Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

dokumen-dokumen yang mirip
Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH KANDUANGAN A NUNUKAN, KABUPATEN NUNUKAN - KALIMANTAN TIMUR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Ciri Litologi

Raden Ario Wicaksono/

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm.

4.2 Pembuatan Kolom Stratigrafi Pembuatan kolom stratigrafi (Lampiran F) dilakukan berdasarkan atas

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN UCAPAN TERIMAKASIH KATA PENGANTAR SARI DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Batupasir. Batugamping. Batupasir. Batugamping. Batupasir

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

BAB IV UNIT RESERVOIR

Foto 4.9 Singkapan batupasir sisipan batulempung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM

DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003)

BAB IIII. perbedaan. yaitu

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISA SEDIMENTASI

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

GEOLOGI DAERAH KLABANG

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas.

BAB IV ANALISIS SEDIMENTASI

Transkripsi:

Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam, kilap tanah-kaca, ketebalan 20-60cm. Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N 175 0 E Eko Mujiono 120 05 060 31

Foto 3.6 Pemancungan antara batupasir dan batubara pada singkapan BB-1 Foto diambil kearah N 195 0 E Dari analisis petrografi (lampiran D-1) conto batuan pada singkapan EN-3, EN-5 dan BB-8 didapatkan batupasir jenis Quartz Arenit (Klasifikasi Gilbert dalam Williams dkk., 1954). Hasil analisis granulometri merupakan suatu grafik yang memperlihatkan variasi butiran pada suatu sampel dan hubungannya terhadap kecepatan arus saat pengendapan. Trend garis lurus yang relatif vertikal menunjukkan bahwa besar butir yang diendapkan cukup beragam dan membutuhkan energi arus yang cukup tinggi sedangkan trend garis lurus yang relatif horizontal menunjukkan bahwa besar butir yang diendapkan relatif seragam serta membutuhkan energi arus yang rendah. Berdasakan analisis granulometri (lampiran E) conto batuan pada lokasi EN-6, didapatkan dua trend garis lurus, dimana trend yang relatif vertikal lebih dominan jika dibandingkan dengan trend yang relatif horizontal. Hal ini menunjukkan bahwa butiran pada satuan ini relatif bervariasi dan untuk mengendapkannya dibutuhkan energi arus yang cukup tinggi, sedangkan berdasarkan kurva antara skewness terhadap standar deviasi (Friedman, 1967 Eko Mujiono 120 05 060 32

op.cit. Koesoemadinata, 1985) terlihat bahwa pengendapan satuan ini dipengaruhi oleh proses sungai (darat) (Gambar 3.5). Gambar 3.5 Kurva antara Skewness terhadap Standar Deviasi (Friedman, 1967 op.cit. Koesoemadinata, 1985) Ketidakhadiran fosil mengindikasikan bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan darat. Batulempung yang ditemukan diantara batupasir memperlihatkan bahwa proses pengendapannya berada pada sistem sungai meander (Boggs, 2006). Adanya ukuran butir yang bersifat mengkasar keatas merupakan karakter dari endapan crevase splay (fluvial deposit) yang terbentuk akibat channel utama suatu sungai meander memotong natural levee. Berdasarkan ciri litologi yang didominasi oleh batupasir dengan sisipan batulempung dan batubara, satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Meliat. Pada satuan ini, tidak ditemukan adanya fosil foraminifera yang dapat menunjukkan umur Eko Mujiono 120 05 060 33

