BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini banyak dijumpai pemberian jasa penjaminan (assurance services) yang. perusahaan adalah jasa audit atas laporan keuangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. sistematik mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Agoes (2004:3) pengertian auditing adalah Audit adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit akuntan publik

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi dari pihak yang melakukan audit (Weningtyas et al., 2006).

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

Pertanyaan. Pertanyaan ini berhubungan dengan prosedur audit. (Sumber : Weningtyas, 2006 ) Tidak. selalu. Pernah. kadang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. hubungan antara agent dengan principal. Hubungan teori keagenan mucul

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jasa audit akuntan publik dibutuhkan oleh pihak luar perusahaan, hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. publik inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. menentukan penyebab atau motif perilaku seseorang. Teori ini mengacu pada

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

KUESIONER PENELITIAN

BAHAN AJAR PEMERIKSAAN AKUNTAN 1. Oleh: Erni Suryandari F, SE., M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori keperilakuan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu (Harahap, 2009:105) dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemilik (principals) dengan pihak lain, yaitu manajer (agent). Dalam kontrak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SPR Reviu atas Informasi Keuangan Interim yang Dilaksanakan oleh Auditor Independen Entitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karena adanya pembelian dagangan secara kredit. kepercayaan. Utang usaha sering kali berbeda jumlah saldo utang usaha

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. Alvin A. Arens, at all (2011:4) menjelaskan bahwa: orang yang kompeten dan independen.

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

PREVIEW AUDIT LAPORAN KEUANGAN (GENERAL AUDIT)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. motif atas perilaku mereka. Teori atribusi yaitu teori yang mempelajari. alasan atas perilaku seseorang (Robbins, 2008).

Standar Audit SA 330. Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai

BAB 1 PENDAHULUAN. dua kelompok; jasa assurance dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa

SA Seksi 324 PELAPORAN ATAS PENGOLAHAN TRANSAKSI OLEH ORGANISASI JASA. Sumber: PSA No. 61 PENDAHULUAN

PERBEDAAN ANTARA AUDITING DAN AKUNTANSI

PERENCANAAN PEMERIKSAAN

Bukti Audit. Bab IV. Dosen Pengampu: Dhyah Setyorini, M.Si.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut American Accounting Association (AAA) Siti Kurnia Rahayu

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektifuntuk menentukan tingkat

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

PERIKATAN AUDIT TAHUN PERTAMA SALDO AWAL

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGHENTIAN PREMATUR ATAS PROSEDUR AUDIT (STUDI EMPIRIS PADA AKUNTAN PUBLIK DI SURABAYA)

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. keuangan historis suatu entitas yang berisi asersi yang dibuat oleh manajemen entitas

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan umumnya adalah perusahaan yang punya kepentingan dengan

SA Seksi 326 BUKTI AUDIT. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

PELAPORAN PROSEDUR YANG DISEPAKATI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bagian kajian pustaka dan hipotesis penelitian akan diuraikan teoriteori

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Daftar Pertanyaan. Daftar pertanyaan berikut ini terdiri dari tipe isian, isilah pada tempat jawaban

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di Indonesia dewasa ini mulai

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi

BAB II LANDASAN TEORI. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain

BAB II KUALITAS AUDIT, AKUNTABILITAS DAN PENGETAHUAN. dan standar pengendalian mutu.

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dan Ng

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori agensi adalah teori yang menjelaskan hubungan antara principal dan

BAB I PENDAHULUAN. dan dilaksanakan oleh seorang auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan tentunya dapat mengurangi kualitas keputusan yang

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

BAB I PENDAHULUAN Bentuk, Bidang, dan Perizinan Usaha Bentuk Usaha. Kantor Akuntan Publik Faisal Riza.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. melakukan pekerjaannya seorang auditor harus memiliki pedoman, langkah-langkah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan

SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH. Sumber: PSA No.

