BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

HAKEKAT RELEGIUSITAS Oleh Drs.H.Ahmad Thontowi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Wikipedia (2013) forgiveness (memaafkan) adalah proses menghentikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhuk sosial. Berkaitan dengan itu, manusia tidak akan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan tenaga kerja yang ulet dan terampil sehingga dicapailah performa

BAB II LANDASAN TEORI. sekelompok individu (Eisenberg, 1989). Hudaniah, 2006), menekankan bahwa perilaku prososial mencakup tindakantindakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Imitasi Perilaku Keagamaan. meniru orang lain. Imitasi secara sederhana menurut Tarde (dalam Gerungan,

BAB I PENDAHULUAN. (supernatural) (Jalaluddin, 2002). Manusia di mana pun berada dan bagaimana pun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Koping Religius. menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi. kebutuhan untuk mengerjakan atau melakukan kegiatannya lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an

BAB II KERANGKA TEORI

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog

PENGARUH RELIGIUSITAS DAN INTERAKSI SOSIAL TERHADAP PERILAKU SEKS BEBAS SISWA KELAS XI SMK NEGERI 1 WONOASRI KABUPATEN MADIUN

BAB III PENYAJIAN DATA LAPANGAN. A. Gambaran Umum Majelis Ta lim Masjid Nur sa id 1. Sejarah berdirinya Majelis Ta lim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN PERKAWINAN. alasan ekonomi dan atau reproduksi (Gladding, 2012: 434).

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. kepada Sang Pencipta (Jalaludin, 1996). Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal

SW Indrawati, Sri Maslihah, Anastasia Wulandari.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya memiliki keberagamaan, dan hal tersebut berupa

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Rasa Bersalah. dari kesalahan yang dibuatnya (Smith & Ellsworth, dalam Xu, dkk., 2011).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

Doa Hari ke 1. Doa Hari ke 2

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian. Penyusunan desain penelitian merupakan tahap perencanaan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kinerja Karyawan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. secara kultural dengan wujud di atas manusia yang di asumsikan juga secara kultural dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Berpikir Positif. kesimpulan secara induktif, serta membuat kesimpulan secara deduktif. Dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEBAHAGIAAN PADA SISWA SISWI DI SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini akan diuraikan rancangan penelitian yang dianggap relevan

BAB III METODE PENELITIAN. Asumsi dari penelitian kuantitatif ialah fakta-fakta dari objek penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti tradisi. Istilah asing lainnya yang memiliki pengertian dengan agama adalah dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

Ummu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Studi Deskriptif Mengenai Religiusitas pada Siswa Bermasalah di SMA PGII 2 Bandung

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH JENIS KELAMIN DAN TEMPAT TINGGAL TERHADAP TINGKAT RELIGIUSITAS MAHASISWA PAI FAI UMY

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kecemasan Menghadapi Kematian. ciri yang mengarah pada diri sendiri. Menurut Freud (Alwisol, 2005;

RELIGIUSITAS PADA HIJABERS COMMUNITY BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia adalah fenomena keberagamaan (religiousity). Harun Nasution (dalam,

BAB I PENDAHULUAN. buruk, memelihara ketertiban dan keamanan, juga memelihara hak orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akan memberikan rasa dekat dengan Tuhan, rasa bahwa doa-doa yang dipanjatkan

BAB III KAJIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

Hubungan Religiusitas dengan Kepuasan Pernikahan pada Individu yang Menikah Melalui Ta aruf

4. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan salah satu langkah yang penting

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif dengan pendekatan korelasional. Penelitian korelasional bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau Badan) oleh negara atau institusi yang fungsinya setara dengan negara

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang menjadi perhatian bagi masyarakat Indonesia adalah agama. Terdapat enam

BAB I PENDAHULUAN. melepaskan diri dari ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Budaya

HUBUNGAN RITUAL IBADAH DENGAN KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MUHAMMADIYAH 2 MALANG

BAB I PENDAHULUAN. dihargai, serta kebutuhan untuk hidup bersama. Dan dalam bersosial tentunya

BAB I PENDAHULUAN. ketegangan ketegangan yang sedang dialami. Manusia memiliki kecerdasan pikiran dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. tidaknya sebaran skor variable serta linier atau tidaknya hubungan. antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN FORGIVENESS PADA WARGA DEWASA AWAL YANG TIDAK AKTIF MENGIKUTI IBADAH NON-MINGGU DI GEREJA BETHEL INDONESIA (GBI) BANDUNG

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini terdapat variabel-variabel sebagai berikut yaitu. variabel bebas dan variabel terikat.