pengendapan, sehingga penentuan umur didasarkan oleh literatur dan menurut Samuel dan Achmad, 1984, satuan ini diendapkan pada umur Miosen Tengah. Satuan ini merupakan satuan tertua yang ada pada daerah penelitian. Hubungan stratigrafi terhadap satuan dibawahnya tidak tersingkap pada daerah penelitian. 3.2.2 Satuan Batupasir-Batulempung Satuan ini menempati bagian tengah relatif ke utara daerah penelitian. Satuan Batupasir-Batulempung meliputi luas kurang lebih 25% dari luas daerah penelitian.pada peta geologi (Lampiran C), satuan ini diberi warna hijau. Satuan ini memiliki pola umum penyebaran jurus perlapisan berarah tenggara, dengan kemiringan lapisan antara 12-60 0. Satuan ini tersingkap dengan baik pada singkapan PN-3 (Foto 3.7) dan NB-4. Pada singkapan satuan ini ditemukan jurus lapisan yang umumnya tenggara. Satuan Batupasir-Batulempung memiliki ciri litologi berupa perselingan batupasir dengan batulempung dan pada beberapa lokasi ditemukan adanya sisipan batubara (Foto 3.8). Batupasir, berwarna abu-abu sampai abu-abu gelap, kemas tertutup, ukuran butir halus-sedang, bersifat non karbonatan, bentuk butir membundar tanggungmembundar dengan fragmen komposisi utama kuarsa. Batupasir ini terkadang mengandung carbon streak (Foto 3.9) dan struktur sedimen yang hadir umumnya berupa parallel laminasi dan cross laminasi. Batulempung, berwarna abu-abu hingga hitam, bersifat non karbonatan, umumnya mengandung mineral organik dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi coally shale. Batubara hadir didalam atau diantara coally shale dengan ketebalan antara 5-30 cm. Struktur sedimen yang hadir umumnya berupa parallel laminasi dan cross laminasi. Eko Mujiono 120 05 060 34

Foto 3.7 Singkapan PN-3 pada Satuan Batupasir-Batulempung Foto diambil kearah N 206 0 E Dari analisis petrografi (Lampiran D-2) conto batuan pada singkapan NB- 7 dan NB-9 didapatkan batupasir jenis Litic Wacke sedangkan untuk conto batuan pada singkapan MN-4 dan NB-4 didapatkan batupasir jenis Quartz Wacke. Berdasarkan analisis granulometri (Lampiran E), didapatkan dua trend garis lurus, dimana trend yang relatif vertikal lebih dominan jika dibandingkan dengan trend yang relatif horizontal. Hal ini menunjukkan bahwa butiran pada satuan ini relatif bervariasi dan untuk mengendapkannya dibutuhkan energi arus yang cukup tinggi, sedangkan berdasarkan kurva antara skewness terhadap standar Eko Mujiono 120 05 060 35

deviasi (Friedman, 1967 op.cit. Koesoemadinata, 2985) terlihat bahwa proses pengendapan satuan ini dipengaruhi oleh proses sungai (darat) (Gambar 3.5). Foto 3.8 Sisipan batubara pada Singkapan PN-1 Foto diambil kearah N 316 0 E Ketidakhadiran fosil dan asosiasi batuan berupa batupasir dengan pemilahan buruk (didukung oleh nilai standar deviasi yang tinggi) dan ditemukannya batulempung karbonan dapat mengindikasikan bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan darat, sedangkan adanya jenis batuan yang berbeda (berdasarkan analisis petrografi) memperlihatkan bahwa terjadi perubahan secara berangsur-angsur dari crevase splay (fluvial deposit) menjadi flood plain. Hadirnya endapan yang berwarna hitam atau abu-abu gelap hingga batubara menunjukkan tingkat pengendapan mineral organik yang tinggi dengan lingkungan pengendapan yang umumnya bersifat reduksi. Berdasarkan ciri Eko Mujiono 120 05 060 36

