BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Reduced Audit Quality Behaviour (perilaku pengurangan kualitas audit) adalah tindakan yang diambil auditor untuk mengurangi efektivitas pengumpulan bukti (Sososutikno, 2005; Herbach, 2005; Heningsih, 2002 ; Weningtyas dkk, 2006). Efektivitas audit ini terpengaruh karena auditor memilih untuk tidak melakukan langkah-langkah yang disyaratkan dalam program audit sama sekali dan atau melakukan langkah-langkah program audit dengan tidak lengkap. Beberapa penelitian sebelumnya mengidentifikasi bahwa bentuk perilaku pengurangan kualitas audit dibedakan berdasar tingkat kejadiannya. Peneliti Willet dan Page (1996) dalam Wahyudi, dkk (2011) menemukan bahwa perilaku pengurangan kualitas audit terbagi menjadi 3 bentuk, yaitu saat dimana auditor cenderung mengabaikan bagian yang terlihat janggal dalam sampel, tidak menguji semua sampel yang telah ditetapkan, dan menerima bukti audit yang sifatnya penuh dengan keraguan. Terdapat dua aspek dampak yang disebabkan oleh adanya tindakan pengurangan kualitas audit. Aspek yang pertama adalah adanya dampak terhadap pemakai laporan keuangan, sedangkan aspek yang kedua adalah adanya dampak terhadap auditor itu sendiri. Dampak terhadap pemakai

2 14 laporan keuangan adalah opini audit yang tidak benar sehingga dengan demikian akan menghasilkan kemungkinan adanya penyampaian kinerja audit yang tidak benar. Dampak terhadap auditor itu sendiri adalah adanya perhatian atau keinginan auditor untuk melakukan perilaku pengurangan kualitas audit (Coram, et.al, 2008 dalam Wahyudi, dkk; 2011). 2. Prosedur Audit Prosedur audit meliputi langkah-langkah yang harus dilakukan oleh auditor dalam melakukan audit. Kualitas kerja dari seorang auditor dapat diketahui dari seberapa jauh auditor menjalankan prosedur-prosedur audit yang tercantum dalam prosedur audit (Wahyudi, dkk; 2011). Untuk menyatakan opini atau pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya, seorang auditor harus melakukan prosedur audit. Prosedur audit dapat diklasifikasikan menurut tujuan audit, meliputi (Indarto, 2011): 1. Prosedur untuk memperoleh pemahaman bisnis dan industri klien 2. Pengujian pengendalian 3. Pengujian substantif 4. Pengurangan kualitas audit Pengurangan mutu kualitas audit menurut Weningtyas (2006) adalah dalam bentuk mengurangi jumlah sampel dalam audit, melakukan review dangkal terhadap dokumen klien, tidak memperluas pemeriksaan

3 15 ketika terdapat item yang dipertanyakan dan pemberian opini saat semua prosedur audit yang disyaratkan belum dilakukan lengkap. Adapun prosedur-prosedur audit tersebut adalah (Liantih, 2011) : 1. Pemahaman bisnis industri klien Auditor harus paham tentang bisnis dan industri yang dilakukan klien. Pemahaman tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak lain, baik di pihak auditor maupun klien. Pemahaman dengan klien tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan harus mencakup tujuan perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggungjawab auditor, dan batasan perikatan. Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas kerjanya atau dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien (PSA No.05 SA Seksi 310,2010). 2. Pertimbangan pengendalian internal Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal lain entitas yang didesain untuk memberi keyakinan memadai atas keandalan laporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan yang berlaku. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh auditor untuk merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang

4 16 relevan dengan audit atas laporan keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan (PSA No.69 SA Seksi 319,2001). 3. Pertimbangan auditor atas fungsi auditor intern klien Tanggung jawab penting fungsi audit intern adalah memantau kinerja pengendalian entitas. Pada saat auditor berusaha memahami pengendalian intern, auditor harus berusaha memahami fungsi audit intern yang cukup untuk mengidentifikasi aktivitas audit intern yang relevan dengan perencanaan audit (PSA No.33 SA Seksi 322,2001). 4. Informasi asersi manajemen Asersi adalah pernyataan manjemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Asersi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi, serta penyajian dan pengungkapan. Informasi asersi manajemen digunakan oleh auditor untuk memperoleh bukti audit yang mendukung asersi dalam laporan keuangan (PSA No.7 SA Seksi 326,2001). 5. Prosedur analitik Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan yang lainnya, atau antara data keuangan dengan data non keuangan. Tujuan dilakukannya prosedur

5 17 analitik adalah membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat dan lingkup prosedur audit lainnya, sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi, serta sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit (PSA No.22 SA Seksi 329,2001). 6. Konfirmasi Konfirmasi dalah proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. Proses konfirmasi mencakup pemilihan unsur yang dimintakan konfirmasi, pendesainan permintaan konfirmasi, pengkomunikasian informasi kepada pihak ketiga, serta penilaian terhadap informasi atau tidak adanya informasi yang disediakan oleh pihak ketiga mengenai tujuan audit termasuk keandalan informasi tersebut (PSA No.7 SA Seksi 330,2001). 7. Representasi manajemen Representasi manajemen merupakan bagian dari bukti audit yang diperoleh auditor tetapi tidak merupakan pengganti bagi penerapan prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh dasar memadai bagi pendapat auditor atas laporan keuangan. Representasi tertulis bagi manajemen biasanya menegaskan representasi lisan yang disampaikan oleh manajemen kepada auditor, menunjukkan dan

6 18 mendokumentasikan lebih lanjut ketepatan representasi tersebut, serta mengurangi kemungkinan salah paham mengenai yang dipresentasikan (PSA No.17 SA Seksi 333, 2001). 8. Pengujian pengendalian Teknik berbantuan komputer (TABK) Penggunaan TABK harus dikendalikan oleh auditor untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan audit dan spesifikasi rinci TABK telah terpenuhi, serta bahwa TABK tidak dimanipulasi semestinya oleh staf entitas (PSA No.59 SA Seksi 327, 2001). 9. Sampling audit Sampling audit adalah penerapan terhadap prosedur audit terhadap kurang dari seratus persen unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok tersebut. Sampling audit diperlukan oleh auditor untuk mengetahui saldo-saldo akun dan transaksi yang mungkin sekali mengandung salah saji. Auditor harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian sampel, serta dalam menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan (PSA No.26 SA Seksi 350, 2001). 10. Perhitungan fisik Perhitungan fisik berkaitan dengan pemeriksaan auditor melalui pengamatan, pengujian, dan permintaan keterangan memadai atas