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel dalam menyajikan laporan keuangan perusahaan agar dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAGIAN AUDIT DILAKSANAKAN OLEH AUDITOR INDEPENDEN LAIN

pengauditan siklus investasi dan pendanaan siklus investasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam dunia perekonomian menyebabkan persaingan dunia

BAB I PENDAHULUAN. akuntan yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam Standar

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan modern. Akuntansi dan auditing memainkan peran penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERMINTAAN KETERANGAN DARI PENASIHAT HUKUM KLIEN TENTANG LITIGASI, KLAIM, DAN ASESMEN

BAB I PENDAHULUAN. dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002). A Statement Of Basic Auditing Concepts

Standar Audit SA 220. Pengendalian Mutu untuk Audit atas Laporan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. informasi mengenai prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak lain diluar

SA Seksi 508 LAPORAN AUDITOR ATAS LAPORAN KEUANGAN AUDITAN. Sumber: PSA No. 29. Lihat SA Seksi 9508 untuk interprestasi Seksi ini PENDAHULUAN

BAB IV HASIL KEGIATAN MAGANG Gambaran Umum KAP Bayudi Watu Semarang Kantor Akuntan Publik Bayudi Watu dan Rekan merupakan sebuah perusahaan yang

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian audit.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan muncul ketika

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan (agency theory) Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu, yang disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut (Brigham dan Houston, 2009:26). Hubungan keagenan utama terjadi di antara (1) pemegang saham dan manajer, dan (2) manajer dan pemilik utang. Para manajer diberi kekuasaan oleh para pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory). Salah satu elemen kunci dari teori agensi adalah bahwa prinsipal dan agen memiliki preferensi dan tujuan yang berbeda (Anthony dan Govindarajan, 2005:269). Agency problem potensial untuk terjadi dalam perusahaan dimana manajer memiliki kurang dari seratus persen saham perusahaan, terutama di perusahaan besar, karena proporsi kepemilikan perusahaan oleh manajer relatif kecil. Konflik lain yang potensial terjadi dalam perusahaan adalah antara debtholder dan stockholder. Kreditor memiliki klaim atas sebagian dari arus laba perusahaan untuk pembayaran bunga dan pokok utang, dan mereka memiliki klaim atas aset perusahaan di waktu terjadi kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2009:30).

Untuk meminimalisasi agency problem dibutuhkan pihak ketiga dan memiliki sikap independen, yaitu auditor. 2.1.2 Pengertian auditing A Statement of Basic Auditing Concepts (ASOBAC) dalam Halim (2003:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Agoes (2000:1) menyatakan auditing adalah pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Menurut Mulyadi (2002:9), secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa auditing adalah suatu proses sistematik yang dilakukan oleh pihak yang independen untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti audit. Tujuannya adalah untuk membandingkan pernyataan-pernyataan kegiatan dan kejadian ekonomi yang

terjadi dengan kriteria yang telah ditentukan yang diakhiri dengan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. 2.1.3 Pengertian dan jenis auditor Auditor merupakan orang atau tim yang melakukan tugas audit. Auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis (Jusup, 2001:17), yaitu: 1) Auditor Pemerintah Auditor pemerintah adalah auditor yang bertugas melaksanakan audit atas keuangan negara pada instansi-instansi pemerintah. Di Indonesia audit ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dibentuk sebagai perwujudan dari Pasal 23 ayat 5 Undang-undang Dasar 1945. 2) Auditor Intern Auditor intern adalah auditor yang bekerja pada suatu perusahaan dan oleh karenanya berstatus sebagai pegawai perusahaan tersebut. Tugas audit yang dilakukannya terutama ditujukan untuk membantu manajemen perusahaan tempat dimana ia bekerja. 3) Auditor Independen atau Akuntan Publik Tanggung jawab utama auditor independen atau lebih umum disebut akuntan publik adalah melakukan fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Pengauditan ini dilakukan pada perusahaanperusahaan terbuka yaitu perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal, perusahaan-perusahaan besar, dan juga pada perusahaan-perusahaan kecil, serta organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba. Praktik sebagai akuntan publik harus dilakukan