BAB II LANDASAN TEORI. Llabel adalah bagian dari sebuah barang yang berupa keterangan (kata-kata) tentang

GAMBARAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA LANJUT USIA (Description Of Spiritual Needs On Elderly)

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KONSEP DIRI MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA ANGKATAN 2010 SKRIPSI

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang menata bagaimana cara berhubungan antara. mengabdi kepada Allah. Dengan mengamalkan ajaran agama, itu

KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penilitian harus mengikuti langkah-langkah

BAB III METODE PENELITIAN. mana kaitan (koefisien korelasi) antara suatu variabel dengan variabel lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menaruh dasar pada agama yang kuat. Hal

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang lain tanpa pamrih, atau ingin sekedar beramal baik (Sears, 2009). tanpa pamrih pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dari kata benda religion. Religi itu sendiri berasal dari kata re dan

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Forgiveness 2.1.1. Definisi Forgiveness McCullough (2000) bahwa forgiveness didefinisikan sebagai satu set perubahan-perubahan motivasi di mana suatu organisme menjadi semakin menurun motivasi untuk membalas terhadap suatu hubungan mitra, semakin menurun motivasi untuk menghindari pelaku, semakin termotivasi oleh niat baik dan keinginan untuk berdamai kepada pelanggar, meskipun pelanggaran termasuk tindakan berbahaya. Enright (2001) mengatakan forgiveness sebagai suatu bentuk kesiapan melepas hak yang dimiliki seseorang untuk meremehkan, menyalahkan, dan membalas dendam terhadap pelaku yang telah bertindak tidak benar terhadapnya, dan diwaktu yang bersamaan mengembangkan kasih sayang dan kemurahan hati.menurut Hadriami (2008) forgiveness adalah kesediaan dari pihak yang dicederai untuk memberikan maaf atau memaafkan pihak yang telah mencederai. Forgiveness merupakan kesediaan untuk menanggalkan kekeliruan masa lalu yang menyakitkan, tidak lagi mencari-cari nilai dalam amarah dan kebencian, dan menepis keinginan untuk menyakiti orang lain atau diri sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan forgiveness adalah satu set perubahan-perubahan motivasi di mana suatu organisme menjadi semakin menurun motivasi untuk membalas terhadap 11

12 suatu hubungan mitra, semakin menurun motivasi untuk menghindari pelaku, semakin termotivasi oleh niat baik dan keinginan untuk berdamai untuk pelanggar, meskipun pelanggaran termasuk tindakan berbahaya. 2.1.2 Aspek-Aspek Forgiveness Aspek-aspek Forgiveness menurut McCullough (2000), yaitu : a. Avoidance Motivation. Penurunan motivasi untuk menghindari kontak pribadi dan psikologis dengan pelaku. Korban akan membuang keinginannya untuk menjaga jarak dengan orang yang telah menyakitinya (pelaku). Jadi, korban tidak menghindar ataupun menjauhi si pelaku, dia akan tetap berusaha menjaga hubungan yang dekat tersebut. b. Revenge Motivation. Penurunan motivasi untuk membalas dendam atau melihat-lihat bahaya datang kepada pelanggar. Artinya, korban akan membuang keinginannya untuk membalas perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku. c. Beneviolence Motivation Peningkatan motivasi untuk berbuat kebajikan dengan pelaku. Walaupun subjek merasa menjadi korban, akan tetapi subjek tetap ingin berbuat kebajikan kepada pelaku dan berkeinginan untuk berdamai dengan orang yang menyakitinya.

13 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Forgiveness Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap forgiveness menurut Wade dan Worthington (2003), yaitu : a. Religiusitas Dimana individu yang mendasarkan tingkah laku hidup seharihari atau segala aspek hidupnya dalam agama yang diyakininya dapat melakukan pemaafan. Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi dapat melakukan pemaafan. b. Empati Empati adalah kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain. Melalui empati terhadap pihak yang menyakiti, seseorang dapat memahami perasaan pihak yang menyakiti merasa bersalah dan terrtekan akibat perilaku yang menyakitkan. c. Keramahan Dimana individu dapat mengerti keadaan individu lain dan memakluminya. Keramahan memungkinkan untuk terjadinya pemaafan. d. Kemarahan Merupakan emosi negatif yang sering menstimulasi usaha untuk mengurangi tindakan untuk memaafkan.