7 19 efektivitas metode perhitungan fisik persediaan atau kas dan mengukur keandalan atas kuantitas dan kondisi fisik persediaan atau kas klien (PSA No.7 SA Seksi 331, 2001). Berdasar penelitian Aldeman dan Deitrick (1982) dalam Wahyudi, dkk (2011), prosedur audit yang paling sering dihentikan secara prematur adalah prosedur pada tahap review dan uji sistem pengendalian internal klien. Weningtyas, dkk (2006) menemukan bahwa pemahaman terhadap bisnis klien merupakan prosedur yang paling banyak ditinggalkan. Sedangkan penelitian Wahyudi, dkk (2011) menemukan bahwa uji kepatuhan terhadap system komputer paling sering ditinggalkan. Penelitian yang dilakukan Lestari (2010) sesuai dengan penelitian Weningtyas, dkk (2006) yang membuktikan bahwa prosedur pemahaman bisnis klien paling sering ditinggalkan. 3. Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit Menurut Raghunathan (1981) dalam Liantih (2010), penghentian premature atas prosedut audit adalah dihentikannya langkah-langkah dalam audit program sehingga satu atau lebih dari prosedur audit tidak dilengkapi. Perilaku penghentian prematur atas prosedur audit ini secara langsung mempengaruhi kualitas audit dan melanggar standar professional. Shapero et al (2003) dalam Lestari (2010) menyimpulkan bahwa kegagalan audit sering disebabkan karena penghapusan prosedur

8 20 audit yang penting daripada prosedur audit tidak dilakukan secara memadai. Ketika melakukan pengabaian, auditor akan memiliki kecenderungan untuk memilih prosedur yang paling tidak beresiko diantara sepuluh prosedur audit seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Pemilihan ini akan menimbulkan urutan / prioritas dari prosedur audit yang dihentikan dimulai dari prosedur yang paling sering dihentikan sampai dengan paling jarang / tidak pernah dihentikan (Weningtyas, 2006). Penghentian prematur atas prosedur audit mengacu pada penghentian suatu langkah (prosedur) audit yang penting dimana tidak dapat digantikan oleh langkah lainnya, tanpa melengkapi pekerjaan atau sama sekali menghilangkan langkah audit (Oatley dan Pierce, 1996; McNamara dan Liyanarachchi, 2005; dalam Liantih, 2010). Jika penghentian prematur atas prosedur audit ini dilakukan, sudah pasti akan berpengaruh langsung terhadap kualitas audit, sebab apabila salah satu langkah dalam prosedur audit dihilangkan, maka kemungkinan auditor akan membuat judgement yang salah semakin tinggi. 4. Tekanan waktu Tekanan waktu merupakan suatu keadaan dimana auditor mendapat tekanan dari Kantor Akuntan Publik tempatnya bekerja, untuk

9 21 menyelesaikan audit pada waktu dan anggaran biaya yang telah ditentukan sebelumnya (Wahyudi, dkk;2011). Suatu perusahaan tentunya tidak ingin mengeluarkan biaya dan waktu yang terlalu banyak untuk melakukan audit. Oleh sebab itu, auditor dituntut untuk menggunakan biaya dan waktu dengan efektif dan efisien dalam melaksanakan audit. Terkadang ada beberapa perusahaan yang cenderung tidak ingin berlama-lama dalam pelaksanaan audit. Adapula perusahaan yang memberikan beberapa batasan yang dianggap berlebihan kepada auditor saat melaksanakan audit. Tentu saja dalam hal ini membuat auditor merasa tidak nyaman dalam menjalankan tugasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan Sumekto (2001) yang mengungkapkan bahwa batasan waktu memang ada atau telah terjadi dan justru berdampak negatif terhadap kinerja auditor. Herningsih (2001) menyatakan bahwa tekanan waktu (Time pressure) memiliki 2 dimensi yaitu time budget pressure (keadaan dimana auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun, atau terdapat pembatasan waktu dalam anggaran yang sangat ketat) dan time deadline pressure (kondisi dimana auditor dituntut untuk menyelesaikan tugas audit tepat pada waktunya). Tekanan waktu juga bias diberikan oleh Kantor Akuntan Publik kepada auditornya dengan tujuan mengurangi biaya audit. Semakin cepat waktu pengerjaan audit, maka biaya pelaksanaan audit akan semakin kecil (Weningtyas, dkk;

10 ). Hal ini tentunya akan mempengaruhi hasil audit dan pastinya akan berbeda apabila auditor bekerja tanpa pengaruh tekanan waktu. Tekanan waktu yang dihadapi oleh profesional dalam bidang pengauditan dapat menimbulkan tingkat stres yang tinggi dan mempengaruhi sikap, niat dan perilaku auditor, serta mengurangi perhatian auditor terhadap aspek kualitatif dari indikasi saji yang menunjukkan potensi kecurangan atas pelaporan keuangan (Sososutisno, 2005 dalam Wahyudi, dkk;2011). Penelitian terdahulu yang dilakukan Qurrahman, dkk (2012) dan Wahyudi, dkk (2011) menyebutkan bahwa tekanan waktu tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penghentian premature atas prosedur audit. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2010) dan Indarto (2011) menunjukkan bahwa variabel tekanan waktu berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. 5. Materialitas Definisi materialitas menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA seksi 312 merupakan besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut. Sedangkan FASB menjelaskan konsep materialitas sebagai penghilangan atau salah saji suatu item dalam laporan keuangan adalah

11 23 material jika dalam keadaan tertentu besarnya item tersebut mungkin menyebabkan pertimbangan orang yang reasonable berdasar laporan keuangan tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh adanya pencantuman atau peniadaan informasi akuntansi tersebut. Definisi materialitas menurut Sukrisno (1996 : 100) dalam Weningtyas, dkk (2006) adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut. Dari definisi di atas konsep materialitas dapat digunakan 3 tingkatan dalam mepertimbangkan jenis laporan yang harus dibuat antara lain : 1. Jumlah yang tidak material, jika terdapat salah saji dalam laporan keuangan tetapi cenderung tidak mempengaruhi keputusan pemakai laporan. 2. Jumlahnya material, tetapi tidak mengganggu laporan keuangan secara keseluruhan. 3. Jumlah sangat material atau pengaruhnya sangat meluas sehingga kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan diragukan. Kosep materialitas adalah faktor yang penting dalam mempertimbangkan jenis laporan yang tepat untuk diterbitkan dalam

12 24 keadaan tertentu. Sebagai contoh, jika ada salah saji yang material dalam laporan keuangan suatu entitas dan pengaruhnya terhadap periode selanjutnya diperkirakan tidak terlalu berarti, maka dikeluarkanlah suatu laporan wajar tanpa pengecualian (Lestari, 2010). Dalam penetapan materialitas ada 5 langkah yang harus dilakukan antara lain (Mulyadi, 2001) : 1. Menentukan pertimbangan awal mengenai materialitas 2. Alokasikan pertimbangan awal mengenai materialitas ke dalam segmen 3. Estimasikan total salah saji ke dalam segmen 4. Estimasikan salah saji gabungan 5. Bandingkan estimasi gabungan dengan pertimbangan awal mengenai materialitas Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas memiliki pengaruh terhadap semua aspek audit atas audit laporan keuangan. Informasi dalam laporan keuangan bersifat pendapat, estimasi, dan pertimbangan dalam penyusunannya, yang sering kali hal tersebut tidak tepat atau akurat 100%. Oleh karena itu auditor tidak memeriksa setiap transaksi yang terdapat dalam laporan keuangan (Lestari, 2010).

