BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. capture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, kondisi bumi. Teknologi Geographic Information Sistem mengintegrasikan

4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA PONTIANAK DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT, SHIFT SHARE DAN GRAVITASI

Keywords: Sistem Informasi Georafis, Pemetaan, Pabrik Sawit

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahun 1967 merupakan awal pengembangan SIG (Sistem Informasi

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS - PENGENALAN AWAL MENGENAI SIG & KONSEP DASAR SIG OUTLINE

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sekadau 2016

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. satu dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Informasi georafis atau Georaphic Information Sistem (GIS) capture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi,

PERKEMBANGAN KEMISKINAN KABUPATEN BENGKAYANG MARET 2014 MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

Profil Tata Ruang. Provinsi Kalimantan Barat

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Dinas Perkebunan KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Session_01. - Definisi SIG - Latar Belakang - Keunggulan SIG dibanding sistem perpetaan konvensional - Contoh pemanfaatan SIG

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Dengan demikian penerapan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN BARAT (ANGKA SEMENTARA)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Perhitungan Potensi Energi Angin di Kalimantan Barat Irine Rahmani Utami Ar a), Muh. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA

Dinas KUKM Provinsi Kalimantan Barat Jl. Sutan Syahrir No. 5 Pontianak

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan karakteristik alam, ekonomi, sosial dan budaya. Wilayah-wilayah dengan

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Tabel I.1. Luas dan Tingkat Kekritisan Lahan di Wilayah Kerja BPDAS Kapuas Tahun 2007

Angka Kemiskinan Kabupaten Sekadau 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2015

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak kepulauan-kepulauan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI ( Negara

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BALAI BESAR POM DI PONTIANAK

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografis Provinsi Kalimantan Barat

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

PROFIL PEMBANGUNAN KALIMANTAN BARAT

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SEKADAU TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan oleh sekian banyak Negara berkembang khususnya

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN DAN KOMODITI PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. capture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, kondisi bumi. Teknologi Georaphic Information System mengintegrasikan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Provinsi Papua, telah telah dapat menyelesaikan buku Statistik. tatistik Perkebunan Papua Tahun 2015 menyajikan data luas areal,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. sebuah penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Struktur

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Provinsi Lampung memiliki kegiatan pembangunan yang berorientasikan pada potensi sumberdaya alam

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PERBATASAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT AGUSTUS 2017

BERITA RESMI STATISTIK

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PERESMIAN PROYEK-PROYEK PEMBANGUNAN DAN PENCANANGAN KOTA TERPADU MANDIRI DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun dari instansi

BAB 4 POLA PEMANFAATAN RUANG

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7/DPD RI/I/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

PERKEMBANGAN DAYA SAING SEKTOR PERTANIAN DI KALIMANTAN BARAT

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Tipologi Wilayah Provinsi Kalimantan Barat Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhibungan dengan penelitian. Sektor atau kegiatan basis adalah sektor atau kegiatan

[Type the document title]

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Sistem Informasi Geografis Pemetaan Hasil Perkebunan dan Pertanian

Keywords: Plantation commodities, Leading Commodities, Location Quotient, Shift Share

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk medapatkan data dengan

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

Pemetaan Potensi Sumber Daya Perkebunan untuk Komoditas Strategis di Provinsi Jawa Barat

V. ANALISIS SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN KARIMUN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series,

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Profil Provinsi Kalimantan Barat Posisi Provinsi Kalimantan Barat terletak 20 08 LU dan 30 05 LS dan antara 1080 30 BT dan 1140 10 BT. Berdasarkan letak geografis yang spesifik, daerah Kalimantan Barat tepat dilalui garis khatulistiwa tepatnya di atas Kota Pontianak, dengan demikian daerah ini banyak dipengaruhi iklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi. Provinsi Kalimantan Barat tercatat memiliki luas 146.807 Km 2 atau termasuk 7,53 % dari luas Indonesia. Adapun peta Provinsi Kalimantan Barat disajikan dalam gambar 3.1. Gambar 3.1 Peta Provinsi Kalimantan Barat Sumber : Direktorat Jenderal Penataan Ruang Wilayah Tengah 2015 9