litologi yang didominasi oleh perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara, satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Tabul. Pada satuan ini, tidak ditemukan adanya fosil foraminifera yang dapat menunjukkan umur pengendapan, sehingga penentuan umur didasarkan oleh literatur dan menurut Samuel dan Achmad, 1984, satuan ini diendapkan pada umur Miosen Akhir. Kontak tegas antara Satuan Batupasir-Batulempung dengan satuan yang lebih tua pada daerah penelitian tidak ditemukan. Namun menurut Achmad dan Samuel, 1984, satuan ini bersifat selaras dengan satuan dibawahnya yaitu Satuan Batupasir Kuarsa. Foto 3.9 Carbon streak pada Singkapa MN-6 Foto diambil kearah N 210 0 E. 3.2.3 Satuan Batupasir Satuan ini menempati bagian tengah relatif ke selatan daerah penelitian. Satuan Batupasir meliputi luas kurang lebih 35% dari luas daerah penelitian. Pada peta geologi (Lampiran C), satuan ini diberi warna orange. Satuan ini memiliki pola umum penyebaran jurus perlapisan berarah relatif ke tenggara, dengan kemiringan lapisan antara 17-37 0. Singkapan pada satuan ini umumnya telah lapuk seperti yang terlihat pada singkapan MN-3 dan BE-5 (Foto 3.10). Ketebalan Eko Mujiono 120 05 060 37

satuan ini tidak dapat dipastikan karena tidak ditemukannya kontak atas dan bawah satuan ini. Pada satuan ini, sulit mengamati jurus dan kemiringannya. Umumnya satuan ini melampar sepanjang batas satuan, namun pada beberapa torehan jalan kita dapat amati jurus dengan arah umum berarah tenggara. Kemiringan lapisan sangat kecil-hampir datar di beberapa tempat. Foto 3.10 Singkapan BE-5 pada Satuan Batupasir Foto diambil kearah N 76 0 E dari BE-5 an ini dicirikan oleh batupasir, berwarna coklat kemerahan, ukuran butir halus-kasar, kemas terbuka, bentuk butir membundar dengan fragmen komposisi utama kuarsa. Pada satuan ini, proses oksidasi sangat dominan yang terlihat oleh adanya warna batuan yang dominan berwarna coklat kemerahan. Dari anlisis petrografi (Lampiran D-3) conto batuan pada singkapan BE-5 didapatkan batupasir jenis Quartz Wacke. Berdasarkan analisis granulometri (Lampiran E), didapatkan dua trend garis lurus, dimana trend yang relatif vertikal lebih dominan jika dibandingkan dengan trend yang relatif horizontal. Hal ini menunjukkan bahwa butiran pada satuan ini relatif bervariasi dan untuk mengendapkannya dibutuhkan energi arus yang tinggi, sedangkan berdasarkan kurva antara skewness terhadap standar Eko Mujiono 120 05 060 38

deviasi (Friedman, 1967 op.cit. Koesoemadinata, 2985) terlihat bahwa proses pengendapan satuan ini dipengaruhi oleh proses sungai (darat). Foto 3.11 Singkapan yang menunjukkan tingginya proses oksidasi pada Satuan Batupasir. Foto diambil kearah N 215 0 E dari BE-2 Ketidakhadiran fosil dan asosiasi batuan berupa batupasir dengan pemilahan buruk dapat mengindikasikan bahwa satuan ini diendapkan pada lingkungan darat. Adanya ukuran butir yang secara umum bersifat menghalus keatas merupakan karakter dari endapan point bar. Berdasarkan ciri litologi yang didominasi oleh batupasir, satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Tarakan. Pada satuan ini, tidak ditemukan adanya fosil foraminifera yang dapat menunjukkan umur pengendapan, sehingga penentuan umur didasarkan oleh literatur dan menurut Samuel dan Achmad, 1984, satuan ini diendapkan pada umur Pliosen. Hubungan stratigrafi dengan satuan yang lebih tua tidak ditemukan, namun dapat dipastikan berupa ketidakselarasan. Hal ini diinterpretasikan dari perbedaan jurus dan kemiringan dengan satuan di bawahnya. Menurut Achmad dan Samuel, 1984, satuan ini menutup dengan tidak selaras di atas Formasi Tabul. Eko Mujiono 120 05 060 39