13 25 Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kualitatif dan pertimbangan kuantitatif (Wahyudi, dkk; 2011). Pertimbangan kualitatif yaitu pertimbangan yang berkaitan dengan penyebab salah saji. Sedangkan pertimbangan kuantitatif yaitu pertimbangan yang berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah saldo tertentu. Disaat auditor menetapkan bahwa materialitas yang melekat pada suatu prosedur audit rendah, maka terdapat kecenderungan pada auditor untuk mengabaikan prosedur audit tersebut. Hal ini dilakukan karena auditor beranggapan jika ditemukan salah saji, bernilai tidak material sehingga cenderung diabaikan auditor. 6. Prosedur Review Prosedur review merupakan proses memeriksa / meninjau ulang hal / pekerjaan untuk mengatasi terjadinya indikasi ketika staf auditor telah menyelesaikan tugasnya, padahal tugas yang disyaratkan tersebut gagal dilakukan (Lestari, 2010). Prosedur ini berperan dalam memastikan bahwa bukti pendukung telah lengkap dan juga melibakan pertimbangan ketika terdapat sugesti bahwa penghentian prematur atas prosedur audit telah terjadi (Indarto, 2011). Berbeda dengan prosedur review yang berfokus pada pemberian opini, kontrol kualitas lebih berfokus pada pelaksanaan prosedur audit sesuai standar auditing (Wahyudi, dkk; 2011). Keberadaan suatu sistem

14 26 kontrol kualitas akan membantu sebuah KAP untuk memastikan bahwa standar profesional telah dijalankan dengan semestinya dalam praktik. Terdapat 5 elemen dari kontrol kualitas yaitu independensi, integritas dan obyektivitas, manajemen personalia, penerimaan dan keberlanjutan serta perjanjian dengan klien, performa yang menjanjikan serta monitoring (Messier, 2000) dalam Lestari (2010). Pelaksanaan prosedur review dan kontrol kualitas yang baik akan meningkatkan kemungkinan terdeteksinya perilaku auditor yang menyimpang, seperti praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Kemudahan pendeteksian ini akan membuat auditor berpikir dua kali ketika akan melakukan tindakan semacam penghentian prematur atas prosedur audit. Semakin tinggi kemungkinan terdeteksinya praktik penghentian prematur atas prosedur audit melalui prosedur review dan kontrol kualitas, maka semakin rendah kemungkinan auditor melakukan praktik tersebut. Untuk mengontrol penghentian dini prosedur auditing, KAP harus menyediakan prosedur review yang mampu mendeteksi sukses dan gagalnay auditor dalam melaksanakan seluruh tugas yang ditetapkan. Prosedur review yang tersusun dengan baik dan kontrol kualitas yang terus menerus akan meningkatkan kemungkinan terdeteksinya kecurangan yang dilakukan auditor yaitu berupa perilaku pengurangan kualitas audit (Sumekto, 2001).

15 27 Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan Qurrahman, dkk (2012) menunjukkan hasil positif yang menunjukkan bahwa prosedur review berpengaruh terhadap praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Sedangkan penelitian Wahyudi, dkk (2011) menunjukkan hasil yang negatif terhadap praktik penghentian prematur atas prosedur audit. 7. Lokus Kendali (Locus of Control) Definisi lokus kendali (locus of control) menurut Rotter (2006) dalam Gustati (2012) adalah tingkatan diman seseorang menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka. Lokus kendali dibagi menjadi dua, yaitu lokus kendali internal dan lokus kendali eksternal. Lokus kendali internal mengacu kepada persepsi bahwa kejadian baik positif maupun negatif, terjadi sebagai konsekuensi dari tindakan atau perbuatan diri sendiri dan di bawah pengendalian diri. Sedangkan lokus kendali eksternal mengacu kepada keyakinan bahwa suatu kejadian tidak mempunyai hubungan langsung dengan tindakan oleh diri sendiri dan berada di luar control dirinya. Menurut Setiawan dan Ghozali (2006 : 66) dalam Liantih (2010) lokus kendali menunjukkan pada sejauh mana individu meyakini bahwa dia dapat mengendalikan faktorfaktor yang mempengaruhi dirinya. Situasi dimana individu-individu dengan lokus kendali eksternal merasa tidak mampu dalam mendapatkan dukungan kekuatan yang

16 28 dibutuhkannya untuk bertahan dalam suatu organisasi, maka mereka akan meliki potensi untuk mencoba memanipulasi rekan atau objek lainnya sebagai kebutuhan pertahanan mereka (Solar dan Bruehl, 1971 dalam Liantih, 2010). Dalam konteks auditing, manipulasi atau ketidakjujuran pada akhirnya akan menimbulkan penyimpangan perilaku dalam audit. Perilaku yang dimaksud salah satunya berbentuk pengentian prematur atas prosedur audit. Hasil dari perilaku ini adalah penurunan kualitas audit yang dapat dilihat sebagai hal yang perlu dikorbankan oleh individu untuk bertahan dalam lingkungan kerja audit. Hal ini menghasilkan dugaan bahwa semakin tinggi lokus kendali eksternal individu, semakin mungkin mereka menerima penyimpangan perilaku dalam audit (Liantih, 2010). Penelitian terdahulu yang dilakukan Qurrahman, dkk (2012) menyatakan bahwa lokus kendali tidak berpengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. 8. Komitmen Profesional Komitmen professional adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut (Trisnaningsih, 2003; Wahyudi, dkk; 2011). Dalam suatu organisasi profesi seorang anggota organisasi dituntut untuk memiliki komitmen

17 29 profesi. Komitmen professional dapat diartikan sebagai intensitas identifikasi dan keterlibatan individu dengan profesi tertentu. Komitmen professional digambarkan sebagi suatu format fokus karir pada komitmen pekerjaan yang menekankan pentingnya suatu profesi di masa hidup seseorang. Menurut Trisnaningsih (2003) dalam Wahyudi, dkk (2011) mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman auditor dengan komitmen profesionalisme, hubungan dengan sesama profesi, keyakinan terhadap profesi dan pengabdian terhadap profesi. Hal ini disebabkan bahwa semenjak awal tenaga profesional telah dididik untuk menjalankan tugas-tugas yang kompleks secara independen dan memecahkan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan tugas-tugas dengan menggunakan keahlian dan dedikasi mereka secara professional. 9. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Meyer dan Allen (1990) dalam Purnamasari (2008) adalah bagaimana seseorang memiliki dorongan dalam dirinya untuk berbuat sesuatu agar menunjang keberhasilan organisasi tempatnya bekerja sesuai dengan tujuan dan kepentingan organisasi.komitmen organisasi yang tinggi menjadikan seorang individu merasa memiliki organisasi dan ingin selalu memajukan organisasi. Komitmen organisasi yang kuat akan mendorong individu berusaha keras