10 Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari 12 kabupaten dan 2 kota yang terdiri dari: Kabupaten Sambas, dengan luas wilayah 6.394, 70 km 2 Kabupaten Bengkayang, dengan luas 5.397,30 km 2 Kabupaten Landak, dengan luas 9.909, 10 km 2 Kabupaten Pontianak, dengan luas wilayah 1.276,90 km 2 Kabupaten Sanggau, dengan luas wilayah 12.857,70 km 2 Kabupaten Ketapang, dengan luas wilayah 31.240,74 km 2 Kabupaten Sintang, dengan luas wilayah 21.635,00 km 2 Kabupaten Kapuas Hulu, dengan luas wilayah 29.842,00 km 2 Kabupaten Sekadau, dengan luas wilayah 5.444,30 km 2 Kabupaten Melawi, dengan luas wilayah 10.644,00 km 2 Kabupaten Kayong Utara, dengan luas wilayah 4.568,26 km 2 Kabupaten Kubu Raya, dengan luas wilayah 6.985,20 km 2 Kota Pontianak, dengan luas wilayah 107,80 km 2 Kota Singkawang, dengan luas wilayah 504,00 km 2 Ciri-ciri spesifik lainnya adalah wilayah Kalimantan Barat termasuk salah satu propinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing, yaitu dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Bahkan dengan posisi ini, maka daerah Kalimantan Barat kini merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang secara resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk dan keluar dari negara asing. Hal ini dapat terjadi karena antara Kalimantan Barat dan Sarawak telah terbuka jalan darat antar negara Pontianak - Entikong - Kuching (Sarawak, Malaysia) sepanjang sekitar 400 km dan dapat ditempuh sekitar enam sampai delapan jam perjalanan. Batas-batas wilayah selengkapnya bagi daerah propinsi Kalimantan Barat adalah : Utara : Sarawak (Malaysia) Selatan : Laut Jawa & Kalimantan Tengah Timur : Kalimantan Timur Barat : Laut Natuna dan Selat Karimata

11 Sebelah utara Kalimantan Barat terdapat empat kabupaten yang langsung berhadapan dengan negara jiran, yaitu Sambas, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu. 3.2. Pengertian Wilayah Menurut Emilia dan Imelia (2006), wilayah (region) didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang di batasi oleh kriteria tertentu dan bagian-bagiannya tergantung secara internal. Berdasarkan Hanafiah (1982) dalam Tarigan (2005) wilayah dapat dibedakan atas konsep absolut dan konsep relatif. Konsep absolut didasarkan keadaan fisik sedangkan konsep relatif selain memperhatikan faktor fisik juga sekaligus memperhatikan fungsi sosial ekonomi dari ruang tersebut. Unsur unsur ruang yang terpenting adalah 1. Jarak, 2. Lokasi 3. Bentuk, dan 4. Ukuran atau skala. Artinya, suatu ruang dapat dikatakan wilayah ketika memiliki unsur unsur ruang yang telah disebutkan, karena wilayah merupakan suatu unit ruang yang terbentuk dari ke empat unsur tersebut. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2007) menyatakan bahwa wilayah dibagi menajdi 2 berdasarkan pola pemanfaatan, yaitu 1. Kawasan budidaya Kawasan budidaya adalah wilayah yang boleh dimanfaatkan lahannya atau wilayah dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. 2. Kawasan non budidaya Kawasan non budidaya adalah wilayah yang ditetapkan untuk melestarikan lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

12 3.3. Perkebunan Perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian. Menurut Undang-Undang No.39 Tahun 2014, perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, dan pemasaran terkait tanaman perkebunan. 3.3.1 Ciri Ciri Kawasan Peruntukan Perkebunan Menteri Pertanian Republik Indonesia (2009), berikut adalah ciri-ciri kawasan peruntukan perkebunan. 1. Lokasi mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten/kota, dan mengacu pada kesesuaian lahan baik pada lahan basah maupun lahan kering. 2. Pengembangan perkebunan pada lahan gambut mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah daerah, swasta dan masyarakat sesuai dengan biofisik dan sosial ekonomi dan lingkungan. 4. Berbasis komoditas perkebunan nasional, daerah, dan komoditas lokal yang mengacu pada kesesuaian lahan. 5. Pengembangan kelompok tani, gabungan kelompok tani, kelompok usaha, koperasi, dan petani perorangan. 6. Dapat diintegrasikan dengan komoditas budidaya lainnya. 3.3.2. Syarat Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Budidaya Menteri Pertanian Repuplik Indonesia (2009), syarat pemanfaatan dan pengembangan kawasan budidaya seperti berikut. 1. Kawasan perkebunan yang diusahakan pada lahan basah, terutama lahan rawa dan gambut mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Kawasan peruntukan perkebunan yang diusahakan pada lahan kering di dataran rendah atau dataran tinggi mengacu pada kesesuaian lahan yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian.

