggem.

46 2. Prinsip Transparansi Di LMDH Wana Sumber Mulyo dan Wana Tani Makmur terdapat beberapa hal yang belum transparan dalam pelaksanaan program PHBM. Sebagian besar pengurus kedua LMDH belum mengetahui tugas dan kewajiban masing-masing. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi program kerja kepada pengurus LMDH. Dalam program kerja pengalokasian bagi hasil, pihak-pihak yang terkait dan berkontribusi dalam memutuskan pengalokasian bagi hasil terdiri dari pengurus inti dan pihak Perhutani. Hasil keputusan tersebut tidak disosialisasikan kepada pengurus yang lain. Pengurus LMDH hanya mengetahui total bagi hasil dan alokasi bagi hasil untuk honor pengurus. Selain itu, sosialisasi mengenai bagi hasil juga belum sampai pada tingkat pesanggem. 3. Prinsip Demokrasi Suatu lembaga dapat berjalan secara demokratis apabila dalam pembuatan kebijakan maupun rencana kerja dilakukan dengan musyawarah dan seluruh pihak dapat menyampaikan aspirasinya. Demokrasi dalam pembuatan Rencana Operasional, Rencana Strategis, dan pengalokasian bagi hasil tidak tercapai karena hanya melibatkan seluruh pengurus LMDH. 4. Prinsip Partisipasi Partisipasi pesanggem dalam LMDH masih terbatas sebagai pelaksana kegiatan. Pesanggem belum diikutsertakan dalam pembuatan keputusan. Berdasarkan hasil analisis di atas, kelembagaan LMDH dapat dikatakan belum berjalan efektif karena belum memenuhi keempat prinsip good forest governance.