18 30 mencapai tujuan organisasi (Angel & Perry, 1981 dalam Alexandra, 2011). Individu yang tidak memiliki komitmen organisasi cenderung bekerja apa adanya atau minimalis tanpa upaya inovatif dan kreatif dalam mencapai tujuan organisasi. Komitmen organisasi akan mendukung individu untuk bekerja maksimal sehingga tercipta hasil yang baik demi kemajuan organisasi dan dapat meminimalkan terjadinya penghentian prematur atas prosedur audit yang dilakukan oleh auditornya. 10. Pengalaman audit Menurut Gibbins (dalam Elfarini, 2007) pengalaman menciptakan struktur pengetahuan, yang terdiri atas suatu sistem dari pengetahuan yang sistematis dan abstrak.pengetahuan ini tersimpan dalam memori jangka panjang dan dibentuk dari lingkungan pengalaman langsung masa lalu.gibbins juga menjelaskan bahwa melalui pengalaman auditor dapat memperoleh pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuannya. Auditor yang berpengalaman akan memiliki lebih banyak pengetahuan dan struktur memori lebih baik dibandingkan auditor yang belum berpengalaman. Pengalaman kerja auditor dalam kurun waktu 4 tahun telah berpengalaman untuk mengontrol kemungkinan terjadinya penghentian prematur atas prosedur audit.proporsi tentang pertimbangan professional dalam akuntansi menunjukkan bahwa pengalaman memunculkan suatu struktur pengetahuan yang skematik dan abstrak, yang diperoleh dalam memori lama. Struktur pengetahuan memberikan suatu

19 31 petunjuk bagi proses pertimbangan dan respon terhadap situasi yang timbul dalam proses audit (Tsui dan Gul dalam Utami, Noegroho, Indrawati, 2007).Semakin banyak pengalaman auditor maka auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan audit. 11. Kesadaran etis Etis adalah berhubungan atau sesuai dengan etika dan sesuai dengan asas perilaku yang disepakati umum (Veronica, 2010). Muawanah (2000) menyatakan bahwa kesadaran etik adalah tanggapan atau penerimaan seseorang terhadap suatu peristiwa moral tertentu melalui suatu proses penentuan yang kompleks sehingga dia dapat memutuskan apa yang harus dia lakukan pada situasi tertentu. Motif kesadaran sangat penting dalam proses pengambilan keputusan karena merupakan sumber dari proses berpikir. Terdapat dua faktor dalam motif kesadaran, yaitu : 1) keinginan akan kestabilan atau kepastian serta 2) kompleksitas dan keragaman (Ikhsan dan Ishak dalam Utami, Noegroho, Indrawati, 2007). Keinginan akan kestabilan menegaskan adanya kemampuan untuk memprediksikan. Keinginan akan kestabilan ini mengaktifkan baik pikiran sadar maupun bawah sadar untuk menghindari ketidakstabilan, ketidakjelasan, atau ketidakpastian informasi. Motif kesadaran akan membantu auditor dalam memprediksi suatu keputusan yang tidak terencana maupun ketika dihadapkan pada

20 32 keputusan yang terencana dengan baik, agar dapat menghadapi risiko dan ketidakpastian dalam mengambil suatu tindakan (Utami, Noegroho, Indrawati, 2007). B. Penelitian terdahulu Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wahyudi, dkk (2011) yang berjudul Praktik Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit meneliti 100 KAP di DKI Jakarta menunjukkan hasil bahwa hanya faktor materialitas yang mempengaruhi praktik penghentian prematur atas prosedut audit. Sedangkan faktor lain tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Qurrahman, dkk (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Tekanan Waktu, Resiko Audit, Materialitas, Prosedur review dan Kontrol Kualitas, Locus of Control, serta Komitmen Profesional terhadap Penghentian Prematur Prosedur Audit meneliti kantor akuntan publik di Palembang menunjukkan hasil yaitu hanya variabel resiko audit dan prosedur review yang memiliki pengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Lestari (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Auditor Dalam Penghentian Prematur Prosedur Audit yang melakukan penelitian pada KAP di Semarang menunjukkan hasil bahwa tekanan waktu, materialitas, dan prosedur

21 33 review sangat berpengaruh terhadap praktik penghentian prematur atas prosedur audit. Liantih (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit yang melakukan penelitian pada 21 KAP di Jakarta menunjukkan hasil bahwa faktor resiko audit, materialitas, prosedur review dan kontrol kualitas, lokus kendali eksternal, serta keinginan untuk berhenti bekerja berpengaruh signifikan. Sedangkan tekanan waktu tidak memiliki pengaruh signifikan. C. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh tekanan waktu terhadap audit prematur Tekanan waktu merupakan suatu keadaan dimana auditor mendapat tekanan dari Kantor Akuntan Publik tempatnya bekerja, untuk menyelesaikan audit pada waktu dan anggaran biaya yang ditentukan sebelumnya. Tekanan waktu memiliki 2 dimensi yaitu Time budget pressure dan Time deadline pressure. Tekanan anggaran waktu (Time Budget Pressure) yaitu keadaan dimana auditor dituntut untuk melakukan efisiensi terhadap anggaran waktu yang telah disusun, atau terdapat pembatasan waktu dalam anggaran yang sangat ketat. Sedangkan Time deadline pressure adalah kondisi dimana auditor dituntut untuk menyelesaikan tugas audit tepat pada waktunya (Heringsih, 2001; Wahyudi, dkk; 2011).

22 34 Tekanan waktu yang diberikan oleh KAP kepada auditornya bertujuan untuk mengurangi biaya audit. Semakin cepat waktu pengerjaan audit, maka biaya pelaksanaan audit akan semakin kecil. Keberadaan tekanan waktu ini memaksa auditor untuk menyelesaikan tugas secepatnya / sesuai dengan anggaran waktu yang telah ditetapkan. Pelaksanaan prosedur audit seperti ini tentu saja tidak akan sama dengan prosedur audit yang dilakukan tanpa adanya tekanan waktu (Kurniawan, 2008). Tekanan waktu yang dihadapi oleh professional dalam bidang pengauditan dapat menimbulkan tingkat stres yang tinggi dan mempengaruhi sikap, niat, dan perilaku auditor, serta mengurangi perhatian mereka terhadap aspek kualitatif dari indikasi salah saji yang menunjukkan potensial kecurangan atas pelaporan keuangan. Di bawah tekanan waktu perhatian akan lebih berfokus pada tugas yang dominan, seperti tugas pengumpulan bukti berkaitan dengan frekuensi jumlah salah saji dan mengorbankan perhatian yang diberikan pada tugas tambahan seperti tugas yang memperhatikan aspek kualitas atas terjadinya salah saji yang menunjukkan potensi kecurangan dalam pelaporan keuangan (Sososutikno (2005) dalam Wahyudi, dkk (2011)). Heriningsih (2002) menyebutkan bahwa penghentian prematur atas prosedur audit dipengaruhi oleh tekanan waktu dan risiko audit. Auditor yang mengalami tekanan waktu yang tinggi dan resiko audit yang rendah lebih cenderung melakukan penghentian prematur atas

23 35 prosedur audit. Hal ini didukung oleh penelitian dari Sobaroyoen dan Chengabroyan (2005) menemukan adanya tekanan anggaran waktu yang terdapat di Negara berkembang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Negara maju. Semakin tinggi tingkat pengetatan anggaran, maka praktik penghentian prematur atas prosedur audit semakin meningkat pula. H1 = Tekanan waktu berpengaruh signifikan terhadap penghentian audit prematur 2. Pengaruh materialitas terhadap audit prematur Materialitas salah saji informasi akuntansi merupakan besarnya salah saji informasi akuntansi, yang mana dalam kondisi tertentu akan berpengaruh terhadap perubahan pengambilan keputusan yang diambil atas informasi yang mengandung salah saji tersebut (Lestari, 2010). Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif yaitu pertimbangan yang berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah saldo tertentu dan pertimbangan kualitatif yaitu pertimbangan yang berkaitan dengan penyebab salah saji (Heriningsih, 2002 dalam Wahyudi, dkk; 2011). Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan professional dan dipengaruhi oleh persepsi dari auditor sendiri. Saat auditor menetapkan bahwa materialitas yang melekat pada suatu prosedur audit rendah, maka terdapat kecenderungan bagi