14 e. Perasaan Malu Individu sebagai pelaku kejahatan merasa malu atas perbuatan yang dilakukannya dengan menyakiti orang lain. Adanya perasaan malu tersebut kemudian akan mempersulit terjadinya pemaafan f. Kedekatan hubungan dengan transgressor. Hal ini dikarenakan pemaafan melibatkan perubahan dorongan dari negatif menjadi positif terhadap transgressor, maka kedekatan hubungan kemudian akan mempengaruhi proses tersebut. g. Kualitas hubungan interpersonal sebelum transgresi. McCullough, Rachal, Sabdage, Worthington, Brown dan Hight (1998) menyatakan bahwa hubungan yang romantik mungkin lebih bersedia untuk memaafkan karena mempunyai sumber daya yang cukup besar dalam hubungan. h. Reaksi transgressor (luka yang ditimbulkan oleh transgressor), semakin besar luka yang dihasilkan, maka semakin sulit pula individu untuk memaafkan transgressor. i. Permintaan maaf Hal ini menstimulasi emosi dalam diri korban dan menumbuhkan empati terhadapnya, sehingga dapat meningkatkan pemaafan individu terhadap transgressor.

15 2.2. Religiusitas 2.2.1. Definisi Religiusitas Istilah religi, berasal dari bahasa latin; religio, bahasa Inggris; religion, bahasa Arab; aldiinatau agama. Menurut Clark (dalam Rusydi, 2012), religiusitas adalah pengalaman dalam diri individu ketika dia merasakan alam luar, secara spesifik, fakta mengatakan bahwa pengalaman ini berdampak pada perilaku mengharmoniskan hidupnya dengan alam lain. Adapun Kenneth S. Kendler dalam penelitian kuantitatifnya menemukan bahwasanya religiusitas terdiri dari beberapa aspek: pertama, social religious atau yang biasa dikenal dengan istilah dukungan agama (religious support); kedua, spiritualitas; ketiga, religious coping; keempat, konservatisisme agama; kelima, sikap dan perilaku seperti memaafkan, mensyukuri, mencintai dan perilaku anjuran agama lainnya. Glock dan Stark (1968) merumuskan religiusitas sebagai komitmen religius, yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama yang dianut. Dari definisi diatas dapat dilihat adanya perbedaan agama/ religi dengan religiusitas. Hal yang paling mendasar adalah agama atau religi adalah aturan-aturan yang telah mengikat antara manusia dengan Tuhan (ynag berhubungan dengan alam gaib), sedangkan religiusitas merupakan cara bagaimana manusia menyikapi aturan-aturan yang baku itu dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

16 2.2.2. Dimensi Religiusitas Menurut Glock dan Stark (Djamaludin, 2008), ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu keyakinan (ideologis), peribadatan atau praktek agama (ritualistik), penghayatan (eksperiensial), pengamalan (konsekuensial), pengetahuan agama (intelektual). 1. Keyakinan (The Idiological Dimension). Religious belief (the idiological dimension) atau disebut juga dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka. Meskipun harus diakui setiap agama tentu memiliki seperangkat kepercayaan kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka. Meskipun harus diakui setiap agama tentu memiliki seperangkat kepercayaan yang secara doktriner berbeda dengan agama lainnya, bahkan untuk agamanya saja terkadang muncul paham yang berbeda dan tidak jarang berlawanan. Pada dasarnya setiap agama juga menginginkan adanya unsur ketaatan bagi setiap pengikutnya. Dalam begitu adapun agama yang dianut oleh seseorang, makna yang terpenting adalah kemauan untuk mematuhi aturan yang berlaku dalam ajaran agama yang dianutnya. Jadi dimensi keyakinan lebih bersifat doktriner yang harus ditaati oleh penganut agama. (Ancok dan Suroso, 1995, dalam Hidayat, 2008).

17 2. Praktek Agama (The Ritualistic Dimension). Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keagaman ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu: a. Ritual. Mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua mengharapkan para pemeluk melaksanakan. Dalam agama Islam hal tersebut dilaksanakan dengan menggelar hajatan seperti pernikahan, khitanan. b. Ketaatan. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Wujud dari dimensi ini adalah prilaku masyarakat pengikut agama tertentu dalam menjalankan ritus-ritus yang berkaitan dengan agama. Dimensi praktek dalam agama Islam dapat dilakukan dengan menjalankan ibadah shalat, puasa, zakat, haji ataupun praktek muamalah lainnya (Ancok dan Suroso, 1995, dalam Hidayat, 2008). 3. Penghayatan (The Feeling Dimension). Religious Feeling adalah perasaaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh Tuhan, dan sebagainya. Ancok dan Suroso (1995) mengatakan kalau dalam Islam dimensi ini