3.2.4 Satuan Endapan Aluvial Penyebaran satuan ini meliputi 15% dari daerah penelitian, terdapat pada bagian selatan daerah penelitian berupa dataran dan daerah rawa. Pada peta geologi satuan ini ditandai dengan warna abu-abu. Satuan ini merupakan hasil rombakan dari satuan batuan yang lebih tua berupa endapan material lepas-lepas yang berukuran lempung sampai bongkah yang terdiri dari batupasir, batulempung dan kuarsa dengan bentuk butir membulat sampai membulat tanggung. Satuan ini memiliki hubungan yang tidak selaras dengan satuan yang ada di bawahnya. Satuan ini berumur resen karena pengendapan satuan ini masih terus berlangsung sampai saat ini (Foto 3.3). 3.3 Struktur Struktur geologi daerah penelitian dapat diamati melalui analisis citra SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission), pengamatan jurus dan kemiringan perlapisan batuan serta pengamatan gejala-gejala struktur dilapangan. SRTM Analisis SRTM dilakukan dengan menarik kelurusan-kelurusan struktur yang ada pada daerah penelitian dan kemudian diolah dengan menggunakan diagram roset. Pengamatan jurus dan kemiringan perlapisan batuan Jurus dan kemiringan perlapisan batuan pada bagian utara daerah penelitian, dikontrol oleh perlipatan yaitu sinklin dan antiklin. Struktur ini diperoleh dengan melakukan analisis terhadap kedudukan lapisan batuan dan rekonstruksi penampang geologi. Pengamatan gejala-gejala struktur dilapangan. Pada daerah penelitian, gejala-gejala struktur yang ditemukan memilikki intensitas yang kecil dikarenakan oleh tingginya proses pelapukan. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar naik berarah relatif Baratlaut-Tenggara dan perlipatan dengan sumbu yang berarah relatif Baratlaut-Tenggara. Bukti-bukti yang diperoleh di lapangan yang Eko Mujiono 120 05 060 40

menunjukkan adanya struktur-struktur tersebut diantaranya berupa data lapisan tegak dan adanya ditemukan airterjun. 3.3.1 Struktur Sesar Indikasi adanya sesar naik pada daerah penelitian dapat diinterpretasikan melalui analisis kelurusan citra SRTM (Gambar 3.6) dan didapatkan pola umum kelurusan daerah penelitian yaitu N126 0 E (Gambar 3.7). Selain itu, indikasi adanya sesar naik juga dapat dilihat dari daerah-daerah disekitar sesar naik yang memilikki kemiringan lapisan (dip) yang besar yaitu antara 60 0-85 0 dan adanya ditemukan air terjun, sedangkan indikasi adanya sesar mendatar diperoleh dari citra SRTM dan perubahan yang mencolok dari kedudukan lapisan. Gambar 3.6 Kelurusan pada citra SRTM. Eko Mujiono 120 05 060 41

Gambar 3.7 Diagram bunga dari kelurusan struktur. Gambar 3.8 Indikasi adanya sesar mendatar. Hasil dari rekonstruksi penampang geologi menunjukkan bahwa sesar naik pada daerah penelitian menjadi batas antara Satuan Batupasir Kuarsa dengan Satuan Batupasir-Batulempung (Lampiran C). Eko Mujiono 120 05 060 42

Foto 3.12 Indikasi adanya sesar naik pada daerah penelitian. 3.3.2 Struktur Lipatan Struktur lipatan pada daerah penelitian berupa struktur sinklin dan antiklin. Pola umum dari struktur lipatan yang ada relatif berarah Baratlaut-Tenggara dan berada pada bagian utara dari daerah penelitian. Struktur ini diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kedudukan perlapisan batuan dan rekonstruksi penampang geologi. 3.3.3 Mekanisme Pembentukan Struktur Pada daerah penelitian, secara umum terbentuk lipatan pada bagian utara yang dipengaruhi oleh proses tektonik pada kala pliosen. Selain itu, pada bagian utara daerah penelitian terbentuk pula sesar naik yang diperkirakan terbentuk setelah lipatan terjadi dan kemudian terbentuk sesar mendatar. Eko Mujiono 120 05 060 43