melalui kantor akuntan publik (KAP) yang telah mendapat ijin dari Departemen Keuangan. 2.1.4 Kantor akuntan pubik (KAP) Menurut SK. Menkeu Nomor 43/KMK.017/1997 tertanggal 27 Januari 1997 sebagaimana diubah dengan SK. Menkeu Nomor 470/KMK.017/1999 tertanggal 4 Oktober 1999, kantor akuntan publik (KAP) adalah lembaga yang memiliki ijin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam menjalankan pekerjaannya (Jusup, 2001:19). Standar Profesional Akuntan Publik (Ikatan Akuntan Indonesia, 2001) menyebutkan kantor akuntan publik (KAP) adalah suatu bentuk organisasi publik yang memperoleh ijin sesuai dengan peratuan perundang-undangan yang berusaha di bidang jasa profesional dalam praktik akuntan publik. Bentuk usaha KAP yang dikenal menurut hukum di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut. 1) KAP dalam bentuk usaha sendiri, yaitu menggunakan nama akuntan publik yang bersangkutan. 2) KAP dalam bentuk usaha kerja sama, yaitu menggunakan nama sebanyakbanyaknya tiga nama akuntan publik yang menjadi rekan atau partner dalam KAP yang bersangkutan. Hierarki staf organisasi kantor akuntan publik pada umumnya adalah sebagai berikut (Halim, 2003:15). 1) Partner, merupakan top legal client relationship, yang bertugas me-review (menelaah) pekerjaan audit, menandatangani laporan audit, menyetujui

masalah fee dan penagihannya, dan penanggung jawab atas segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit. 2) Manajer, merupakan staf yang banyak berhubungan dengan klien, mengawasi langsung pelaksanaan tugas-tugas audit, me-review lebih rinci terhadap pekerjaan audit, dan melakukan penagihan atas fee audit. 3) Akuntan Senior, merupakan staf yang bertanggung jawab langsung terhadap perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan audit, dan me-review pekerjaan akuntan junior yang dibawahinya. 4) Akuntan Junior, merupakan staf pelaksana langsung dan bertanggung jawab atas pekerjaan lapangan. Para junior ini penugasannya dapat berupa bagianbagian dari pekerjaan audit, dan bahkan memungkinkan memberikan pendapat atas bagian yang diperiksanya. 2.1.5 Prosedur audit Menurut Jusup (2001:136), prosedur audit adalah tindakan-tindakan yang dilakukan atau metode dan teknik yang digunakan oleh auditor untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Dalam hal ini ada sepuluh macam prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor, yaitu: 1) Prosedur analitis (analytical procedures) Terdiri dari kegiatan mempelajari dan membandingkan data yang memiliki hubungan. Prosedur ini mencakup perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analisis vertikal atau laporan perbandingan, perbandingan antara jumlah sesungguhnya dengan data historis atau anggaran.

2) Menginspeksi (inspecting) Menginspeksi dokumen adalah cara untuk mengevaluasi dokumen, atau juga mungkin mendeteksi adanya pengubahan isi dokumen atau adanya halhal yang mengundang pertanyaan. Menginspeksi dokumen juga memungkinkan dilakukannya penentuan ketepatan termin faktur, kontrak, dan sebagainya. 3) Mengkonfirmasi (confirming) Adalah suatu bentuk pengajuan pertanyaan yang memungkinkan auditor untuk mendapatkan informasi langsung dari sumber independen di luar organisasi klien. Permintaan tersebut berisi pula instruksi agar jawaban atas pertanyaan yang diajukan dikirimkan langsung kepada auditor. 4) Mengajukan pertanyaan (inquiry) Pengajuan pertanyaan bisa dilakukan kepada sumber-sumber intern dalam perusahaan klien seperti manajemen atau karyawan maupun kepada pihak luar. 5) Menghitung (counting) Tindakan prosedur menghitung yang paling umum dilakukan adalah melakukan perhitungan fisik atas barang-barang berwujud. 6) Menelusur (tracing) Dalam tindakan menelusur, arah pengujian dilakukan dari dokumen ke catatan akuntansi, atau dengan lain perkataan arah aliran data dalam sistem akuntansi.