13 3. Kawasan peruntukan komoditas spesifik dan dilindungi yang diusahakan pada lahan basah atau lahan kering mengacu pada peraturan perundangundangan yang berlangsung. 3.4. Peran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto adalah seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi di wilayah domestik regional tanpa memperhatikan apakah faktor-faktor produksi tersebut berasal atau dimiliki oleh penduduk domestik regional tersebut atau tidak. Terjadi peningkatan PDRB merupakan salah satu cerminan pokok keberhasilan usaha pembangunan regional. Suatu perekonomian regional dikatakan mengalami pertumbuhan dan berkembang apabila tingkat ekonomi lebih tinggi dari yang dicapai pada masa sebelumnya, di mana nilai PDRB dari tahun ke tahun bebas dari pengaruh harga. Hal ini dapat dilakukan dengan menghitung PDRB berdasarkan harga konstan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan adalah jumlah nilai produksi, pendapatan atau pengeluaran berdasarkan harga pada tahun dasar. Cara perhitungan atas dasar harga konstan ini telah menghilangkan pengaruh harga atau inflasi,sehingga dikatakan menunjukkan nilai nyata (Nurilia, 2011). 3.5. Location Quotient (LQ) dan Shift Share Location Quotient (LQ) dan shift share merupakan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk menghasilkan sebuah keputusan pengembangan sub sektor perkebunan di Provinsi Kalimantan Barat. Dalam penerapan kedua analisis tersebut menggunakan beberapa indeks yang diantaranya i merupakan komoditi perkebunan dan j merupakan kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat, seperti yang dapat dilihat pada tabel 3.1 dan tabel 3.2.

14 Tabel 3.1 Indeks i (Komoditi Perkebunan) i Komoditi Perkebunan 1 Karet 2 Kelapa Dalam 3 Kelapa Hybrida 4 Kelapa Sawit 5 Kakao 6 Lada 7 Kopi 8 Cengkeh 9 Kemiri 10 Pinang 11 Tebu 12 Sagu 13 Kapuk 14 Jarak 15 Enau/aren 16 Pala 17 Kelapa Deres Tabel 3.2 Indeks j (Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat) 3.5.1. Location Quotient (LQ) j 1 Sambas 2 Bengkayang 3 Landak 4 Pontianak 5 Sanggau 6 Ketapang 7 Sintang 8 Kapuas Hulu 9 Sekadau 10 Melawi 11 Kayong Utara 12 Kubu Raya 13 Singkawang Kabupaten Menurut Hidayat (2013), Location Quotient (LQ) adalah suatu perbandingan besarnya sektor atau kegiatan terhadap besarnya peranan sektor tersebut pada wilayah yang lebih luas. Location Quotient (LQ) digunakan untuk

15 menganalisis sektor potensial atau sektor basis dalam perekonomian disuatu daerah. Sektor unggulan yang berkembang dengan baik akan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah secara optimal. Hasil perhitungan LQ ini hanya digunakan untuk mengetahui struktur ekonomi suatu daerah dan tidak dapat digunakan sebagai proyeksi. Konsep tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut, (Warpani, 1984) : LQ = (3.1) Keterangan : LQ = Location Quotient = Jumlah (produksi) komoditas perkebunan i pada tiap kabupaten j di Provinsi Kalimantan Barat. = Jumlah (total produksi) perkebunan pada tiap kabupaten j di Provinsi Kalimantan Barat. = Jumlah produksi komoditas perkebunan i di Provinsi Kalimantan Barat. = Jumlah (total produksi) komoditas perkebunan di Provinsi Kalimantan Barat. Dari hasil perhitungan Location Quotient (LQ), dapat diketahui bahwa : 1. Jika LQ > 1, berarti komoditi tersebut merupakan komoditi unggul atau komoditi basis. 2. Jika LQ = 1, berarti komoditi tersebut bukan komoditi basis maupun komoditi non basis melainkan komoditi seimbang. 3. Jika LQ < 1, berarti komoditi tersebut merupakan komoditi tidak unggul atau komoditi non basis.