18 dapat terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan bertawakal (pasrah diri dalam hal yang positif) kepada Allah. Perasaaan khusyuk ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al Quran, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah (Hidayat, 2008). 4. Pengetahuan Agama (The Intelectual Dimension). Religious Knowledge (The Intellectual Dimension) atau dimensi pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci manapun yang lainnya. Paling tidak seseorang yang beragama harus mengetahui hal-hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dimensi ini dalam Islam menunjuk kepada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama mengenai ajaran pokok agamanya, sebagaimana yang termuat di dalam kitab sucinya (Ancok dan Suroso, 1995, dalam Hidayat, 2008). 5. Pengamalan atau Konsekuensi (The Consequential Dimension). Yaitu sejauh mana perilaku seseorang konsekuen dengan ajaran agamanya. Dari kelima aspek religiusitas di atas, semakin tinggi penghayatan dan pelaksanaan seseorang terhadap kelima dimensi tersebut, maka semakin tinggi tingkat religiusitasnya. Tingkat

19 religiusitas seseorang akan tercermin dari sikap dan perilakunya sehari-hari yang mengarah kepada perilaku yang sesuai dengan tuntunan agama. The consequential dimension yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, misalnya apakah ia mengunjungi tetangganya sakit, menolong orang yang kesulitan, mendermakan hartanya, dan sebagainya. Ancok dan Suroso (1995) mengatakan bahwa dalam Islam, dimensi ini dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan atau perilaku yang baik sebagai amalan sholeh sebagai muslim, yaitu meliputi prilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, mensejahterakan dan menumbuh kembangkan orang lain, menegakkan kebenaran dan keadilan, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, tidak berjudi, tidak meminum minuman yang memabukkan, mematuhi norma-norma Islam dalam perilaku seksual, berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran Islam dan sebagainya. 2.2.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Religiusitas Religiusitas seseorang tidak hanya ditampakkan dengan sikap yang tampak, namun juga sikap yang tidak tampak yang terjadi dalam hati seseorang. Oleh sebab itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi religiusitas seseorang. Faktor-faktor yang sudah diakui bisa menghasilkan

20 sikap keagamaan, kelihatannya faktor-faktor itu terdiri dari empat kelompok utama: pengaruh sosial, berbagai pengalaman, kebutuhan dan proses pemikiran (Thouless Robert, 2000:29). Thouless (Thouless Robert, 2000:34) menyebutkan beberapa faktor yang mungkin ada dalam perkembangan sikap keagamaan akan dibahas secara lebih rinci, yaitu: 1. Faktor Sosial Faktor sosial dalam agama terdiri dari berbagai pengaruh terhadap keyakinan dan perilaku religius dari pendidikan yang kita terima pada masa kanak-kanak. Berbagai pendapat dan sikap orang-orang disekitar kita, serta berbagai tradisi yang kta terima pada masa lampau. Sejak masa kanak-kanak sampai masa tua kita menerima perilaku dari orang-orang disekitar kita dan dari apa yang mereka katakan berpengaruh terhadap sikap-sikap religius kita. Selain itu, pola-pola ekspresi emosional kita pun bisa dibentuk oleh lingkungan sosial kita. 2. Faktor Emosional Setiap pemeluk agama memiliki pengalaman emosional dalam kadar tertentu yang berkaitan dengan agamanya, bahkan boleh jadi lebih mendalam tanpa membedakan jenisnya dari pengalaman-pengalaman religius kebanyakan orang. Ada peribadatan-peribadatan keagamaan lainnya yang juga dapat menimbulkan pengalaman-pengalaman emosional pada para pemeluknya, meskipun ini bukan merupakan tujuan utamanya.

21 Tanpa adanya pengalaman emosional, peribadatan-peribadatan itu akan terasa agak kosong dan bersifat formal semata-mata. 3. Faktor Intelektual Rasionalisasi merupakan proses verbal yang digunakan untuk memberikan justifikasi terhadap kepercayaan yang dikukuhkan dengan landasan-landasan lain. Hampir tidak dapat diragukan lagi, bahwa rasionalisasi memainkan peran dalam pembentukan system kepercayaan keagamaan sebagaimana terjadi dalam sistem kepercayaan-kepercayaan lainnya, unsur-unsur emosional juga ikut. 4. Konflik Moral Hukum moral bisa dianggap sebagai sistem tatanan sosial yang dikembangkan oleh suatu masyarakat dan diteruskan kepada generasi-generasi berikutnya melalui proses pengkondisian sosial. Thouless juga berpendapat bahwa hukum moral dapat dianggap sebagai sistem kewajiban yang mengikat manusia tanpa mempermasalahkan apakah sistem itu bermanfaat atau tidak, dilihat dari sisi sosial. Konflik moral menurut Thouless dapat dianggap sebagai salah satu fakta yang menentukan sikap religius. Konflik itu merupakan konflik antara kekuatan-kekuatan yang baik dan yang jahat dalam diri individu. Menurut Batson, Schoenrade, dan Ventis (dalam Rusydi, 2012) menjelaskan bahwa religiusitas dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor lingkungan sosial, seperti belajar dengan mengamati (observational