7) Mencocokkan dokumen (vouching) Prosedur ini sangat penting untuk mendapatkan bukti yang berhubungan dengan asersi keberadaan atau keterjadian. Pencocokan ke dokumen berhubungan erat dengan bukti dokumen. 8) Mengamati (observing) Meliputi tindakan melihat atau menyaksikan sejumlah kegiatan atau proses. Aktivitasnya bisa merupakan proses rutin dari suatu tipe transaksi. 9) Melakukan ulang (reperforming) Bagian terbesar dari prosedur ini adalah melakukan ulang atau mengerjakan ulang perhitungan dan rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien. Prosedur ini menghasilkan bukti perhitungan. 10) Teknik audit berbantuan komputer (computer-assisted audit technique) Apabila catatan akuntansi klien diselenggarakan pada media elektronik, maka auditor harus menggunakan teknik audit berbantuan komputer untuk membantu dalam melakukan prosedur-prosedur yang telah diterangkan di atas. 2.1.6 Konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit (Mulyadi, 2002:104). Prosedur audit meliputi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh auditor dalam melakukan audit. Prosedur audit ini sangat diperlukan bagi asisten agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat bekerja secara efisien dan efektif (Malone dan Roberts, 1996 dalam Weningtyas, dkk., 2007). Konsistensi atas prosedur

audit dalam penelitian ini diartikan sebagai kepatuhan terhadap rangkaian prosedur audit yang telah ditetapkan pada tahap awal proses audit suatu entitas, tanpa adanya tindakan mengurangi ataupun menghilangkan suatu atau beberapa prosedur audit untuk mempercepat pemberian opini oleh auditor. Kualitas kerja dari auditor dapat diketahui dari seberapa jauh auditor menjalankan prosedurprosedur audit yang tercantum dalam program audit. Serangkaian prosedur audit yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu beberapa prosedur audit yang ditetapkan dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang menurut Herningsih (2001) dalam Weningtyas, dkk., (2007) mudah untuk diabaikan oleh auditor. Prosedur tersebut adalah pemahaman bisnis dan industri klien (PSA No.5 2001), pertimbangan pengendalian internal (PSA No.69 2001), internal auditor klien (PSA No.33 2001), informasi asersi manajemen (PSA No.7 2001), prosedur analitik (PSA No.22 2001), konfirmasi (PSA No.7 2001), representasi manajemen (PSA No.17 2001), pengujian pengendalian teknik berbantuan komputer (PSA No.59 2001), sampling audit (PSA No.26 2001), dan perhitungan fisik (PSA No.7 2001). 2.1.7 Time pressure Auditor dituntut untuk melakukan efisiensi biaya dan waktu dalam melaksanakan audit. Akhir-akhir ini tuntutan tersebut semakin besar dan menimbulkan time pressure/tekanan waktu. Time pressure memiliki dua dimensi yaitu time budget pressure, merupakan keadaan dimana auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun, atau terdapat pembatasan waktu dalam anggaran yang sangat ketat; dan time deadline pressure,

merupakan kondisi dimana auditor dituntut untuk menyelesaikan tugas audit tepat pada waktunya (Herningsih, 2001 dalam Weningtyas, dkk., 2007). 2.1.8 Risiko audit Risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadarinya, tidak memodifikasi sebagaimana mestinya pendapatnya atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material (Halim, 2001:126). Komponen risiko audit, pada umumnya terdiri atas tiga, yaitu: risiko bawaan (inherent risk), risiko pengendalian (control risk), dan risiko deteksi (detection risk). Risiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material dengan asumsi tidak ada kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait; risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi, tidak dapat dideteksi ataupun dicegah secara tepat pada waktunya oleh berbagai kebijakan dan prosedur pengendalian intern perusahaan; sedangkan risiko deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko audit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah risiko deteksi. Risiko deteksi merupakan risiko yang dapat dikendalikan oleh auditor, dan besarnya tergantung pada pertimbangan terhadap tingkat risiko audit, risiko bawaan, dan risiko pengendalian. 2.1.9 Materialitas Dalam menentukan sifat, saat dan luas prosedur audit yang akan diterapkan, auditor harus merancang suatu prosedur audit yang dapat memberikan keyakinan memadai untuk dapat mendeteksi adanya salah saji yang material (Arens dan