24 36 auditor untuk mengabaikan prosedur audit tersebut. Pengabaian ini dilakukan karena auditor beranggapan jika ditemukan salah saji dari pelaksanaan suatu prosedur audit, nilainya tidak material sehingga tidak berpengaruh apapun pada opini audit. Pengabaian seperti inilah yang menimbulkan praktik penghentian prematur atas prosedur audit (Weningtyas, dkk, 2006 dalam Wahyudi, dkk 2011). Penelitian yang dilakukan Qurrahman, dkk (2012) menyatakan bahwa materialitas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Liantih (2010) menyatakan bahwa materialitas memiliki pengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. H 2 = Materialitas berpengaruh signifikan terhadap pengentian audit prematur 3. Pengaruh prosedur review terhadap audit prematur Prosedur review merupakan proses memeriksa / meninjau ulang hal / pekerjaan untuk mengatasi terjadinya indikasi ketika staf auditor telah menyelesaikan tugasnya, padahal tugas yang disyaratkan tersebut gagal dilakukan (Lestari, 2010). Fokus pada prosedur review ini merupakan proses memeriksa atau meninjau ulang hal atau pekerjaan untuk mengatasi terjadinya indikasi ketika staf auditor telah

25 37 menyelesaikan tugasnya, padahal tugas yang disyaratkan tersebut gagal dilakukan (Liantih, 2010). Untuk mengontrol penghentian dini pelaksanaan atas prosedur audit, kantor akuntan publik harus menyediakan prosedur review yang mampu mendeteksi sukses dan gagalnya auditor dalam melaksanakan seluruh tugas yang ditetapkan. Prosedur review yang tersusun dengan baik dan kontrol kualitas yang terus menerus akan meningkatkan kemungkinan terdeteksinya kecurangan yang dilakukan oleh auditor yang dapat berupa perilaku pengurangan kualitas audit (Sumekto, 2001 dalam Wahyudi, dkk (2011)). Pendeteksian ini akan membuat auditor berpikir dua kali ketika akan melakukan tindakan penghentian prematur atas prosedur audit. Hal ini didukung oleh penelitian Wibowo (2010) dan Lestari (2010), yang menyatakan bahwa semakin tinggi kemungkinan terdeteksinya praktik penghentian prematur atas prosedur audit melalui prosedur review dan kontrol kualitas, maka semakin rendah kemungkinan auditor melakukan praktik tersebut. H 3 = Prosedur review berpengaruh positif terhadap penghentian atas prosedur audit prematur

26 38 4. Pengaruh lokus kendali terhadap audit prematur Definisi lokus kendali (Locus of control) menurut Rotter (2006) dalam Gustati (2012) adalah tingkatan dimana seseorang menerima tanggung jawab personal terhadap apa yang terjadi pada diri mereka. Menurut Donnelly, et al (200) dalam Liantih (2012), penyimpangan perilaku yang biasanya dilakukan oleh seorang auditor antara lain melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek daripada waktu yang sebenarnya (Underreporting of audit time), merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan (replacing and altering original audit procedures) dan penyelesaian langkah langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur (premature signing-off of audit steps without completion of the procesures). Penyebab auditor melakukan penyimpangan tersebut adalah faktor internal dari karakteristik personal auditor yang berupa lokus kendali yang dimiliki oleh para auditor. Individu dengan lokus kendali eksternal menganggap hasil yang didapat bukan berasal dari usaha mereka, tetapi berasal dari factor situasional seperti lingkungan dan keberuntungan. Individu dengan karakter seperti ini perlu didorong lebih keras agar mau bekerja dengan baik untuk memenuhi target yang telah ditentukan dan biasanya bersifat reaktif. Sedangkan individu dengan lokus kendali internal percaya bahwa hasil yang terjadi merupakan hasil kerja keras mereka

27 39 dan semua kejadian berada di bawah pengendalian mereka (Febrina, 2012). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Liantih (2010) menyatakan bahwa lokus kendali memiliki pengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Qurrahman, dkk (2012) menyatakan bahwa tidak ada pengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. H 4 = Lokus kendali memiliki pengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. 5. Pengaruh komitmen professional terhadap audit prematur Komitmen professional adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut (Trisnaningsih, 2002 ; Wahyudi, dkk; 2011). Dalam suatu organisasi profesi, seorang anggota organisasi profesi dituntut untuk memiliki komitmen profesi. Trisnaningsih (2002) mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman auditor dengan komitmen profesionalisme, lamanya bekerja hanya mempengaruhi pandangan profesionalisme, hubungan dengan sesama profesi, keyakinan terhadap profesi dan keyakinan terhadap profesi dan pengabdian pada profesi. Hal ini disebabkan bahwa semenjak awal tenaga profesional telah dididik untuk menjalakan tugas tugas yang kompleks secara independen dan memecahkan permasalahan yang timbul dalam

28 40 pelaksanaan tugas tugas dengan menggunakan keahlian dan dedikasi mereka secara profesional. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wahyudi, dkk (2011), komitmen professional pada diri auditor tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit. Hal ini juga didukung oleh penelitian Qurrahman, dkk (2012). H 5 = Komitmen professional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penghentian prematur atas prosedur audit D. Kerangka Pemikiran Auditor dituntut bekerja secara professional dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini untuk memenuhi permintaan klien yang menginginkan kualitas audit yang tinggi. Namun kualitas audit dapat berkurang karena tindakan yang dilakukan oleh auditor. Salah satu bentuk perilaku pengurangan kualitas audit adalah penghentian prematur atas prosedur audit (Weningtyas, dkk (2006) dalam Lestari (2010)). Weningtyas, dkk (2006) menyimpulkan bahwa proses penghentian prematur atas prosedur audit tersebut dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor karakteristik personal dari auditor yang berupa faktor internal dan faktor situasional (faktor eksternal). Faktor internal disini diwakili oleh lokus kendali dan komitmen profesional dari auditor. Sedangkan faktor eksternal disini diwakili oleh tekanan waktu, materialitas dan prosedur

29 41 review. Dari uraian diatas maka dapat menerangkan hipotesis 1-5 (H 1 H 5 ), maka disusun kerangka pikiran sebagai berikut : GAMBAR 2.1 KERANGKA PIKIR PENELITIAN Tekanan Waktu (H 1 ) Materialitas (H 2 ) Prosedur review (H 3 ) Penghentian prematur atas prosedur audit Lokus kendali (H 4 ) Komitmen Profesional (H 5 ) Sumber : Data yang diolah, 2017

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. menentukan penyebab atau motif perilaku seseorang. Teori ini mengacu pada

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. menentukan penyebab atau motif perilaku seseorang. Teori ini mengacu pada BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Atribusi Teori atribusi akan memberikan penjelasan mengenai bagaimana cara menentukan penyebab atau motif perilaku seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi dari pihak yang melakukan audit (Weningtyas et al., 2006).