22 learning), penguatan perilaku (reinforcement), tekanan norma dan budaya, dan perubahan sosial. Selain itu, Byrne (dalam Rusydi, 2012) menjelaskan faktor yang mempengaruhi religiusitas lebih kepada faktor sistem sosial. Sangat banyak faktor sosial yang dapat mempengaruhi religiusitas, seperti faktor keluarga, teman sebaya, lingkungan kerja dan pendidikan. 2.3. HubunganAntaraReligiusitasdengan Forgiveness Penelitian yang dilakukan oleh Firda (2013) dengan judul Hubungan antara religiusitas agama islam dengan perilaku memaafkan pada siswa SMK Insan Kreatif Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil analisis data dengan korelasi Product moment diperoleh koefisien korelasi r=0,356 ; dan p= 0,005 (P < 0,005) Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara religiusitas (agama islam) dengan perilaku memaafkan. 2.4. Kerangka Berpikir Dalam kerangka berpikir ini menetapkan suatu metode sangat penting, karena kesalahan dalam menetapkan metode akan memberikan akibat terhadap pengambilan data dan sangat mempengaruhi hasil penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan religiusitas dengan forgiveness pada Mahasiswa Mercu Buana yang mengikuti Unit Kegiatan Al-Faruq. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif yaitu penelitian dengan metode statistik karena hubungannya dengan data-data dan angka yang mengetahui variabel Religiusitas dan Forgiveness. Adapun rancangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

23 Religiusitas Glock dan Stark (1968) 1. Keyakinan 2. Praktik 3. Penghayatan 4. Pengetahuan 5. Pengalaman Forgiveness McCullough (2000) 1. Avoidance Motivation 2. Revenge Motivation. 3. Beneviolence Motivation Gambar 1 Kerangka Berpikir Dalam suatu organisasi tidak akan terlepas dari konflik, baik itu konflik antar pribadi atau kelompok. Dari berbagai macam masalah dapat memunculkan perasaan negatif yaitu perasaan tidak suka, tidak terima, dan bahkan rasa permusuhan. Solusi yang baik untuk menghilangkan perasaan-perasaan negatif tersebut ialah dengan saling memaafkan (forgiveness) yang melibatkan korban dan pelaku pelanggaran. Sebesar apapun upaya yang dilakukan seseorang untuk memaafkan kesalahan orang lain akan memberikan dampak yang berbeda-beda tiap individu. Hal ini dianggap wajar karena proses memaafkan yang terlihat mudah di ucapkan namun nyatanya sulit untuk dilakukan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku memaafkan ini adalah religiusitas. Religiusitas diukur dengan perhatiannya pada kegiatan keagamaan, membaca kitab suci, dan membahas masalah tentang agama. Berdasarkan penemuan (Enright, Santos dan Al-Mabuk, 1989) menunjukkan bahwa orangorang yang sangat religius memiliki nilai lebih pada penalaran tentang pengampunan. Religiusitas atau peran keagamaan yang dimiliki oleh anggota unit kegiatan mahasiswa Al-Faruq yaitu dengan meyakini bahwa setiap manusia tentu

24 tidak luput dari kesalahan maupun dosa. Refleksi diri akan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pemurah dan Pemaaf menjadi salah satu faktor mengapa orang beragama dituntut mampu member maaf pada sesamanya.. Maka jika memang demikian maka lingkungan dan unit kegiatan religius menjadi pendukung penempaan religiusitas seseorang. Oleh karena itu peneliti menduga bahwa religiusitas akan berkorelasi positif dengan forgiveness. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan religiusitas dengan forgiveness. 2.5. Hipotesis Penelitian Hipotesis Nol (H 0 ) : Tidak Ada hubungan yang signifikan antara Religiusitas dengan Forgiveness pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana yang mengikuti UKM Al-Faruq Hipotesis Alternatif (H a ) : Ada hubungan yang signifikan antara Religiusitas dengan Forgiveness pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana yang mengikuti UKM Al-Faruq