Loebbecke, 2000 dalam Weningtyas, dkk., 2007). Ikatan Akuntan Indonesia (2001) dalam Standar Profesional Akuntan Publik-nya mendefinisikan meterialitas sebagai besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut. Financial Accounting Standart Board (FASB) melalui Statement of Financial Statement Concept No.2, mendefinisikan materialitas sebagai besarnya kealpaaan atau salah saji informasi akuntansi, yang di dalam lingkungan tersebut membuat kepercayaan seseorang berubah atau terpengaruh oleh adanya kealpaan dan salah saji tersebut. Menurut Halim (2001:122) materialitas adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi. Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi dari auditor sendiri. 2.1.10 Prosedur review dan kontrol kualitas Kantor akuntan publik perlu melakukan prosedur review (prosedur pemeriksaan) untuk mengontrol kemungkinan terjadinya penghentian prematur atas prosedur audit yang dilakukan oleh auditornya (Waggoner dan Cashell, 1991 dalam Weningtyas, dkk., 2007). Prosedur review merupakan proses memeriksa atau meninjau ulang hal atau pekerjaan untuk mengatasi terjadinya indikasi ketika staf auditor telah menyelesaikan tugasnya, padahal tugas yang disyaratkan tersebut gagal dilakukan. Prosedur ini berperan dalam memastikan bahwa bukti pendukung telah lengkap dan juga melibatkan pertimbangan ketika terdapat

sugesti bahwa penghentian prematur telah terjadi. Sugesti bisa muncul, misalnya jika ada auditor yang selalu memenuhi target (baik waktu maupun anggaran) dan tampak memiliki banyak waktu luang. Heriyanto (2002) dalam Weningtyas, dkk. (2007) mendefinisikan prosedur review sebagai pemeriksaan terhadap kertas kerja yang dilakukan oleh auditor pada level tertentu. Kontrol kualitas lebih berfokus pada pelaksanaan prosedur audit sesuai standar auditing. Menurut Messier (2000) dalam Weningtyas, dkk. (2007) kantor akuntan publik harus memiliki kebijakan yang dapat memonitor praktik yang berjalan di KAP itu sendiri. Keberadaan suatu sistem kontrol kualitas akan membantu sebuah KAP untuk memastikan bahwa standar profesional telah dijalankan dengan semestinya di dalam praktik. Terdapat lima elemen dari kontrol kualitas yaitu independensi, integritas dan obyektivitas, manajemen personalia, penerimaan dan keberlanjutan serta perjanjian dengan klien, performa yang menjanjikan serta monitoring (Messier, 2000 dalam Weningtyas, dkk., 2007). 2.1.11 Status klien Bagi suatu Kantor Akuntan Publik, klien bisa merupakan klien lama (yang sudah ada) yang diharapkan akan kembali memberikan penugasan audit pada tahun berjalan atau tahun-tahun berikutnya. Klien baru bisa merupakan perusahaan yang baru pertama kali diaudit oleh akuntan publik atau perusahaan yang pernah diaudit oleh kantor akuntan publik lain (Jusup, 2001:171). Audit pada klien baru cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan audit pada klien lama karena auditor perlu memahami terlebih dahulu karakteristik perusahaan dan pengendalian internalnya (Asthon, 1987).

Semakin lama suatu perusahaan menjadi klien suatu KAP, auditor akan semakin memahami dengan baik bisnis dan industri klien tersebut. Hal ini dapat menjadikan kuantitas prosedur audit yang dilakukan pada klien lama akan berkurang dibandingkan dengan klien yang baru pertama kali diaudit. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan belum pernah dilakukan sebelumnya, namun ada beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya praktik penghentian prematur atas prosedur audit, atau dalam penelitian ini merupakan ketidakkonsistenan atas prosedur audit yang ditetapkan. Weningtyas, dkk. (2007) menguji pengaruh faktor time pressure, risiko audit, materialitas, prosedur review dan kontrol kualitas terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian ini dilakukan pada kantor akuntan publik di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan 79 auditor sebagai responden. Hasil penelitian dengan menggunakan teknik analisis regresi logistik (Logistic Regression Analysis) dan Uji Friedman menunjukkan bahwa semua variabel independen tersebut berpengaruh terhadap praktik penghentisn prematur atas prosedur audit dan diketahui 13 persen dari jumlah sampel melakukan penghentian prematur atas prosedur audit. Dalam penelitian tersebut juga diketahui bahwa prosedur audit yang sering untuk ditinggalkan saat time pressure adalah pemahaman terhadap bisnis klien sedangkan prosedur audit yang jarang untuk ditinggalkan adalah pemeriksaan fisik. Solusi terbaik untuk mengatasi masalah penghentian prematur atas prosedur audit menurut responden adalah