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi dari pihak yang melakukan audit (Weningtyas et al., 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan dunia usaha telah semakin berkembang. Semua bidang usaha berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik sehingga diperlukan pula usaha dari setiap bagian

Lebih terperinci

PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PROSEDUR PENGHENTIAN AUDIT PREMATUR (Studi Pada Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta dan Yogyakarta)

PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PROSEDUR PENGHENTIAN AUDIT PREMATUR (Studi Pada Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta dan Yogyakarta) PENGARUH KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PROSEDUR PENGHENTIAN AUDIT PREMATUR (Studi Pada Kantor Akuntan Publik Kota Surakarta dan Yogyakarta) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rerangka Teori 1. Teori Atribusi Teori atribusi menjelaskan tentang bagaimana proses penyebab perilaku seseorang atau tujuan seseorang dalam berperilaku. Teori ini diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses audit merupakan bagian dari assurance services, yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Proses audit merupakan bagian dari assurance services, yang melibatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses audit merupakan bagian dari assurance services, yang melibatkan usaha peningkatan kualitas informasi bagi pengambil keputusan serta independensi dan kompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku profesional akuntan publik salah satunya diwujudkan dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional audit behavior). Perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jasa audit merupakan suatu penugasan profesional yang dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Profesi ini merupakan profesi

BAB I PENDAHULUAN. disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Profesi ini merupakan profesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Profesi ini merupakan profesi kepercayaan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (Weningtyas dkk, 2006). a. Mengurangi jumlah sampel dalam audit. b. Melakukan review dangkal terhadap dokumen klien

BAB I PENDAHULUAN. keputusan (Weningtyas dkk, 2006). a. Mengurangi jumlah sampel dalam audit. b. Melakukan review dangkal terhadap dokumen klien BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Proses audit merupakan bagian dari assurance services, yang melibatkan usaha peningkatan kualitas informasi bagi pengambil keputusan serta independensi dan kompetensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dua kelompok; jasa assurance dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa

BAB 1 PENDAHULUAN. dua kelompok; jasa assurance dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jasa audit akuntan publik dibutuhkan oleh pihak luar perusahaan, hal ini disebabkan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit akuntan publik untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Weningtyas dkk. 2006:2). Kasus Enron merupakan salah satu bukti kegagalan. pihak mengalami kerugian materi dalam jumlah besar.

BAB I PENDAHULUAN. (Weningtyas dkk. 2006:2). Kasus Enron merupakan salah satu bukti kegagalan. pihak mengalami kerugian materi dalam jumlah besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan perusahaan yang diaudit (Silaban,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. sistematik mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. sistematik mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Teoretis 2.1.1. Pengertian Audit Komite konsep audit dasar (committee on auditing concepts) telah merumuskan definisi umum dari audit: Audit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jasa audit akuntan publik dibutuhkan oleh pihak luar perusahaan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Jasa audit akuntan publik dibutuhkan oleh pihak luar perusahaan, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jasa audit akuntan publik dibutuhkan oleh pihak luar perusahaan, hal ini disebabkan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit akuntan publik untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theory.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theory. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan kajian teoritis dan kajian empiris. Kajian teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theory. Grand theory

Lebih terperinci

Pertanyaan. Pertanyaan ini berhubungan dengan prosedur audit. (Sumber : Weningtyas, 2006 ) Tidak. selalu. Pernah. kadang

Pertanyaan. Pertanyaan ini berhubungan dengan prosedur audit. (Sumber : Weningtyas, 2006 ) Tidak. selalu. Pernah. kadang KUESIONER Mohon Bapak / Ibu / Saudara menjawab pertanyaan di bawah ini dengan tanda ( ) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan diri Bapak / Ibu / Saudara. 1 ini berhubungan dengan prosedur audit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya transparansi laporan keuangan terutama bagi perusahaan publik sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya transparansi laporan keuangan terutama bagi perusahaan publik sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pentingnya transparansi laporan keuangan terutama bagi perusahaan publik sangat dianjurkan dalam penggunaannya. Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan masyarakat terhadap auditor sebagai pihak yang independen dalam mengaudit laporan keuangan perusahaan sangat besar. Auditor bertanggung jawab untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu (Harahap, 2009:105) dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu (Harahap, 2009:105) dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu (Harahap, 2009:105) dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Setelah kasus Enron, yang merupakan kegagalan KAP Arthur Andersen, dan World.Com di Amerika Serikat pada 2001, serta kasus Kimia Farma, auditor dianggap

Lebih terperinci

atas laporan keuangan yang diaudit (Rikarbo, 2012). Reckers et al. (1997)

atas laporan keuangan yang diaudit (Rikarbo, 2012). Reckers et al. (1997) situasi ini auditor biasanya tidak melaksanakan prosedur yang lengkap dengan mengabaikan salah satu atau beberapa langkah audit yang berlaku tanpa menggantinya dengan langkah lain dan tetap mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan umumnya adalah perusahaan yang punya kepentingan dengan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan umumnya adalah perusahaan yang punya kepentingan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kantor Akuntan Publik merupakan suatu entitas yang menyediakan jasa-jasa yang berkaitan dengan pemeriksaan laporan keuangan. Perusahaan yang membutuhkan jasa akuntan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi akuntansi termasuk laporan keuangan memang. (Husnan, 2000). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. Informasi akuntansi termasuk laporan keuangan memang. (Husnan, 2000). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika telah banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Masalah Informasi akuntansi termasuk laporan keuangan memang mengandung sejumlah data yang dapat dikaji sebagai bahan penelitian (Husnan, 2000). Oleh karena itu, tidaklah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. motif atas perilaku mereka. Teori atribusi yaitu teori yang mempelajari. alasan atas perilaku seseorang (Robbins, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. motif atas perilaku mereka. Teori atribusi yaitu teori yang mempelajari. alasan atas perilaku seseorang (Robbins, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Atribusi Memahami sebuah kondisi emosional seseorang dapat bermanfaat dalam beberapa hal. Pada umumnya hal tersebut dilakukan lebih jauh agar dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini banyak dijumpai pemberian jasa penjaminan (assurance services) yang. perusahaan adalah jasa audit atas laporan keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini banyak dijumpai pemberian jasa penjaminan (assurance services) yang. perusahaan adalah jasa audit atas laporan keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi yang dapat diandalkan sangat dibutuhkan dalam hampir setiap pengambilan keputusan ekonomi. Informasi akan lebih dipercaya apabila informasi tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Audit adalah proses yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit akuntan publik

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit akuntan publik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jasa audit akuntan publik dibutuhkan oleh pihak luar perusahaan, hal ini disebabkan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit akuntan publik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) telah diterapkan secara luas

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) telah diterapkan secara luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep Good Corporate Governance (GCG) telah diterapkan secara luas di Indonesia. Syakhroza (2003) dalam Wulandari (2009) mendefinisikan GCG sebagai suatu mekanisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektifuntuk menentukan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektifuntuk menentukan tingkat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengauditan didefinisikan sebagai suatu prosessistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi buktiyang berhubungan dengan asersi tentang tindakantindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengauditan didefinisikan sebagai suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan dan kejadian ekonomi-ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

BAB I PENDAHULUAN. standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntan publik merupakan auditor yang menyediakan jasa kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Tugas