16 3.5.2. Shift Share Menurut Tarigan (2005), Shift share merupakan suatu analisis kegiatan ekonomi yang digunakan untuk mengetahui sumber-sumber penyebab pertumbuhan suatu region/wilayah. Teknik analisis shift share ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan suatu variabel wilayah, seperti tenaga kerja, nilai tambah, pendapatan, atau output selama kurun waktu tertentu. Namun dalam penelitian ini, hasil produksi komoditas perkebunan yang dijadikan sebagai variabel penelitian. Teknik dalam analisis shift share ini mengasumsikan perubahan produksi sub sektor dalam suatu wilayah relatif terhadap perubahan produksi suatu sub sektor nasional yang dipadang sebagai dampak netto dari tiga pengaruh yaitu pengaruh pertumbuhan nasional (National Growth Effect), pengaruh bauran industri/kinerja sektor (Industrial Mix), dan pengaruh perubahan pangsa regional (Regional Share Effect) yang dilihat dari besar kontribusi yang diberikan kepada nasional. Dalam penerapan analisis shift share menggunakan 2 data analisis yang berbeda yaitu data tahun akhir analisis dan data tahun dasar analisis yang dalam penulisannya dibedakan dengan menggunakan tanda petik ( ) dimana tanda petik menandakan data tahun akhir analisis. Analisis shift share dapat di dirumuskan sebagai berikut, (Setiabudi, 2008): P i = (3.2) P i = (3.3) P.. = (3.4) P.. = (3.5) R i = P i P i (3.6) R = P.. P.. (3.7) R i (%) = ( R i / P i ) x 100 (3.8) R (%) = ( R / P.. ) x 100 (3.9) R ij = P ij P ij (3.10) N ij = (P ij x R (%)) / 100 (3.11) d i = R i (%) R (%) (3.12)

17 M ij = d i x P ij (3.13) R ij N ij = M ij + S ij (3.14) S ij = R ij (N ij + M ij ) (3.15) R ij = N ij + M ij +S ij (3.16) Keterangan: P ij = Produksi komoditi perkebunan ke-i di kabupaten j Provinsi Kalimantan Barat pada tahun dasar analisis P ij = Produksi komoditi perkebunan ke-i di kabupaten j Provinsi Kalimantan Barat pada tahun akhir analisis P i = Produksi komoditi perkebunan ke-i di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun dasar analisis P i = Produksi komoditi perkebunan ke-i di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun akhir analisis P.. = Total Produksi komoditi perkebunan di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun dasar analisis P.. = Total Produksi komoditi perkebunan di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun akhir analisis R i R ij R i (%) R (%) d i = Perubahan produksi komoditi perkebunan ke-i di Provinsi Kalimantan Barat = Perubahan produksi komoditi perkebunan ke-i di kabupaten j Provinsi Kalimantan Barat = Persentase perubahan produksi komoditi perkebunan ke-i di Provinsi Kalimantan Barat = Persentase total perubahan produksi komoditi perkebunan Provinsi Kalimantan Barat = Selisih antara persentase perubahan produksi komoditi i di Provinsi Kalimantan Barat dengan persentase total perubahan produksi perkebunan di Provinsi Kalimantan Barat

18 N ij M ij S ij = Pengaruh pertumbuhan nasional (National Growth Effect) komoditi perkebunan ke-i di kabupaten j Provinsi Kalimantan Barat = Pengaruh bauran industri/kinerja sektor (Industrial Mix) komoditi perkebunan ke-i di kabupaten j Provinsi Kalimantan Barat = Pengaruh perubahan pangsa resgional (Regional Share Effect) komoditi perkebunan ke-i di kabupaten j Provinsi Kalimantan Barat Setelah mendapatkan hasil perhitungan Shift Share maka dapat diketahui bahwa : a. Apabila M ij > R ij, maka pertambahan jumlah produksi komoditi perkebunan i di kabupaten j dari tahun dasar analisis ke tahun akhir analisis sudah ideal. b. Apabila M ij < R ij, maka pertambahan jumlah produksi komoditi perkebunan i di kabupaten j dari tahun dasar analisis ke tahun akhir analisis belum ideal. c. Apabila M ij positif, maka kinerja dalam kegiatan perkebunan komoditi i di kabupaten j Provinsi Kalimantan Barat mengalami kondisi yang baik. d. Apabila M ij negatif, maka kondisi kinerja dalam kegiatan perkebunan komoditi i di kabupaten j Provinsi Kalimantan Barat mengalami kondisi yang buruk/tidak baik. e. Apabila S ij positif, maka komoditi perkebunan i di kabupaten j mampu untuk share/kontribusi ke wilayah Provinsi Kalimantan Barat. f. Apabila S ij negatif, maka komoditi perkebunan i di kabupaten j belum mampu untuk share/kontribusi ke wilayah Provinsi Kalimantan Barat. 3.6. Klasifikasi Pertumbuhan Komoditas Sub Sektor Perkebunan Analisis ini diperlukan untuk mengidentifikasi posisi komoditas sub sektor perkebunan suatu daerah. Hasil analisis akan menunjukkan posisi komoditas berdasarkan pertumbuhannya yang diklasifikasikan menjadi 4 kuadran. Kuadran I merupakan kuadran yang mempunyai LQ > 1 dan dapat share dalam arti memiliki nilai S positif, kuadran ini menggambarkan kondisi suatu komoditi yang sangat