supervisi yang ketat terhadap semua auditor, sedangkan menurut responden yang dikategorikan telah melakukan penghentian prematur atas prosedur audit, solusi yang terbaik adalah meningkatkan komunikasi di dalam tim audit. Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah pada variabel bebas yang digunakan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah pada variabel terikatnya, teknik analisis data yang digunakan, objek penelitian, dan lokasi penelitian. Purnamawati (2007) juga meneliti faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penghentian prematur atas prosedur audit pada kantor akuntan publik di Bali. Variabel dalam penelitian tersebut adalah time pressure, risiko audit, materialitas, prosedur review dan kontrol kualitas terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Responden dalam penelitian ini adalah 115 auditor yang bekerja pada KAP di Bali yang terdaftar pada Institut Akuntan Publik Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa time pressure dan prosedur review dan kontrol kualitas berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit, sedangkan risiko audit dan materialitas tidak berpengaruh secara signifikan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah pada variabel bebas yang digunakan, teknik analisis data, objek penelitian, dan lokasi penelitian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah pada variabel terikatnya. Apriyani (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh time pressure, risiko audit, materialitas, dan prosedur review terhadap penghentian prematur atas

prosedur audit. Penelitian dilakukan pada auditor yang bekerja pada kantor akuntan publik di Bali yang terdaftar pada Institut Akuntan Publik Indonesia. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi logistik. Responden dalam penelitian ini adalah 88 auditor yang bekerja pada KAP di Bali yang terdaftar pada Institut Akuntan Publik Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa time pressure dan prosedur review berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit, sedangkan risiko audit dan materialitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Persamaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah pada variabel bebas yang digunakan, objek, dan lokasi penelitian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah pada variabel terikatnya, dan teknik analisis data yang digunakan. 2.3 Rumusan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan penelitian yang akan diuji kebenarannya (Sugiyono, 2008:93). Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kajian teori yang relevan maupun hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 2.3.1 Pengaruh time pressure terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan Auditor dituntut untuk melakukan efisiensi biaya dan waktu dalam melaksanakan audit. Akhir-akhir ini tuntutan tersebut semakin besar dan

menimbulkan time pressure/tekanan waktu (Herningsih, 2001 dalam Weningtyas, dkk., 2007). Keberadaan time pressure ini memaksa auditor untuk menyelesaikan tugas secepatnya atau sesuai dengan anggaran waktu yang telah ditetapkan. Adanya time pressure memungkinkan auditor untuk mengabaikan atau tidak konsisten pada prosedur audit yang telah ditetapkan. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Weningtyas, dkk. (2007) menunjukkan bahwa time pressure berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Hubungan antara time pressure dan penghentian prematur bersifat positif, yaitu semakin besar tekanan waktu yang dirasakan auditor, maka semakin besar pula kecenderungan untuk mengabaikan beberapa prosedur audit yang telah ditetapkan, artinya semakin rendah konsistensi auditor atas prosedur audit yang telah ditetapkan. Hasil yang sama juga diperoleh dalam penelitian Purnamawati (2007) dan Apriyani (2008) yang dilakukan terhadap auditor yang bekerja pada KAP di Bali. Penelitian ini akan menguji apakah time pressure berpengaruh negatif terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. H1 : Time pressure berpengaruh negatif terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan 2.3.2 Pengaruh risiko audit terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan Ketika auditor menginginkan risiko audit yang rendah, maka auditor ingin semua bahan bukti yang terkumpul dapat mendeteksi adanya salah saji yang

material. Untuk mencapai hal tersebut, maka jumlah bukti yang diperlukan juga semakin banyak dan prosedur audit yang dilakukan juga akan menjadi lebih intensif diterapkan untuk mendapatkan bukti kompeten yang cukup. Dengan demikian, kemungkinan auditor untuk mengabaikan satu atau beberapa prosedur audit akan menjadi semakin rendah. Hasil penelitian Weningtyas, dkk. (2007) menyebutkan bahwa risiko audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Ketika risiko audit rendah, maka auditor cenderung melakukan prosedur yang lebih banyak untuk mendapatkan bukti yang memadai sehingga kemungkinan melakukan penghentian prematur juga akan semakin rendah, yang berarti konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan akan meningkat. Berbeda dengan hasil penelitian Purnamawati (2007) dan Apriyani (2008) yang menunjukkan bahwa risiko audit tidak berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian ini akan mencoba mengetahui pengaruh dan arah hubungan risiko audit terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. H2 : Risiko audit berpengaruh negatif terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan 2.3.3 Pengaruh materialitas terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan Saat auditor menetapkan bahwa materialitas yang melekat pada suatu prosedur audit rendah, maka terdapat kecenderungan bagi auditor untuk