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN 70 KUESIONER PENELITIAN Pengaruh Time Pressure, Risiko Audit, Materialitas, Prosedur review dan Kontrol Kualitas, locus of control, Komitmen Profesi terhadap Penghentian Prematur atas Prosedur Audit Identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak

BAB I PENDAHULUAN. publik inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Auditor merupakan profesi kepercayaan masyarakat, dari profesi akuntan publik inilah masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap

Lebih terperinci

Taufik Qurrahman, Susfayetti, Andi Mirdah Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jambi

Taufik Qurrahman, Susfayetti, Andi Mirdah Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jambi e-jurnal BINAR AKUNTANSI Vol. 1 No. 1, September 2012 ISSN 2303-1522 PENGARUH TIME PRESURE, RESIKO AUDIT, MATERIALITAS, PROSEDUR REVIEW DAN KONTROL KUALITAS, LOCUS OF CONTROL SERTA KOMITMEN PROFESIONAL

Lebih terperinci

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT SA Seksi 312 RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Sumber: PSA No. 25 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi auditor dalam mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai cara dan usaha dilakukan oleh perusahaan untuk menyajikan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai cara dan usaha dilakukan oleh perusahaan untuk menyajikan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai cara dan usaha dilakukan oleh perusahaan untuk menyajikan suatu laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi, akan tetapi tidak serta merta laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel dalam menyajikan laporan keuangan perusahaan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel dalam menyajikan laporan keuangan perusahaan agar dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketatnya persaingan industri di Indonesia menuntut perusahaan semakin akuntabel dalam menyajikan laporan keuangan perusahaan agar dapat menjadi laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002). A Statement Of Basic Auditing Concepts

BAB I PENDAHULUAN. dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002). A Statement Of Basic Auditing Concepts BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jasa audit akuntan publik dibutuhkan oleh pihak luar perusahaan, hal ini disebabkan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit akuntan publik untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Auditing Menurut Sukrisno Agoes (2012:4) Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen,

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN SA Seksi 322 PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN Sumber: PSA No. 33 PENDAHULUAN 01 Auditor mempertimbangkan banyak faktor dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan (agency theory) Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu, yang disebut sebagai

Lebih terperinci

FAJAR DWI NUGROHO B

FAJAR DWI NUGROHO B PENGARUH TIME PRESSURE, RISIKO AUDIT, LOCUS OF CONTROL DAN KOMITMEN PROFESI TERHADAP PENGHENTIAN PREMATUR ATAS PROSEDUR AUDIT (Survey pada Kantor Akuntan Publik di Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Auditing Mulyadi (2011: 9) mengartikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk memeroleh dan mengevaluasi bukti secara objektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar dalam semua hal

BAB I PENDAHULUAN. apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar dalam semua hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditinjau dari sudut profesi akuntan publik, auditor adalah akuntan profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang pemeriksaan

Lebih terperinci

STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN

STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN Daftar Isi Standar Pekerjaan Lapangan SA Seksi 300 STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN Penunjukan auditor independen; perencanaan dan supervisi; risiko audit dan materialitas dalam pelaksanaan audit; pengujian

Lebih terperinci

SA Seksi 324 PELAPORAN ATAS PENGOLAHAN TRANSAKSI OLEH ORGANISASI JASA. Sumber: PSA No. 61 PENDAHULUAN

SA Seksi 324 PELAPORAN ATAS PENGOLAHAN TRANSAKSI OLEH ORGANISASI JASA. Sumber: PSA No. 61 PENDAHULUAN SA Seksi 324 PELAPORAN ATAS PENGOLAHAN TRANSAKSI OLEH ORGANISASI JASA Sumber: PSA No. 61 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan tentang faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh auditor independen dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya kebutuhan jasa audit akuntan publik oleh pihak luar perusahaan karena pihak luar perusahaan memerlukan jasa audit yang dapat menentukan

Lebih terperinci

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit Standar Prof SA Seksi 3 1 2 RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Sumber: PSA No. 25 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi akuntan publik dalam memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori keperilakuan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori keperilakuan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Landasan Teori II.1.1 Teori Keperilakuan Teori keperilakuan adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Hudayati dalam Setyorini (2011) membagi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori Keagenan (Agency Theory) menjelaskan adanya konflik antara manajemen selaku agen dengan

Lebih terperinci

Standar Audit SA 300. Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 300. Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA 00 Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 ::0 AM STANDAR AUDIT 00 PERENCANAAN SUATU AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang ditujukan kepada pihak pemakai baik pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan pada sebuah entitas dilaksanakan oleh pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan pada sebuah entitas dilaksanakan oleh pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Audit laporan keuangan pada sebuah entitas dilaksanakan oleh pihak yang memiliki kompeten, tidak memihak, dan objektif, yang disebut akuntan publik atau lebih dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan globalisasi perekonomian Indonesia pada umumnya menyebabkan peningkatan pesat tuntutan masyarakat atas mutu dan jenis jasa profesi akuntan publik sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang diaudit (Silaban, 2009). Pendapat auditor mengenai

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang diaudit (Silaban, 2009). Pendapat auditor mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akuntan merupakan suatu profesi yang salah satu tugasnya adalah mengaudit laporan keuangan sebuah entitas dan memberikan opini atau pendapat mengenai saldo akun dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian yang menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian yang menjelaskan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang penelitian yang menjelaskan pentingnya pemahaman faktor internal individu terhadap penerimaan perilaku audit disfungsional, motivasi penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin meningkat, dan masalah yang dihadapi semakin UKDW

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar perusahaan semakin meningkat, dan masalah yang dihadapi semakin UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan persaingan antar perusahaan semakin meningkat, dan masalah yang dihadapi semakin kompleks. Hal

Lebih terperinci

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga STANDAR AUDITING SA Seksi 200 : Standar Umum SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga SA Seksi 500 : Standar Pelaporan Keempat STANDAR UMUM 1.

Lebih terperinci

Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang

Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang Pada Standar Pekerjaan Lapangan #1 (PSA 05) menyebutkan bahwa Pekerjaan (audit) harus direncanakan sebaik-baiknya, dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya Perencanaan audit meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. auditor sebagai pihak yang dianggap independen dan memiliki profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. auditor sebagai pihak yang dianggap independen dan memiliki profesionalisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan pada laporan keuangan perusahaan oleh pihak ketiga yaitu auditor sebagai pihak yang dianggap independen dan memiliki profesionalisme yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori yang digunakan harus mampu mencapai maksud penelitian. Teori utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori yang digunakan harus mampu mencapai maksud penelitian. Teori utama BAB II TINJAUAN PUSTAKA Suatu teori dalam penelitian memegang peranan penting yang berfungsi untuk merumuskan hipotesis dan menjelaskan suatu fenomena. Oleh sebab itu, teori yang digunakan harus mampu

Lebih terperinci

SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH. Sumber: PSA No.

SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH. Sumber: PSA No. SA Seksi 801 AUDIT KEPATUHAN YANG DITERAPKAN ATAS ENTITAS PEMERINTAHAN DAN PENERIMA LAIN BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH Sumber: PSA No. 62 PENDAHULUAN KETERTERAPAN 01 Seksi ini berisi standar untuk pengujian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai saran dalam pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan judgment berdasarkan kejadian-kejadian yang dialami oleh suatu. judgment atas kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. dengan judgment berdasarkan kejadian-kejadian yang dialami oleh suatu. judgment atas kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang auditor dalam menjalankan proses audit akan memberikan opini dengan judgment berdasarkan kejadian-kejadian yang dialami oleh suatu perusahaan dimasa lalu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan tinjauan atas berbagai referensi, literatur, jurnal-jurnal penelitian maupun sumber-sumber lainnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan peneliti sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang diaudit didasarkan atas evaluasi terhadap bukti-bukti audit yang

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang diaudit didasarkan atas evaluasi terhadap bukti-bukti audit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan dilaksanakan oleh seorang auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan. Standar Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang meningkat di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah perusahaan yang ada di BEI pada tahun 2013 sebanyak 494

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak luar sangat diperlukan, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak luar sangat diperlukan, khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dunia usaha yang semakin berkembang tentu perlu adanya badan yang independen yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk memastikan kewajaran atas laporan

Lebih terperinci

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 0:0: AM STANDAR AUDIT 0 TANGGUNG JAWAB AUDITOR TERKAIT DENGAN KECURANGAN DALAM SUATU AUDIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang diaudit. Apabila laporan keuangan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang diaudit. Apabila laporan keuangan suatu perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis yang dilakukan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Disumpulkan bahwa hipotesis

Lebih terperinci

Standar Audit SA 330. Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai

Standar Audit SA 330. Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai SA 0 Respons Auditor terhadap Risiko yang Telah Dinilai SA Paket 00.indb //0 0:: AM STANDAR AUDIT 0 RESPONS AUDITOR TERHADAP RISIKO YANG TELAH DINILAI (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Salah satu fungsi dari akuntan publik adalah menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Dalam melakukan evaluasi perencanaan audit pada KAP Achmad, Rasyid, Hisbullah & Jerry, langkah awal yang penulis lakukan adalah dengan membuat permohonan izin kepada pihak KAP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan harus melaporkan hasil laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari laporan laba rugi, neraca, laporan perubahan modal, laporan arus kas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku bisnis maupun bagi para kalangan masyarakat yang bukan pelaku bisnis. Dunia bisnis

Lebih terperinci

SKRIPSI FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL YANG MEMENGARUHI AUDITOR DALAM PENGHENTIAN PREMATUR ATAS PROSEDUR AUDIT

SKRIPSI FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL YANG MEMENGARUHI AUDITOR DALAM PENGHENTIAN PREMATUR ATAS PROSEDUR AUDIT SKRIPSI FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL YANG MEMENGARUHI AUDITOR DALAM PENGHENTIAN PREMATUR ATAS PROSEDUR AUDIT S.M. HARYANTO JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh manajemen kepada pemilik

BABI PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh manajemen kepada pemilik BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanggungjawaban yang dilakukan oleh manajemen kepada pemilik perusahaan yaitu dengan melaporkan perkembangan usaha yang dikelolanya setiap akhir periode akuntansi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Profesionalisme Auditor Dalam penelitian ini konsep profesionalisme yang digunakan adalah konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka yang tercermin

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDIT

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDIT HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERSONAL AUDITOR TERHADAP PERILAKU DISFUNGSIONAL AUDIT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakangan ini telah menjadi sorotan bagi akuntan publik. Banyaknya kasus

BAB I PENDAHULUAN. belakangan ini telah menjadi sorotan bagi akuntan publik. Banyaknya kasus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Isu mengenai pelanggaran profesionalisme dan etika profesi beberapa tahun belakangan ini telah menjadi sorotan bagi akuntan publik. Banyaknya kasus pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan meningkatnya pertumbuhan perusahaan dalam bentuk badan hukum di Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

Tinjauan Konseptual Perencanaan Standar Pelaksanaan Tahapan Perencanaan Audit Keuangan Hubungan Asersi Manajemen dengan Tujuan Audit Terinci

Tinjauan Konseptual Perencanaan Standar Pelaksanaan Tahapan Perencanaan Audit Keuangan Hubungan Asersi Manajemen dengan Tujuan Audit Terinci Tinjauan Konseptual Perencanaan Standar Pelaksanaan Tahapan Perencanaan Audit Keuangan Hubungan Asersi Manajemen dengan Tujuan Audit Terinci tedi last 09/17 TINJAUAN KONSEPTUAL PERENCANAAN AUDIT Alasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang terkait secara sistematis untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena (fakta) (Cooper dan Schindler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama dalam Era Globalisasi saat ini, membuat persaingan para pebisnis akan

Lebih terperinci

KOMUNIKASI MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGENDALIAN INTERN YANG DITEMUKAN DALAM SUATU AUDIT

KOMUNIKASI MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGENDALIAN INTERN YANG DITEMUKAN DALAM SUATU AUDIT SA Seksi 325 KOMUNIKASI MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGENDALIAN INTERN YANG DITEMUKAN DALAM SUATU AUDIT Sumber: PSA No. 35 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan untuk mengidentifikasi dan melaporkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Belakang Masalah Profesi akuntan di Indonesia sangat terkenal sebagai jasa atas pengauditan laporan keuangan perusahaan oleh auditor dan jasa ini disediakan oleh Kantor Akuntan Publik

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bandung, Jakarta, Tangerang, Depok dan Bekasi. Maka peneliti mengambil

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bandung, Jakarta, Tangerang, Depok dan Bekasi. Maka peneliti mengambil BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh time pressure dan ketersediaan bukti audit terhadap penghentian prematur atas prosedur audit yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kinerja perusahaan demi mempertahankan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kinerja perusahaan demi mempertahankan kelangsungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pesatnya dunia bisnis pada saat ini mengharuskan pelaku bisnis untuk meningkatkan kinerja perusahaan demi mempertahankan kelangsungan perusahaannya. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. independen maka hasil pemeriksaan akan lebih akurat. kewajaran laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak memberikan

BAB I PENDAHULUAN. independen maka hasil pemeriksaan akan lebih akurat. kewajaran laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi perkembangan dunia usaha yang sangat pesat para pelaku bisnis dituntut untuk lebih transparan dalam mengolah laporan keuangan usahanya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era transparansi menjadikan jasa auditor semakin dibutuhkan di masa

BAB I PENDAHULUAN. Era transparansi menjadikan jasa auditor semakin dibutuhkan di masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era transparansi menjadikan jasa auditor semakin dibutuhkan di masa yang akan datang mengingat perkembangan bisnis yang semakin kompleks. Pelaku bisnis tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia bisnis, kebutuhan akan penggunaan jasa akuntan publik dewasa ini semakin meningkat, terutama kebutuhan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin meningkat diiringi dengan berbagai masalah yang dihadapi oleh perusahaan di Indonesia. Dalam menghadapi masalah itu para pengelola

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan atau sebab perilakunya

Lebih terperinci

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit.

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit. SA Seksi 722 INFORMASI KEUANGAN INTERIM Sumber : PSA No. 73 PENDAHULUAN 01. Seksi ini memberikan pedoman mengenai sifat, saat, dan lingkup prosedur yang harus diterapkan oleh akuntan publik dalam melakukan

Lebih terperinci