19 baik yaitu komoditi unggulan/maju. Kuadran II merupakan kuadran yang mempunyai LQ > 1 dan belum mampu share/kontribusi dalam arti memiliki nilai S negatif, kuadran ini menggambarkan bahwa kondisi komoditi berkembang di daerah tersebut. Kuadran III merupakan kuadran yang mempunyai LQ < 1 tetapi mampu untuk share/kontribusi dalam arti memiliki nilai S positif, kuadran ini menggambarkan bahwa komoditi tersebut merupakan komoditi potensial. Kuadran IV merupakan kuadran yang mempunyai LQ < 1 dan tidak mampu untuk share/kontribusi dalam arti memiliki nilai S negatif, kuadran ini menggambarkan kondisi sektor yang buruk atau komoditi terbelakang. Berdasarkan klasifikasi ini dapat dijadikan dasar bagi penentuan kebijakan pembangunan wilayah khususnya dalam pengembangan sub sektor perkebunan. Cara mengidentifikasi posisi komoditas tersebut seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.2. LQ S S < 0 S > 0 LQ > 1 Kuadran II Kuadran I (Berkembang) (Maju) LQ < 1 Kuadran IV Kuadran III (Terbelakang) (Potensial) Gambar 3.2 Klasifikasi Pertumbuhan Komoditas 3.7. Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Georafis atau Georaphic Information Sistem (GIS) merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan). Sistem ini mengcapture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data yang secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan

20 SIG dengan Sistem Informasi lainya yang membuatnya menjadi berguna berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang terjadi ( Aini, 2007). Sistem ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972 dengan nama Data Banks for Develompment (Rais dalam Aini, 2007). Munculnya istilah Sistem Informasi Geografis seperti sekarang ini setelah dicetuskan oleh General Assembly dari International Geographical Union di Ottawa Kanada pada tahun 1967.Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS-SIG Kanada), digunakan untuk menyimpan, menganalisa dan mengolah data yang dikumpulkan untuk inventarisasi Tanah Kanada (CLI- Canadian Land Inventory) sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan Kanada dengan memetakan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000. Sejak saat itu Sistem Informasi Geografis berkembang di beberapa benua terutama Benua Amerika, Benua Eropa, Benua Australia, dan Benua Asia. Perkembangan SIG di Indonesia mulai dari lingkungan pemerintahan dan militer, perkembangan SIG menjadi pesat semenjak di ditunjang oleh sumberdaya yang bergerak di lingkungan akademis (Aini, 2007). 3.8. Pengenalan Software ArcGis Software ArcGis pertama kali diperkenalkan kepada publik oleh ESRI (Environmental System Research Institute) pada tahun 1999, yaitu dengan kode versi 8.0 (ArcGis 8.0). ArcGis merupakan penggabungan, modifikasi dan peningkatan dari 2 software ESRI yang sudah terkenal sebelumnya yaitu ArcView GIS 3.3 (ArcView 3.3) dan Arc/INFO Workstation 7.2 (terutama untuk tampilannya). Kemudian berkembang dan ditingkatkan terus kemampuan ArcGis ini oleh ESRI yaitu berturut-turut ArcGIS 8.1, 8.2, 9.0, 9.1, 9.2 dan terakhir saat ini ArcGIS 9.3 (9.3.1). ArcGIS terdiri dari 3 level, yaitu: 1. ArcGIS ArcView (dalam ArcGIS pun ada ArcView). Level ini adalah yang paling rendah, dengan menu/toolbar hanya untuk menyajikan data spasial saja. Sedikit sekali kemampuan untuk memodifikasi peta.

21 2. ArcGIS ArcEditor. Level ini sudah menengah, semua fasilitas ArcGis ArcView ada disini, ditambah dengan adanya kemampuan/toolbar untuk memodifikasi dan menganalisis peta secara terbatas. 3. ArcGis ArcInfo. Level ini merupakan yang terlengkap, dimana didalamnya sudah mencakup 2 level software sebelumnya, ditambah dengan kemampuan/toolbar untuk memodifikasi dan menganalisis peta secara penuh, hampir semua jenis analisis spasial ada didalamnya termasuk 3D, raster analysis (citra), dll (Nugroho, 2007).