mengabaikan prosedur audit tersebut (Weningtyas, dkk., 2007). Pengabaian ini dilakukan karena auditor beranggapan jika ditemukan salah saji dari pelaksanaan suatu prosedur audit, nilainya tidaklah material sehingga tidak berpengaruh apapun pada opini audit. Pengabaian inilah yang merupakan praktik dari kurangnya konsistensi auditor atas prosedur audit yang ditetapkan. Penelitian oleh Weningtyas, dkk. (2007) menunjukkan bahwa materialitas berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Hubungan antara materialitas dan penghentian prematur memiliki arah negatif, artinya ketika auditor menetapkan tingkat materialitas yang rendah, maka auditor cenderung untuk mengabaikan prosedur tersebut, sehingga konsistensinya atas prosedur audit yang ditetapkan juga semakin rendah. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan penelitian Purnamawati (2007) dan Apriyani (2008) yang menyebutkan bahwa materialitas tidak berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Penelitian ini akan menguji pengaruh dan arah hubungan materialitas terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. H3 : Materialitas berpengaruh positif terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan 2.3.4 Pengaruh prosedur review dan kontrol kualitas terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan Pelaksanaan prosedur review dan kontrol kualitas yang ketat pada suatu kantor akuntan publik akan meningkatkan kemungkinan terdeteksinya perilaku

auditor yang menyimpang. Adanya pengawasan dan kontrol yang ketat akan membuat auditor berpikir dua kali ketika akan melakukan tindakan penyimpangan seperti pengabaian atau tidak melakukan prosedur audit yang telah ditetapkan. Hasil penelitian Weningtyas, dkk. (2007) menunjukkan bahwa prosedur review dan kontrol kualitas berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan negatif terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Hasil yang sama juga ditunjukkan dalam penelitian Purnamawati (2007) dan Apriyani (2008). Semakin efektif penerapan prosedur review dan kontrol kualitas dalam suatu KAP, maka semakin kecil kemungkinan auditor untuk melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan audit, yang berarti semakin konsisten auditor pada prosedur audit yang telah ditetapkan. Penelitian ini akan menguji pengaruh dan arah hubungan prosedur review dan kontrol kualitas terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut. H4 : Prosedur review dan kontrol kualitas berpengaruh positif terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan 2.3.5 Pengaruh status klien terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan Status klien mengacu pada pernah tidaknya suatu perusahaan diaudit oleh KAP yang sama pada periode sebelumnya. Hasil penelitian dari Asthon (1987) menyebutkan bahwa semakin lama suatu perusahaan menjadi klien yang dalam hal ini diartikan perusahaan merupakan klien lama, maka semakin pendek rentang waktu penyelesaian audit, dan sebaliknya. Auditor yang melakukan audit pada

klien lama cenderung untuk mengabaikan beberapa prosedur yang dianggap tidak diperlukan lagi untuk audit tahun yang bersangkutan seperti pemahaman bisnis dan industri klien, meskipun hal tersebut masih sangat perlu dilakukan, terutama bila kondisi dan lingkungan bisnis klien mulai berubah. Berbeda dengan pelaksanaan audit pada klien baru yang mengharuskan auditor untuk terlebih dahulu memahami karakteristik perusahaan dan pengendalian internalnya, sehingga auditor akan melakukan prosedur yang lebih lengkap dan intensif. Dengan demikian, semakin lama suatu perusahaan menjadi klien suatu KAP, maka auditor cenderung kurang konsisten terhadap prosedur audit yang telah ditetapkan. Penelitian ini akan menguji pengaruh dan arah hubungan perbedaan status klien terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. H5 : Status klien berpengaruh negatif terhadap konsistensi atas prosedur audit yang ditetapkan